Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT

DI SUSUN OLEH :
NAMA ; LESTIANA
NIM ; 19300007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
2020
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT

A. KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Kegawatdaruratan adalah situasi serius yang memerlukan tindakan

cepat dan tepat, pada kondisi tidak terduga yang mengancam kehidupan.

Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Kumpulan materi mata kuliah Gadar, 2009) :

1. Gawat darurat

Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak

mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat

jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan penurunan kesadaran.

2. Gawat tidak darurat

Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak

memerlukan tindakan yang darurat contoh : kanker stadium lanjut.

3. Darurat tdak gawat

Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam

nyawa atau anggota badannya contoh : fraktur tulang tertutup.

4. Tidak gawat tidak darurat

Pasien poliklinik yang datang ke UGD

B. PRIORITAS MANAJEMEN DARURAT

1. Mempertahankan kehidupan

2. Mencegah kerusakan sebelum tindakan/ perawatan selanjutnya

3. Menyembuhkan klien pada kondisi yang berguna bagi kehidupan


C. PRINSIP KEGAWATDARURATAN

1. AIRWAY, CONTROL CERVICAL

Airway harus diperiksa secara cepat untuk memastikan bebas dan

patennya atau tidak ada obstruksi/ hambatan jalan nafas. Jika terjadi

gangguan lakukan head tilt chin lift atau jaw thrust, namun bila

memiliki peralatan yang lengkap gunakan oral airway, nasal airway,

atau untubasi endotracheal tube atau cricotoidotomi. Perlu diwaspadai

adanya fraktur servikal karena pada trauma atau cedera berat harus

dicurigai adanya cidera korda spinalis. Gerakan berlebihan dapat

menyebabkan kerusakan neurologic akibat kompresi yang terjadi pada

fraktur tulang belakang jadi ketika menolong korban sebaiknya

memastikan leher tetap dalam posisi netral (bagi penderita) selama

pembahasan jalan nafas dan pemberian ventilasi yang dibutuhkan atau

menggunakan neck collar atau penyangga leher (diindikasikan untuk

tanda-tanda trauma kapitis, trauma tumpul, cranial, dan clavikula,

setiap kasus multi trauma proses kejadian yang mendukung/

biomekanik trauma).

2. BREATHING

Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan

kurangnya oksigen di jaringan. Setelah dibebaskan airway kualitas dan

kuantitas ventilasi harus dievaluasi dengan cara lihat, dengar dan

rasakan. Jika tidak bernafas maka segera diberikan ventilasi buatan.

Jika penderita bernafas perkirakan kecukupan bagi penderita.

Perhatikan gerakan nafas dada dan dengarkan suara nafas penderita

jika tidak sadar. Frekuensi nafas atau respiratory rate (dewasa) dapat

dibagi menajadi :
a. RR < 12x/menit : sangat lambat

b. RR 12-20 x/menit : normal

c. RR 20-30 x/menit sedang cepat

d. RR > 30 x/menit :abnormal (menandakan hipoksia, asidosis, atau

hipoperfusi)

Untuk lebih akurat kondisi breathing sebaiknya pasang pulse

oksimetri untuk mengetahui jumlah saturasi oksigen, normalnya >

95%.

3. CIRCULATION

Kegagalan sistem sirkulasi merupakan ancaman kematian yang

sama dengan kegagalan sistem pernafasan. Oksigen sel darah merah

tanpa adanya distribusi ke jaringan tidak akan bermanfaat bagi

penderita. Perkiraan status kecukupan output jantung dan

kardiovaskuler dapat diperoleh hanya dengan memeriksa denyut nadi,

masa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu kulit.

a. Denyut nadi

Jika denyut nadi arteri radialis tidak teraba, penderita agaknya telah

ask ke dalam fase syok tak terkompensasi.

b. Masa pengisian kapiler

Pemeriksaan singkat perihal masa pengisian kapiler dilakukan

dengan cara menekan bantalan kuku ini berguna dalam

memperkirakan aliran darah melalui bagian paling distal dari

sirkulasi. Waktu pengsisian caliper >2 detik menandakan bantalan

kapiler tidak menerima perfusi yang adekuat, namun pengisian

kapiler juga dapat dipengaruhi oleh usia tua, suhu rendah,


penggunaan vasodilator atau vasokontriktor atau adanya syok

spinal.

c. Warna

Perfusi yang adekuat menghasilkan warna kulit merah muda (pada

kulit putih), warna kulit gelap mempersulit dalam penilaian. Warna

kebiruan menandakan oksigenasi tidak sempurna, sedangkan pucat

menandakan perfusi yang buruk.

d. Suhu

Suhu dingin menandakan penurunan perfusi oleh apapun sebabnya.

e. Kelembaban

Kulit kering menandakan perfusi baik, kulit lembab dihubungkan

dengan keadaan syok dan penurunan perfusi.

f. Perdarahan

Control ce[at terhadap kehilangan darah adalah tujuan paling

penting dalam memberikan pertolongan penderita trauma.

4. DISABILITY

Setelah dilakukan airway, breathing, dan circulation selanjutnya

dilakukan adalah memeriksa status neirologi harus dilakukan yang

meliputi :

a. Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale

(GCS).

GSC adalah skala yang penting untuk evaluasi pengelolaan jangka

pendek dan panjang pnderita trauma. Pengukuran GCS dilakukan

pada secondary survey, hal ini dapat dilakukan jika petugas

memadai.
b. Penilaian tanda lateralisasi : pupil (ukuran simetris dan reaksi

terhadap cahaya, kekuatan tonus otot (motorik). Pemeriksaan pupil

berperan dalam evaluasi fungsi cerebral. Pupil normal dapat

digambarkan dengan PEARL (Pupil, Equal, Round Reactive to

Light) atau pupil harus simetris, bundar dan beraksi normal

terhadap cahaya.

5. EXPOSURE

Buka pakaian penderita untuk memeriksa cedera agar tidak

melewatkan memerika seluruh bagian tubuh terlebih yang tidak terlihat

secara spintas. Jika seluruh tubuh telah diperiksa, penderita harus

ditutup untuk mencegah hilangnya panas tubuh. Walaupun penting

untuk membuka pakaian penderita trauma untuk melakukan penilaian

yang efektif, namun hipoteria tidak boleh dilupakan dalam pengelolaan

penderita trauma.

6. FOLEY CATETER

Pemasangan foley cateter adalah untuk evaluasi cairan yang

masuk. Input cairan harus dievaluasi dari hasil output cairan urin.

Output urine normal :

a. Dewasa : 0,5 cc/kg bb/jam

b. Anak : 1 cc/kg bb/jam

c. Bayi : 2 cc/kg bb/jam

Namun pemasangan cateter tidak dapat dipasang pada penderita

dengan adanya hematoma skrotum, perdarahan di OUE (Orifisium

Uretra External), dan pada Rektal Touch (RT) posisi prostat melayang/

tidak teraba.
7. GASTIC TUBE

Pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk mengurangi

distensi lambung dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah sekaligus

mempermudahkan dalam pemberian obat atau makanan. Kontaindikasi

pemasangan NGT adalah untuk penderita yang mengalami fraktur

basis crania atau diduga parah, jadi pemasangan kateter lambung

melalui mulut atau OGT.

8. HEARTH MONITRO/ ECG MONITOR

Dapat dipasang untuk klien yang memilki riwayat jantung ataupun

pada kejadian klien tersengat arus listrik.

D. TRIASE DALAM KEGAWATDARURATAN

Triage berasal dari bahasa prancis yang berarti mengambil, menyaring,

memilih. Jadi triase/ triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam

mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengamcam jiwa untuk

kemudia diberikan prioritas untuk dirawat atau dievakuasi ke fasilitas

kesehatan. Secara umum, tujuan dilakukan triage untuk membantu

menolong korban sebanyak mungkin agar dapat terselamatkan dan tetap

hidup. Tujuan triase perawatan gawat darurat :

1. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera. Ini lebih

ke perawatan yang dilakukan dilapangan.

2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan

pembedahan.

3. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan.


1. PRINSIP SELEKSI

Prinsip memilih dan memindahkan korban berdasarkan atas ancaan

jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.

2. SISTEM START

Dalam metode start, pertama kali sampaikan kepada korban adalah

meminta korban yang dapat berjalan untuk pindah ke tempat yang

sudah dipersiapkan, lalu alihkan kepada korban yang tidak mampu

berjalan dengan penilaian awal.

3. JALAN NAFAS

a. Lihat pernafasannya

b. Apabila tidak bernafas, buka jalan nafas, jika dapat bernafas

berikan label MERAH, tetapi jika korban tidak bernafas atau

meninggal beri label HITAM.

c. Apabila pernafasan kurang dari 30 x/menit, maka lakukan perfusi.

4. PERFUSI

a. Menilai pengisian kembali kapiler, jika > 3 detik maka prioritaskan

MERAH, kemudian periksa symber perdarahan besar.

b. Jika <2 detik, maka lakukan penilaian kesadaran.

c. Setelah itu, cek nadi radialis, teraba atau tidak. Jika teraba segera

control perdarahan dan berikan label MERAH.

d. Jika nadi teraba, lanjutkan pemeriksaan kesadaran

e. Jika di tempat gelap, bisa cek nadi karotis atau radialis.

5. STATUS KESADARAN

a. Jika korban tidak mampu mengikuti perintah, maka label MERAH

b. Jika mampu mengikuti perintah, berikan label KUNING


6. KATEGORI TRIAGE

Dalam metode Triage Start terdapat 4 kategori :

a. Warna Merah Prioritas 1 (Gawat dan Darurat)

Korban yang diberikan label merah dengan keadaan kritis seperti :

1) Bermasalah pada airway dan breathing

2) Cedera kepala, leher

3) Perdarahan yang tidak terkontrol

4) Luka bakar berat > 30%

5) Hipertermia, hipotermia

6) Keracunan

7) Fraktur terbuka

b. Warna Kuning Prioritas II (Gawat tapi tidak mengancam)

Kuning di berikan pada korban dengan keadaan mendesak seperti :

1) Kejang

2) Cedera mata

3) Luka bakar < 30%

4) Merasa sakit yang sakit pada beberapa bagian

5) Terdapat bengkak dengan perubahan bentuk terutama pada

tangan dan kaki

c. Warna Hijau Prioritas III

Hijau diberikan kepada korban yang tidak mengalami cedera

serius, tetapi hanya memerlukan perawatan sedikit dan dapat

menunggu perawatan tanpa bertambah parah seperti :

1) Bengkak

2) Rasa sakit yang ringan

3) Luka bakar ringan


4) Cedera jaringan lunak

d. Warna Hitam Prioritas 0

Hitam diberikan pada pasien yang sudah meninggal dunia.

E. GCS/ TINGKAT KESADARAN

Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk

menentukan/ menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar

sepenuhnya sampai kedaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari

tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi

stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan

respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin dimana total tertinggi

bernilai 15.

Pengukuran tingkat kesadaran terbagi atas 2 macam, pengukuran

tingkat kesadaran kualitatif dan kuantitatif yang menggunakan Glasgow

Coma Scale.

1. Tingkat Kesadaran Kualitatif

a. Compos Mentis

Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap

lingkungannya. Klien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa

dengan baik.

b. Apatis

Keadaan dimana klien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap

lingkungannya.
c. Delirium

Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus

tidur bangun yang terganggu. Klien tampak gaduh gelisah, kacau,

disorientasi dan meronta-ronta.

d. Somnolen

Yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang,

tetapi bila rangsang berhenti, klien akan tertidur kembali.

e. Spoor (stupor)

Keadaan mengantuk yang dalam. Klien masih dapat dibangunkan

dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi klien

tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban

verbal yang baik.

f. Koma

Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan

spontan dan tidak ada respon terhadap rangsang nyeri.

2. Tingkat Kesadaran Kualitatif (Glasgow Coma Scale)

GCS adalah skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran

secara kuantitatif pada klien dengan menilai respon pasien terhadap

rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan

mencakup 3 hal yaitu membuka mata, bicara dan motorik. Hasil

pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (skor). Perubahan tingkat

kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan

dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen

karena berkurangnya aliran darah ke otaj, dan tekanan berlebihan

didalam rongga tulang kepala. Adanya deficit tingkat kesadaran

member kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas


reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan

dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas

(kematian). Jadi sangat penting dalam mengukur status neurological

dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu

bagian dari vital sign.

F. PENYEBAB PENURUNAN KESADARAN

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan deficit fungsi otak.

Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan

oksigen (hipoksia): kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok):

penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) : pada

keadaan hipo atau hipernatremia: dehidrasi, asidosis. Alkalosis, pengaruh

obat-obatan, alcohol, keracunan, hipertermia, hipotermia: peningkatan

tekanan intracranial (karenan perdarahan, stroke, tumor otak): infeksi

(encephalitis): epilepsy.

G. MENGUKUR TINGKAT KESADARAN

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil

seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS dipakai untuk menentukan

derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik

diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, maka

dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukkan adanya

penurunan kesadaran.

Metode lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien

diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal),

hnya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadra
sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri

(unresponsive). Ada metode lain yang lebih sederhana dan lebih mudah

dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala

ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), binggung/

kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon

(unresponsiveness).

H. PEMERIKSAAN GCS

GSC yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran

pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai

respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang

perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata, bicara dan

motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan

rentang angka 1-6 tergantung responnya.

Eye (Respon Membuka Mata)


Jenis Pemeriksaan Nilai
Spontan 4
Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata 3
Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri 2

misalnya dengan menekan ibu jari)


Tidak ada respon 1

Verbal (Reposn Verbal)


Orientasi Baik 5
Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya 4
berulang-ulang) disonrientasi tempat dan waktu
Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata 3

masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.

Misalnya “aduh…,bapak…”)
Suara tanpa arti 2
Tidak ada respon 1

Motorik
Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan 5

stimulus saat diberi rangsang nyeri)


Withdraws (menghindar/ menarik extremitas atau 4

tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)


Flexi abnormal (tangan satu atau keduannya posisi 3

kaku diatas dada dan kkai extensi saat diberi rangsang

nyeri
Extensi abnormal (tangan atau keduanya extensi di 2

sisi tubuh, dengan jari mengepal dan kaki extensi saat

diberi rangsang nyeri)


Tidak ada respon 1

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam

symbol EVM. Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang

tertinggi adalah 15 yaitu E4 M5 V6 dan terendah adalah 3 yaitu E1 V1

M1. Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil

SKOR GCS Kategori


14-15 Cedera Kepala Ringan
9-13 Cedera Kepala Sedang
3-8 Cedera Kepala Berat

Composmentis 14-15
Apatis 12-13
Delirium 10-11
Samnolen 7-9
Stupor 4-6
Coma 3

Anda mungkin juga menyukai