Anda di halaman 1dari 26

ROLEPLAY

KEGAWAT DARURATAN BENCANA

Disusun oleh :

Norah Mathul Qoni'ah

1714201110084

Semester 6 Kelas B

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM


STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang MahaEsa, atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “ROLEPLAY KGD”.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas
terstruktur mata kuliah Kegawatdarurata Tahun Akademik 2019/2020 di Program
Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari pihak-pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan
yang diharapkan.
Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan
makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah berikutnya. Penulis harapkan semoga makalah ini dapat memberikan
suatu manfaat bagi kita semua dan memiliki nilai ilmu pengetahuan.

Banjarmasin, 02 - April - 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

BAB I 3

PENDAHULUAN 3

1.1.LATAR BELAKANG 3
1.2.RUMUSAN MASALAH 4
1.3.TUJUAN 5
BAB II 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1.CEDERA MEDULA SPINALIS 6


2.2MANAJEMEN BENCANA UNTUK BENCANA KECELAKAAN TRANSPORTASI 12
BAB III 22

PENUTUP 22

3.1KESIMPULAN 22
3.2SARAN 23
NASKAH 24

DAFTAR PUSTAKA 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Cedera medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang yang
menyebabkan lesi medula spinalis sehingga terjadi gangguan neurologik,
tergantung letak kerusakan saraf spinalis dan jaringan saraf yang rusak
(Ariani, 2012).
Cedera medula spinalis akibat trauma diperkirakan terjadi pada 30-40
per satu juta penduduk per tahun, dan sekitar 8.000-10.000 penderita setiap
tahun; umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda. Penyebab cedera
medula spinalis tersering ialah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%), dan
cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%); selain itu,akibat kekerasan
dan kecelakaan kerja (Junita, 2013).
Salah satu faktor yang memicu meningkatnya angka kejadian
kecelakaan lalu lintas di Indonesia adalah faktor kelalaian pengguna jalan,
serta meningkatnya jumlah kendaraan di Indonesia. Jumlah kendaraan
bermotor di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Data yang dirilis dari
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) menyebutkan bahwa pada tahun
2012 terdapat 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia
sebanyak 27.441 orang, dan potensi kerugian sosial ekonomi ditaksir sekitar
203 triliun - Rp 217 triliun rupiah setiap tahun. Kerugian tersebut merupakan
2,9%-3,1 % dari Pendapatan Domestik Bruto/PDB Indonesia. Selain itu pada
tahun 2011, kejadian kecelakaan lalu lintas sebanyak 109.776 kasus, dengan
korban meninggal dunia sebesar 31.185 orang.
Klien yang mengalami cidera medula spinalis membutuhkan
perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan ADL dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi pada L2-membutuhkan perhatian lebih

4
diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami
komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda,
gagal napas : pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai
perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan
klien dapat terhindar dari masalah yang paling buru (Japardi, 2004).
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah yang serius di Indonesia.
Dilihat dari segi makro ekonomi, kecelakaan merupakan inefisiensi terhadap
penyelenggaraan angkutan atau suatu kerugian yang mengurangi kuantitas
dan kualitas orang dan barang yang diangkut termasuk menambah totalitas
biaya penyelenggaraan angkutan. Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan,
namun diakibatkan oleh beberapa faktor penyebab kecelakaan yang harus
dianalisis supaya tindakan korektif dan upaya preventif (pencegahan)
kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan. Kecelakaan lalu lintas menelan
korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun ( Bima, 2010)

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang definisi cedera medula spinalis?
2. Bagaiamana penyebab cedera medula spinalis?
3. Bagaimana patofisiologi cedera medula spinalis?
4. Apa manifestasi klinis cedera medula spinalis?
5. Apa klasifikasi cedera medula spinalis?
6. Apa saja komplikasi cedera medula spinalis?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik medula spinalis?
8. Bagaimana penatalaksanaan cedera medula spinalis?
9. Apa definisi bencana?
10. Bagaimana manajemen bencana?
11. Apa tujuan manajemen bencana?

5
12. Bagaimana manajemen dan warninng bencana preventif pada kecelakaan
transportasi?
13. Bagaimana manajemen emergency dan pasca bencana pada kecelakaan
transportasi?
14. Bagaimana rehabilatif pasca bencana?
15. Bagaimana penanganan petama pada korban kecelakaan transportasi?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi cedera medula spinalis.
2. Untuk mengetahui etiologi cedra medula spinalis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi cedera medula spinalis.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis cedera medula spinalis.
5. Untuk mengetahui klasifikasi cedera medula spinalis.
6. Untuk mengetahui komplikasi cedera medula spinalis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik cedera medula spinalis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan cedera medula spinalis.
9. Untuk mengetahui definisi bencana.
10. Untuk mengetahui manajemen bencana.
11. Untuk mengetahui tujuan manajemen bencana.
12. Untuk mengetahui manajemen dan warning bencana prventif pada
kecelakaan transsportasi.
13. Untuk mengetahui manajemen emergency dn pasca bencana pada
kecelakaan transportasi.
14. Untuk mengetahui rehabilatiif pasca bencana.
15. Untuk mengetahui penanganan pertama pada korban kecelakaan
transportasi.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. CEDERA MEDULA SPINALIS


2.1.1 Definisi
Cedera medula spinalis adalah trauma pada tulang belakang
yang menyebabkan lesi medula spinalis sehingga terjadi gangguan
neurologik, tergantung letak kerusakan saraf spinalis dan jaringan saraf
yang rusak (Junita,2013)
Cedera medula spinalis adalah trauma langsung atau tidak
langsung pada tulang belakang yang menyebabkan lesi medula spinalis
sehingga menimbulkan gangguan neurologik, yang dapat berakibat
kecacatan menetap atau kematian (Junita,2013)
Spinal cord injury atau cedera medula spinalis adalah trauma
atau kerusakan dari medula spinalis yang mengakibatkan gangguan
fungsional baik sementara atau permanen pada fungsi motorik,
sensorik atau otonom (Basuki,2010)
Jadi dapat disimpulkan cedera medula spinalis adalah trauma
tulang belakang yang mengakibatkan gangguan fungsional baik
sementara maupun permanen pada motorik, sensorik, maupun otonom.
2.1.2 Etiologi
Adapun etiologi dari trauma servikal dan spinal antara lain :
1. Seseorang yang terpeleset di lantai,
2. Menyelam di air yang dangkal.

7
3. Terlempar dari kuda atau motor
4. Jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri
5. Kecelakaan motor.
6. Terjatuh. (Anak-anak yang memakai sabuk bahu yang tidak sesuai
di sekitar leher.Leher tergantung).(Campbell, 2004 ; 131).

Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut


Campbell (2004 ; 131) :

1. Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
2. Hiperfleksi
Kepala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
3. Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada
leher atau batang tubuh.
4. Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga
terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.
5. Penekanan ke samping
6. Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran
dari kolumna spinalis.
7. Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.
2.1.3 Patofisiologi
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari
ketinggian dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna
vertebra dan medulla spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada
beberapa system, diantaranya :
Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya
jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka
akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.Dari

8
cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan
menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan
melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri
hebat dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan syok
spinal yang apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat
kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan juga
menyebabkan edema yang dapat menekan jaringan sekitar sehingga
aliran darah dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan
mengalami hipoksia jaringan. Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari
reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system
eliminasi urine. Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari
cedera tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan otot
pernapasan sehinggan pemasukan oksigen ke dalam tubuh akan
menurun, dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan
mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi
pernapasan sehingga timbul sesak.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut menurut ENA (2010 : 426), tanda dan gejala adalah
sebagai berikut:
1. Pernapasan dangkal
2. Penggunaan otot-otot pernapasan
3. Pergerakan dinding dada
4. Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
5. Bradikardi
6. Kulit teraba hangat dan kering
7. Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana
suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
8. Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak
9. Kehilangan sensasi
10. Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia

9
11. Adanya spasme otot, kekakuan
12. Kelemahan otot
13. Adanya deformitas tulang belakang
14. Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak.
15. Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
16. Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses.
17. Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
2.1.5 Klasifikasi
Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut :
1. Cedera fleksi
Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior,
dan selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada bagian anterior
korpus vertebra dan mengakibatkan wedge fracture (teardrop
fracture). Cedera semacam ini dikategorikan sebagai cedera yang
stabil
2. Cedera fleksi-rotasi
Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior
dan kadang juga prosesus artikularis, selanjutnya akan
mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang
dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini
merupakan cedera yang paling tidak stabil.
3. Cedera ekstensi
Cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan
menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher.
Selama kolum vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih
tergolong stabil.
4. Cedera kompresi vertikal (vertical compression)
Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus
vertebra dan dapat menimbulkan burst fracture.
5. Cedera robek langsung (direct shearing)

10
Cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh
pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra
bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen.
2.1.6 Komplikasi
1. Autonomic Dysreflexia
Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical Bradikardia, hipertensi
paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh,
nasal stuffness
2. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita
kenikmatan seksual berubah
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi
2. CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
3. MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
4. Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
5. Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
6. Tomogram
7. Mielogram
8. Odontoid View Films
9. Spinal Films (lateral and oblique) (ENA, 2010 ; 427)
2.1.8 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan dan Terapi Pengobatannya
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang
(hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi
nasofaring.

11
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan
servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di
bawah tulang belakang.
4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen
(C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi,
fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis
kemudian mengikatnya.
5. Menyediakan oksigen tambahan.
6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan
pulse oksimetri.
7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan
pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.
9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
- Berikan antiemboli
- Tinggikan ekstremitas bawah
- Gunakan baju antisyok.
10. Meningkatkan tekanan darah
- Monitor volume infuse
- Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
11. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi
jika terjadi gejala bradikardi.
12. Mengatur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari
poikilothermy.
13. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
14. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan
memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan
dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah
kejadian.
15. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien.

12
16. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan
kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.
17. memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
18. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
19. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
20. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi
secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada
tenaga kesehatan.
21. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.
(ENA, 2010 ; 427).

2.2 MANAJEMEN BENCANA UNTUK BENCANA KECELAKAAN


TRANSPORTASI
2.2.1 DEFINISI BENCANA
Menurut UU No. 24 tahun 2007, pengertian bencana adalah
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Toha, 2007).
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster
Reduction (2004) adalah suatu gangguan serius terhadap aktivitas di
masyarakat yang menyebabkan kerugian luas pada kehidupan manusia
dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan
masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan
sumber daya mereka sendiri.
2.2.2 MANEJEMEN BENCANA
Suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan
observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi,

13
kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi bencana (Hertanto, Heka 2009).
2.2.3 TUJUAN MANAJEMEN BENCANA
Tujuan Manajemen Bencana menurut Teguh P. E (2010) :
1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat dan Negara
melalui tindakan dini. Tindakan ini merupakan pencegahan,
tindakan ini efektif sebelum bencana itu terjadi.Tindakan
penghindaran biasanya dikaitkan dengan beberapa upaya. Pertama
penghilangan kemungkinan sebab. Kalau bencana itu bisa
disebabkan oleh kesalahan manusia, tindakan penghilangan sebab
tentunya bisa dilakukan. Tentunya hal ini akan sulit bila
penyebabnya adalah alam yang memiliki energi di luar
kemampuan manusia untuk melakukannya. Pergeseran lempeng
bumi yang menyebabkan gempa bumi tektonik, misalnya,
merupakan sebab yang sampai saat ini belum diatasi manusia. Oleh
karena itu tindakan penghindaran bencana alam lebih diarahkan
pada menghilangkan, atau mengurangi kondisi yang dapat
menimbulkan bencana. Kondisi dimaksud dalah struktur bangunan
yang sesuai untuk kondisi gempa yang dapat bangunan tahan
terhadap goncangan, sehingga dapat menghidari kerugian fisik,
ekonomi, dan lingkungan
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara
berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan
lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana
itu telah terjadi. Tetapi perlu diingat, piranti tindakan
meminimalisasi kerugian itu telah dilakukan jauh sebelum bencana
itu terjadi. Contoh bencana alam dengan cepat akan menimbulkan
masalah pada kesehatan akibat luka parah, bahkan meninggal,
maka tindakan minimalisasi yang harus dilakukan sejak dini adalah
penyebaran pusat-pusat medis ke berbagai wilayah, paling tidak
sampai tingkat kecamatan.

14
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan
masyarakat yang terkena bencana. Ada juga yang menyebut
tindakan ini sebagai pengentasan. Tujuan utamanya adalah
membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya
dapat bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang
langsung dialami. Bantuan tenda, pembangunan kembali
perumahan yang hancur, memberi subsidi, termasuk kedalam
kategori ini. Pemberian pemulihan kondisi psikis individu dan
masyarakat yang terkena bencana juga perlu karena bertujuan
untuk mengembalikan optimisme dan kepercayaan diri.
4. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan
harta benda dan lingkungan hidup
5. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
6. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/
pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke
daerah baru yang layak huni dan aman.
7. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk
mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang
terkena bencana.
8. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
9. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks
pembangunan.
2.2.4 MANAJEMEN DAN WARNING BENCANA PREVENTIV
PADA KECELAKAAN TRANSPORTASI
Menurut Sutanto (2016) Penanggulangan yang akan dilakukan
berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan
kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Secara lebih rinci pilihan
tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

15
1. Pencegahan (Preventif) dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan
mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain
adalah:
- Penyusunan peraturan perundang-undangan
- Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
- Pembuatan pedoman/standar/prosedur
- Pembuatan brosur/leaflet/poster
- Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
- Pengkajian / analisis risiko bencana
- Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
- Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
- Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
- Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan bencana

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi


aktif antara lain:

- Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,


larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan
peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
- Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
- Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
- Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.

16
Cara Penanganan preventif dan Upaya pengurangan Bencana
Transportasi Lalu Lintas

- Membuat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi


kecelakaan teknologi dan mempersiapkan rencana evakuasi
penduduk ketempat yang aman serta tindakan pasca bencana.
- Lakukan prinsip 3A (aman penolong, aman korban, dan aman
lingkungan). Pada korban dengan perdarahan, usahakan agar
kulit Anda tidak kontak langsung dengan darah tersebut karena
itu akan berisiko untuk menularkan penyakit. Selain itu, korban
juga harus dipindahkan ke tempat yang aman sebelum
diberikan pertolongan lanjut. Namun, pada proses pemindahan
korban ke tempat yang aman harus dilakukan dengan metode
yang tepat. Kalau korban mengalami perdarahan hebat pada
kepala, memar pada area kepala dan wajah, serta adanya
memar pada leher dan sekitar bahu korban maka Anda harus
berhati-hati. Anda harus mencurigai adanya patah tulang leher
(fraktur cervical). Kalau terjadi fraktur cervical, maka proses
pengangkatan harus benar. Jika proses pengangkatan tidak
tepat, maka akan menjadi pembunuh yang paling cepat karena
pada ruas tulang leher ada syaraf untuk pernapasan.
- Periksa kesadaran korban. Cara memeriksa kesadaran korban
adalah dengan menepuk dan menggoyangkan bahu korban
disertai dengan memanggil korban dengan nada lantang. Kalau
korban tidak berespon, berikan rangsangan nyeri pada
pertengahan dada korban (tulang sternum).
- Jika korban tidak menunjukkan adanya respon yang normal,
segera berteriak minta bantuan kepada masyarakat sekitar kalau
memang Anda sendirian. Tetapi, kalau Anda tidak sendirian,
Anda dapat meminta orang lain untuk mencari

17
bantuan/menghubungi kantor pelayanan kesehatan terdekat
(Puskesmas dan rumah sakit terdekat).
- Raba nadi karotis (nadi yang ada di leher korban). Kalau nadi
karotis tidak teraba, maka korban mengalami henti jantung.
Segera lakukan resusitasi jantung paru (RJP)/Cardiopulmonary
Rescucitation (CPR). Tetapi kalau nadi karotis masih teraba,
lanjutkan dengan penilaian napas pada pasien.
- Lihat apakah ada pengembangan dada atau tidak. Dengarkan
suara napas/hembusan udara dari hidung atau mulut. Kalau
tidak ada napas pada korban, lakukan/berikan bantuan napas
pada korban. Bantuan napas dapat diberikan dengan teknik
mouth to mouth/dari mulut ke mulut. Tetapi kalau Anda
memutuskan memberikan bantuan napas melalui mouth to
mouth, Anda harus melindungi diri Anda agar tidak tertular
oleh penyakit yang mungkin dipunyai korban.
- Jika korban masih menunjukkan respon yang bagus, dan ada
perdarahan terbuka, maka segera hentikan perdarahan dengan
memberikan balut tekan pada area yang mangalami perdarahan
(Fauzi AA, 2008).
2.2.5 MANAJEMEN EMERGENCY DAN PASCA BENCANA PADA
KECELAKAAN TRANSPORTASI
Manajemen bencana meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. Sebelum bencana terjadi, meliputi langkah – langkah pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan dan kewaspadaan.
2. Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi, meliputi langkah –
langkah peringatan dini, penyelamatan, pengungsian dan pencarian
korban.
3. Sesudah terjadinya bencana, meliputi langkah penyantunan dan
pelayanan, konsolidasi, rehabilitasi, pelayanan lanjut,
penyembuhan, rekonstruksi dan pemukiman kembali penduduk.

18
Tahapan diatas dalam kenyataannya tidak dapat ditarik tegas
antara tahapan satu ketahapan berikutnya. Demikian pula langkah –
langkah yang diambil belum tentu dapat dilaksanakan secara berturut –
turut dan runtut. Namun jelas bahwa manajemen bencara (disarter
management) adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang
menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang merupakan siklus kegiatan.
Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi:

1. Peringatan dini, yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat


terjadinya bencana pada kesempatan pertama dan paling awal.
Peringatan dini ini diperlukan bagi penduduk yang bertempat
tinggal didaerah rawan bencana agar mereka mempunyai
kesempatan untuk menyelamatkan diri.
2. Penyelamatan dan pencarian, yaitu kegiatan yang meliputi
pemberian pertolongan dan bantuan kepada penduduk yang
mengalami bencana. Kegiatan ini meliputi mencari, menyeleksi
dan memilah penduduk yang meninggal, luka berat, luka ringan
serta menyelamatkan penduduk yang masih hidup.
3. Pengungsian, yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat,
luka ringan dan luka berat ketempat pengungian (evakuasi) yang
lebih aman dan terlindung dari resiko dan ancaman bencana.
(Susanto, 2016).
2.2.6 REHABILATIF PASCA BENCANA
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk
mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan meliputi:
1. perbaikan lingkungan daerah bencana
2. perbaikan prasarana dan sarana umum

19
3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
4. pemulihan sosial psikologis
5. pelayanan kesehatan
6. rekonsiliasi dan resolusi konflik
7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya
8. pemulihan keamanan dan ketertiban
9. pemulihan fungsi pemerintahan
10. pemulihan fungsi pelayanan public
2.2.7 PENANGANAN PERTAMA PADA KORBAN KECELAKAAN
TRANSPORTASI
Menurut Fauzi A (2008). Penangan pertama yang bisa
dilakukan penolong saat terjadi kecelakaan transportasi :
1. Lakukan prinsip 3A (aman penolong, aman korban, dan aman
lingkungan). Pada korban dengan perdarahan, usahakan agar kulit
Anda tidak kontak langsung dengan darah tersebut karena itu akan
berisiko untuk menularkan penyakit. Selain itu, korban juga harus
dipindahkan ke tempat yang aman sebelum diberikan pertolongan
lanjut. Namun, pada proses pemindahan korban ke tempat yang
aman harus dilakukan dengan metode yang tepat. Kalau korban
mengalami perdarahan hebat pada kepala, memar pada area kepala
dan wajah, serta adanya memar pada leher dan sekitar bahu korban
maka Anda harus berhati-hati. Anda harus mencurigai adanya
patah tulang leher (fraktur cervical). Kalau terjadi fraktur cervical,
maka proses pengangkatan harus benar. Jika proses pengangkatan
tidak tepat, maka akan menjadi pembunuh yang paling cepat
karena pada ruas tulang leher ada syaraf untuk pernapasan.  
2. Periksa kesadaran korban. Cara memeriksa kesadaran korban
adalah dengan menepuk dan menggoyangkan bahu korban disertai
dengan memanggil korban dengan nada lantang. Kalau korban
tidak berespon, berikan rangsangan nyeri pada pertengahan dada
korban (tulang sternum).

20
3. Jika korban tidak menunjukkan adanya respon yang normal, segera
berteriak minta bantuan kepada masyarakat sekitar kalau memang
Anda sendirian. Tetapi, kalau Anda tidak sendirian, Anda dapat
meminta orang lain untuk mencari bantuan/menghubungi kantor
pelayanan kesehatan terdekat (Puskesmas dan rumah sakit
terdekat).
4. Raba nadi karotis (nadi yang ada di leher korban). Kalau nadi
karotis tidak teraba, maka korban mengalami henti jantung. Segera
lakukan resusitasi jantung paru (RJP)/Cardiopulmonary
Rescucitation (CPR). Tetapi kalau nadi karotis masih teraba,
lanjutkan dengan penilaian napas pada pasien.
5. Lihat apakah ada pengembangan dada atau tidak. Dengarkan suara
napas/hembusan udara dari hidung atau mulut. Kalau tidak ada
napas pada korban, lakukan/berikan bantuan napas pada korban.
Bantuan napas dapat diberikan dengan teknik mouth to mouth/dari
mulut ke mulut. Tetapi kalau Anda memutuskan memberikan
bantuan napas melalui mouth to mouth, Anda harus melindungi
diri Anda agar tidak tertular oleh penyakit yang mungkin dipunyai
korban.
6. Kalau korban masih menunjukkan respon yang bagus, dan ada
perdarahan terbuka, maka segera hentikan perdarahan dengan
memberikan balut tekan pada area yang mangalami perdarahan

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari paparan atau penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. Trauma medula
spinalis merupakan suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
benturan pada daerah medulla spinalis. Penyebab dari Trauma medulla

21
spinalis yaitu : kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam,
luka tusuk, tembak dan tumor. Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla
spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid
pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma,
serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke
medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses
patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis
akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia,
hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat
penting, karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen
kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula
spinalis berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit
lainnya,karena kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat
menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.

3.2 SARAN
Cedera medula spinalis adalah suatu kejadian yang sering terjadi
dimasyarakat. Tingkat kejadiannya cukup tinggi dengan penyebab kecelakaan
yang terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Sehingga perlu tingkat kehati-
hatian yang tinggi dalam melakukan setiap aktivitas agar tidak terjadi suatu
kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera medulla spinalis ini.

NASKAH
Nama Pemain :

22
Heny
Vina
Rina
Erma Safitri
Faridah
Norah
Toybah
Putra
Sidik

---------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada suatu hari, siswa/i SMA di pontianak sedang merayakan kelulusan, mereka
merayakan dengan konvoi di jalan raya tanpa memperdulikan kondisi dan rambu
rambu lalu lintas. Terlihat 3 orang siswi yang telah selesai melakukan konvoi dan
menggunakan satu motor untuk tiga orang Mereka Vina, erma dan rina.

Vina ( pengemudi motor ): wisss kite lulus girlssss

Erma yang duduk paling belakang juga sambil menari nari di atas motor

Vina : yuhuuuuu iyaaaa


Rina : anak kuliahan gengs
Vina : mau kemane lagik kite nih
Erma : balek lah dah mau maghrib
Rina : ha'a lah

Tepat di simpang tiga lampu merah terlihat ibu ibu menggunakan motor tanpa
memakai helm dan lampu sen motor kiri nya menyala.

Vina : alah kemana emak emak nih mau belok


Erma : Entah lahh lampu kiri menyala . Sudahlah kita belok kanan saja gengss

23
Rina : yooooo berangkaattttt

Tiba tiba sang ibu juga belok ke kanan terjadilah tabrakan antara motor vina dan
ibu ibu

Draggggggggg !!!!!!!!!!!!!!!
Orang orang pun mengerumuni mereka untuk melihat ada apa

Ibu : kau tak punya mata dek ?

Vina, erma mengeluh kesakitan tapi tidak dengan rina sepertinya dia pingsan

Toybah : rina, bangun rina, erma, vina

Tak lama berselang ada pengendara yang membantu mereka, tampaknya dia
seorang perawat yang sedang kebetulan melintas, dengan sigap dia membantu.

Heny(perawat ) : ada apa ini ?


Faridah (perawat) : sepertinya dia mengalami cedera medulla spinalis
Norah : baik, pengumuman untuk semuanya harap menjauh karena pasien butuh
oksigen, toybah kamu telfon ambulance ya untuk pertolongan medis
Toybah : baik nis
Heny: heny pun memberikan pertolongan pertama kepada vina dengan prinsip
prinsip 3A (aman penolong, aman korban, dan aman lingkungan).

Faridag pun mencoba memeriksa kesadaran rina Dengan menepuk dan


menggoyangkan bahu korban disertai dengan memanggil korban dengan lantang .
Dan saat rina tidak merespon hani memberikn rangsangan nyeri pada pertengahan
dada korban (tulang sternum). Dan pada saat itu siska sedikit sadar dan siska
segera di bawa kerumah sakit.

24
Sesampai di rumah sakit terdapat perawat yang menangani vina, erma, dan rina

Heny (perawat): lakukan pertolongan pada pasien ini( menunjuk rina) karena dia
dicurigai cedera medulla spinalis
Delima (perawat) : baik lah
Mereka pun melakukan prosedur tindakan dengan segera
Tak lama kemudian orang tua dari siska datang sambil menangis dan panik
Norah : ya allah anak aku
Putra : udah bu sabar
Putra : erma kamu kenapa seperti ini, yg bawak motor siapa
Sidik : vina yg bawa motor pak
Sidik: kamu ngebut kah vina
Vina: tidak pak
Norah : bangun lah nak

Mereka pun masih menunggu kabar dari dokter dan perawat yang sedang
melakukan tindakan. Setelah hampir satu jam siska sudah selesai di tangani
perawat dan kondisi nya membaik

Seelah hampir 2 minggu di rumah sakit, siska pun bisa pulang dan para perawat
mengadakan penyuluhan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan di daerah
tersebut karena sering terjadi kecelakaan

25
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika

Anggrasena, Bima. 2010. Strategi Penegakan Hukum Dalam Rangka


Meningkatkan
Keselamatan Lalu Lintas dan Mewujudkan Masyarakat Patuh Hukum.
Magister Ilmu
Hukum. Tesis (tidak diterbitkan). Semarang: Universitas Diponegoro.
Basuki A. Cedera medula spinalis akut. In: Basuki A, Dian S, editors. Kegawat-
daruratan Neurologi. Bandung: Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf FK
UNPAD/RSHS, 2010; p. 123-49
Fauzi, AA. 2008. Penanganan Cedera Kepala di Puskemas. Journal Kesehatan
Indonesia.
Heka, Hertanto. 2009. Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat. Indonesia :
Media.
Japardi I. 2004. Cedera Kepala. Dalam : Patologi dan Fisiologi Cedera Kepala.

Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

McCloskey, Joanne C, dkk. 2009. Nursing intervetion Classification (NIC). USA:


Mosby
Maja, J. 2013 . Diagnosis dan Penatalaksanaan Cedera Servikal Medula Spinalis.
Jurnal Biomedik (JBM).VOL 5,Nomer 3. Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado.
Sutanto. 2016. Peranan K 3 Dalam Manajemen Bencana. Program Studi Diploma
III Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Hal 37-40
Teguh, P. 2010. Manajemen Bencaca Seputar di Indonesia. Jakarta : EGC
Wiley, dkk. 2009. Nursing Diagnoses: Defenitions & Classification. USA: Mosby

26

Anda mungkin juga menyukai