Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat dalam arti luas diartikan sebagai zat kimia yang dapat mempengaruhi
proses hidup. Penggunaan obat telah menjadi kebutuhan bagi kita dalam kehidupan
sehari-hari, baik untuk mengatasi sakit yang bersifat ringan sampai berat. Obat
dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit bila dapat digunakan sesuai
dengan dosis dan waktu yang tepat (Anief, 2002). Proses masuknya obat ke dalam
tubuh dapat melalui berbagai rute pemberian sebelum akhirnya mencapai tempat
aksi sehingga ketika kita mengkonsumsi suatu obat, maka obat tersebut akan
memberikan pengaruh pada tubuh kita. Demikian pula sebaliknya tubuh akan
menentukan nasib dari obat tersebut di dalam tubuh.

Pada praktikum ini akan membahas tentang obat yang diberikan secara
ekstravaskuler dengan tujuan sistemik harus melalui tahap absorpsi terlebih dahulu
sebelum menimbulkan aktivitas terapeutik. Absorpsi obat yang diberikan secara
oral pada umumnya berlangsung dengan optimal di usus halus karena usus halus
memiliki luas permukaan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan lambung.
Proses perpindahan obat dari lambung ke usus halus dapat mempengaruhi laju,
jumlah dan absorpsi obat. Absorpsi obat pada saluran pencernaan dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya yaitu kondisi saluran pencernaan, pengosongan
lambung, motilitas usus, dan waktu tinggal diusus yang akan berpengaruh terhadap
absorpsi obat tersebut (Mayersohn, 2002).

1.2 Tujuan Praktikum


Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu
menentukan parameter farmakokinetik obat aspirin tablet setelah pemberian dosis
tunggal secara oral, menggunakan data obat melalui darah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam asatil salisilat (Aspirin)

Asetosal adalah salah satu senyawa organik yang dapat disintesis. Fungsi aspirin
adalah sebagai analgetik,antipiretik,dan sering pula digunakan sebagai pencegah atau
melepaskan dingin atau infeksi pernafasan akut. Dimana aspirin merupakan obat bebas
hasil reaksi asam asetil. Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu
tukak lambung, kadang-kadang disertai anemia sekunder.Aspirin dapat disintesis dari
asam salisilat dengan anhidrida asetat dan menggunakan katalis proton dan akan
menghasilkan asam asetil salisilat dan asam asetat. Aspirin yang lebih dikenal sebagai
Asetosal adalah obat analgesik anti piretik serta obat anti inflamasi non seroit (AINS)
dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.
Asetosal sering digunakan juga dalam kehidupan sehari-hari. Asetosal merupakan salah
satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter,
obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimia (Tjay dan
Rahardja, 2002).

Aspirin atau acetyl salicylic acid yang termasuk dalam golongan salisilat
merupakan salah satu jenis nonsteroidal anti-inflammatory drugs atau NSAIDs yang
banyak digunakan pada pengobatan nyeri ringan sampai sedang. Efek farmakologi
aspirin antara lain analgesik (melawan sakit dan nyeri), antipiretik (menurunkan
demam), anti inflamasi serta anti koagulan. Aspirin juga merupakan salah satu obat
yang paling sering digunakan di dunia. Diperkirakan penggunaan aspirin di Amerika
mencapai 30 milyar tablet aspirin (40 ton per hari). Karena aspirin dijual secara bebas
dan tersebar luas di masyarakat untuk pengobatan sendiri, maka kemungkinan untuk
terjadi keracunan aspirin akan lebih besar. Overdosis aspirin dapat terjadi secara akut
maupun kronik. Tingkat kematian pada overdosis akut mencapai 2% dan pada overdosis
kronik mencapai 25% , akan lebih berat dampaknya pada anak-anak.4 Toksisitas sedang
terjadi pada dosis >300 mg/kg BB dan toksisitas berat terjadi pada dosis 300 – 500
mg/kg BB. Sedangkan dosis lethal apabila digunakan pada dosis >500 mg/kg BB.
Overdosis aspirin berefek tinnitus, nyeri abdominal, hipokalemi, hipoglikemi, pireksia,
hiperventilasi, disritmia, hipotensi, halusinasi, gagal ginjal, kejang, koma, dan kematian.
Aspirin menyebabkan pengelupasan sel epitel permukaan dan mengurangi sekresi
mukus yang merupakan barier protektif terhadap serangan asam Pada pemberian oral
aspirin akan diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di gaster, tetapi sebagian besar
di usus halus bagian atas. Setelah diabsorpsi, aspirin akan segera menyebar ke seluruh
jaringan tubuh dan cairan transelular.

Biotransformasi aspirin terjadi di banyak jaringan, tetapi terutama di mikrosom


dan mitokondria hepar. Aspirin diekskresi dalam bentuk metabolitnya (asam salisilat
bebas, asam salisilurik, fenol salisilat, asilglukoronida, dan asam gentisidat) terutama
melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringat dan empedu.8,11 Efek samping
penggunaan aspirin terutama nampak pada traktus gastrointestinal.4 Pada dosis biasa,
efek aspirin yang paling berbahaya adalah gangguan gaster oleh adanya iritasi mukosa
gaster.1,7,8,12 Banyak penelitian yang meneliti tentang efek aspirin terhadap gaster,
akan tetapi peneliti belum pernah menemukan penelitian mengenai efek aspirin terhadap
traktus gastrointestinal lainnya terutama usus halus yaitu duodenum, dan jejunum yang
juga merupakan tempat diabsorpsinya sebagian besar aspirin, secara khusus pada
tingkat hewan coba.

Tetapan laju eliminasi K dapat dihitung dari data eksresi urin. Dalam
penghitungan ini laju eksresi obat dianggap sebagai orde kesatu.

Ke adalah tetapan laju eksresi ginjal ,dan Du adalah jumlah obat yang dieksresi
urin:

O O -Kt O
Ke DB = Ke DB e atau log = + log Ke DB

tetapan laju Knr untuk berbagai rute eliminasi selain eksresi ginjal dapat diperoleh:

K- Ke = Knr .Oleh karena eliminasi obat biasanya dipengaruhi oleh eksresi ginjal
atau metabolisme (biotransformasi) maka: Knr Km (Shargel, 2012). . Metode lain
untuk perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data eksresi

urin adalah metode sigma minus , metode ini lebih disukai daripada sebelumnya
karena fluktuasi data laju eliminasi diperkecil. Jumlah obat tidak berubah dalam urin
dapat dinyatakan sebagai fungsi waktu melalui persamaan berikut :

DU (1-e-Kt)

DU adalah jumlah kumulatif obat tidak berubah yang dieksresi dalam urin. Jumlah
˜
obat yang tidak berubah yang akhirnya dieksresi dalam urin D u dapat ditentukan
-Kt
dengan membuat waktu t tak terhingga jadi e diabaikan dan didapatkan pernyataan.
Untuk mendapat suatu persamaa linear dapat ditulis dengan persamaan :

˜
Log (Du - DU)=+log Du˜
Suatu kurva linier diperoleh dengan membuat grafik log jumlah obat tidak
˜
berubah yang belum dieliminasi Log (Du - DU) vs waktu (Shargel, 2012).

Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya atau disebut juga laju eliminasi obat dibagi
konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut . Persamaannya yaitu:

Cl = atau dapat juga dinyatakan Cl = KVD

dimana dDu/dt adalah laju eksresi (µg/menit), Cp adalah konsentrasi plasma


(µg/ml), K adalah tetapan laju eliminasi ,VD adalah volume distribusi (ml/kg)
(Shargel, 2012).
Gambar 2.1.1 rumus kimia aspirin

2.2 Air suling


Aquades atau air suling memiliki rumus molekul H2O, massa molar 18,0153
3 3
g/mol, densitas dan fase 0,998 g/cm dalam bentuk cairan dan 0,92 g/cm dalam bentuk
o O o
padatan, memiliki titik lebur 0 C (237,15 K) (32 ) dan titik didih 100 C (373,15 k)
o
(212 F), berupa cairan tak berwarna dan tak berbau (Mulyono, 2006).
BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan farmakokinetika penetapannya
dalam darah menggunakan senyawa obat aspirin , yaitu spuit 1mL, rak
tabung reaksi, pipet volume 1mL, pipet volume 5mL, pipet volume 10mL, pipet
volume 20mL, pipet ukur 10mL, pipet tetes, beaker glass 100mL.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan farmakokinetika penetapannya
dalam darah menggunakan senyawa obat paracetamol, yaitu Larutan
EDTA, aspirin infus, CMC – NA, Trinder

3.2 Prosedur kerja

Baku kerja

 Dibuat baku induk 100 ppm dengan menimbang 50 mg asam salisilat


 Dilarutkan dalam 500 mL labu ukur
 Dibuat baku kerja dalam dalam 2, 5, 10, 15, 20 ppm
 Kosentrasi 2 ppm ( 1 mL larutan induk 100 ppm dalam 50 mL aquades)
 Kosentrasi 5 ppm ( 5 mL larutan induk 100 ppm dalam 100mLaquades)
 Kosentrasi 10 ppm( 5 mL larutan induk 100 ppm dalam 50mLaquades)
 Kosentrasi 15 ppm( 15 mL larutan induk 100 ppm dalam
100mLaquades)
 Kosentrasi 20 ppm (20 mL larutan induk 100 ppm dalam
100mLaquades)
 Diabsorbansi masing – masing baku kerja
 Dilakukan regresi linier

HASIL
KELINCI

 Diberi obat paracetamol dengan pemberian oral


 Disiapkan larutan EDTA 0,1 mL dalam spuit
 Diambil darah menit ke 0, 30, 60, 90 dan 120 menit sebanyak 1
mLdalam spuit EDTA
 Dipindahkan ke tabung
 Ditambah TCA sebanyak 1 mL(untuk memisahkan darah dan
serum dengan mengendapkan protein sel)
 Di vortex
 Disentrifugasi
 Dipisahkan (dekantasi) sebanyak 1 mL
 Diambil serum seabanyak 0,1 mL( dari darah terdapat ± 0,3 mL sel
protein darah)
 Diencerkan dengan aquadest sebanyak 10 kali untuk didapatkan
volume 1 mL(ditambah 9,9 aquadest)
 Dianalisis dengan spektrofotometer uv-vis untuk mendapatkan

Hasil

Anda mungkin juga menyukai