Anda di halaman 1dari 5

9.

KONSEP AKAD MUSYARAKAH, JENIS DAN DASAR SYARIAH AKAD MUSYARAKAH SERTA ILUSTRASI
AKUNTANSI AKAD MUSYARAKAH

Pengertian Akad Musyarakah

Akad musyarakah atau biasa disebut Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara kedua belah
pihak atau kemungkinan lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak akan
memberikan kontribusi dana atau biasa disebut expertise, dengan memiliki kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung oleh bersama.

Dalam bahasa Arab sendiri, Musyarakah memiliki artian mencampur, dimana dalam hal ini
pihak kerjasama mencampurkan modal menjadi satu dengan modal yang lainnya sehingga tidak
dapat di pisahkan satu dan lainnya. Musyarakah merupakan istilah yang biasa dipakai dalam
pembiayaan Syariah, istilah dari musyarakah lainnya yaitu syirkah atau syarikah yang memiliki
arti kata syarikat ataupun sekutu

Musyarakah sendiri dalam perbankan Islam sangat dipaham sebagai suatu bagian kerjasama atau
mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk sebuah produksi barang maupun jasa.
Tentunya produksi tersebut bisa bermanfaat bagi masyarakat banyak dan juga diri sendiri, sama
halnya dengan akad mudharabah.

Dasar Hukum Musyarakah


1. Al-Quran

“… maka mereka berserikat pada sepertiga….” (Q.S. An-Nisa:12)

“Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh.” (Q.S. Sad: 24).

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang- orang yang berserikat itu sebagian dari mereka
berbuat dzalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan amat sedikitlah mereka ini’’(QS. Shaad (38):24).

2. Al-Hadist

‫( رواهه ابو‬ .‫عن ابي هريرة رفعه قل ان هللا يقول انا ثا لث الشريكين ما لم يخنن احد هما صا حبه فاذا خانه خرجت من بينهما‬
) ‫داود والحا كم عن ابي هريرة‬

Dari abu hurairah Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya Allah azza wa jallah berfirman
“aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu tidak ada yang
menghianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka”
(HR Abu Daud).Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah merupakan dalil lain diperbolehkan
nya praktik musyarakah. Hadis ini merupakan hadist Qudsi, dan kedudukannya sahih menurut
Hakim.

Di Hadis ini menjelaskan bahwa Allah memberikan pernyataan bahwa mereka yang bersekutu
dalam sebuah usaha akan mendapat perniagaan dalam arti Allah akan menjaganya selain itu
Allah akan memberikan pertolongan namun Allah juga akan melaknat mereka yang
mengkhianati perjanjian dan usahanya. Hal ini lantas memperjelas meskipun memiliki ikatan
yang bebas namun kita tidak bisa membatalkan sembarangan apa yang sudah menjadi
kerjasamanya.

3. Ijma

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al Mughni mengatakan bahwa “Kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat dari beberapa elemennya”.

Adapun beberapa syarat dari akad ini menurut Usmani tahun 1998 adalah :
1. Syarat Akad

Dimana syarat akad terdiri dari empat jenis diantaranya 1). Syarat berlakunya akad atau biasa
disebut In’iqod, 2). Syarat sahnya akad atau biasa disebut Shiha, 3). Syarat terealisasikannya
akad atau Nafadz dan terakhir 4). Syarat Lazimm.

2. Pembagian proporsi keuntungan

Dalam hal ini akan ada beberapa proporsi keuntungan yang harus dipenuhi, diantaranya :

 Proporsi keuntungan yang telah dibagikan kepada para pihak terkait usaha haruslah
disepakati sejak awal kontrak atau akad. Jika proporsi belum ditetapkan maka akad tidak
sah menurut syariah dan berdosa (Baca: Prinsip Akuntansi Syariah)
 Rasio atau nisbah keuntungan untuk masing-masing pihak usaha memang sudah
ditetapkan sejak awal dan tidak berdasarkan dari modal yang disertakan. Tidak
diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk partner tertentu semuanya harus adil.
Tingkat keuntungan tertentu tidak boleh dikaitkan dengan modal investasinya.

3. Penentuan Proporsi Keuntungan

Dalam akad musyarakah, proporsi keuntungan sudah dijelaskan pendapat dan dasarnya oleh para
ahli hukum islam, diantaranya :

 Imam malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi di antara
mereka dimana sebelumnya menurut kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya saat
akad dan disesuaikan dengan proporsi modal yang disertakan. (Baca: Pasar Modal
Syariah)
 Imam Ahmad berpendapat jika proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari proporsi
modal yang sudah disertakan masing-masing pihak.
 Selain itu ada dari Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa proporsi keuntungan bisa
berbeda dari proporsi modal di dalam sebuah kondisi normal.

4. Pembagian Kerugian

Kerugian merupakan hal yang tidak diinginkan, namun para ahli hukum tetap membahasnya
bilamana transaksi tersebut mengalami kerugian saat menjadi usaha. Dalam aturannya para mitra
harus siap menanggung kerugian sesuai modal dan dana yang sudah diinvestasikan dalam usaha
tersebut. (Baca: Prosedur Pengelolaan Dana Kas Kecil)

5. Sifat modal

Sifat modal merupakan hal selanjutnya yang dibahas oleh ahli hukum Islam, dimana mereka
berpendapat bahwa modal yang diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid
bukan barang. (Baca: Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang)

6. Manajemen Musyarakah

Prinsip normal dari musyarakah yaitu bahwa setiap mitra bisa memiliki hak untuk ikut serta
dalam manajemen dan bekerja untuk usaha patungan ini. Tetapi, para mitra dapat juga sepakat
bahwa manajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitra lain tidak
akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah tersebut.

7. Penghentian Musyarakah

Dalam sebuah akad yang tidak terikat seperti ini akan terjadi pemberhentian musyarakah
apabila :

 Jika salah satu pihak atau mitra meninggal, maka musyarakah bisa berjalan dan kontrak
dengan almarhum akan diberhentikan tanpa menghentikan usaha tersebut.
 Jika setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah
menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini
enis Jenis Akad Musyarakah
1. Syirkah Al-Inan

Syirkah Al-Inan memiliki arti dimana ada dua pihak atau lebih memberikan penyertaan
modalnya dengan porsi yang berbeda, maka dengan bagi hasil keuntungan yang disepakati
bersama dan kerugian yang diderita akan di tanggung sesuai dengan besarnya porsi modalnya
masing-masing. Sehingga sebagian orang cenderung memilih jenis akad ini, karena lebih aman
dan menjanjikan. Ataupun bagi mereka yang tidak memiliki modal dan dana terlalu besar.
(Baca: Akad Mudharabah)

Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab akan ditentukan dengan kesepakatan bersama dan tidak
tergantung pada porsi modalnya, begitu juga dengan keuntungan yang akan didapat. Mereka
tidak akan bergantung dari porsi modal di sesuaikan dengan perjanjian di muka.

Setiap mitra dari Syirkah Al-Inan maka akan bertindak sebagai wakil dibandingkan mitra yang
lainnya dalam hal modal, serta jenis pekerjaan yang dilakukan untuk keperluan transaksi
bisnisnya. Selain itu ciri khas lainnya adalah setiap mitra tidak akan saling memberikan jaminan
pada masing-masing mitra bisnisnya, meskipun dalam bentuk barang atau persediaan sejenisnya.
(Baca: Metode Penilaian Persediaan)

Akad ini bersifat tidak mengikat dan pada saat tertentu, mitra dan partner bisa mengundurkan
diri dan mencoba memutus kontrak. Namun kembali lagi, anda harus menggunakan prosedur
yang teratur agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kerugian mendadak. Selain itu cara
mengundurkan diri pun menggunakan kerjasama dan penjualan saham, bukan memutus bisnis
secara sepihak.

2. Syirkah Al-Mufawadah

Dalam akad ini, setiap mitra harus menyertakan modal yang sama nilainya untuk mendapatkan
profit yang sesuai dengan modalnya. Begitupun jika mengalami kerugian dan harus menanggung
bersama sesuai modal. Para Ulama dari Mazhab Hanafi menyatakan bahwa setiap partner saling
menjamin untuk garansi bagi partner lainnya.

Sedangkan Ulama dari Mazhab Hanafi dan Zaidi memandang bahwa bentuk partnership
merupakan hal yang legal, sedangkan Mazhab Hanbali dan Shafi’i memandang bahwa yang
dipahami Mazhab Hanafi tidak berdasar dan ilegal. Sesungguhnya Syirka Al-Mufawadah cukup
sulit di aplikasikan, karena modal kerja dan keahlian dari masing-masing partner berbeda-beda.
Sedangkan untuk mewujudkan bisnis ini, porsi yang mereka miliki harus sama beserta
persediaan yang melingkupinya

Rukun Musyarakah

Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi ketika hendak melakukan akad musyarakah.
Hilangnya salah satu dari semua rukun yang ada maka akad musyarakah tersebut dapat
dianggap rusak. Rukun tersebut diantaranya: Ijab Kabul (Shighat), dua pihak yang berakad,
objek akad, dan nisbah bagi hasil.

1. Ijab Kabul (shighat)

Pada akad musyarakah, ijab kabul harus dinyatakan dalam akad dengan memperhatikan hal-hal
berikut:

1. Penawaran dan permintaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan akad.


2. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3. Akad dituangkan secara tertulis.

2. Dua Pihak yang Berakad (aqidain)


Tidak mungkin sebuah akad dapat terjadi tanpa melibatkan pihak yang berakad. Namun, pada
akad musyarakah perlu untuk diperhatikan hal-hal berikut yang penting sehingga akad
musyarakah menjadi sah, diantaranya:

1. Pihak yang terlibat akad harus cakap akan hukum.


2. Kompeten.
3. Menyediakan dana dan pekerjaan.
4. Memiliki hak mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
5. Memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dengan memperhatikan
kepentingan mitranya.
6. Tidak diizinkan mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

3. Obyek Akad (Mauqud Alaih)

Ketika kedua belah pihak hendak untuk melakukan akad, maka hal lain yang harus diperhatikan
selain kedua belah pihak tersebut adalah objek akad yaitu modal dan kerja.

Pada bagian modal, ia harus berupa uang tunai atau aset bisnis. Jika modal berbentuk aset,
terlebih dulu harus dinilai dengan tunai dan disepakati oleh semua pihak. Kemudian modal tidak
boleh dipinjamkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Pada prinsipnya tidak boleh ada jaminan
pada akad ini. Namun, LKS dapat meminta jaminan sebagai bukti keseriusan atas akad
musyarakah.

Lalu untuk objek akad berupa kerja, partisipasi dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukan merupakan syarat. Seorang mitra boleh
melakukan pekerjaan lebih dari mitra yang lain dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian
keuntungan tambahan bagi dirinya.

Setiap mitra melaksanakan pekerjaan atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan
masing-masing dalam organisasi harus dijelaskan dalam kontrak.

4. NIsbah Bagi Hasil (Untung/Rugi)

Pada akhirnya, musyarakah memang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun, cara
memperoleh keuntungan tersebut harus didasari pada sikap yang adil dan tidak saling
menzhalimi. Oleh sebab itu baik dalam hal mengambil keuntungan atau membagi kerugian, akad
musyarakah memiliki ketentuannya sendiri.

Ketika terjadi keuntungan maka keuntungan tersebut harus dikuantifikasi kemudian dibagi secara
proporsional atas dasar keuntungan. Bukan berdasarkan jumlah yang ditetapkan di awal. Misal,
“karena saya memberikan modal 10 juta maka harus balik ke saya 10% dari 10 juta jadi 1 juta
ya”.

Ini jelas dilarang karena merupakan praktik riba. Yang harus dilihat adalah dari hasil
keuntungannya. Biar lebih jelas maka sistem pembagian keuntungan harus diperjelas dalam
kontrak musyarakahnya.

Lalu, apabila terjadi kerugian maka kerugian harus dibagi di antara para mitra sesuai dengan
proporsi modal yang diberikan antar kedua bleah pihak. Bila si A menanamkan modal 30 juta
dan si B menanamkan modal 70 juta maka ketika terjadi kerugian si A akan mendapatkan porsi
kerugian 30% dan si B akan mendapatkan porsi kerugian sebanyak 70%.

Karakteristik

1. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha
tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru
2. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas
3. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat
meminta mitra lainnya untuk menyediakan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
4. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersangkutan maka kesalahan yang
disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan instuisi yang berwenang.
5.  Keuntungan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra.
Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
6.  Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam
akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk
dirinya.
7.  Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati
dari pendapatan usaha yang diperoleh selama priode akad bukan dari jumlah investasi
yang disalurkan.
8.  Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan
investasi musyarakah yang dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri.

Ilustrasi Akad Musyarakah

Terdapat dua orang yang akan melakukan akad musyarakah. Kedua orang tersebut bernama Afif
dan Ciba. Afif memiliki keinginan untuk membuat sebuah proyek untuk membuat sekolah
desain. Pada kesempatan yang sama, Ciba juga memiliki keinginan untuk membuat sekolah.
Kemudian mereka bertemu dan membuat kesepakatan kerjasama musyarakah.

Jenis syirkah yang dipakai adalah syirkah inan dimana Afif memberikan modalnya sebesar 40
juta dan Ciba memberikan modalnya sebesar 60 juta. Mereka sepakat untuk nisbah bagi hasil
sebesar 60% untuk Afif dan 40% untuk Ciba. Dalam musyarakah, tidak menjadi masalah
apabila Afif mendapatkan porsi keuntungan lebih tinggi dari Ciba meskipun porsi modal yang
diberikan lebih kecil dari Ciba selama itu sudah disepakati di awal.

Alhasil usaha tersebut berjalan dan keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 1 miliar rupiah.
Maka dalam hal ini Afif mendapatkan porsinya sebesar 600 juta (60% x 1M) dan Ciba
mendapatkan porsinya sebesar 400 juta (40% x 1M)

Lalu, Bagaimana Bila Rugi?

Bila yang terjadi kemudian usaha mereka mengalami kerugian. Katakanlah kerugian tersebut
adalah sebesar 10 juta rupiah. Maka perhitungan kerugian tersebut didasarkan pada porsi
penyertaan modal. Afif menyertakan modalnya sebesar 40% maka Afif mendapatkan kerugian
sebeasar 4 juta rupiah sedangkan Ciba menyertakan modalnya sebesar 60% sehingga ia
mendapatkan kerugian sebesar 6 juta.

Anda mungkin juga menyukai