Ba 1 Darah
Ba 1 Darah
PENDAHULUAN
Pada praktikum ini akan membahas tentang obat yang diberikan secara
ekstravaskuler dengan tujuan sistemik harus melalui tahap absorpsi terlebih dahulu
sebelum menimbulkan aktivitas terapeutik. Absorpsi obat yang diberikan secara
oral pada umumnya berlangsung dengan optimal di usus halus karena usus halus
memiliki luas permukaan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan lambung.
Proses perpindahan obat dari lambung ke usus halus dapat mempengaruhi laju,
jumlah dan absorpsi obat. Absorpsi obat pada saluran pencernaan dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya yaitu kondisi saluran pencernaan, pengosongan
lambung, motilitas usus, dan waktu tinggal diusus yang akan berpengaruh terhadap
absorpsi obat tersebut (Mayersohn, 2002).
TINJAUAN PUSTAKA
Asetosal adalah salah satu senyawa organik yang dapat disintesis. Fungsi aspirin
adalah sebagai analgetik,antipiretik,dan sering pula digunakan sebagai pencegah atau
melepaskan dingin atau infeksi pernafasan akut. Dimana aspirin merupakan obat bebas
hasil reaksi asam asetil. Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu
tukak lambung, kadang-kadang disertai anemia sekunder.Aspirin dapat disintesis dari
asam salisilat dengan anhidrida asetat dan menggunakan katalis proton dan akan
menghasilkan asam asetil salisilat dan asam asetat. Aspirin yang lebih dikenal sebagai
Asetosal adalah obat analgesik anti piretik serta obat anti inflamasi non seroit (AINS)
dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.
Asetosal sering digunakan juga dalam kehidupan sehari-hari. Asetosal merupakan salah
satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter,
obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimia (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Aspirin atau acetyl salicylic acid yang termasuk dalam golongan salisilat
merupakan salah satu jenis nonsteroidal anti-inflammatory drugs atau NSAIDs yang
banyak digunakan pada pengobatan nyeri ringan sampai sedang. Efek farmakologi
aspirin antara lain analgesik (melawan sakit dan nyeri), antipiretik (menurunkan
demam), anti inflamasi serta anti koagulan. Aspirin juga merupakan salah satu obat
yang paling sering digunakan di dunia. Diperkirakan penggunaan aspirin di Amerika
mencapai 30 milyar tablet aspirin (40 ton per hari). Karena aspirin dijual secara bebas
dan tersebar luas di masyarakat untuk pengobatan sendiri, maka kemungkinan untuk
terjadi keracunan aspirin akan lebih besar. Overdosis aspirin dapat terjadi secara akut
maupun kronik. Tingkat kematian pada overdosis akut mencapai 2% dan pada overdosis
kronik mencapai 25% , akan lebih berat dampaknya pada anak-anak.4 Toksisitas sedang
terjadi pada dosis >300 mg/kg BB dan toksisitas berat terjadi pada dosis 300 – 500
mg/kg BB. Sedangkan dosis lethal apabila digunakan pada dosis >500 mg/kg BB.
Overdosis aspirin berefek tinnitus, nyeri abdominal, hipokalemi, hipoglikemi, pireksia,
hiperventilasi, disritmia, hipotensi, halusinasi, gagal ginjal, kejang, koma, dan kematian.
Aspirin menyebabkan pengelupasan sel epitel permukaan dan mengurangi sekresi
mukus yang merupakan barier protektif terhadap serangan asam Pada pemberian oral
aspirin akan diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di gaster, tetapi sebagian besar
di usus halus bagian atas. Setelah diabsorpsi, aspirin akan segera menyebar ke seluruh
jaringan tubuh dan cairan transelular.
Tetapan laju eliminasi K dapat dihitung dari data eksresi urin. Dalam
penghitungan ini laju eksresi obat dianggap sebagai orde kesatu.
Ke adalah tetapan laju eksresi ginjal ,dan Du adalah jumlah obat yang dieksresi
urin:
O O -Kt O
Ke DB = Ke DB e atau log = + log Ke DB
tetapan laju Knr untuk berbagai rute eliminasi selain eksresi ginjal dapat diperoleh:
K- Ke = Knr .Oleh karena eliminasi obat biasanya dipengaruhi oleh eksresi ginjal
atau metabolisme (biotransformasi) maka: Knr Km (Shargel, 2012). . Metode lain
untuk perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data eksresi
urin adalah metode sigma minus , metode ini lebih disukai daripada sebelumnya
karena fluktuasi data laju eliminasi diperkecil. Jumlah obat tidak berubah dalam urin
dapat dinyatakan sebagai fungsi waktu melalui persamaan berikut :
DU (1-e-Kt)
DU adalah jumlah kumulatif obat tidak berubah yang dieksresi dalam urin. Jumlah
˜
obat yang tidak berubah yang akhirnya dieksresi dalam urin D u dapat ditentukan
-Kt
dengan membuat waktu t tak terhingga jadi e diabaikan dan didapatkan pernyataan.
Untuk mendapat suatu persamaa linear dapat ditulis dengan persamaan :
˜
Log (Du - DU)=+log Du˜
Suatu kurva linier diperoleh dengan membuat grafik log jumlah obat tidak
˜
berubah yang belum dieliminasi Log (Du - DU) vs waktu (Shargel, 2012).
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya atau disebut juga laju eliminasi obat dibagi
konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut . Persamaannya yaitu:
Baku kerja
HASIL
KELINCI
Hasil