oleh:
Kelompok 3
Akhmad Ferdy Firmansyah 1711011006
Arofatul Maghfiroh 1711011008
Mahudeh 1711011011
Nike Chandra Bella 1711011013
Desi Indah Cahyaning Putri 1711011027
Hesti Khotimatul Wakhidah 1711011036
Apriliya Dwi Prasanti 1711011039
Tri Ucarin Febrianti 1711011044
Puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada Anak” makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Penulis menyadari makalah “Asuhan Keperawatan Kejang Demam Pada
Anak” masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Inkordinasi Risiko
kejang MK: Kurang
kontraksi mulut Pengetahuan MK: Ketidakefektifan
Kejang Demam berulang Perfusi Jaringan
dan lidah
Kejang > 15 menit Serebral
Kejang Demam Kejang Demam Apnea, keb O2 & energi untuk
Gejala sisa (himeparis)
Simpleks Kompleks kontraksi otot skeletal
EEG abnormal
Epilepsi Hipoksemia
Kejang < 15 menit Lidah jatuh Cairan/ sekret
Timbul dalam 16 jam pertama setelah muncul demam kebelakang di jalan nafas
Umur anak 6 bulan – 4 tahun
Kejang bersifat umum MK: Risiko Hipotensi, denyut
Penyumbatan MK: jantung tidak teratur
Pemeriksaan saraf normal Keterlambatan
jalan nafas Risiko
EEG normal Perkembangan
Aspirasi
Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak > 4 hari
Tanpa gejala sisa Sesak Sesak Metabolisme Hiperkapnea
Asidosis
nafas, anaerob
Akral
MK: Ketidakefektifan dingin MK: Gangguan MK: Ketidakefektifan
Pola Nafas Pertukaran Gas Perfusi Jaringan Perifer
5. Manifestasi Klinis
Secara klinis, klasifikasi kejang demam ada dua yaitu kejang demam
sederhana (Simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks (Complex
febrile seizure) keduanya memiliki prognosis dan kemungkinan rekurensi.
a. Kejang demam sederhana
1) Kejang demam yang lama kejangnya yang berlangsung singkat
2) Kurang dari 15 menit
3) Tidak berulang dalam 24 jam
4) Kejang berbentuk umum, tonik, dan atau klonik, tanpa gerakan fokal,
anak dapat terlihat mengantuk setelah kejang
5) Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
6) Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam (UI, 2014)
b. Kejang demam kompleks
1) Kejang demam yang lama
2) Lebih dari15 menit
3) Dapat bersifat fokal, multipel, atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
4) Serta berulang, atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
5) Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang
6) Kejang ini terjadi pada 16% kejang demam (UI, 2014)
Umumnya kejang demam pada anak berlangsung pada permulaan
demam akut, berupa serangan kejang umum atau tonik klonik, singkat dan
tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal. Bentuk kejang umum yang sering
dijumpai adalah mata mendelik atau terkadang berkedip-kedip, kedua
tangan dan kaki kaku, terkadang diikuti kelojotan, dan saat kejang anak
tidak sadar tidak memberi respons apabila dipanggil atau diperintah. Setelah
kejang anak sadar kembali.
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi
kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah
perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain
itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam
durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai Pungsi lumbal.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein
kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi
kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk dilakukan
dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal. Pada kasus
kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil Elektroensefalografi
(EEG).
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang
yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada
kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral
(Jonston, 2007).
2. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi struktural
di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB membonjol,
paresis nervus VI, edema papil)
7. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang
mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan
dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis
7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila kejangnya belum berhenti,
pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya dibawa ke rumah
sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian
diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/
menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika
kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus
dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi IDAI,
2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan.
Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk
mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak mengurangi
risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk mengurangi
demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita
menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai
empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/
dosis, juga sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-
anak di atas usia enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10
mg/ kg/ dosis dalam tiga atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari
pada anak-anak dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg).
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang
demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari
15 menit, kelainan neurologi yang nyata sebelum atau selepas kejadian
kejang misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsiserebal, retardasi mental
dan hidrosefalus, dan kejadian kejang fokal. Pengobatan rumat
dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam,
kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan dan kejang demam
berlangsung lebihdari 4 kali per tahun.Obat untuk pengobatan jangka
panjang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau
asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan
pemberian obat ini, risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan
pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara
bertahap selama 1-2 bulan.
2. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2010)
a. Baringkan pasein di tempat yang rata.
b. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
c. Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
d. Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
e. Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
f. Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
g. Monitor suhu tubuh.
h. Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu
tubuh yang tinggi.
i. Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
j. Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
k. Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat
antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.
Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit (Sodikin, 2012)
a. Hilangkan obstruksi jalan napas.
b. Siapkan akses vena.
c. Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan
darah, SaO2).
d. Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
e. Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg
pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan ketika
kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit.
f. Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
g. Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli
anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.
3. Intervensi
No Diagnosis NOC NIC
1 Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
1. Pantau suhu
Batasan karakteristik Kriteria Hasil:
dan tanda-tanda
a. Apnea 1) Merasa
vital lainya
b. Bayi tidak dapat merinding saat
2. Monitor
mempertahankan dingin
warna kulit
menyusu 2) Berkeringat saat
dan suhu
c. Gelisah panas
3. Monitor
d. Hipotensi 3) Tingkat pernapasan
asupan dan
e. Kulit Kemerahan 4) Melaporkan
keluaran,
f. Kulit terasa kenyamanan
sadari
hangat suhu
perubahan
g. Latergi 5) Perubahan
kehilangan
h. Kejang warna kulit
cairan yang
i. Koma 6) Sakit kepala
j. Stupor tak di
k. Takikardia rasakan
l. Takipnea
4. Beri obat atau
m. Vasodilatasi cairan IV
laju ringan
metabolisme 6. Dorong
b. Penyakit konsumsi
c. Sepsis cairan
7. Fasilitasi
istirahat,
terapkan
pembatasan
aktivitas
jika diperlukan
8. Berikan
oksigen yang
sesuai
9. Tingkatkan
sirkulasi udara
10. Mandikan
pasien dengan
spon hangat
dengan hati-
hati.
Pengaturan suhu
1. Monitor suhu
paling tidak
setiap 2 jam
sesuai
kebutuhan
2. Monitor dan
laporkan
adanya tanda
gejala
hipotermia
dan hipertermia
3. Tingkatkan
intake cairan
dan nutrisi
adekuat
4. Berikan
pengobatan
antipiretik
sesuai
kebutuhan.
Manajemen
pengobatan
1. Tentukan
obat apa
yang di
perlukan, dan
kelola menurut
resep dan/atau
protokol
2. Monitor
efektivitas cara
pemberian
obat yang
sesuai.
Manajemen
kejang
1. Pertahankan
jalan nafas
2. Balikkan badan
pasien ke satu
sisi
3. Longgarkan
pakaian
4. Tetap disisi
pasien selama
kejang
5. Catat lama
kejang
6. Monitor tingkat
obat- obatan
anti epilepsi
2 Ketidakefektifan a. Status Terapi oksigen
perfusi sirkulasi 1. Periksa mulut,
jaringan serebral 1) Tekanan hidung, dan
Faktor resiko darah sistol sekret trakea
a. Gangguan 2) Tekanan 2. Pertahankan
serebrovaskuler darah diastol jalan napas
b. Penyakit 3) Tekanan yang paten
neurologis nadi 3. Atur
4) PaO2 peralatan
(tekanan Oksigenasi
parsial 4. Monitor aliran
oksigen oksigen
dalam darah 5. Pertahankan
arteri) posisi pasien
5) PaCO2 6. Observasi
(tekanan tanda-tanda
parial hipoventilasi
karbondioksida 7. Monitor
dalam darah adanya
arteri kecemasan
6) Saturasi oksigen pasien
7) Urine output terhadap
8) Capillary refill. oksigenasi.
b. Status
Manajemen
neurologi
edema serebral
1) Kesadaran
2) Fungsi sensorik dan 1. Monitor
motorik
adanya
kranial
kebingungan,
3) Tekanan
intrakrania perubahan
l pikiran,
Monitoring
peningkatan
intrakranial
1. Monitor
tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah,
nilai dan
karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal
(CSF)
3. Monitor intake
dan output
4. Monitor suhu
dan jumlah
leukosit
5. Periksa pasien
terkait ada
tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala
dan leher pasien
dalam posisi
netral, hindari
fleksi pinggang
yang berlebihan
8. Sesuaikan
kepala tempat
tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan
agen farmakologis
untuk
mempertahankan
TIK dalam
jangkauan
tertentu.
Monitor
tanda-tanda vital
1. Monitor
tekanan darah,
nadi, suhu dan
2. status
pernapasan
dengan cepat
3. Monitor
kualitas dari
nadi
4. Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
5. Monitor
pola pernapasan
abnormal
(misalnya,
cheyne- stokes,
kussmaul, biot,
apneustic,
ataksia dan
bernapas
berlebihan)
6. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
7. Monitor
adanya cushling
triad (tekanan
nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
8. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.
3 Ketidakefektifan a. Status penrnapasan: Terapi oksigen
ventilasi 1. Bersihkan
pola napas Kriteria hasil mulut, hidung
1) Frekuensi dan sekret trakea
Batasan pernapasan dengan tepat
2) Irama pernapasan 2. Pertahankan
karakteristik 3) Kedalaman kepatenan jalan
pernapasan nafas
a. Bradipnea
4) Penggunaan otot 3. Berikan
b. Dispnea bantu nafas oksigen
5) Suara nafas tambahan seperti
c. Penggunaan otot tambahan yang
bantu penapasa 6) Retraksi dinding diperintakan
dada 4. Monitor aliran
d. Penurunan 7) Dispnea saat oksigen
istirahat 5. Periksa
kapasitas vital
8) Atelektasis perangkat
e. Penurunan b. Status pernapasan: pemberian
oksigen secara
tekanan kepatenan jalan nafas berkala untuk
Ekspirasi Kriteria Hasil : memastikan
bahwa kosentrasi
f. Penurunan 1) Frekuensi yang telah di
tekanan inpsirasi pernapasan tentukan sedang
di berikan
g. Pernapasan bibir 2) Pernapasan 6. Pastikan
penggantian
h. Pernapasan cuping hidung masker
cuping hidung 3) Mendesah oksigen/kanul
nasal setiap kali
i. Pola nafas perangkat diganti
abnormal 7. Pantau adanya
tanda-tanda
j. Takipnea. keracunan
oksigen dan
kejadian
Faktor yang
atelektasis.
berhubungan
Monitor neurologi
a. Cedera medula 1. Pantau ukuran
spinalis pupil, bentuk
b. Gangguan kesimetrisan dan
neurologiis reaktivitas
c. Nyeri 2. Monitor
tingkat kesadaran
3. Monitor GCS
4. Monitor
status
pernapasan.
Monitor tanda-
tanda vital
1. Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor kualitas
nadi
4. Monitor
frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara
paru
6. Monitor
pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan
kulit.
8. Identifikasi
dari penyebab
perubahan vital
sign.
4 Gangguan a. Status pernafasan: a. Monitor vital
pertukaran gas pertukaran gas sign
berhubungan dengan Kriteria hasil: Tindakan
ketidakseimbangan 1) Tekanan keperawatan:
ventilasi parsial oksigen dalam 1) Memonitor
darah arteri (po2) tekanan
2) Tekanan darah, nadi,
parsial oksigen dalam suhu, dan
darah arteri(pco2) status
3) Saturasi oksigen pernafasan,
4) Keseimbangan 2) Memonitor
ventilasi perfusi denyut
5) Dyspnea pada saat jantung
Istirahat 3) Memonitor
6) Sianosi suara paru-
paru
4) Memonitor
warna kulit
5) Meniai CRT
b. Monitor
pernafasan
Tindakan
keperawatan:
1) Memonitor
tingkat, irama,
kedalaman,
dan respirasi
2) Memonitor
gerakan dada
3) Monitor
bunyi
pernafasan
4) Auskultasi
bunyi paru
5) Memonitor
dyspnea dan
hal yang
meningkatkan
dan
memperburuk
5 Ketidakefektifan a. Cardiopulmonaly status Terapi Oksigen
perfusi jaringan (Status 1) Monitor
perifer Kardiopulmonal) kemampuan
Kriteria hasil : pasien dalam
1) Tekanan darah mentoleransi
sistolik kebutuhan
2) Tekanan darah oksigen saat
diastolic makan
3) Nadi perifer 2) Observasi
4) Saturasi oksigen cara masuknya
5) Indeks kardio oksigen yang
6) Sianosis menyebabkan
7) Edema perifer hipoventilalsi
8) Kedalaman 3) Monitor
pernafasan perubahan
warna kulit
b. Status pernafasan
pasien
1) Menilai pernafasan
4) Monitor posisi
2) Irama pernafasan
pasien untuk
3) Kedalaman
membantu
pernafasan
masuknya
4) Volume tidal
oksigen
5) Saturasi oksigen
5) Monitor
6) Sianosis
keefektifan terapi
7) Clubbing of finger
oksigen
8) Gasping (terengah-
6) Memonitor
engah)
penggunaan
oksigen saat
c. Vital sign
pasien
1) Rentang nadi radial
beraktivitas
2) Rentang pernafasan
Manajemen
3) Tekanan darah
Sensasi Perifer
sistolik 1) Memonitor
perbedaan
4) Tekanan darah terhadap
diastol rasa tajam,
tumpul, panas
5) Tekanan nadi atau dingin
6) Kedalaman 2) Monitor adanya
mati rasa,rasa
saat inspirasi geli.
3) Diskusikan
tentang adanya
kehilangan
sensasi atau
perubahan
sensasi
4) Minta keluarga
untuk memantau
perubahan
warna kulit
setap hari
6 Gangguan a. Pertumbuhan Stimulasi
pertumbuhan dan Kriteria hasil: Tumbuh
perkembangan 1) Persentil berat Kembang
badan untuk usia 1. kaji
2) Percentil berat tingkat tumbuh
untuk tinggi kembang anak
3) Tingkat berat badan 2. ajarkan
4) Massa tubuh untuk intervensi
a. Penggunaandisi dengan terapi
plin yang sesuai rekreasi dan
usia aktivitas
b) Merangsangper 3. berikan aktivitas
ke mbangan yang sesuai,
kognitif menarik, dan
c) Merangsang dapat dilakukan
pembangunan oleh anak
4. Rencanakan
bersama anak
aktivitas dan
sasaran
yang
memberikan
kesempatan
untuk
keberhasilan
5. Berikan
pendkes
stimulasi tumbuh
kembang anak
pada keluarga
Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya
alergi makanan
2. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan
3. Nutrisi
yang dibutuhkan
pasien
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake Fe
5. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
6. Berikan
substansi gula
7. Yakinkan diet
yang dimakan
mengandung
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
8. Berikan makanan
yang terpilih (
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi
9. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan
informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji
kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
7 Resiko cidera a. Kontrol Resiko Manajemen
Faktor resiko Kriteria hasil: lingkungan
1) Klien terbebas 1. Sediakan
1) Eksternal dari cidera lingkungan yang
a) Gangguan 2) Klien mampu aman untuk
menjelaskan cara pasien
fungsi atau metode 2. Identifikasi
untuk mencegah kebutuhan
kognitif
cidera keamanan
b) Agens 3) Klien mampu pasien sesuai
menjelaskan dengan kondisi
nosokomial faktor resiko fisik
2) Interna dari lingkungan 3. Dan fungsi
a) Hipoksia 4) Menggunakan kognitif pasien
jaringan fasilitas dan riwayat
kesehatan yang ada penyakir
b) Gangguan 5) Mampu dahulu pasien
mengenali perubahan 4. Memasang side
sensasi
status kesehatan rail tempat tidur
(akibat dari b. Kejadian jatuh 5. Menyediakan
cedera 1) Jatuh dari tempat tidur
tempat tidur yang aman dan
medula 2) Jatuh saat bersih
spinalis, di pindahkan. 6. Membatasi
pengunjunng
dll) 7. Memberikan
penerangan
c) Malnutrisi
yang cukup
8. Berikan
penjelasan pada
pasien dan
keluarga atau
pengunjung
adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab
penyakit.
Manajemen kejang
1. Pertahankan
jalan nafas
2. Balikkan badan
pasien ke satu
sisi
3. Longgarkan
pakaian
4. Tetap disisi
pasien selama
kejang
5. Catat lama
kejang
6. Monitor tingkat
obat- obatan
anti epilepsi
dengan benar.
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi
perilaku dan
faktor yang
mempengaruhi
resiko jatuh
2. Sediakan
pengawasan
ketat dan
/atau alat
pengikatan
Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016)