Anda di halaman 1dari 15

i

LAPORAN PRAKTIKUM
PARAMETER FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL DATA DARAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pratikum Farmakokinetika Farmakodinamika

Disusun Oleh:
Afida Nur Aini NIM. 15020202001
Bima Ardhy Andi NIM. 15020202006
Nanda Erika Permatasari NIM. 15020201017
Nivia Fajar Austin NIM. 15020202018
Novianti Pramaisinta NIM. 15020200019
Nurul Khanif NIM. 15020202020
Rita Amilia R NIM. 15020201022
Wahyu Kasifa NIM. 15020201030

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
SIDOARJO
2018
1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4


1.2 Tujuan ...................................................................................................... 4

BAB II DASAR TEORI ............................................................................... 5

2.1 Paracetamol .............................................................................................. 5

2.2 Air suling.................................................................................................. 8

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN .................................................. 9

3.1 Alat Dan Bahan ........................................................................................ 9

3.1.1 Alat ........................................................................................................ 9

3.1.2 Bahan .................................................................................................... 9

3.3 Prosedur Kerja .......................................................................................... 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 11

BAB V KESIMPULAN ............................................................................... 13

5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Simulasi farmakokinetika data darah kelinci ....................... 11

Tabel 4.2 Data T ½ klirens ......................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat dalam arti luas diartikan sebagai zat kimia yang dapat mempengaruhi
proses hidup. Penggunaan obat telah menjadi kebutuhan bagi kita dalam
kehidupan sehari-hari, baik untuk mengatasi sakit yang bersifat ringan sampai
berat. Obat dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit bila dapat
digunakan sesuai dengan dosis dan waktu yang tepat (Anief, 2002). Proses
masuknya obat ke dalam tubuh dapat melalui berbagai rute pemberian
sebelum akhirnya mencapai tempat aksi sehingga ketika kita mengkonsumsi
suatu obat, maka obat tersebut akan memberikan pengaruh pada tubuh kita.
Demikian pula sebaliknya tubuh akan menentukan nasib dari obat tersebut di
dalam tubuh.
Pada praktikum ini akan membahas tentang obat yang diberikan secara
ekstravaskuler dengan tujuan sistemik harus melalui tahap absorpsi terlebih
dahulu sebelum menimbulkan aktivitas terapeutik. Absorpsi obat yang
diberikan secara oral pada umumnya berlangsung dengan optimal di usus
halus karena usus halus memiliki luas permukaan yang jauh lebih luas
dibandingkan dengan lambung. Proses perpindahan obat dari lambung ke usus
halus dapat mempengaruhi laju, jumlah dan absorpsi obat. Absorpsi obat pada
saluran pencernaan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu kondisi
saluran pencernaan, pengosongan lambung, motilitas usus, dan waktu tinggal
diusus yang akan berpengaruh terhadap absorpsi obat tersebut (Mayersohn,
2002).

1.2 Tujuan Praktikum


Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu
menentukan parameter farmakokinetik obat parasetamol tablet setelah
pemberian dosis tunggal secara oral, menggunakan data obat melalui darah.

3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Paracetamol
Parasetamol atau asetamonifen adalah obat analgesik dan antipiretik serta
obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu kelompok yang
heterogen. Obat ini termasuk dalam derivat asetanilida yang berasal dari metabolit
fenasetin yang banyak digunakan sebagai analgesik. Parasetamol dianggap
sebagai obat yang paling aman untuk swamedikasi meskipun kelebihan dosis
parasetamol dapat mengakibatkan nekrosis hati pada manusia dan hewan (Tjay
dan Rahardja, 2002).

Parasetamol merupakan salah satu metabolit fenasetin, namun fenasetin


menimbulkan gejala keracunan yang agak lain yaitu methemoglobinemia
sedangkan kelainan pada ginjal lebih sering. Hati tidak bisa melakukan
detoksifikasi parasetamol karena jumlah obat yang besar menjadikan hati jenuh
untuk kapasitas metabolisme normal. Keracunan serius bisa terjadi dengan
sedikitnya 12—20 tablet parasetamol tergantung dari kapasitas individual setiap
orang. Waktu paruh parasetamol dalam darah (normal 2 jam) juga sangat
memanjang (lebih dari 4 jam) sehingga dipakai sebagai ukuran untuk menilai
derajat keseriusan keracunan (Darmansyah, 2002).

Parasetamol tidak diberikan pada penderita yang mempunyai gangguan


fungsi hati misalnya hepatitis akut maupun kronik. Semua NSAID mempunyai
efek samping keracunan kronis terjadi pada ginjal tetapi sifat yang dimiliki obat
NSAID disebut analgetic nephropathy. Nefropati terjadi apabila pemakaian secara
terus menerus selama bertahun-tahun sampai 10-20 tahun sehingga ginjal menjadi
sklerotik dan akhirnya harus dicangkok ginjal. Jadi parasetamol merupakan bahan
toksik hanya dalam jumlah yang besar. Fenomena ini tidak terlihat bila
parasetamol digunakan dalam dosis terapi yaitu 3 kali 1 tablet untuk orang dewasa
(Darmansyah, 2002).

Parasetamol yang diberikan secara oral absorpsinya berhubungan dengan


tingkat pengosongan lambung. Konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam

4
30-60 menit. Waktu paruh acetaminofen adalah 2-3 jam dan relatif tidak
terpengaruh oleh fungsi ginjal (Katzung, 2004).

Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui
transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistance
protein) yang terdapat di membran sel epitel dengan selektivitas berbeda yakni
MRP untuk anion organik dan konyugat (mis penisilin, probenesid) dan P-gp
untuk kation organik dan zat netral (mis. Kuinidin, digoksin). Dengan demikian
terjadi kompetisi antara asam-asam organik maupun antara basa-basa organik
untuk disekresi (Ganiswarna,2007).

Obat-obat yang umum digunakan untuk mengukur tubular aktif meliputi asam
p-aminohipurat (PAH) dan iodopiraset (diodras).sekresi aktif untuk obat-obat ini
sangat cepat dan praktis semua obat yang dibawa ke ginjal dieliminasi dalam satu
jalur, sehingga klirens untuk obat-obat ini mencerminkan aliran plasma ginjal
efektif yang bervariasi dari 425-650 ml/menit. Reabsorpsi tubular terjadi setelah
obat difiltrasi melalui glomerulus dan dapat aktif atau pasif. Jika suatu obat
direabsorpsi sempurna (misal glukosa) maka harga klirens obat mendekati nol.
Untuk obat-obat yang direabsorpsi sebagian harga klirens akan menjadi lebih
kecil daripada GFR 125-130 ml/menit. Reabsorpsi obat-obat asam atau basa
lemah dipengaruhi oleh pH urin dan pKa obat (Shargel, 2005).

Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang
larut lemak ,oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan maka hal ini
dimanfaatkan untuk mempercepat eksresi ginjal pada keracunan suatu obat asam
atau obat basa .obat asam yang relatif kuat (pKa≤2) dan obat basa yang relatif
kuat (≥12, mis guanetidin) terionisasi sempurna pada pH ekstrim urin akibat
asidifikasi dan alkalinisasi paksa(4,5-7,5). Hanya obat asam dengan pKa antara
3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan pKa 6 dan 12 yang dapat dipengaruhi oleh pH
urin (Ganiswarna,2007). Selain itu ada pula beberapa cara lain yaitu melalui kulit
bersama keringat, paru-paru, empedu, air susu, dan usus (Tjay dan Rahardja,
2007).

Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan)

5
(Budiyanto, 2013). Urine memiliki komponen organic dan anorganik. Urea, asam
urat dan kreatinin merupakan beberapa komponen organic dari urine. Ion-ion
seperti Na, K, Ca serta anion Cl merupakan komponen anorganik dari urine.
Warna kuning pada urine, disebabkan oleh urokrom, yaitu family zat empedu,
yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin. Bila dibiarkan dalam udara terbuka,
urokrom dapat teroksidasi, sehingga urine menjadi berwarna kuning tua.
Pergeseran konsentrasi komponen-komponen fisiologik urine dan munculnya
komponen-komponen urine yang patologik dapat membantu diagnose penyakit
(Jan Koolman, 2001).

Tetapan laju eliminasi K dapat dihitung dari data eksresi urin. Dalam
penghitungan ini laju eksresi obat dianggap sebagai orde kesatu.

Ke adalah tetapan laju eksresi ginjal ,dan Du adalah jumlah obat yang dieksresi
urin:

Ke DBO = Ke DBOe-Kt atau log = + log Ke DBO


tetapan laju Knr untuk berbagai rute eliminasi selain eksresi ginjal dapat diperoleh:
K- Ke = Knr .Oleh karena eliminasi obat biasanya dipengaruhi oleh eksresi ginjal

atau metabolisme (biotransformasi) maka: Knr Km (Shargel, 2012). .


Metode lain untuk perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data eksresi
urin adalah metode sigma minus , metode ini lebih disukai daripada sebelumnya
karena fluktuasi data laju eliminasi diperkecil. Jumlah obat tidak berubah dalam
urin dapat dinyatakan sebagai fungsi waktu melalui persamaan berikut :

DU (1-e-Kt)

DU adalah jumlah kumulatif obat tidak berubah yang dieksresi dalam urin.
Jumlah obat yang tidak berubah yang akhirnya dieksresi dalam urin Du˜ dapat
ditentukan dengan membuat waktu t tak terhingga jadi e-Kt diabaikan dan
didapatkan pernyataan. Untuk mendapat suatu persamaa linear dapat ditulis
dengan persamaan :

Log (Du˜- DU)= +log Du˜

6
Suatu kurva linier diperoleh dengan membuat grafik log jumlah obat tidak
berubah yang belum dieliminasi Log (Du˜- DU) vs waktu (Shargel, 2012).

Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya atau disebut juga laju eliminasi obat
dibagi konsentrasi obat dalam plasma pada waktu tersebut . Persamaannya yaitu:

Cl = atau dapat juga dinyatakan Cl = KVD

dimana dDu/dt adalah laju eksresi (µg/menit), Cp adalah konsentrasi plasma


(µg/ml), K adalah tetapan laju eliminasi ,VD adalah volume distribusi (ml/kg)
(Shargel, 2012).

2.1.1 Gambar struktur parasetamol

2.2 Air suling


Aquades atau air suling memiliki rumus molekul H2O, massa molar
18,0153 g/mol, densitas dan fase 0,998 g/cm3dalam bentuk cairan dan 0,92
g/cm3dalam bentuk padatan, memiliki titik lebur 0 oC (237,15 K) (32 O) dan titik
didih 100 oC (373,15 k) (212 oF), berupa cairan tak berwarna dan tak berbau
(Mulyono, 2006).

7
BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan farmakokinetika penetapannya
dalam darah menggunakan senyawa obat paracetamol, yaitu spuit 1mL, rak
tabung reaksi, pipet volume 1mL, pipet volume 5mL, pipet volume 10mL, pipet
volume 20mL, pipet ukur 10mL, pipet tetes, beaker glass 100mL.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan farmakokinetika penetapannya


dalam darah menggunakan senyawa obat paracetamol, yaitu Larutan EDTA,
paracetamol infus.

3.2 Prosedur kerja

Baku kerja

 Dibuat baku induk 100 ppm dengan menimbang 50 mg parasetamol


 Dilarutkan dalam 500 mL labu ukur
 Dibuat baku kerja dalam dalam 2, 5, 10, 15, 20 ppm
 Kosentrasi 2 ppm ( 1 mL larutan induk 100 ppm dalam 50 mL aquades)
 Kosentrasi 5 ppm ( 5 mL larutan induk 100 ppm dalam 100mLaquades)
 Kosentrasi 10 ppm( 5 mL larutan induk 100 ppm dalam 50mLaquades)
 Kosentrasi 15 ppm( 15 mL larutan induk 100 ppm dalam
100mLaquades)
 Kosentrasi 20 ppm (20 mL larutan induk 100 ppm dalam
100mLaquades)
 Diabsorbansi masing – masing baku kerja
 Dilakukan regresi linier

Hasil

8
Kelinci

 Diberi obat paracetamol dengan pemberian oral


 Disiapkan larutan EDTA 0,1 mL dalam spuit
 Diambil darah menit ke 0, 30, 60, 90 dan 120 menit sebanyak 1
mLdalam spuit EDTA
 Dipindahkan ke tabung
 Ditambah TCA sebanyak 1 mL(untuk memisahkan darah dan serum
dengan mengendapkan protein sel)
 Di vortex
 Disentrifugasi
 Dipisahkan (dekantasi) sebanyak 1 mL
 Diambil serum seabanyak 0,1 mL( dari darah terdapat ± 0,3 mL sel
protein darah)
 Diencerkan dengan aquadest sebanyak 10 kali untuk didapatkan volume
1 mL(ditambah 9,9 aquadest)
 Dianalisis dengan spektrofotometer uv-vis untuk mendapatkan
absorbansi
Hasil

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan


4.1.1 Simulasi farmakokinetika data darah kelinci :
Waktu Cp Log Cp
0 0 0
30 menit 5,5 1,705

60 menit 9,8 2,28


1,5 jam 17,5 2,86
2 jam 25,5

Gambar 4.1.1 Kadar Paracetamol dalam darah

10
Y = 1,1267 + 1,155x
r2 = 0,999
k = 1,155/jam
0,693 ..
t½= k
0,693
= 1,155

= 0,6 jam

4.2 Pembahasan
Farmakokinetik mempelajari tentang kinetika absorbsi obat, distribusi dan
eliminasi (yaitu absorbsi dan metabolisme). Pada percobaan ini, tujuannya adalah
untuk mempelajari distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara oral dan
menentukan volume distribusinya.
Adapun beberapa parameter farmakokinetik pemberian obat secara oral
yaitu Ka (tetapan laju absorbsi), Ke (tetapan laju eliminasi), t½ (waktu paruh),
Dalam percobaan ini dilakukan penetapan satuan parameter farmakokinetik suatu
obat setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Dimana ketika obat diberikan
secara oral, dapat menunujukan hubungan dinamik antara obat, produk obat, dan
efek farmakologi, dimana pertama-tama akan mengalami pelepasan obat dan
pelarutan, selanjutnya mengalami absorbsi masuk kedalam sistem sirkulasi
sistemik. Pada proses ini akan terjadi dua keadaan, yaitu keadaan pertama obat
yang akan dieliminasi, dieksresi, dan dimetabolisme, dan keadaan yang kedua,
obat dari sirkulasi sistemik masuk kedalam jaringan dan akan memberikan efek
farmakologi atau klinik. Pemberian oral, obat diberikan melalui oral, obat tersebut
akan mengalami proses absorbsi lebih dahulu dengan laju yang tetap sebelum
masuk ke dalam sistem peredaran darah. Oleh karena itu, laju absorbsi tidak dapat
diabaikan sehingga dalam kompartemen dua ini, pemberian oral memiliki 3 fase
yaitu fase absorpsi, distribusi dan eliminasi.
Parasetamol atau acetaminophen adalah derivate p-aminofenol yang
mempunyai sifat antipiretik-analgesik. Parasetamol umumnya digunakan untuk
menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang
lainnya. Sifat antipiretik yang dimiliki parasetamol disebabkan oleh gugus
aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Kadar

11
maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah
pemberian, dengan t1/2 eliminasinya yaitu 1-4 jam.
Dalam percobaan ini dilakukan penetapan suatu parameter farmakokinetik
suatu obat setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Dimana ketika obat
diberikan secara oral, dapat menunjukkan hubungan dinamik antara obat, produk
obat, dan efek farmakologi, dimana pertama-tama akan mengalami pelepasan obat
dan pelarutan, selanjutnya mengalami absorbsi masuk kedalam sistem sirkulasi
sistemik. Pada proses ini akan terjadi dua keadaan, yaitu keadaan pertama obat
yang akan dieliminasi, diekskresi, dan dimetabolisme, dan keadaan yang kedua,
obat dari sirkulasi sistemik masuk kedalam jaringan dan akan memebrikan efek
farmakologi atau klinik.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh parameter farmakokinetika dari
obat yang telah diujikan, dimana diperoleh klirens 1,155 jam yang merupakan
nilai yang menunjukka laju penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai
keseimbangan, dimana eliminasi obat akan meningkat kecepatannya dengan
peningkatan konsentrasi obat, dengan kata lain makin tinggi kadar obat dalam
plasma makin banyak obat yang dielimasikan. Selanjutnya diperoleh waktu paruh
( t1/2) = 0,6jam, yaitu waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam sirkulasi
sistemik berkurang menjadi setengahnya, digunakan secara klinis untuk
menyesuaikan interfal dosis.
Tabel 4.1.2 Data t ½ dan klirens
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok
(ORAL) (IV) (IM) (IV)
t½ 0,6 jam 69,3 jam 1,575 jam 38,888 jam
Ke 1,155 0,01 jam 0,00733 jam 0,0178 jam

12
BAB V
Kesimpulan

5.1 Mahasiswa mampu menentukan parameter farmakokinetik obat


parasetamol tablet setelah pemberian dosis tunggal secara oral, menggunakan
data obat melalui darah. Didapat data klirens 1,155 jam yang merupakan nilai
yang menunjukka laju penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai
keseimbangan, dimana eliminasi obat akan meningkat kecepatannya dengan
peningkatan konsentrasi obat, dengan kata lain makin tinggi kadar obat dalam
plasma makin banyak obat yang dielimasikan. Selanjutnya diperoleh waktu
paruh ( t1/2) = 0,6jam, yaitu waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam
sirkulasi sistemik berkurang menjadi setengahnya, digunakan secara klinis
untuk menyesuaikan interfal dosis.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, L.,2014. Farmakokinetika.Yogyakarta : Bursa Ilmu, pp.288-300.


Mulyono. 2006.Kamus Kimia Edisi Pertama. Jakarta : Bumi Aksara.
Palupi, e., 2006, Degradasi Metylen Blue dengan metode Fotokatalisis dan
fotoelektrokatalisis Menggunakan Film TiO2, tesis < Fakultas
Matematika dan Ilmu pengetahuan alam.Bogor :Institut Pertanian Bogor.
Setiawati, A., Zunilda, Setiabudy, R. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi
Ketiga. Jakarta: Gaya Baru.
Shargel, leon, B.C.YU, Andrew. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan.Surabaya :Airlangga Universitas Press.
Shargel, leon, B.C.YU, Andrew. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Surabaya :Airlangga Universitas Press.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo.

14

Anda mungkin juga menyukai