Anda di halaman 1dari 34

TUGAS FORMULASI SEDIAAN OBAT

SEDIAAN SUSPENSI

Dosen : Hj. Fifi Harmely, S.Si, M. Farm, Apt

Disusun oleh :
KELOMPOK II

FITRATUL WAHYUNI 2605006


SUCI INDAH KARTIKA 2605007
MELFI INDRIANI 2605008
LATIVA SUSANTI 2605009
ELHAS ADELSE NAMEZA 26005010

PROGRAM PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN PERINTIS
PADANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat berperan aktif dalam
peningkatan kualitas produksi obat-obatnya yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat
aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping
obat tanpa harus mengurang atau mengganggu dari efek farmakologisnya (Lachman, 2008).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdipersi harus halus, tidak boleh
cepat mengendap, dan bila dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali.
Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan
suspensi harus menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang (Anief, 1999).
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat yang tidak larut
tetapi terdispersi dalam fase cair. Partikel yang tidak larut tersebut dimaksudkan secara
fisiologi dapat diabsorpsi yang digunakan sebagai obat dalam atau pemakaian luar dengan
tujuan penyalutan. Sediaan dalam bentuk suspensi juga ditujukan untuk pemakaian oral
dengan kata lain pemberian dilakukan melalui mulut. Sediaan dalam bentuk suspensi diterima
baik oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik itu dari segi warna ataupun dari
bentuk wadahnya. Pada prinsipnya zat yang terdispersi pada suspensi haruslah halus, tidak
boleh cepat mengendap dan bila dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi
kembali. Selain larutan, suspensi juga mengandung zat tambahan (bila perlu) yang digunakan
untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah
dikocok dan dituang.
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Suspensi

 FI III, hal 32
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawanya.
 FI IV, hal 17
Suspensi adalah sediaan yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fase cair.
 IMO , hal 149
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
 Formulasi Nasional, hal 3
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersi sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk sangat halus, dengan atau tanpa zat tambahan yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan.
 Leon Lachamn, hal 985
Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase kontinue atau
fase luar umumnya merupakan cairan atau semi padat, dan fase terdispersi atau fase
dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut, tetapi
seluruhnya dalam fase kontinue. Zat yang tidak larut bisa dimasukkan untuk absorpsi
fisiologi atau untuk fungsi pelapisan dalam dan luar.

2.2 Macam-macam Suspensi

1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral.
2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.

3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang


ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.

4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang


terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

2.3 Formula Suspensi

Formula standar sediaan suspensi


1. Zat aktif
2. Suspending agent
3. Wetting agent
4. Sweetener/Pemanis
5. Colour/Pewarna
6. Pelarut

Rancangan Formula Sediaan Suspensi

R/ Magnesii hidroksida 2,4


Aluminium hidroksida 2,4
Simetikon 0,24
Tween 80 1%
CMC Na 0,5%
Sirup simplex 20
Ol.met.pip. gtt III
Aquadest ad 60 ml
m.f. susp.
S.t.d.d. Cth a.c
6.4 Monografi Zat Aktif dan Zat Tambahan
1. Magnesii hidroksida
a. Struktur molekul

b. Rumus molekul : Mg(OH)2


c. Berat molekul : 58,32
d. Pemerian : Serbuk putih
e. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam
asam encer
f. Indikasi : Menetralkan kadar asam lambung yang berlebihan (Antasid).
Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105°C selama 2 jam
mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% Mg(OH) 2.
Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam asam encer.
Batas mikroba tidak boleh mengandung Escherichia coli. Susut pengeringan tidak
lebih dari 2,0%; lakukan pengeringan pada suhu 105o selama 2 jam. Susut
pemijaran antara 30,0% dan 33,0%; lakukan pemijaran pada suhu 800°C,
kenaikan suhu dilakukan secara bertahap, hingga bobot tetap.

2. Aluminium Hidroksida
a. Struktur molekul

b. Rumus molekul : Al(OH)3


c. Berat molekul : 78,00
d. Pemerian : Serbuk halus,mengandung sedikit gumpaln putih,tidak berbau dan
tidak berasa
e. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P, larut dalam
asam mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksida berlebih.
f. Indikasi : Menetralkan kadar asam lambung yang berlebihan (Antasid).
Aluminium hidroksida larutkan dalam 5 g tawas dalam 95 mL air, tuang ke dalam
campuran 6 mL ammonia encer dan 94 mL air. Cuci dengan memusingkan
endapan beberapa kali dengan air hingga bening tidak mengandung sulfat.
Campur sisa dengan air volume sama (Depkes RI, 1979).

3. Simetikon
Indikasi : mengeluarkan gas dari dalam perut (Antiflatulen).

4. Tween 80
Kegunaannya adalah sebagai zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan
(Rowe 2009). Selain fungsi tersebut, Tween 80 juga berfungsi sebagai peningkat
penetrasi (Akhtar 2011).

5. Na-Cmc
Digunakan Na-Cmc sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979). Digunakan sebagai
bahan pensuspensi/ suspending agent, karena Larut dalam air dingin dan panas pada
perendaman, akan menghasilkan larutan jernih. Lebih sensitif terhadap pH
dibandingkan metilselulosa. Digunakan pada konsentrasi 0.5 - 1%. Pemeriannya
berupa serbuk atau granul putih sampai krem, hidroskopik. Mudah terdispersi dalam
air membentuk larutan koloidal, tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam
pelarut organik lainnya. Fungsinya adalah untuk memperlambat pengendapan,
mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan resin, dan bahan
berlemak.

6. Syrup simplex
Syr simplex merupakan Larutan pekat gula dalam air dengan atau tanpa flavoring
agent dan bahan berkhasiat obat. Sirup simplex Hanya digunakan sebagai bahan
pembawa yang memberikan rasa manis dan aroma yang diinginkan.
7. Oleum menthae
Digunakan sebagai zat tambahan (DepKes RI, 1979), digunakan sebagai pewangi
dalam sediaan suspensi untuk memperbaiki estetika dari sediaan suspensi

8. Aqua Destilata
Digunakan sebagai zat tambahan dan pelarut (PubChem 2017).

6.5 Bentuk Sediaan Obat (BSO) yang dirancang berdasarkan data diatas
a. Bentuk sediaan obat : Suspensi oral
b. Alasan pemilihan BSO
1. Pertimbangan farmasetika, biofarmasetika, dan farmakokinetika
Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida memiliki kelarutan yang
praktis tidak larut di dalam air dan ditujukan untuk pemakaian lokal yaitu untuk
menetralisir asam lambung, maka diformulasi dalam bentuk sediaan suspensi oral
yang pelepasan obatnya lebih cepat dibandingkan sediaan tablet.
2. Pertimbangan farmakodinamik
Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida ditujukan untuk menetralkan
asam lambung yang disebabkan oleh sekresi asam lambung yang berlebih.

6.6 Perhitungan Bahan


Sediaan yang dibuat dalam skala industri untuk 1 batch adalah 3000 L atau 3.000.000
mL (50.000 botol).
 Magnesii hidroksid :
2,4 g
x 3.000.000=120.000
60 ml

 Aluminium hidroksida :
2,4 g
x 3.000.000=120.000
60 ml

 Simetikon :
0,24 g
x 3.000.000=12.000
60 ml
 Tween 80 :
1
x 3.000 .000=30.000
100

 Na.CMC :
0,5
x 3.000 .000=25.000
100

 Syrup simplex :
20 g
x 3.000.000=1.000 .000
60 ml

 Oleum menthae piperitae :


4
x 3.000 .000=60.000
20

 Aquadest ad 3.000.000 ml
3.000.000- (120.000 + 120.000 + 12.000 + 30.000 + 25.000 + 1.000.000 +
60.000) = 1.633.000 ml

6.7 Proses pengolahan


a. Siapkan kondisi ruang produksi.
b. Karyawan daerah harus sehat dan tidak berpenyakit menular, dan sedang tidak sakit
flu, batuk, atau sakit tenggorokan. Bila sakit harus melapor ke supervisor dan
sementara ditempatkan bukan pada daerah steril sampai benar-benar sembuh. Cuci
tangan dengan menggunakan cairan antiseptik khusus, kenakan tutup kepala, sarung
tangan dan masker.
c. Siapkan peralatan yang diperlukan, alat sudah dibersihkan dengan aqua, etanol 75%
dan aqua kembali. Botol dicuci dengan menggunakan na pyrofosfat 0,5% dengan
mesin cuci otomatis. Cuci dan bilas dengan aquademineralisata, keringkan dengan
tunel dryer suhu 60°C selama 2 jam. Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam.
d. Set peralatan sesuai dengan master formula untuk produk yang akan diproduksi.
e. Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim ke ruang penimbangan kelas 3
melalui airlock. Timbang sesuai dengan master formula. Cek oleh kepala regu dan
kepala unit. Setelah OK kirim keruang produksi melalui airlock khusus bahan baku.

f. Bahan pengemas sekunder diambil dari gudang bahan kemas, sesuai dengan master
formula/CPOB produk yang akan diproduksi. Kirim keruang packing sekunder
(black). Cetak No. Batch dan tanggal ED sesuai master formula. Cek oleh kepala
regu dan kepala unit. Setelah itu baru siap untuk mengemas produk.
g. Semua bahan baku dan bahan pengemas yang diambil dari gudang penyimpanan
masing-masing telah mengalami QC terlebih dahulu pada masa karantina. Bahan
yang dipakai adalah yang telah lulus QC. Bila tidak memenuhi spesifikasi standar,
maka harus di reject, dimusnahkan langsung atau dirusak terlebih dahulu.
h. Diruang produksi
 Dilakukan pembuatan suspensi dengan cara dimasukkan kedalam mesin
pencampur (Mixing Tank). Buatlah syrup simplex dengan cara larutkan glukosa
didalam aquadest dengan perbandingan (64:36) dilakukan di mixing tank.
Kemudian, Na.CMC di kembangkan dengan air panas (20 kalinya) selama 15
menit. Dilakukan penghalusan dengan menggunakan colloid mill. Magnesii
hidroksid, aluminium hirdoksida dan simetikon ditambah tween 80 dicampurkan
ke dalam mixing tank. Maka dilanjutkan dengan proses pencampuran hingga
homogen serta tambahkan oleum menthae piperitae didalam mixing tank.
Cukupkan hingga volume yang diinginkan dan haluskan dengan colloid mill
 Atur/set alat sesuai dengan jumlah serbuk yang akan diisikan kedalam botol,
isikan tiap 60 mL botol suspensi beri label quarantine. Pengisisan, penutupan dan
labelling dilakukan pada satu jalur.
i. Evaluasi/Pemeriksaan QC
 Tingkat kemasan/pH
 Kadar (sesuai monografi zat aktif)
j. Selesai pengisian, produk yang sudah disusun dirak khusus dikarantina, beri label
“quarantine” lalu lakukan IPC.
 Stabilitas sediaan
 Pengambilan produk untuk retain sample (sampel pertinggal)
k. Bila lulus uji produk yang tersusun pada rak khusus dikirim ke packing sekunder.
Botol dimasukkan ke iner box lalu masukkan ke auter box. Lakukan pemeriksaan
akhir.
l. Kirim kegudang produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian
logistic.
Skema Proses Pengolahan Obat
6.8 Ruang produksi
1. Ruangan
Proses pengolahan produksi sediaan dan pengemasan primer dilakukan pada
ruangan E (ruangan non steril), selanjutnya pengemasan sekunder dilakukan pada
ruangan F, dan untuk penyimpanan dilakukan di ruangan G.
2. Pakaian
Rambut dan – jika relevan – janggut dan kumis hendaklah ditutup. Pakaian model
terusan atau model celana-baju, yang bagian pergelangan tangannya dapat diikat,
memiliki leher tinggi dan sepatu atau penutup sepatu yang sesuai hendaklah tidak
melepaskan serat atau bahan partikulat.

3. Kondisi Ruangan Produksi


Bangunan dan fasilitas harus dikontruksi, dilengkapi dan dirawat agar terlindung
dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan dan serangga. Desain dan tata letak ruang
hendaknya memastikan kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin
dilakukan didalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan. Selain itu,
pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil
dan bahan atau produk atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain
sedang diproses. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit yang terdapat bahan
baku dan bahan pengemas primer, produk antara dan ruahan yang terpapar ke
lingkungan hendaklah halus, bebas retak, dan sambungan terbuka, tidak melepaskan
partikulat, serta memungkinkan pembersihan yang mudah dan efektif. Kontruksi
lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaan yang
rata dan mudah dibersihkan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan
hendaklah berbentuk lengkungan. Pipa, fitting lampu, ventilasi dan instalasi sarana
penunjang lain hendaklah dirancang sedemikian rupa untuk menghindari ceruk yang
sulit dibersihkan. Pipa yang terpasang didalam ruangan tidak boleh menempel
didinding tetapi digantung dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk
mempermudah pembersihan. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara
didalam hendaklah dihindari. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar dan
dilengkapi dengan bak kontrol serta ventilasi yang baik maupun mencegah aliran
balik sedapat mungkin saluran terbuka dicegah, tetapi bila perlu hendaklah cukup
dangkal untuk mempermudah pembersihan dan desinfeksi.

4. Urutan Protap
2.8 Evaluasi Sediaan Mutu
Evaluasi sediaan suspensi adalah sebagai berikut :
1. Organoleptis (Farmakope Indonesi edisi IV)
 Tujuan : Memeriksa kesesuaian bau, rasa dan warna dengan spesifikasi yang
telah ditentukan.
 Prinsip : Pemeriksaan bau, rasa, dan warna menggunakan panca indra.
 Persyaratan : Pemeriksaan organoleptis yang dilakukan meliputi bau,
warna, dari sediaan dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
 Cara penetapan : Dilakukan dengan cara melihat warna, mencium bau

2. Bobot jenis (Departemen kesehatan Republik Indonesia, 1995)


Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi penetapan bj digunakan
hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan
bobot zat diudara pada suhu 25 0C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang
sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bj adalah perbandingan bobot zat
diudara pada volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 0C berbentuk padat,
tetapkan bj pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan
mengacu pada air pada suhu 25 0C.
Caranya:
 Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan menetapkan
bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 25 0C.
 Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 0C masukkan dalam piknometer.
 Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 0C.
 Buang kelebihan zat uji dan timbang.
 Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang diisi.
 Bj adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam
piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya di tetapkan pada
suhu 25 0C.
 Bobot piknometer kosong : A
 Bobot piknometer yang telah diisi air : A1
 Bobot piknometer yang telah diisi dengan sediaan : A2
Bobot jenis sediaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Bobot jenis x BJ air

3. Viskositas (Martin, et al., 1993)


Uji visikositas dilakukan dengan menggunakan visikometer stormer. Cara
penentuan visikositas dari sediaan suspensi adalah sebagai berikut: masukan
sediaan suspensi sebanyak 50 mL kedalam cup. Alas wadah dinaikkan
sedemikian rupa sehingga slinder (bob) tetap berada ditengah – tengah cup dan
terbenam dalam sediaan. Skala diatur sehingga menunjukkan angka nol. Berikan
beban tertentu dan lepaskan kunci pengatur putaran sehingga beban turun dan
mengakibatkan bob berputar. Catatlah waktu yang diperlukan bob untuk berputar
100 kali putaran. Dengan menambah dan mengurangi beban akan didapat
pengukuran pada beberapa kecepatan geser. Hitung kecepatan geser dalam RPM
dalam tiap beban yang diberikan dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

RPM : rotasi per menit t : waktu yang dibutuhkan bob untuk berputar
100 kali (s) Hitung visikositas sediaan pada tiap kecepatan geser dengan
persamaan sebagai berikut:

Ƞ
Keterangan:

Ƞ : visikositas (cp)

M : beban (g)

Kv : konstanta alat (cp/g s)

Kurva dibuat berdasarkan hubungan antara kecepatan geser terhadap beban yang
diberikan pada setiap sediaan.

4. Pengukuran pH (Farmakope Indonesi edisi IV)


 Tujuan : Mengetahui pH sediaan.
 Prinsip : Pengukuran pH menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
 Persyaratan : pH sediaan sirup sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan.

5. Volume Sedimentasi (Shah, et al., 2014)


Suspensi (10 mL) dimasukkan ke dalam gelas ukur bervolume 10 mL. Kemudian
biarkan tersimpan tanpa gangguan, catat volume awal (Vo), simpan maksimal
hingga 4 minggu. Volume tersebut merupakan volume akhir (Vu).
Parameter pengendapan dari suatu suspensi dapat ditentukan dengan mengukur
volume sedimentasi (F) yaitu perbandingan volume akhir endapan (Vu) dengan
volume awal sebelum terjadi pengendapan (Vo) yaitu (Anief, 1994):

6. Redispersi (Gebresamuel & Gebre Mariam, 2013)


Evaluasi suspensi ini dilakukan setelah pengukuran volume sedimentasi konstan.
Dilakukan secara manual dan hati-hati, tabung reaksi diputar 180° dan dibalikkan
ke posisi semula. Formulasi yang dievaluasi ditentukan berdasarkan jumlah
putaran yang diperlukan untuk mendispersikan kembali endapan partikel agar
kembali tersuspensi. Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi
sempurna dan diberi nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada sampel
yang sama, maka akan menurunkan nilai redispersi dari masing-masing formula
dan dilakukan pengelompokan ukuran partikel.

7. Freeze-thawcycling (Madjid, et al., 2003)


Sebanyak 50 mL dari masing-masing formula dibekukan pada suhu 4° C dan
dicairkan pada suhu 40° C secara bergantian selama 24 jam sebanyak enam siklus
lalu dilanjtukan dengan evaluasi pertumbuhan kristal dengan pengamatan
mikroskopis langsung menggunakan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan
kamera.

8. Distribusi ukuran partikel (Panda, et al., 2011).


Masing-masing formula dievaluasi distribusi ukuran partikel yang dilakukan
secara mikroskopis cahaya menggunakan lensa okuler pada 100x (10x10) yang
dilengkapi kamera. Ukuran partikel dilakukan dengan mengukur 1000 partikel
obat yang praktis tidak larut dalam air. Dengan pelarut organik dilakukan dengan
zat yang tak larut dalam air.

2.9 Cara Pengemasan Sediaan Suspensi


Pengemasan merupakan suatu cara atau perlakukan pengamanan terhadap obat, agar
yang belum diolah maupun yang telah mengalami pengolahan, dapat sampai ketangan
konsumen secara kuantitas maupun kualitas. Pengemasan berfungsi untuk
menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk,
bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi.
a. Prosedur Pengemasan primer
Pencucian wadah
a. Botol kosong yang dipasarkan dalam keadaan terbuka memiliki leher yang lebar
untuk memudahkan pembersihan dan pengisian. Dengan cara pengisian botol
berulang kali dengan cairan pencuci dan akhirnya dikosongkan sehingga
diperoleh botol yang bersih dan terjamin dari seluruh partikel pengotor yang telah
dihilangkan. Setelah dilakukan penyemprotan dengan cairan pencuci umunya
masih diikuti 2x pencucian dengan air pada tekanan yang sama dan diakhiri
dengan air suling.
b. Pengisian botol dengan larutan obat dilakukan pada sebuah alat khusus untuk
pabrik kecil atau menengah. Pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi yang
bekerja secara manual atau elektris. Melalui gerak lengannya larutan yang akan
diisikan dihisap oleh sebuah torak kedalam penyemprot penakar dan melalui
kebalikan gerak lengan dilakukan pengisiannya.
c. Penutupan botol dapat dilakukan dengan cara menggabungkan antara tutup botol
dengan badan botol kemudian disegel.
b. Prosedur Pengemasan sekunder
1. Pencetakan kode batch
 Kebersihan mesin cetak diperiksa
 Cetak No. Batch dan tanggal kadaluarsa pada tiap label dengan memakai
mesin pencetak.
 Pengawasan selama proses
 Periksa cetakan No. Batch dan tanggal kadaluarsa. Catat jumlah label yang
sudah dicetak dan dilaporkan pencetakan No. Batch.
 Pengawasan selama proses
2. Pencetakan
 Kebersihan mesin cetak diperiksa tangan dan oleh si pemeriksa
 Cetak No. Batch pada tiap dus dan lipat dengan memakai mesin pencetak
 Pengawasan selama proses
 Periksa cetakan No. Batch dan tangga kadaluarsa
 Catat jumlah dus dan lipat yang sudah dicetak dilaporkan pencetakan No.
Batch.
3. Melipat Brosur
 Kebersihan mesin cetak diperiksa tanggal dan oleh si pemeriksa
 Cetak nomor bets pada tiap dus lipat dengan memakai mesin pencetak
 Pengawasan selama proses
 Catat jumlah yang sudah dilipat dilaporkan pencetakan No. Batch/pelipatan
4. Pencetakan label luar
 Cetak No. Batch dan tanggal kadaluarsa diatas tiap label luar secara manual.
 Pengawasan selama proses
 Periksa No. Batch dan tanggal kadaluarsa pada label luar.
 Catat jumlah label luar yang sudah dicetak dilaporkan pencetakan No. Batch.
5. Penandaan wadah
 Kebersihan mesin label diperiksa tanggal dan oleh si pemeriksa
 Tempelkan label pada tube yang sudah disisi dengan memakai mesin label
 Pengawasan selama proses
 Catat jumlah kabel yang sudah dicetak tetapi tidak terpakai dan dimusnahkan
dicatatan pemusnahan
6. Pengemasan air
 Kemas 1 botol kedalam dus lipat bersama satu buah brosur.
 Kemas 50 dus lipat kedalam sebuah master box. Tandai karton dengan label
luar.
 Pengawasan selama proses
 Catat jumlah botol yang selesai dikemas
 Catat jumlah dus lipat dan label luar yang sudah dicetak tetapi tidak terpakai
dan dimusnahkan
Dus lipat yang tidak terpakai….buah
Label yang tidak terpakai….buah
 Pengambilan contoh
 Contoh obat jadi diambil tanggal....
7. Pengiriman ke gudang
 Catatan pengiriman no….tanggal….obat…
Desain Kemasan primer
Desain Kemasan Sekunder

KOMPOSISI INDIKASI
Tiap 5 mL susupensi Antasida untuk mengatasi
mengandung hiperasiditas (kelebihan asam)
yang menyertai tukak
Al(OH)3 2,4 ® ®
Mg(OH)2 2,4 STIFINDA lambung,gastritis esofagitis
atau hiatus hernia dengan STIFINDA
Simetikon 0,24 gejala perasaan panas, perih
diulu hati.
ATURAN PAKAI Aluminium hidroksida Aluminium hidroksida
2 – 4 sendok takaran (10 - EFEK SAMPING
20 ml) 4 kali sehari. Menyebabkan gangguan
Magnesium hidroksida saluran pencernaan seperti Magnesium hidroksida
Diminum 20 menit hingga
1 jam sesudah makan dan nyeri perut, diare, tekanan
Suspens darah rendah, penekanan
waktu sebelum tidur atau Suspensi
proses bernapas, gangguan
menurut petunjuk dokter. i keseimbangan elektrolit/ion
tubuh, rasa lemas otot.

No.reg :
Kocok Dahulu
DBL 1700800833 A1
No.Bacth : B701024
Exp date : April 2021

Diproduksi oleh
Keterangan lebih lanjut PT. STIFI FARMA Netto : 60 mL
Netto : 60 mL PADANG-INDONESIA
lihat brosur
Desain Brosur

STIFINDA®
Suspensi

Komposisi
Tiap 5 mL suspensi mengandung
Aluminium hidroksida / Al(OH)3 2,4
Magnesium hidroksida / Mg(OH)2 2,4
Simetikon 0,24

Farmakologi
Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magmesium Hidroksida merupakan antasida yang
bekerja menetralkan asam lambung dan meninaktifkan pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati
akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang. Disamping itu, efek laksatif dari
magnesium Hidroksida akan mengurangi efek konstipasi dari aluminium hidroksida.

Indikasi
Antasida untuk mengatasi hiperasiditas (kelebihan asam) yang menyertai tukak
lambung,gastritis esofagitis atau hiatus hernia dengan gejala perasaan panas, perih diulu
hati.

Kontraindikasi
Hipersensitifitas

Efek Samping
Menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti nyeri perut, diare, tekanan darah
rendah, penekanan proses bernapas, gangguan keseimbangan elektrolit/ion tubuh, rasa
lemas otot

Interaksi obat
Dapat mengganggu absoropsi obat – obat tertentu seperti : Ketokenazole,metenamin,dan
tetrasiclyn sehingga mengurangi aktifitasnya.oleh karena itu pemakaian harus berselang
waktu minimal 1 – 2 jam.

Aturan Pakai
2 – 4 sendok takaran (10 - 20 ml) 4 kali sehari. Diminum 20 menit hingga 1 jam sesudah
makan dan waktu sebelum tidur atau menurut petunjuk dokter.

Penyimpanan
Simpan pada suhu <30°C, lindungi dari cahaya

Kemasan : 1 botol @ 60 mL

No.reg : DBL 1700800833 A1


No.Bacth : B701024
Exp date : April 2021

KOCOK DAHULU

Diproduksi oleh :
PT. STIFI FARMA
PADANG – INDONESIA
Desain Etiket

KOMPOSISI INDIKASI
Tiap 5 mL susupensi Antasida untuk mengatasi
mengandung: hiperasiditas (kelebihan asam)
Al(OH)3 2,4 ®
STIFINDA
yang menyertai tukak
Mg(OH)2 2,4 lambung,gastritis esofagitis atau
Simetikon 0,24 hiatus hernia dengan gejala
perasaan panas, perih diulu hati.
ATURAN PAKAI
2 – 4 sendok takaran (10 - 20 ml) Aluminium hidroksida Simpan ditempat sejuk dan
4 kali sehari. Diminum 20 menit Magnesium hidroksida kering
hingga 1 jam sesudah makan dan suspensi Serta terlindung dari cahaya
waktu sebelum tidur atau menurut
petunjuk dokter. Keterangan lengkap lihat brosur
Diproduksi oleh No.reg : DBL1600700733 A1
PT. STIFI Farma No.Bacth : B701024
PADANG-INDONESIA Exp date : April 2021
Kocok Dahulu

2.10 Registrasi Obat


Registrasi obat produksi dalam negeri dilakukan oleh pendaftar yang harus memenuhi
persyaratan yaitu memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat CPOB yang
masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang akan diregistrasi.
Pelaksanaan evaluasi untuk registrasi obat melalui 2 tahapan :

1. Tahap Pra Registrasi


 Pendaftaran secara online ke website BPOM untuk mendapatkan nomor urut.
 Memasukkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk tahap pra registrasi.
Dokumen-dokumen tersebut berupa :
1. Sertifikat CPOB
2. Ringkasan informasi mengenai produk
 Kepala Badan POM akan memberikan Hasil Pra Registrasi (HPR) dalam jangka
waktu 40 hari setelah permohonan yang berlaku selama 1 tahun sejak tangga yang
dikeluarkan.
 Pendaftar dapat menyusun dan melengkapi dokumen registrasi dan diwajibkan
membayar biaya evaluasi.

2. Tahap registrasi
Dilakukan dengan melampirkan dokumen pra registrasi yang telah dilengkapi
dengan dokumen registrasi.
Dokumen registrasi obat terdiri dari 4 bagian sebagai berikut:
1. Bagian I : Dokumen administratif dan informasi produk
A. Daftar Isi Keseluruhan
B. Dokumen Administratif
C. Informasi Produk dan Penandaan
2. Bagian II : Dokumen Mutu
A. Ringkasan Dokumen Mutu (RDM)
B. Dokumen Mutu
C. Daftar Pustaka
3. Bagian III : Dokumen Nonklinik terdiri dari:
A. Tinjauan Studi Nonklinik
B. Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik
C. Laporan Studi Nonklinik (jika perlu)
D. Daftar Pustaka
4. Bagian IV : Dokumen Klinik terdiri dari:
A. Tinjauan Studi Klinik
B. Ringkasan Studi Klinik
C. Matriks Studi Klinik
D. Laporan Studi Klinik
E. Daftar Pustaka
 Dokumen registrasi dievaluasi oleh BPOM, bagian registrasi harus melakukan
follow up terhadap berkas-berkas registrasi ke BPOM.
 Setelah dievaluasi (safety, quality dan efficacy), BPOM akan mengeluarkan izin
edar.
 Produk yang telah mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) siap untuk diproduksi dan
diedarkan. NIE berlaku selama 5 tahun dan harus dilakukan registrasi ulang setelah
5 tahun.
 Pendaftar yang sudah mendapatkan izin edar wajib memproduksi dan
mengedarkannya selambat-lambatnya 12 bulan setelah tanggal persetujuan izin edar
dikeluarkan.

Nomor registrasi adalah nomor yang diberikan oleh Depkes RI untuk suatu produk,
yang terdiri dari 15 digit.

Contoh : Dep.Kes RI No. Reg DBL 1700800833 A1

Digit 1 : D/G = Dagang/Generik


Digit 2 : Kekuatan/golongan obat Bebas (B), Bebas Terbatas (T), Keras (K)

Digit 3 : Jenis produksi Impor (I), Ekspor (E), Lokal (L), Keperluan khusus
(X)

Digit 4,5 : Tahun pendaftaran obat jadi ke BPOM (tahun keluarnya nomor
registrasi ), diambil dari angka terakhir pada tahun tersebut.

Digit 6,7,8 : Nomor urut pabrik di Indonesia

Digit 9,10,11 : Nomor urut obat jadi pada suatu pabrik yang disetujui DepKes

Digit 12,13 : Bentuk sediaan obat jadi

33 : Suspensi

Digit 14 : Kekuatan sediaan obat jadi yang disetujui (sesuai dosis obat)

A : Kekuatan obat jadi 1 yang disetujui

B : Kekuatan oabat jadi 2 yang disetujui

Digit 15 : Kemasan

1 : Kemasan utama

2 : Kemasan sekunder

Nomor Batch
Nomor batch adalah nomor yang diberikan industri yang menyatakan nomor urut
produksi obat dalam suatu periode.

Kriteria : terdirir ada ketentuan penetapannya.

Prinsipnya : semudah mungkin untuk membacanya

Contoh : B701024

Digit 1 : tahun pengemasan (berupa huruf)

A, misalnya untuk tahun 2016 ; B, misalnya untuk tahun 2017, dst

Digit 2 : tahun produksi, diambil angka terakhir tahun produksi.


Tahun produksi 2016 = 6 ; tahun produksi 2017 = 7, dst

Digit 3,4 : kode produksi

Misal, 01 untuk suspense

Digit 5,6,7 : nomor urut produksi/ pembuatan pada tahun tertentu.

Misalnya, 024, 025, 026, dst.

Alur Registrasi Obat


Contoh Formulir Registrasi Obat Dan Produk Biologi
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
1. Sediaan yang dihasilkan yaitu suspensi dengan zat aktif Magnesium hidroksida dan
alumunium hidroksida.
2. Sediaan yang akan diproduksi sebanyak 50.000 botol
3. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi sediaan mutu In Process Control / IPC
meliputi organoleptis, bobot jenis, viskositas, pengukuran pH, volume sedimentasi,
redispersi, Freeze-thawcycling dan distribusi ukuran partikel.

Anda mungkin juga menyukai