PENDAHULUAN
walaupun juga di negara maju. Persalinan preterm secara alami dikaitkan dengan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan 40-60% berkaitan dengan kejadian ketuban
pecah dini, baik yang secara klinis menderita khorioamnionitis atau hanya infeksi
subklinis.1
preterm/prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada
bayi baru lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal. Di negara barat sampai 80%
dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan bayi yang selamat 10%
dapat dikenali jelas. Namun, pada banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui.
Beberapa faktor mempunyai andil dalam terjadinya persalinan preterm seperti faktor
ibu, faktor janin maupun faktor plasenta, ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.2
harapan terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi preterm. Di beberapa
intensive care dan akses yang lebih baik dari pelayanan ini. Di Amerika Serikat
1
bahkan menunjukkan kemajuan yang dramatis berkaitan dengan meningkatkan umur
kehamilan, dengan 50% neonatus selamat pada persalinan usia kehamilan 25 minggu,
dan lebih dari 90% pada usia 28-29 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi
Hanya 1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5%
pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan 2/3 dari
kematian neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi
preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan
moralitas. Penelitian lain menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat berat bayi
lahir sering berkaitan dengan risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32
minggu dengan berat bayi >1500 gram angka keberhasilan sebesar 85% sedangkan
pada umur kehamilan <32 minggu dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilan
hanya 59%. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan preterm tidak hanya
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir
menjadi faktor maternal, faktor fetal, dan faktor lingkungan tempat tinggal bayi,
Faktor Maternal
Termasuk disini ialah faktor genetika, faktor gaya hidup, faktor sosial
ekonomi, riwayat obstetri ibu, serta riwayat penyakit ibu sebelumnya yang
persalinan preterm secara familial, riwayat persalinan ganda, serta dikatakan menurut
3
Hoffman dan Ward (1999), terdapat kemungkinan faktor-faktor genetika yang
antara lain perilaku merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang kurang baik
kejadian dan berat badan lahir rendah dan persalinan preterm. Hal ini diperlihatkan
oleh penelitian yang dilakukan Hickey, dkk. (1995) mengenai hubungan berat badan
dengan persalinan preterm. Holzman, dkk. (1995) menyatakan bahwa alkohol dapat
dikaitkan dengan persalinan preterm disertai dengan peningkatan resiko cedera otak
pada bayi yang prematur. DiFonza dan Lew (1995) melaporkan kebiasaan konsumsi
tembakau bertanggung jawab atas 32000 sampai 61000 berat badan lahir rendah
setiap tahunnya di Amerika Serikat. Faktor ibu yang lain adalah usia ibu yang muda,
kemiskinan, tinggi badan rendah, pekerjaan berat, dan stres psikologik dikatakan
preterm dimana ibu dengan riwayat persalinan preterm sebelumnya memiliki resiko
tiga kali lipat untuk kembali mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu
yang sebelumnya mengalami persalinan aterm.1 Sebanyak 10% dari kehamilan ganda
diikuti dengan persalinan preterm, dan ibu dengan riwayat kehamilan ganda akan
dengan serviks inkompeten juga memiliki resiko untuk terjadinya persalinan preterm,
hal ini juga berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini preterm.2,4
4
Riwayat penyakit ibu yang berhubungan dengan kehamilan seperti hipertensi
dan diabetes dapat meningkatkan insiden persalinan preterm. Hal ini disebabkan oleh
karena sirkulasi antara ibu dan janin tidak sebaik ibu tanpa riwayat penyakit tersebut.
Faktor Fetal
dilakukan persalinan preterm. Janin dengan kesejahteraan yang kurang baik dalam
terhambat yang mungkin dikarenakan pasokan oksigen dan makanan yang kurang
adekuat mendorong untuk dilakukan terminasi kehamilan lebih dini dari waktu
perkiraan.1,2
Beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan sekitar janin adalah faktor
plasenta, uterus, selaput ketuban, dan cairan ketuban. Perdarahan antepartum yang
disebabkan oleh karena solusio plasenta atau plasenta previa dapat menyebabkan
persalinan preterm. Hal ini dikarenakan pelepasan plasenta dari implantasinya serta
perdarahan yang banyak oleh karena plasenta previa dapat menimbulkan keadaan
merangsang persalinan sehingga bila umur kehamilan belum cukup dapat menjadi
persalinan preterm meskipun sebanyak 63% terjadi pada aterm. Bila ibu disertai
5
menjadi lebih besar yaitu 11%. Plasenta previa sering berhubungan dengan persalinan
yang banyak. Hal ini dikarenakan kemungkinan janin hipoksia menjadi besar akibat
pada overdistensi uterus akibat sempitnya kavum uteri dan polihidramnion sehingga
Sempitnya kavum uteri antara lain dapat disebabkan oleh karena mioma uteri dan
uterus bikornu.4
persalinan. Cairan ketuban juga berperan dalam terjadinya persalinan preterm jika
cairan ketuban terlalu banyak sehingga uterus menjadi teregang berlebihan. Cairan
ketuban yang sedikit serta terinfeksi dapat mendorong untuk melakukan terminasi
itu infeksi intrauterin juga menjadi penyebab terbesar terjadinya ketuban pecah dini
sehingga bila terjadi pada saat umur kehamilan belum cukup bulan, maka terjadi
2.3 Patogenesis
6
Persalinan preterm memiliki pencetus yang sama dengan persalinan aterm,
hanya saja umur kehamilannya kurang dari 37 minggu. Ada beberapa faktor yang
dapat memicu persalinan antara lain pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi
uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi. Schwarz dkk. (1976) menyatakan bahwa
disampaikan oleh Bajar, dkk. (1981). Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Cox, dkk. (1989) dimana pemberian endotoksin bakteri (lipopolisakarida) yang
amnion jauh lebih tinggi daripada usia gestasi pada persalinan spontan dibandingkan
wanita yang diinduksi persalinanya. Selain itu interleukin-6 dapat ditemukan juga
pada cairan ketuban yang mengandung bakteri, dan hasil uji yang positif memberikan
sensitivitas sebesar 82%. Sedangkan, hasil pewarnaan Gram yang negatif merupakan
uji yang paling andal untuk menyingkirkan kemungkinan bakteri di cairan amnion
tubuh yang dirangsang oleh pelepasan sel netrofil poli morfonuklear (PMN) dan
7
prostaglandin. Selain respon inflamasi itu sendiri, janin juga berperan dalam
pengaktivasian sitokin melalui produksi faktor pengaktif trombosit di paru dan ginjal
janin. Faktor ini terlibat secara sinergis dalam pengaktivasian sitokin yang juga akan
pelepasan faktor ini menguntungkan janin karena dapat melepaskan diri dari
Perbedaan yang terlihat adalah kadar protease yang meningkat terutama pada
persalinan preterm daripada persalinan aterm. Dimana enzim ini berperan dalam
enzim MMP-9 yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Beberapa flora juga
selaput ketuban. Sitokin dari respon inflamasi juga berperan dalam produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion yang dapat mengganggu sintesis kolagen pada
(CRH) dari plasenta, desidua, dan khorion. CRH berperan sebaga efektor parakrin
maka CRH akan meningkatkan produksi prostanoid dari desidua dan khorioamnion
8
persalinan fisiologis (CRH, oksitosin, progesteron withdrawal) secara bersama yang
bisa terjadi lebih dini akan meningkatkan produksi prostanoid dan protease.1
akibat terjadinya kerusakan jaringan setempat oleh lipid peroksidase dan radikal
bebas ini akan meningkatkan produksi prostanoid protease dan endotelin yang akan
penurunan fungsi dari pembuluh darah uteroplasenta dan kekurangan oksigen pada
pelepasan sitokin atau secara langsung merangsang produksi protease dan prostanoid
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak
yang beresiko, untuk diberikan penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap
pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada
besar dalam meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek
kali.2
9
Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan
Indikator klinik
Indikator laboratorik
leukosit dalam air ketuban (20ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml),
Indikator biokimia
preterm.
10
d) Isoferitin plasenta : Pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
persalinan preterm.
yang baik.
11
2.5 Diagnosis
preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar
2. kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam
waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Perdarahan bercak
preterm.2
2.6 Pengelolaan
menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris ataupun
12
presntasi dan keadaan janin/kelainan kongenital. Bila proses persalinan kurang bulan
masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala upaya
atau berapa persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.
sesar.
Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya pendarahan otak atau sindroma
gawat nafas.
Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan
mencapai 4 cm.
13
o Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama mencegah
kontraksi berulang.
14
Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada usia
kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika ada bukti hasil pemeriksaan
maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas perinatologi)
Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun laboratorik),
o Usia gestasi
- Usia gestasi kurang dari 34 minggu harus dirujuk ke rumah sakit dengan
4. Pemberian tokolitik :
15
a. Nifedipine
Dosis hari pertama 20mg sublingual, bila kontraksi tetap dalam 30 menit
berikan lagi 20mg. Dosis maksimal dalam 2 jam pertama 40mg. Jika
3x1 tablet.
3x1 tablet.
Plasenta previa berasal dari bahasa latin previa yang berarti ”sebelum” atau
”mendahului”, dimana hal ini merujuk pada letak plasenta yang mendahului janin.9
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dimana menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Normalnya
plasenta terletak di bagian atas uterus. Adapun klasifikasi plasenta previa berdasarkan
derajat penutupan OUI antara lain (a) plasenta previa totalis, apabila seluruh OUI
tertutup oleh jaringan plasenta, (b) plasenta previa parsialis, apabila sebagian OUI
tertutup oleh jaringan plasenta, (c) plasenta previa marginalis, apabila pinggir
plasenta berada tepat pada pinggir OUI, dan (d) plasenta previa letak rendah, apabila
plasenta letaknya pada segmen bawah rahim akan tetapi tepi bawah plasenta berada
16
pada jarak lebih kurang 2 cm dari OUI. Plasenta dengan jarak lebih dari 2 cm dari
17
2.9 Faktor Predisposisi
terjadinya plasenta previa, antara lain umur ibu lanjut, multiparitas, riwayat seksio
a) Umur Ibu
Umur ibu yang telah lanjut (≥35 tahun) dapat meningkatkan risiko plasenta
previa. Dimana pada penelitian tahun 2012 didapatkan angka insiden plasenta previa
pada ibu umur diatas 35 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-34 tahun
dan dibawah 19 tahun. Selain itu pada penelitian skala besar didapatkan insiden
plasenta previa pada ibu umur dibawah 35 tahun sebesar 0,5% dibandingkan dengan
b) Multiparitas
jelas antara peningkatan umur ibu dan jumlah kehamilan masih belum ditemukan,
namun dikatakan pada sebuah penelitian bahwa 2,2% insiden plasenta previa pada
ibu dengan paritas 5 atau lebih meningkat secara signifikan dibandingkan ibu dengan
riwayat seksio sesaria cukup mengesankan. Pada sebuah penelitian dikatakan insiden
plasenta previa pada ibu dengan satu riwayat seksio sesaria sebesar 1,3%, namun
menjadi 3,4% pada ibu dengan 6 atau lebih riwayat seksio sesaria. Penelitian lain
mengemukakan pada ibu dengan riwayat seksio sesaria pada kehamilan pertama
18
mengalami peningkatan risiko hingga 1,6 kali lipat untuk terjadinya plasenta previa
pada kehamilan kedua.9 Pada kasus plasenta previa karena faktor predisposisi riwayat
seksio sesaria diakibatkan karena plasenta pada saat implantasi akan lebih memilih
lebih besar pada ibu dengan riwayat satu kali seksio sesaria dibandingkan ibu dengan
riwayat 2 atau 3 seksio sesaria. Dimana pada penelitian tersebut didapatkan 74,5%
kasus plasenta previa memiliki riwayat satu kali seksio sesaria, dan angka
d) Merokok
Risiko relatif terjadinya plasenta previa meningkat sekurangnya dua kali lipat
pada wanita perokok. Hal ini dipicu oleh hipoksemia akibat karbon monoksida
memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya plasenta previa. Selain itu, wanita
dengan plasenta previa yang memiliki kadar MSAFP ≥ 2.0 pada umur kehamilan 16
preterm.9
19
2.10 Patofisiologi
agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian
atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.9
Plasenta previa diawali dengan implantasi embrio pada bagian bawah dari
uterus. Seiring pertumbuhannya maka plasenta akan melekat dan bertumbuh serta
Pada usia kehamilan 20 minggu segmen bawah bawah uterus akan terbentuk
dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan segmen
bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta
tumbuh pada segmen bawah uterus, pada saat pembentukan segmen bawah rahim,
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
20
dinding uterus. Pada daerah laserasi tersebut akan terjadi perdarahan. Perdarahan
pembentukan segmen bawah rahim. Namun lepasnya plasenta dari dinding uterus
tersebut akan bersifat masif karena segmen bawah rahim tidak memiliki kontraksi
yang kuat akibat minimnya otot pada daerah tersebut. Perdarahan dapat berhenti
apabila terjadi pembekuan, namun apabila laserasi mengenai sinus yang besar dari
plasenta akan menyebabkan perdarahan yang lebih masif. Darah yang keluar
perdarahan akan terjadi lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim
mulai terbentuk pada bagian terbawah (OUI). Sebaliknya pada plasenta yang tidak
menutupi seluruh OUI (plasenta previa parsialis, marginalis atau letak rendah),
perdarahan baru akan terjadi pada saat mendekati atau selama persalinan. Perdarahan
Karena letak perdarahan dekat dengan OUI, perdarahan akan lebih mudah
mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta. Hal ini
menyebabkan pada pasien plasenta previa sangat jarang terjadi koagulopati.10 Namun
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis menyebabkannya mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, sehingga
dapat menyebabkan perlekatan yang lebih kuat pada dinding uterus. Hal ini dapat
21
menyebabkan terjadinya plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta dimana pertumbuhan vili trofoblas menembus buli atau rektum dapat terjadi.
letak plasenta yang menutupi OUI pada 10% kasus, namun saat dilakukan
pemeriksaan USG ulang pada umur kehamilan 37 minggu, letak plasenta dapat
berubah sehingga tidak menutupi OUI. Segmen bawah rahim dapat melebar hingga
10 kali lipat dari 0,5 cm pada umur kehamilan 20 minggu menjadi lebih dari 5 cm
pada kehamilan aterm. Fenomena ini disebut migrasi plasenta, dimana terdapat dua
penjelasan mengenai fenomena ini (1) pelebaran segmen bawah rahim yang progresif
dapat menyebabkan tepi bawah plasenta berelokasi menjauhi OUI, (2) trofotropisme
Ciri khas pasien dengan plasenta previa adalah terjadinya perdarahan uterus
tanpa disertai rasa nyeri (painless). Perdarahan biasanya terjadi pada akhir trisemester
kedua atau selanjutnya. Perdarahan pertama biasanya berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri, namun perdarahan dapat berulang tanpa suatu sebab yang jelas
ulang.10
Pada plasenta letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mulai
persalinan. Jumlah perdarahan dapat bervariasi dari sedikit hingga masif mirip seperti
solusio pkasenta. Perdarahan diperberat akibat segmen bawah rahim yang tidak dapat
22
berkontraksi dengan baik. Bisa juga diperberat akibat serviks dan segmen bawah
rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan.10
Akibat letak plasenta pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak
dalam letak memanjang. Selain itu palpasi abdomen tidak akan membuat pasien
2.12 Diagnosis
sampai terbukti bahwa dugaan tersebut salah. Diagnosis plasenta previa dapat
a) Anamnesis
keluhan berupa perdarahan pada jalan lahir dengan umur kehamilan lebih dari 28
minggu yang berlangsung tanpa rasa nyeri, berwarna merah segar. Pada anamnesis
b) Pemeriksaan Fisik
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, suhu rektal. Pemeriksaan general
meliputi kepala, mata, telinga, hidung, tenggorok, leher, dada (jantung, paru,
23
c) Pemeriksaan Obstetri
bertujuan untuk mengetahui perdarahan berasal dari ostium ueri eksternum atau dari
serviks dan vagina seperti erosi porsio, polip serviks, varises vulva dan trauma.
Apabila perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.11
mengetahiu letak janin, apakah normal atau tidak. Pada pasien dengan plasenta
previa, Sering ditemukan bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepala bayi masih terapung diatas pintu atas panggul atau
mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Sering
disertai dengan kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang. Selain
itu dievaluasi juga his. Perlu diketahui apakah ada his atau tidak, kalau terdapat his
adekuat atau tidak. Pada auskultasi, denyut jantung janin harus didengarkan untuk
vaginal toucher dengan meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi
pemeriksaan ini sangat tidak direkomendasikan dan sangat berbahaya karena dapat
menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan ini hanya boleh
dilakukan apabila pasien sudah di dalam kamar operasi dan penanganan secara aktif
Pemeriksaan yang demikian disebut dengan double set up examination. Namun saat
24
ini pemeriksaan double set up examination telah ditinggalkan seiring dengan
aman dan akurat untuk mengetahui lokasi plasenta. Keakuratan USG abdomen dalam
mendiagnosis plasenta previa mencapai 96%. False postif bisa terjadi akibat adanya
kandung kemih. USG transvaginal saat ini menjadi metode yang lebih dipilih karena
dapat menentukan lokasi plasenta letak rendah dengan akurat. Jika dibandingkan,
posterior, kepala plasenta dapat menghalangi visualisasi pada segmen bawah. Selain
itu visuslisasi yang kurang baik juga didapatkan pada pasien dengan obesitas dan
kandung kemih yang terlalu penuh atau terlalu sedikit. Karena alasan ini,
ultrasonografi trans abdominal dapat memberikan hasil false positif hingga 25%.
ultrasonografi TVS menjadi gold standar dalam mendiagnosis plasenta previa. 15,16
25
Gambar 2.3 Gambaran USG transabdominal16
magnetic resonance imaging (MRI). MRI Merupakan metode alternatif yang aman
dan juga sangat akurat untuk mendiagnosis adanya komplikasi plasenta previa salah
2.14 Penatalaksanaan
26
Pasien dengan plasenta previa dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok
yaitu kelompok dengan janin prematur tetapi tidak terdapat indikasi untuk melahirkan
kelompok yang berada dalam proses persalinan, kelompok dengan perdarahan yang
kehamilan.9
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah dan operasi. Perdarahan
yang terjadi pertama kali jarang sekali, atau boleh dikatakan tidak pernah
terdapat cukup waktu untuk mengirim penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi
perdarahan berikutnya yang hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya. Ada
atau tidaknya plasenta previa diperiksa dengan penentuan letak plasenta secara tidak
langsung.16,17
a) Penanganan Pasif
dapat hidup dan berkembang lebih lama di dalam uterus sehingga akan meningkatkan
melakukan tirah baring atau bedrest, diberi hematinik, antibiotika, dan tokolitik bila
terbatas hanya pada 48 jam. 9,10 Bila umur kehamilan kurang dari 34minggu diberikan
27
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru-paru janin. Jika ibu memiliki tipe
Untuk cara penanganan pasif atau konservatif dilakukan dengan cara: (a)
observasi di kamar bersalin Instalasi Rawat Darurat (IRD) selama 24 jam, (b)
hemoglobin lebih dari 10 gr%, (c) berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin
USG di IRD, (e) observasi Hb setiap hari, disertai pemeriksaan tanda vital seperti
tensi, nadi, denyut jantung janin serta perdarahan setiap 6 jam, (f) dilakukan
penanganan aktif apabila terjadi perdarahan berulang (g) penderita dipulangkan bila
tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan mobilisasi (h) pada saat pasien
pulang, diberi nasehat agar istirahat, tidak melakukan koitus/manipulasi vagina, bila
perdarahan lagi segera datang ke rumah sakit, dan periksa ulang antenatal care
(ANC) 1 minggu kemudian. Penanganan pasif ini harus dilakukan secara konsekuen
sehingga menuntut fasilitas rumah sakit dan perhatian dokter yang ekstra. Penderita
menunjukkan tidak adanya plasenta previa atau sampai bersalin. Transfusi darah atau
operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera
b) Penanganan Aktif
28
Penanganan aktif diindikasikan bila umur kehamilan 37 minggu atau lebih
dan taksiran berat janin 2500 gram. Pada penanganan aktif, dilakukan terminasi
terhadap kehamilan. Terdapat dua pilihan cara terminasi kehamilan, yaitu persalinan
Berdasarkan USG pada plasenta yang memiliki jarak antara tepi plasenta
dengan OUI 0 sampai 20 mm (plasenta letak rendah), tidak ada klinis perdarahan,
cara yang terpilih untuk melangsungkan persalinan per vaginam, karena bagian
terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah, dan bagian
plasenta yang berdarah itu dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus,
sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindari.
terdapat dua cara lainnya yang lebih keras menekan plasenta dan mungkin pula lebih
cepat menyelesaikan persalinan, yaitu memasang cunam Willet, dan versi Braxton-
Hicks. Kedua cara ini sudah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir karena
seksio sesarea jauh lebih aman bagi ibu dan janinnya dibandingkan kedua cara itu.
Akan tetapi, kedua cara itu masih mempunyai tempat tertentu dalam dunia kebidanan,
perdarahan banyak, atau apabila seksio sesarea tidak mungkin dilakukan. Semua cara
ibu, akan tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekanan yang terus menerus pada
plasenta akan mengurangi sirkulasi darah antara uterus dan plasenta, sehingga dapat
menyebabkan anoksia sampai kematian janin. Oleh karena itu, cara ini cenderung
29
dilakukan pada janin yang telah mati, atau yang prognosisnya hidup di luar uterus
tidak baik. Cara ini apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara
karena persalinannya dijamin lebih lancar, dengan demikian tekanan pada plasenta
berlangsung tidak terlalu lama.1 Bila his tidak adekuat dapat diberikan oksitosin drip,
seksio sesarea. Persalinan seksio sesaria diindikasikan untuk plasenta previa totalis
baik janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana pembukaannya kurang
dari 4 cm atau serviks belum matang, plasenta previa dengan perdarahan yang banyak
dan berulang serta plasenta previa dengan gawat janin.17 Gawat janin atau kematian
janin tidak boleh menjadi halangan untuk melakukan seksio sesarea, demi
keselamatan ibu. Akan tetapi, kondisi ibu yang kurang baik dapat menunda seksio
seksio sesaria harus segera dilakukan, seperti pada plasenta previa totalis dengan
perdarahan yang banyak. Pada keadaan tersebut dapat dilakukan seksio sesarea
2.15 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janinnya. Komplikasi pada ibu dapat
berupa perdarahan hingga syok karena serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh
30
dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai perdarahan yang
banyak.2,9
janin karena tindakan terminasi yang dilakukan sebelum bayi aterm. Komplikasi lain
yang dilaporkan adalah adanya resiko solusio plasenta, kelainan letak janin,
31
BAB III
LAPORAN KASUS
Umur : 39 tahun
Status : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang ke VK Ponek RSU Bangli pada tanggal 16 Januari 2017 pukul
18.30 WITA. Pasien datang dengan keluhan keluar darah segar dari jalan lahir.
Setelah keluar darah segar beberapa menit kemudian tampak gumpalan darah
berwarna kehitam, kejadian ini merupakan kejadian pertama kali yang dirasakan
32
oleh pasien. Keluhan dirasakan sejak pukul 13.30 WITA yang lalu, pasien tidak
merasakan nyeri hilang timbul, keluar cairan lendir bercampur darah dan tanpa
disertai pengeluaran air. gerak janin baik. BAB normal, BAK normal, Riwayat
mual dan muntah tidak ada. Riwayat coitus terakhir kali 3 minggu yang lalu.
Riwayat Menstruasi
Dengan siklus mentruasinya teratur setiap 30 hari dalam 1 periode berdurasi 3-4
hari, dengan penggantian pembalut dalam sehari sebanyak 2 kali (volume ± 40 cc).
Keluhan pada saat menstruasi tidak ada. Hari pertama haid terakhir pada tanggal
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali dengan suami yang sekarang dengan lama pernikahan
Riwayat Persalinan
2016 dengan hasil plasenta berada di corpus uteri, dengan perkiraan umur
33
kehamilan 22-23 minggu. Pertumbuhan janin dalam keadaan baik. Pasien tidak
asma, penyakit jantung, dan kencing manis serta penyakit sistemik lainnya. Pasien
Status Present
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 16x/menit
34
Suhu tubuh aksila : 36,7°C
Berat Badan : 65 kg
Status General
Thoraks :
Ekstremitas ¿ ¿
: Akral hangat : +¿+ +¿+ ¿¿
¿
Oedem : −¿−−¿−¿ ¿
¿
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
a. Palpasi
ekstremitas).
35
c. TBJ : 26-12 X 155 = 2170 g
d. DJJ : 142x/menit
Pemeriksaan Dalam
b. VT : Tidak dilakukan
3.4 Diagnosis
G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp. APB,
susp. HDK
3.5 Penatalaksanaan
Pdx :
- Cek Urinalisis
- Planning usg
Tx :
Mx :
- Observasi keluhan, tanda vital, HIS, Denyut Jantung Janin, Penurunan Kepala,
KIE :
36
- Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien
miring kiri.
S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan
O : St.Present
Nadi : 80 x/menit
St. General
St. Obstetri
37
Pemeriksaan Dalam
VT : tidak dilakukan VT
Warna Kuning
BD 1.015
PH 5
Leukosit Neg (-)
Nitrit Neg (-)
Protein Neg (-)
Reduksi Neg (-)
Keton Neg (-)
Urubilinogen Neg (-)
Bilirubin Neg (-)
Blood Neg (-)
Eritrosit 1-3
Lekosit 0-1
Epitel Cell 2-3
Kristal -
38
Silinder -
Bakteri Pos (+1)
A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp
APB.
P :
Pdx :
Planning USG.
Tx :
1. Nifedipine 3x10mg
2. Cefadroxil 2x500mg
Mx :
KIE :
Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien
miring kiri.
S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan
O : St.Present
39
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
St. General
Thorax :
St. Obstetri
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, HIS (-), TFU 4 jari dibawah procesus
xypoideus, MCD = 26 cm, Tafsiran Berat Janin = 2170 gram, DJJ (+) 145
x/menit.
Pemeriksaan Dalam
A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp
APB.
P :
Pdx :
40
Planning USG.
Tx :
Nifedipine 3x10mg
Cefadroxil 2x500mg
Mx :
KIE :
Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien
miring kiri.
S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan
O : St.Present
Nadi : 80 x/menit
St. General
41
Thorax :
St. Obstetri
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, HIS (-), TFU 4 jari dibawah procesus
xypoideus, MCD = 26 cm, Tafsiran Berat Janin = 2170 gram, DJJ (+) 136
x/menit.
Pemeriksaan Dalam
A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp
APB.
P :
Pdx :
Planning USG.
Tx :
Nifedipine 3x10mg
Cefadroxil 2x500mg
Mx :
42
KIE :
Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien
miring kiri.
S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan
O : St.Present
Nadi : 88 x/menit
St. General
Thorax :
St. Obstetri
43
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, HIS (-), TFU 4 jari dibawah procesus
xypoideus, MCD = 26 cm, Tafsiran Berat Janin = 2170 gram, DJJ (+) 127
x/menit.
Pemeriksaan Dalam
A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, APB.
P :
Pdx :
Tx :
3. Nifedipine 3x10mg
4. Cefadroxil 2x500mg
Mx :
KIE :
44
Hasil Pemeriksaan USG :
Hasil : presentasi kepala dengan belum masuk PAP, Tunggal/hidup. BPD 81,9mm
dengan perkiraan usia kehamilan 33-34 minggu. AC 27mm dengan perkiraan usia
kehamilan 31-32 minggu. Plasenta di segmen bawah rahim dengan plasenta previa
45
BAB IV
PEMBAHASAN
datang dengan keluhan keluar darah segar diikuti beberapa saat kemudian gumpalan darah
berwarna kehitaman dari kemaluan sejak pukul 13:30 WITA, karena takut dengan keadaan
janinnya, pasien lalu dibawa ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Setelah
itu pasien lalu dirujuk ke Rumah sakit Umum Bangli. Pasien tiba di VK IGD RSU Bangli
sekitar pukul 17:30 WITA. Perdarahan tersebut dikatakan terjadi tiba-tiba tanpa adanya rasa
nyeri. Penderita menyangkal adanya sakit perut dan keluar air dari kemaluan sebelum
mengaku gerakan janinnya masih aktif seperti biasa. Penderita mengatakan baru pertama kali
dengan usia kehamilan aterm, lahir spontan dengan berat badan 2800 gram. Dari
riwayat obstetri penderita tersebut yang sesuai dengan kepustakaan dapat dicurigai penderita
mengalami sebuah APB dari usia kehamilan lebih dari 22 minggu. Namun diagnosis banding
baik, dengan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan status general dalam
batas normal. Kemudian pada pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri
setinggi 4 jari dibawah proc xipoideus, didapatkan adanya his 1 kali dalam 10 menit
dengan frekuensi selama 10 detik. dengan denyut jantung janin didapatkan 142 kali
46
per menit. Pada pemeriksaan inspeksi vagina tidak didapatkan perdarahan aktif
tunggal hidup dengan presentasi bokong belum masuk PAP, denyut jantung janin dan
gerakan janin terlihat. Perkitaan usia kehamilan janin menurut bipariental diameter
BPD 81,9mm dengan perkiraan usia kehamilan 33-34 minggu. Plasenta di segmen
mengarah pada partus prematurus inminen dengan plasenta previa totalis. Sehingga
pasien dan suaminya dapat diberikan penjelasan mengenai keadaan pasien saat ini.
Setelah dilakukan perawatan selama 4 hari dan sudah tidak ada lagi pendarahan,
pasien dapat dipulangkan. Dengan catatan apabila terulang hal seperti ini lagi pasien
dilarang untuk melakukan pekerjaan berat dan untuk sementara waktu pasien dilarang
47
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Telah dilakukan telaah kasus pada pasien wanita berusia 39 tahun dengan keluhan utama
perdarahan pervaginam. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis dengan G2P1001, UK 31-32 mingguT/H, PPI, APB (e.c Placenta Previa
Totalis) dengan perkiraan berat janin 2170 gram. Dilakukan penanganan awal dan
penanganan pasif berupa terapi konservatif dan berhasil. Kemudian pasien diperbolehkan
pulang.
5.2 Saran
Pada pasien ini diberikan edukasi untuk istirahat, tidak melakukan
koitus/manipulasi vagina, apabila terjadi perdarahan berulang disarankan untuk
segera datang ke rumah sakit.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham GE, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC. Preterm lobour.
Williams Obstetrics, ed.21, McGraw Hill, New York; 2001, p.855-880.
5. Parry S, Strauss FJ. Review Article Mechanism of Disease: Premature Rupture of the
Fetal Membranes. The England Journal of Medicine. Diunduh dari:
http://www.nejm.org. Akses: 27 Desember 2008.
6. Sweet RL, Gibbs RS. Infectious Diseases of The Female Genital Tract, ed.4,
Lippincott Williams & Wilkins, Pittsburgh: 2002, p.150-167.
49
12. Nankali A, Keshvarzi F, Shajari A, Daeichin S. Frequency of Placenta Previa and
Maternal Morbidity Associated with Previous Cesarean Delivery. Open Journal of
Obstetrics and Gynecology. 2014; (4): 903-908.
13. Hebbar SS, Rai L, Zainab R, Guruvare S, Adiga P,Mundkur A. Influence of Placental
Position on Obstetric Morbidity in Placenta Previa. Int J Reprod Contracept Obstet
Gynecol. 2014; 3(9): 585-591.
14. Sparie R, Mirkovic L, Ravilic U, Janjic T. Obstetric Complications of Placenta Precia
Percreta. Vonjosanit Pregl. 2014; 71(12): 1163-1166.
15. Hollingworth, T. Differential Diagnosisin Obstetrics and Gynaecology: An A-Z.
2011; 63. Available at http://www.rcog.org.uk – Green-top Guideline.
16. Oppenheimer, L. Diagnosis and Management of Placenta Previa. JOGC. 2007; 186:
261-266
17. Wiknjosastro, H., dkk (eds). Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010
50
KOMITE KOORDINATOR PENDIDIKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
RUMAH SAKIT UMUM BANGLI
DI DEPARTEMEN/SMF OBGYN
AGENDA : Laporan kasus PPI dengan plasenta previa
HARI/TANGGAL : Senin, 30-12-2017
WAKTU : 10.00 Wita
1. Pembukaan : Pasien G2P1001, 31-32 minggu datang ke Vk Ponek dengan keluhan
keluar darah segar dari jalan lahir, blood slime (-), RKA(-), gerakan janin (+) baik.
2. Pembahasan : Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan penunjang,
pasien didiagnosa dengan PPI dengan plasenta totalis dirawat selama 4 hari, dengan
kie disarankan untuk tidak bekerja terlalu berat, tidak berhubungan badan dan
apabila terjadi pendarahan berulang langsung ke rumah sakit.
3. Diskusi :
1. Apakah semua kasus PPI harus dipertahankan ? Apa indikasi PPI harus diakhiri
kehamilannya dan dipertahankan?
Pada prinsipnya kehamilan dengan belum cukup bulan maka kehamilannya tersebut
akan dipertahankan sebisa mungkin mengingat janin yang didalam kandungan
belum viabel terhadap dunia luar. Untuk kasus PPI yang tidak dapat dipertahankan
diindikasikan atas dasar terjadinya solusio plasenta, tanda-tanda insufisiensi plasenta
seperti fetal distress, KJDR, infeksi intrauterinem preeclampsia, maupun lethal fetal
malformation.
2. Apakah semua plasenta previa persalinannya harus seksio sesaria?
Pada kasus-kasus kehamilan dengan plasenta previa, langkah persalinannya
tergantung dari letak plasenta yang menutupi dari OUI, apabila plasenta dengan
menutupi seluruih jalan lahir atau OUI maka tindakan persalinannya akan dilakukan
melalui seksio sesaria. Apabila plasenta previa parsial maupun marginal maka
dilakukan persalinan pervaginam dipantau lagi kondisi ibu maupun kondisi janinnya
sendiri.
3. Bagaimanakah pencegahan dari PPI?
51
Pencegahan PPI dapat dimulai dengan sejak awal sebelum tanda-tanda persalinan
muncul. Dimulai dari pengenalan pasien yang beresiko, untuk diberikan penjelasan
dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan preterm serta diberikan
pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera
dilakukan. Sebenernya pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan
antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dalam
meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (<1cm)
disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensi
serviks, mempunyai risiko terjadinhya persalinan preterm 3-4 kali.
4. Kesimpulan : Setiap pasien datang dengan keluhan keluar darah segar harus dengan
kehamilan tua harus kita waspadai plasenta previa,solusio plasenta,vasa previa.
Penegakan diagnosis plasenta previa pada saat umur kehamilan di atas 28 minggu.
Untuk mengevaluasi pendarahan pasien kita hanya dapat menggunakan inspekulo.
Plasenta previa merupakan kontraindikasi untuk dilakukan tindakan VT karena
ditakutkan bisa mencederai plasenta.
5. Rencana tindak lanjut :
52
53