Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

KMB III KEPERAWATAN SISTM SENSORIK


“GLUKOMA”

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 6

Arni Arsy Patattan C1714201006


Desy Rista Natalia Mehingko C1714201012
Maria Joseva Angwarmase C1714201031
Iriani Bate C1714201023
Tresia Paruntung C1714201048

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIK STELLA MARIS MAKASSAR
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Glukoma” dengan
baik tanpa ada halangan yang berarti.
Tugas ini dibuat guna memenuhi tugas yang merupakan salah satu standar atau
kriteria penilaian dari Mata Kuliah KMB III SISTEM SENSORIK yang diberikan
secara berkelompok.
Kami menyusun makalah ini berdasarkan beberapa sumber buku yang telah
kami peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh pembaca.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat batuan dari dosen
mata kuliah KMB III Sistem Sensorik serta kerjasama dan bantuan dari berbagai
anggota kelopok dan berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak
terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal
dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari kekurangan kami sebagai manusia biasa dan oleh karena
keterbatasan sumber referensi yang kami miliki sehinggah kiranya dalam makalah
ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan baik itu dalam penyusunan
maupun isinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya saran dan
kritik dari Ibu dosen pembibing ataupun pihak-pihak lain dan sesama teman
mahasiswa untuk dapat menambahkan sesuatu yang kiranya dianggap masih
kurang atau memperbaiki sesuatu yang dianggap salah dalam tulisan ini.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua sebagai bahan tambahan pengetahuan
untuk lebih memperluas wawasan kita.

Makassar,20 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A. KONSEP DASAR MEDIK GLUKOMA..................................3
a. Defenisi Glukoma................................................................. 3
b. Klasifikasi Glukoma.............................................................. 4
c. Etiologi Glukoma................................................................. 18
d. Patofisiologi Glukoma ........................................................ 18
e. Manifestasi Klinis Glukoma ............................................... 19
f. Pemeriksaan Penunjang Glukoma....................................... 20
g. Penatalaksanaan Glukoma .................................................. 21
h. Komplikasi Glukoma............................................................25
i. Pathway Epilepsi................................................................. 26
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GLUKOMA..............27
a. Pengkajian Keperawatan...................................................... 27
b. Diagnosa Keperawatan......................................................... 28
c. Intervensi Keperawatan........................................................29
BAB III PENUTUP..................................................................................... 34
A. KESIMPULAN................................................................................ 34
B. SARAN............................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Glaukoma merupakan kumpulan penyakit berupa glaukoma
opticneupati (kelainan saraf optik pada glaukoma) dengan disertai
hilangnya lapang pandang dimana tekanan bola mata diduga merupakan
faktor risiko utama. Gangguan pada saraf optik ini masih belum jelas
mekanismenya dan telah disepakati bahwa gangguan ini tidak seluruhnya
berkolerasi dengan tekanan bola mata.

Peningkatan tekanan intraokuler menyebabkan glaukoma. Glaukoma


merupakan salah satu penyebab kebutaan paling umum. Tekanan
intraokuler normal kurang lebih 15mmHg, dengan rentangan 12 –
20mmHg (Guyton, 1991). Glaukoma muncul ketika tekanan intraokuler
mencapai tingkat patologi yaitu 60 – 70mmHg. Tingkat tekanan sebesar
20 – 30mmHg dalam waktu yang lama bisa mengakibatkan hilangnya
penglihatan. Pada glaukoma akut, tekanan yang ekstrem bisa
mengakibatkan kebutaan dalam beberapa jam.

Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi


aqueous humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya
aliran keluar aqueous humor melalui sudut bilik mata depan juga
tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
traberkulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer aplanasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Glukoma ?

1
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
asuhan keperawatan pada penyakit glukoma.

2. Tujuan Khusus
 Agar mahasiswa/i dapat mengerti dan memahami tentang
asuhan keperawatan pada penyakit glaukoma.
 Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB I Penginderaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIK GLUKOMA


a. Pengertian Glaukoma
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti
hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil
penderita glaukoma. Glaukoma adalah suatu penyakit di mana
gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh peninggian tekanan
intraokuler, penggaungan dan degenerasi papil saraf optik serta defek
lapang pandang yang khas.
Peningkatan tekanan intraokuler menyebabkan glaukoma.
Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan paling umum.
Tekanan intraokuler normal kurang lebih 15mmHg, dengan rentangan
12 – 20mmHg (Guyton, 1991). Glaukoma muncul ketika tekanan
intraokuler mencapai tingkat patologi yaitu 60 – 70mmHg. Tingkat
tekanan sebesar 20 – 30mmHg dalam waktu yang lama bisa
mengakibatkan hilangnya penglihatan. Pada glaukoma akut, tekanan
yang ekstrem bisa mengakibatkan kebutaan dalam beberapa jam.
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya
produksi aqueous humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya.
Besarnya aliran keluar aqueous humor melalui sudut bilik mata depan
juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
traberkulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena
episklera. Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada
20mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi.
Semua pemeriksaan terhadap mata harus mencakup pengukuran
tekanan intraokuler. Karena hilangnya penglihatan bisa muncul tanpa
gejala, maka diagnosa dan penanganan glaukoma sejak dini sangatlah
penting. Semua orang yang berusia diatas 40 tahun harus mengukur
tekanan intraokuler setiap tahun.

3
Ada dua cara pengukuran tekanan intraokuler :
1. Tonometry adalah pengukuran tidak langsung tekanan
intraokuler. Segera sesudah tetes mata anestetik lokal diberikan,
maka footplate tonometer ditempatkan pada kornea untuk
mengukur tekanan.
2. Gonioscopy memperkirakan sudut ruang mata depan dan
mengukur kedalaman. Gonioscopy membedakan antara glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.

b. Klasifikasi Glaukoma
a. Glaukoma Primer
Glaukoma primer biasanya ditemukan pada pasien berusia
diatas 60 tahun. Hal ini merupakan penyakit bawaan pada bayi dan
anak – anak.
Ada dua bentuk glaukoma primer :
a. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan jenis glaukoma kronik sederhana yang paling
sering terjadi. Pada glaukoma jenis ini, aliran melalui kanal
Schlemn mengecil. Namun sesuai dengan namanya, sudut
antara iris dan kornea tempat dimana cairan aqueos humor
mengalir tetap terbuka. Glaukoma sudut terbuka biasanya
terjadi di kedua mata.
Tanda dan gejala meliputi hilangnya penglihatan perifer,
sakit kepala ringan dan kesulitan dalam beradaptasi dengan
cahaya. Penyakit ini berkembang secara bertahap. Pasien
seringkali tetap tidak merasakan gejalanya, bahkan sesudah
terjadi kehilangan penglihatannya.

b. Glaukoma sudut tertutup


Terjadi ketika sudut aliran antara iris dan kornea
menyempit atau menutup. Tekanan intraokuler meningkat

4
dengan cepat sehingga hilangnya penglihatan secara permanen.
Hal ini biasanya hanya terjadi pada satu mata. Ketika sudut
bilik mata depan menyempit dan iris menonjol ke dalam bilik
mata depan maka aliran cairan ke arah kanal Schlemn menjadi
terbatas.

Tanda dan gejala glaukoma sudut tertutup meliputi nyeri


mata, menurunnya ketajaman penglihatan, mual dan muntah –
muntah, konjungtiva merah dan kornea berkabut. Glaukoma
sudut tertutup ditangani secara farmakologi dan bedah. Topikal
miotik atau beta bloker pun diberikan. Laser iridotomi
dilakukan untuk mengalir kembali cairan intraokuler.

b. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat
penyakit mata lainyang menyebabkan penyempitan sudut atau
peningkatan volume cairan di dalammata. Kondisi ini secara tidak
langsung mengganggu aktivitas struktur yangterlibat dalam
sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Gangguan ini terjadi
akibat:
a) Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa
pada katarak
b) Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari
jaringan uvea
c) Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris.

c. Glukoma Kongenital
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau
segera setelahkelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran
pembuangan cairan di dalammata tidak berfungsi dengan baik.
Akibatnya tekanan bola mata meningkat terusdan menyebabkan
pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair, berkabut

5
dan peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan
perkembangan abnormaldari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder
terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%) manifestasi klinik
biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi,
fotofobia blepharospme.

d. Macam-Macam Glukoma
a. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut adalah suatu keadaan akhir semua jenis
glaukoma dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol.
Dapat disertai keadaan seperti :
a. Infeksi siliar
b. Edema kornea
c. Bilik mata depan yang dangkal
d. Pupil lebar
e. Iris lebar
f. Iris ektropion
g. Penggaungan dan atrofi papil saraf optic yang total
Keadaan ini dapat disertai rasa sakit pada mata yang
mula – mula hilang timbul tetapi akhirnya dapat terus –
menerus. Tekanan bola mata sangat tinggi sehingga bola mata
menjadi keras bagaikan batu.

Pengobatan :
1) Pengobatan ditujukan terutama pada rasa sakitnya dengan
jalan :
a) Suntikan alcohol retrobulber 90% sebanyak 0,5ml.
b) Penyinaran yang ditujukan pada badan siliar,
diberikan 100 – 150 Rad dalam 4 – 5 kali
penyinaran.

6
2) Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan operasi
intraokuler lainnya sebab dapat menimbulkan oftalmia
simpatika.

b. Glaukoma Afakia
Glaukoma afakia adalah glaukoma sekunder yang terjadi
sesudah operasi pengeluaran lensa yang mengakibatkan
terjadinya gangguan pengeluaran aqueous melalui trabekulum.
Terdapat dua mekanisme penutupan sudut, yaitu yang dimulai
dengan hambatan pupil (papillary block) dan penutupan
langsung sudut bilik mata depan (angle block).
Hambatan pupil juga akan menghasilkan penutupan
sudut bila iridektomi tak berfungsi. Seperti diketahui sesudah
suatu operasi katarak dapat terjadi peradangan berupa
uveitis/iridosiklitis yang menyebabkan terjadinya perlekatan
antara pupil dengan membrane hialoid sehingga terjadi
hambatan pupil yang dapat menyebabkan terjadinya kolaps
bilik mata depan dan suatu goniosinekia. Kolaps bilik mata
depan bisa juga terjadi akibat bocornya jahitan atau
terlambatnya pembentukan bilik mata depan karena
terlambatnya penutupan luka. Hal – hal ini dapat menyebabkan
terjadinya penutupan sudut bilik mata depan atau goniosinekia.
Penutupan sudut bilik mata depan sebesar 2/3 bagian (2400)
dapat menyebabkan glaukoma.

c. Glaukoma Berpigmen
Glaukoma berpigmen adalah glaukoma sudut terbuka
dimana pada pemeriksaan gonioskopi ditemukan pigmentasi
yang nyata dan padat pada jalinan trabekulum.

7
Keadaan ini juga disertai depigmentasi iris dan terdapat
suatu gambaran khas pada endotel kornea yang disebut
Kruckenberg spindle. Dapat juga ditemukan endapan pigmen
iris dan lensa, zonula dan retina perifer. Daerah depigmentasi
terjadi dipangkalan iris bertepatan dengan muskulus dilatator
iris sehingga pada pemeriksaan trnasiluminasi iris yang lebih
tembus pandang di perifer.
Kelainan ini terdapat pada orang dewasa muda dan
myopia merupakan predileksi untuk kelinan ini. Pada pria
kelainan ini lebih banyak ditemukan daripada wanita. Pada
stadium permulaan ditemukan tekanan intraokuler yang tinggi
dan adanya halo karena edema kornea. Sesudah stadium ini
dapat diatasi biasanya tekanan intraokuler terkontrol.
Tes kortikosteroid yang positif menunjukkan adanya
hubungan genetik yang sama seperti pada glaukoma sudut
terbuka primer. Tetapi pada pemeriksaan transformasi sel
limfosit ternyata hasilnya berbeda sehingga dianggap penyebab
glaukoma berpigmen ini berbeda dengan glaukoma sudut
terbuka primer.
Pengobatan :
Sedapat mungkin dengan obat – obatan. Bila dengan obat
– obatan tak dapat di atasi, baru dilakukan tindakan
pembedahan.

d. Glaukoma Bertekanan Rendah


Glaukoma bertekanan rendah adalah suatu keadaan
dimana ditemukan penggaungan papil saraf optik dan kelainan
lapang pandangan yang khas glaukoma tetapi disertai tekanan
bola mata yang tidak tinggi.

8
Keadaan ini dihubungkan dengan terdapatnya gangguan
pendarahan (perfusion pressure) papil saraf optik walaupun
tekanan bola mata tidak tinggi.
Sebetulnya samapai sekarang belum jelas perbedaan
antara low tension glaucoma dan ischaemic optic neuropathy.
Akan tetapi nampaknya perdebatan ini telah mencapai
kesimpulan yang menjurus bahwa pada glaukoma dengan
tekanan bola mata rendah terdapat outflow facility yang
menurun, sedangkan pada keadaan dengan outflow facility yang
normal maka keadaan ini disebut ischaemic optic neuropathy.
Pengobatan :
Pengobatan loe tension glaucoma ditujukan pada
menurunkan tekanan bola mata ke titik yang lebih rendah.
Miotika dan obat – obatan simpatomimetik dapat dicoba.

e. Glaukoma Hipersekresi
Glaukoma hiperekskresi adalah suatu jenis glaukoma
sudut terbuka dengan outflow facility yang normal.
Hipersekresi biasanya terjadi hilang timbul dengan produksi
aqueous humor yang meninggi. Pada waktu terjadi sekresi yang
berlebihan, tekanan bola mata meninggi dan berkisar antara 20
– 30 mmHg, kemudian terjadi kerusakan pada papil saraf optic
dan gangguan lapang pandangan yang khas glaukoma. Kalau
tidak terjadi sekresi yang meninggi, maka semua keadaan
ditemukan normal, kecuali kelainan papil saraf optik dan
kampus yang sudah terjadi. Pada setiap keadaan ini outflow
facility tetap normal. Kelainan ini terutama dijumpai pada
wanita berumur antara 40 – 60 tahun dengan hipertensi
sistemik yang neurogen.
Pengobatan :

9
Biasanya berhasil baik dan sebagai obat pilihan ialah
epinefrin topical (hati – hati dengan hipertensi) dan
penghambat karbonik anhidrase.

f. Glaukoma Maligna (Cilliary Block Glaukoma)


Glaukoma maligna adalah suatu keadaan peninggian
tekanan intraokuler oleh karena terdapatnya hambatan siliar
(cilliary block). Hambatan siliar ini terjadi karena penempelan
lensa dengan badan siliar atau badan kaca dengan siliar (pada
afakia). Hal ini menyebabkan terjadinya penimbunan cairan
(aqueous humor) hasil produksi badan siliar di bagian belakang
yang mendesak ke segala arah. Keadaan ini akan menyebabkan
terjadinya pendangkalan bilik mata depan.
Pada masa lalu hal ini biasanya dianggap terjadi sesudah
operasi glaukoma sudut tertutup. Namun pengalaman berbagai
ahli menunjukkan bahwa keadaan ini dapat terjadi juga sesudah
operasi katarak, pemberian miotika pada pengobatan glaukoma,
inflamasi dan lain – lain.
Pengobatan :
Bila pengobatan medikamentosa dengan midriatika yang
kuat seperti sulfas atropine 4% dan 10% tidak berhasil, maka
harus dilakukan operasi berupa penghisapan aqueous humor
dan badan kaca melalui sklera disertai pembentukan kembali
bilik mata dengan memasukkan udara.

g. Glaukoma Neovaskuler
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sekunder yang
disebabkan oleh bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler baru
(neovaskuler) di permukaan iris. Neovaskuler ini menuju ke
sudut bilik mata depan dan berakhir pada trabekulum. Keadaan
ini dapat diakibatkan oleh berbagai hal, seperti kelainan

10
pembuluh darah, penyakit peradangan pembuluh darah,
penyakit pembuluh darah sistemik dan penyakit tumor mata.
Pada pemeriksaan tonografi dan gonioskopi ditemukan
kelainan yang progresif.
Pengobatan :
Obat – obatan biasanya tidak menolong. Sebaliknya
dilakukan siklodiatermi atau siklokrioterapi. Pada keadaan akut
dapat diberikan kortikosteroid dan atropine. Cara pengobatan
lain yang diajukan ialah pankoagulasi retina.

h. Glaukoma Primer Sudut Terbuka (Glaukoma Simpleks)


Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang
penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik
mata depan yang terbuka. Diduga glaukoma ini diturunkan
secara dominan atau resesif pada kira – kira 50% penderita.
Secara genetik penderitanya adalah homozigot. Pada umumnya
terdapat pada orang – orang berusia di atas 40 tahun, tetapi
dapat juga ditemukan pada usia muda (glaukoma juvenil). Pada
99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat
hambatan pengeluaran aqueous pada sistem jalinan trabekulum
dan kanal Schlemm. Namun dapat juga outflow – nya normal
dan dalam hal ini disebut glaukoma hipersekresi.
Glaukoma simpleks adalah penyakit menahun yang
berkembang terus dengan lambat. Mulai timbulnya penyakit
sangat lambat, kadang – kadang berkembang tanpa disadari
penderita sehingga sampai mencapai tingkat lanjut. Penelitian
yang lebih cermat pada stadium awal memperlihatkan adanya
remisi dan eksaserbasi daripada gangguan outflow dan
peninggian tekanan intraokuler. Ada penulis yang menganggap
remisi atau penurunan tekanan intraokuler ini terjadi karena

11
diimbangi oleh penurunan produksi aqueous sehingga kita
melihatnya sebagai tekanan intraokuler yang menurun.
Glaukoma simpleks dapat berakhir sebagai glaukoma
absolut dimana pada keadaan ini terdapat insiden oklusi
pembuluh darah yang tinggi. Dapat berkomplikasi dengan
neovaskularisasi iris dan sudut bilik mata depan dan berakhir
sebagai glaukoma haemorrhagica. Tes yang khusus dilakukan
untuk membantu diagnosis adalah tes minum air, tes pilokarpin
dan tes provokasi steroid.
Pengobatan :
Pada dasarnya konservatif dengan obat – obatan dan
bertujuan memperbaiki outflow facility dengan pemberian
pilokarpin (0,5 – 4%) atau menekan produksi cairan aqueous
dengan asetazomalid. Pada orang muda lebih baik diberikan
epinefrin tetes agar tidak mengganggu daya akomodasi. Jika
akan dilakukan operasi maka pada keadaan seperti tekanan
intraokuler tetap diatas 30mmHg, kerusakan papil saraf optik
yang progresif dan kerusakan lapang pandangan yang
progresif.

i. Glaukoma Primer Sudut Tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup adalah glaukoma primer
yang ditandai dengan sudut bilik mata depan yang tertutup,
bersifat bilateral dan herediter. Pada keadaan ini penutupan
sudut dapat terjadi tanpa hambatan papil (papillary block) atau
dengan hambatan pupil.

j. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Dengan Hambatan Pupil

12
Glaukoma primer sudut tertutup dengan hambatan pupil
adalah suatu glaukoma dimana ditemukan keadaan sudut bilik
mata depan yang tertutup disertai hambatan pupil.
Penderita dengan hambatan pupil yang potensial
mempunyai mata yang normal kecuali bilik mata depan yang
dangkal dan jalan masuk aqueous ke bilik mata depan yang
sempit. Dikemukakan bahwa konfigurasi sudut diturunkan dari
orang tuanya. Penyakit ini pada orang kulit putih ditemukan
pada pria 3 kali lebih banyak daripada wanita, sedangkan pada
orang kulit hitam penderita pria sama dengan wanita.
Bila usia bertambah tua maka lensa akan bertambah
cembung sehingga bilik mata depan akan bertambah dangkal.
Posisi lensa yang ke depan akan mendorong iris ke depan, oleh
karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk
mendorong aqueous melalui celah iris lensa ini. Tekanan
dibelakang iris yang lebih tinggi ini akan menyebabkan akar
iris melengkung ke depan mendekati dinding trabekulum.
Dikatakan bahwa luasnya gerakan ke depan iris tersebut
tergantung kelenturan akar iris. Pada orang kulit putih
ditemukan bahwa glaukoma primer sudut terbuka, 4 kali lebih
banyak daripada glaukoma primer sudut tertutup, sedangkan
pada orang Indonesia glaukoma primer sudut tertutup lebih
banyak daripada glaukoma sudut terbuka. Sebelum terjadi
serangan semua keadaan yaitu tekanan intraokuler, papil dan
kampus dalam batas – batas normal. Orang – orang dengan
sudut bilik mata depan yang tertutup biasanya pernah
mengalami serangan – serangan kecil.

k. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Tanpa Hambatan Pupil


Glaukoma primer sudut tertutup tanpa hambatan pupil
adalah suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik

13
mata depan yang tertutup, bersifat bilateral dan herediter. Pada
umumnya sudut bilik mata depan ini sudah sempit sejak
semula, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran cairan
bilik mata depan ke trabekula. Penurunan aliran aqueous ke
luar ini dapat terjadi karena penutupan sudut bilik mata depan
yang dapat terjadi sedikit demi sedikit sampai tertutup sama
sekali atau mendadak tertutup sama sekali. Masing – masing
keadaan ini memberi gambaran klinik yang berbeda – beda
antara lain :
a. Penutupan sudut terjadi mendadak (acute angle closure) :
Penutupan sudut terjadi mendadak (tiba – tiba)
sehingga aliran aqueous dari bilik mata depan menjadi
terhalang sama sekali.
Gejala Klinik : pada mata tampak gejala bendungan
akut bola mata, penglihatan kabur, rasa sakit di daerah
yang dipersyarafi oleh saraf trigeminus, dan kadang –
kadang disertai muntah, tekanan intraokuler yang sangat
tinggi, mata merah, edema palpebra, edema kornea, bilik
mata depan dangkal, midriasis, papiledema.
Faktor pencetus dapat berupa keadaan emosi yang
terlalu gembira, sesudah menonton film di bioskop, berada
dalam ruangan gelap atau minum terlalu banyak, adanya
tekanan relatif tinggi pada bilik mata belakang akibat
penempelan iris yang luas pada permukaan lensa sehingga
menimbulkan hambatan pupil yang realtif (relative
pupillary block). Adanya tekanan yang lebih tinggi di bilik
mata belakang ini menimbulkan sinekia anterior pada
sudut bilik mata depan dan yang dapat menyebabkan
penutupan sudut bilik mata depan.
b. Penutupan sudut intermiten (intermittent angle closure) :

14
Pada umumnya sudut bilik mata depan sudah sempit
sejak semula dan dapat menyebabkan gangguan aliran
aqueous ke trabekulum.
Perjalanan penyakit biasanya berupa serangan –
serangan yang singkat dan hilang timbul. Sesudah setiap
kali serangan sudut bilik mata depan terbuka kembali,
akan tetapi biasanya bila serangan sudah berhenti sudut
bilik mata depan tidak terbuka kembali seperti semula.
Biasanya ditemukan suatu gambaran sisa – sisa
sinekia pada sudut bilik mata depan, atrofi iris serta
penyebaran pigmen di sudut bilik mata depan dan kapsula
lensa bagian depan.
c. Penutupan sudut menahun (chronic angle closure) :
Dapat terjadi karena penutupan sudut yang perlahan –
lahan atau merupakan kelanjutan serangan intermiten yang
sudah menimbulkan sinekia yang luas. Dapat juga terjadi
karena serangan mendadak yang timbul diatasi dengan baik.

l. Glaukoma Sekunder yang Dibangkitkan Lensa (Lens Induced


Glaucoma)
Glaukoma yang dibangkitkan lensa adalah glaukoma
sekunder yang disebabkan karena kelainan-kelainan lensa.
Kelainan ini dapat berupa yaitu kelainan mekanik (letak lensa)
dan kelainan kimiawi (fakolitik atau fakotoksik).
a) Glaukoma pada subluksasi ke depan
Subluksasi lensa ke depan dapat menyebabkan
glaukoma karena terjadinya hambatan pupil sehingga
aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan sehingga menyebabkan penutupan sudut bilik
mata depan. Subluksasi lensa ke depan juga dapat
mendorong akar iris ke depan sehingga menyebabkan
penutupan sudut bilik mata depan dan perlengketan di

15
sudut tersebut yang kedua – duanya dapat menyebabkan
glaukoma.
b) Glaukoma pada subluksasi ke belakang
Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi
rangsangan yang menahun pada badan siliar akibat
tarikan – tarikan zonula Zin atau geseran lensa pada
badan siliar. Rangsangan ini menyebabkan produksi
aqueous yang berlebihan yang dapat menimbulkan
glaukoma.
c) Glaukoma pada luksasi ke depan
Pada luksasi ke depan lensa terletak langsung
dalam bilik mata depan dan ini menutup jalan keluar
aqueous sehingga terjadi glaukoma.
d) Glaukoma pada luksasi ke belakang
Dalam keadaan ini lensa dapat terletak diatas
permukaan badan siliar yang menyebabkan rangsangan
pada badan siliar yang akan berproduksi berlebihan.
Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur
dalam hal mana protein lensa dan makrofag menutup
sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma
fakolitik. Protein lensa yang terlepas dari kapsulnya
dapat menyebabkan iridosiklitis, hal ini disebut
glaukoma fakotoksik.
Pengobatan :

a. Dapat diberikan obat-obatan anti glaukoma.


b. Bila tidak berhasil atau bila terdapat iris
bombe dapat dilakukan iridektomi perifer atau
iridenkleisis.
c. Operasi pengeluaran lensa merupakan cara
untuk menghilangkan penyebab utamanya dan hal
ini merupakan pengobatan yang paling berhasil.

16
m. Glaukoma Sekunder dengan Hambatan Pupil (Secondary
Glaucoma with Pupillary Block)
Glaukoma sekunder dengan hambatan pupil adalah
glaukoma sekunder yang timbul akibat terhalangnya pengaliran
aqueous humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan.
Hambatan ini dapat bersifat total ataupun relatif :
a. Pada hambatan yang total, glaukoma terjadi akibat
penutupan pupil yang menyebabkan iris bombe dan
penutupan sudut bilik mata depan. Hambatan ini dapat
timbul sebagai akibat perlekatan iris dengan lensa ataupun
iris dengan badan kaca pada penderita dengan afakia. Hal
ini biasanya terjadi sesudah suatu peradangan.
b. Pada hambatan yang relatif, terjadi aposisi yang cukup
luas antara dataran belakang iris dengan bagian depan
lensa. Akibatnya terjadi tekanan yang lebih tinggi di bilik
mata belakang dibandingkan dengan bilik mata depan. Hal
ini menyebabkan iris dan pangkal iris terdorong ke depan
menutup sudut bilik mata depan.
Pengobatan :
Pengobatan biasanya ditujukan untuk memperlancar
hubungan antara bilik mata belakang dengan bilik mata
depan, baik dengan iridektomi perifer maupun dengan
pemberian midriatika.

n. Sindrom Posner Schlossman (Glaucomatocylitic Crisis)


Sindrom posner schlosman adalah glaukoma sekunder
yang biasanya mengenai satu mata dan dianggap terjadi sebagai
akibat peradangan segmen depan bola mata (uvea atau
trabekula).

17
Penyakit ini berjalan menahun dengan sering berulang –
ulang, dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Pada keadaan ini
sudut bilik mata depan biasanya tetap terbuka. Biasanya
terdapat pada orang dewasa muda dan usia pertengahan.
Penyakit ini diduga merupakan suatu jenis lain glaukoma sudut
terbuka.
Gambaran Klinik : gejala peradangan biasanya sangat
sedikit, ditandai dengan flare yang positif, keratik presipitat
yang positif dan biasanya tidak menimbulkan perlengketan iris
lensa (sinekia posterior). Serangan biasanya berlangsung antara
beberapa jam sampai 2 minggu. Diantara 2 serangan dapat
berlangsung antara beberapa minggu sampai 1 tahun.
Pengobatan :
Pengobatan dapat diberikan dengan memberikan
penghambat karbonik – anhidrase, kortikosteroid sistemik atau
topikal, midriatika berdaya kerja singkat menurut kebutuhan.

o. Sindrom Pseudoeksfolisasi (Glaucoma Kapsuler)


Sindrom pseudoeksfolisasi adalah suatu bentuk glaukoma
sekunder sudut terbuka, dimana terdapat bahan – bahan
abnormal yang menempel pada permukaan lensa, iris dan sudut
bilik mata depan.
Gambaran klinik : ditemukan pada orang tua dengan
glaukoma sudut terbuka dan deposit pigmen yang luas pada
sudut bilik mata depan. Pada pemeriksaan transiluminasi
terdapat daerah depigmentasi di sfringter iris. Biasanya
unilateral, terdapat juga lateral. Gejala yang khas ialah
terdapatnya deposit kelabu pada permukaan lensa tepat
dibawah batas pupil.

18
Terdapat 3 daerah di lensa, yaitu : daerah sentral yang
keruh, intermidiate zone yang jernih, dan daerah perifer tepat di
bawah batas pupil berupa bercak keabu – abuan.
Pengobatan :
Sesuai dengan pengobatan glaukoma sudut terbuka

c. ETILOGI
Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah
perubahan anatomisebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya,
trauma mata, dan predisposisifaktor genetik. Glaukoma sering muncul
sebagai manifestasi penyakit atau proses patologik dari sistem tubuh
lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya glaukoma antaralain riwayat
glauakoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada orang kulit hitam.

d. PATOFISIOLOGI
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi
humoraqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya
aliran keluar humoraquelus melalui sudut bilik mata depan juga
bergantung pada keadaan kanal Schlemmdan keadaan tekanan
episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari20
mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika
terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg,
diperlukan evaluasi lebih lanjut.Secara fisiologis, tekanan intraokuli
yang tinggi akan menyebabkan terhambatannyaaliran darah menuju
serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan
menimbulkankerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi
peningkatan tekanan intraokular,akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1) Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi
berkas serabutsaraf pada papil saraf optik. 

19
2) Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil
saraf optik yangmerupakan tempat dengan daya tahan paling
lemah pada bola mata. Bagian
tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehi
ngga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.
3) Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini
masih belum jelas.
4) Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh
kerusakan serabut sarafoptik. (Tamsuri M, 2010 : 72-73)

e. MANIFESTASI KLINIK
1) Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2) Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3) Mual, muntah, berkeringat.
4) Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5) Visus menurun.
6) Edema kornea.
7) Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma
sudut terbuka).
8) Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9) TIO meningkat.(Tamsuri A, 2010 : 74-75)

f. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
1. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata.
Dikenalempat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra
ocular yaitu :
1) Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
2) Indentasi dengan tonometer schiotz
3) Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann

20
4) Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti Palpasi atau Digital
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga
yang paling tidak cermat, sebab cara mengukurnya
dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam
keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah
dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata
sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak
boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus
kelopak mata yang keras pindah ke depan bola
mata,hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini
selalu memberi kesan perasan keras. Dilakukan dengan
palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan
secara brgantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat
sebagai berikut:
a) N : normal
b) N + 1 : agak tinggi
c) N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
d) N– 1 : lebih rendah dari normal
e) N – lebih rendah lagi, dan seterusnya
2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut
bilik mata depandengan menggunakan lensa kontak khusus.
Dalam hal glaukoma gonioskopidiperlukan untuk menilai lebar
sempitnya sudut bilik mata depan.
3. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk
mempertahankan keadaan papil saraf optic, sangat penting
dalam pengelolaan glukoma yang kronik. Papil saraf optic
yang dinilai adalah warna papil saraf optic dan lebarnya

21
ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat
dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.

2. Pemeriksaan lapang pandanga.


a) Pemeriksaan lapang pandang perifer : lebih berarti kalau
glaukoma sudah lebihlanjut, karena dalam tahap lanjut
kerusakan lapang pandang akan ditemukandi daerah tepi, yang
kemudian meluas ke tengah.
b) Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir
Bjerrum, yangmeliputi daerah luas 30 derajat.
Kerusakan – kerusakan dini lapang pandangditemukan para
sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas,2002:
242-248)

g. PENATALAKSANAAN
1. Manajemen Farmakologi
Obat – obat farmakologi dan antiglaukoma sangat penting
dalam manajemen glaukoma. Tidak ada hubungan fisiologi antara
glaukoma dan hipertensi. Satu – satunya persamaannya adalah
bahwa pasien yang mengidap penyakit ini memerlukan manajemen
farmakologi seumur hidup. Sekali pasien didiagnosa mengidap
glaukoma, maka penting bagi perawat untuk mengutamakan
pengobatan harian dan pemeriksaan mata setiap tahun.
Pasien yang menggunakan obat antiglaukoma seharusnya
memperhatikan mengenai interaksi obat. Perawat harus
menginstruksikan pada pasien untuk menghindari setiap bentuk
obat flu dan obat tidur. Pasien yang menderita glaukoma sudut
sempit atau glaukoma sudut tertutup harus menghindari atropine
dan anticholinergic lain misalnya obat – obat midriatikum yang
berefek melebarkan pupil. Obat – obatan yang sering dipakai untuk

22
glaukoma meliputi miotik, midriatik, beta – adrenergic dan
carbonic anhydrase inhibitor.

a. Miotik
Sesudah memberikan tetes mata miotik, perawat harus
menekan sakus lakrimal selama 1- 2 menit untuk mencegah
tetes tersebut memasuki sirkulasi sistemik sehingga dapat
menambah efek lokal. Obat – obat cholinergic membatasi
pupil untuk membantu aliran aqueous humor. Absorbsi cairan
ke dalam kanal Schlemn dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Penurunan tekanan intraokuler terjadi ketika iris
seimbang besarnya dengan sudut filtrasi, sehingga
memperlancar aliran aqueous humor (Wilson, Shannon, &
Stang, 1998).
Miotik semacam acetylcholine, carbachol, dan
pilocarpine (Ocusert – Pilo) digunakan dalam glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Pilocarpine
(Ocusert – Pilo) merupakan sistem okuler yang ditempatkan
pada kelopak mata atas di dalam sakus konjungtiva dan
diganti tiap minggu. Oleh karena bisa mengaburkan
pandangan pasien, maka sistem ini digunakan pada waktu
tidur dan obat dalam waktu 2 jam akan mencapai puncaknya.
Efek sampinya adalah nyeri pada kening, nyeri kepala, dan
mata terus berair.

b. Mydriatic
Mydriatic seperti epinephrine merupakan
sympathomimetic yang melebarkan pupil dan mengurangi
produksi serta meningkatkan absorbsi aqueous humor.
Tindakan ini menurunkan tekanan intraokuler dalam
glaukoma sudut terbuka. Obat adrenergik ini harus dihentikan

23
jika memberikan gejala – gejala sistem saraf sentral (CNS),
seperti tremor pada otot dan saraf. Jika penggunaan
mydriatic, maka pasien harus menghindari obat flu atau obat
– obat sinus.

c. Beta – adrenergic receptor blocker


Beta – adrenergic blocker seperti betaxolol (betaoptik),
levobunolol (betagan) dan timolol (timoptik) dapat
menurunkan tekanan intraokuler dengan jalan memperlambat
produksi aqueous humor. Dosis ditetapkan dua kali sehari
sehingga obat tersebut memiliki durasi yang panjang.
Perawat harus melaporkan semua efek kurang baik seperti
penurunan lapang pandang, dyspnea, toleransi latihan yang
menurun, diaphoresis atau warna kemerahan (flushing).

d. Carbonic anhydrase inhibitor


Penghambat anhidrase karbon semacam
dichlorphenamide (Daranide) dan acetazolamide (Diamox)
dapat mengurangi produksi humor aqueous sehingga tekanan
intraokuler menjadi lebih rendah. Obat – obat ini diberikan
per oral sebagai terapi tambahan. Pada pasien dengan
glaukoma sudut terbuka, penghambat anhidrase karbon ini
diberikan secara intravena sebelum pembedahan untuk
menurunkan tekanan intraokuler. Perawat harus memberikan
obat ini di pagi hari karena adanya efek diuretik. Obat ini
diberikan bersama makanan guna mencegah mual.
Ketika seseorang diberi diuretik, perawat harus
meminta pasien untuk meminum 2 – 3 liter air guna
mencegah batu ginjal. Perawat harus memperkirakan berat
badan harian pasien dan memonitor balance cairan serta
tanda vital untuk mengetahui depletion volume (kehabisan

24
volume cairan). Perawat harus memonitor elektrolit serta tes
fungsi ginjal dan hati. Pasien membutuhkan diet kaya
potasium atau pengganti potassium. Reaksi negatif muncul
dalam bentuk ruam, pruritus, purpura, pucat dan perdarahan.
Dokter harus waspada jika pasien mengalami demam, nyeri
tenggorokan, mati rasa, rasa gatal, atau nyeri panggul
(Wilson, Shannon, & Stang, 1998).

2. Manajemen Bedah
Jika terapi obat tidak berhasil mengatur tekanan intraokuler
atau dalam kasus glaukoma akut, maka diperlukan tindakan
operatif untuk membuka ruang trabekula atau menciptakan saluran
pembuangan cairan. Prosedur bedah glaukoma umummeliputi hal –
hal berikut :
a. Laser trabeculoplasty adalah bedah rawat jalan dengan
menggunakan laser untuk membuka ruangan sempit jaring
trabekula.
b. Trabeculectomy merupakan prosedur yang dikerjakan dengan
general anestesi/anestesi umum untuk membuat fistula
permanen agar aqueous humor dapat mengalir dari bilik mata
depan.
c. Photocoagulation (Laser heat) dan Cyclocryotherapy (jaringan
yang dibekukan) dilakukan untuk mengurangi produksi
aqueous humor oleh badan siliaris.
d. Laser iriditomy merupakan tindakan laser untuk melubangi iris
agar terjadi peningkatan drainase.
e. Iridectomy merupakan prosedur dimana sebagian kecil dari iris
diangkat untuk meningkatkan aliran.

h. KOMPLIKASI

25
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glukoma, glukoma
penutupan sudut akut adalah suatu kedaruratan medis. Agens topikal
yang digunakan untuk mengobati glukoma dapat memiliki efek
sistemik yang meruikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa
perburukan kondisi jantung, pernapasan atau neurologis

26
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian awal
a. Identitasa.
b. Nama
c. Alamat
d. Jenis kelamind.
e. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40
tahun.

27
f. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling
sedikit 5 kalidari kulit putih (dewit, 1998).
g. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma
mata.
2. Riwayat kesehatana.
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya
lapang pandangdan mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya
kabur dansering menabrak, gangguan saat membacac.
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata
sebelumnya
atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyeb
abkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle 
Closume Glaucoma),riwayat trauma (terutama yang
mengenai mata), penyakit lain yang sedangdiderita (DM,
Arterioscierosis, Miopia tinggi).
d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada
kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka
primer.
3. Psikososisl: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko
jatu, berkendaraan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan
oftalmoskop untukmengetahui adanya cupping dan atrofi
diskus optikus. Diskus optikusmenjadi lebih luas dan lebih
dalam. Pada glaucoma akut primer, kameraanterior dangkal,
akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluardari
iris.
b. Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut
lapang pandangcepat menurun secara signifikan dan keadaan
kronik akan menurun secara bertahap.

28
c. Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya
inflamasimata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil
sedang yang gagal bereaks terhadap cahaya. Sedangkan
dengan palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami TIO,
terasa lebih keras disbanding mata yang lain.
d. Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik
atau openangle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan
keadaan akut atau angle closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan
menggunakan gonioskopi akan didapatsudut normal pada
glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah
timbulgoniosinekia (perlengketan pinggir iris pada
kornea/trabekula) maka sudutdapat tertutup. Pada glaukoma
akut ketika TIO meningkat, sudut COAakan tertutup, sedang
pada waktu TIO normal sudutnya sempit. (Indriana N dan
Istiqomah; 2004)

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Napas b/d Pola Napas Abnormal
2. Resiko Cederah b/d Gangguan Keseimbangan
3. Resiko Infeksi b/d Post Op
4. Kekurangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d
ketidakmapuan mengabsorbsi nutrisi
5. Hambatan Mobilitas Fisik b/d Gangguan Musculoskeletal
6. Ansietas b/d Ancaman Pada Status Terkini

c. Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA NOC NIC
1. ketidakefektif Setelah melakukan Manajemen Jalan Napas
an Pola tindakan keperawatan 1. Posisikan pasien untuk
Napas B/D selama 3x24 jam memaksimalkan ventilasi
Pola Napas diharapkan pola napas 2. Buang sekret dengan

29
Abnormal pasien kembali normal memotivasi pasien untuk
dengan kriteria hasil : melakukan batuk atau
1. Frekuensi menyedot lendir
pernapasan pasien 3. Instruksikan bagaimana
kembali normal agar pasien bisa
(RR =14- melakukan batuk efektif
20x/menit) 4. Kelola nebulizer
2. Irama pernapasan ultrasonik, sebagimana
reguler mestinya
3. Pasien bernapas 5. Kelola udara atau oksigen
dengan kedalaman yang dilembabkan,
inspirasi yang sebagimana mestinya
normal 6. Monitor status pernapasan
4. Pasien tidak dan oksigenasi,
menggunakan otot sebagaimana mestinya.
bantu napas pada
saat bernapas
5. Tidak terdapat
Restraksi dinding
dada
6. Batuk pasien
teratasi
2. Resiko Setelah silakukan Peningkatan mekanika
Cederah B/D tindakan keperawatan 1. Kaji komitmen pasien
Gangguan 3x24 jam diaharapkan untuk belajar dan
Keseimbanga resiko jatuh pasien dpat menggunakan postur
n teratasi dengan kriteria tubuh yang benar
hasil: 2. Kolaborasikan dengna
1. Tidak Jatuh saat fisioterapis dalam
berdiri mengembangkan
2. Tidak Jatuh saat di peningkatan mekanika

30
pindahan tubuh, sesuai indikasi
3. Informasikan pada pasien
tentang struktur dan
fungsi tulang bbelakang
dan postur yang optimal
untuk bergerak dan
menggunakan tubuh
4. Edukasikan pasien
tentang pentingnya postur
tubuh dan mekanika
tubuh untuk mencegah
injuri saat melakukan
aktifitas
3. Resiko Setelah dilakukan Perlindungan Infeksi
Infeksi B/D tindakan keperawatan 1. Monitor adanya tanda
Post Op selama 3x24 jam dan gejalah infeksi
diharapkan, pasien sistemik dan local.
tidak mengalami resiko 2. Berikan perawatan kulit
infeksi dengan kriteria yang tepat untuk area
hasil : (yang mengalami)
1. Tidak ada edema.
Kemerahan 3. Pantau adanya
2. Tidak ditemukan perubahan tingkat
Cairan (luka) energy atau malaise
yang berbau 4. Instrusikan pasien untuk
busuk minum antibiotic yang
3. Pasien tidak diresepkan.
Demam 5. Ajarkan pasien dan
4. Nyeri berkurang keluarga pasien
Tidak mengenai perbedaan-
mengalami perbadaan antara

31
Malaise infeksi-infeksi virus dan
bacteri.
6. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana cara
menghindari infeksi.
7. Lapor dugaan infeksi
pada personil
pengendali infeksi.

4. Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


Nutrisi tindakan keperawatan 1. Identifikasi (adanya)
Kurang Dari selama 3x24 jam alergi atau intoleransi
Kebutuhan diharapkan, nutrisi makanan yang
Tubuh b/d pasien tercukupi dengan dimiliki pasien
ketidakmapua kriteria hasil : 2. Tentukan jumlah
n 1. Asupan gizi kalori dan jenis nutrisi
mengabsorbsi pasien memadai yang dibutuhkan
nutrisi 2. Asupan untuk memenuhi
makanan pasien persyaratan gizi
baik 3. Lakukan atau bantu
3. Asupan cairan pasien terkait dengan
pasien baik perawatan mulut
4. Energi pasien sebelum makan
baik 4. Beri obat-obatan
Pasien tidak sebelum makan, jika
mengalami diperlukan
hidrasi 5. Pastikan makanan
disajikan dengan cara
yang menarik dan
pada suhu yang paling

32
cocok untuk
dikonsumsi secara
optimal
6. Monitor
kecenderungan
terjadinya penurunan
dan kenaikan berat
badan

5. Hambatan Setelah dilakukan Terapi latiahan: Ambulasi


Mobilitas tindakan keperawatan 1. Beri pakaian pasien yang
Fisik B/D 3x24 jam diharapkan tidak mengekang
Gangguan mobilitas fisik pasien 2. Bantu pasien untuk
Musculoskele dapat membaik dengan mengguanakan alas kaki
tal kriteria hasil: yang memfasilitasi pasien
1. Mampu untuk berjalan dan
Menopang berat mencegah cedera
badan 3. Bantu pasien untuk duduk
2. Mampu di sisi tempat tidur untuk
Berjalan dengan memfasilitasi penyesuaian
pelan sikap tubuh
4. Konsultasi dengan ahli
terapi fisik mengenai
rencana ambulasi , sesuai
kebutuhan
5. Bantu pasien untuk
berdiri dan ambulasi
dengan jarak tertentu dan
dengan jumlah staf
tertentu

33
6. Ansietas B/D Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan
Ancaman tindakan keperawatan 1. Berada disisi klien untuk
Pada Status 3x24 jam diharapkan meningkatan rasa aman
Terkini ansietas pasien dapat dan mengurangi
membaik dengan ketakutan
kriteria hasil: 2. Dorong keluarga untuk
Tingkat kecemasan : mendampingi klien
1. Dapat beristirahat dengan cara yang tepat
2. Mampu 3. Identifikasi pada saat
berkonsentrasi terjadi perubahan tingkat
3. Tidak mengalami kecemasan
rasa takut 4. Dukung penggunaan
4. Tekanan darah mekanisme koping yang
normal sesuai
5. Tidak ada 5. Atur penggunaan obat-
perasaan gelisah obatan untuk
mengurangai kecemasan
secara tepat

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang
demikian tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan
saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh
lapang pandang atau buta. Glaukoma akan terjadi bila cairan mata didalam
bola mata pengalirannya terganggu. Dari data di atas ada 2 klafikasi
glaukoma yaitu : glaukoma primer dan glaukoma sekunder.

34
B. Saran
Menurut kelompok, hendaknya jika mengalami tanda gejala glaukoma,
secara cepat melakukan pemeriksaan dini agar glaukoma dapat ditangani.
Dan kami kelompok mengharapkan dari pembaca kritik dan sarannya yang
bersifat membangun, sehingga asuhan keperawatan pada glaukoma ini,
dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Reeves, Roux & Lockhart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta L :


Salemba Medika.

Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI.

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

35
Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan medical-
bedah.Jakarta: EGC, 2010.2.

Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta: EGC.


1999.

Andrea Lalita. Pencapaian tekanan intraokuler pasca pemberian timolol maleat


0,5% pada glaukoma susut terbuka primer di poloklinik mata RSUP Prof. Dr. 
R. D. Kandou Manado tahun 2012-2014. Manado: Fakultas Kedokteran
Universitas SamRatulangi; 2016.

DinaAmeliana. Perbandingan penurunan  tekanan intraokuler pada terapi timol
olmaleat dan dorsalamid pasien glaukoma. Semarang: Fakultas Kedokteran
UniversitasDiponegoro; 2014

36

Anda mungkin juga menyukai