Anda di halaman 1dari 53

BAB 1

PENDAHULUAN

Persalinan preterm merupakan masalah yang penting dalam praktek obstetrik

sehari-hari. Insidennya masih tinggi terutama di negara-negara berkembang,

walaupun juga di negara maju. Persalinan preterm secara alami dikaitkan dengan

keluaran perinatal yang buruk. Persalinan preterm dapat menyebabkan 75%

morbiditas dan mortalitas perinatal dan 40-60% berkaitan dengan kejadian ketuban

pecah dini, baik yang secara klinis menderita khorioamnionitis atau hanya infeksi

subklinis.1

Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi

preterm/prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada

bayi baru lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal. Di negara barat sampai 80%

dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan bayi yang selamat 10%

mengalami permasalahan dalam jangka panjang. Penyebab persalinan preterm sering

dapat dikenali jelas. Namun, pada banyak kasus penyebab pasti tidak dapat diketahui.

Beberapa faktor mempunyai andil dalam terjadinya persalinan preterm seperti faktor

ibu, faktor janin maupun faktor plasenta, ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.2

Pendekatan obstetrik yang baik terhadap persalinan preterm akan memberikan

harapan terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi preterm. Di beberapa

negara maju, angka kematian neonatal pada persalinan prematur menunujukkan

penurunan, yang umumnya disebabkan oleh meningkatnya peranan neonatal

intensive care dan akses yang lebih baik dari pelayanan ini. Di Amerika Serikat

1
bahkan menunjukkan kemajuan yang dramatis berkaitan dengan meningkatkan umur

kehamilan, dengan 50% neonatus selamat pada persalinan usia kehamilan 25 minggu,

dan lebih dari 90% pada usia 28-29 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi

dapat berperan banyak dalam keberhasilan persalinan bayi preterm.2

Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6-10%.

Hanya 1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5%

pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan 2/3 dari

kematian neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi

preterm, yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan

moralitas. Penelitian lain menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat berat bayi

lahir sering berkaitan dengan risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32

minggu dengan berat bayi >1500 gram angka keberhasilan sebesar 85% sedangkan

pada umur kehamilan <32 minggu dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilan

hanya 59%. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan preterm tidak hanya

tergantung umur kehamilan tetapi berat bayi lahir.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan

20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT). Badan

Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir

pada usia kehamilan 37minggu atau kurang. Himpunan Kedokteran Fetometernal

POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah

persalinan persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.2

2.2 Etiologi dan faktor predisposisi

Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.

Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai

pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur.2

Secara garis besar, penyebab terjadinya persalinan preterm dapat dibagi

menjadi faktor maternal, faktor fetal, dan faktor lingkungan tempat tinggal bayi,

seperti uterus dan plasenta.

Faktor Maternal

Termasuk disini ialah faktor genetika, faktor gaya hidup, faktor sosial

ekonomi, riwayat obstetri ibu, serta riwayat penyakit ibu sebelumnya yang

berhubungan dengan kehamilan. Faktor genetika antara lain terdapat riwayat

persalinan preterm secara familial, riwayat persalinan ganda, serta dikatakan menurut

3
Hoffman dan Ward (1999), terdapat kemungkinan faktor-faktor genetika yang

dicurigai seperti ras dapat menimbulkan persalinan preterm.3,4

Faktor gaya hidup yang dapat mempengaruhi kejadian persalinan preterm

antara lain perilaku merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang kurang baik

selama kehamilan, narkoba, alkohol dilaporkan memiliki peranan penting pada

kejadian dan berat badan lahir rendah dan persalinan preterm. Hal ini diperlihatkan

oleh penelitian yang dilakukan Hickey, dkk. (1995) mengenai hubungan berat badan

dengan persalinan preterm. Holzman, dkk. (1995) menyatakan bahwa alkohol dapat

dikaitkan dengan persalinan preterm disertai dengan peningkatan resiko cedera otak

pada bayi yang prematur. DiFonza dan Lew (1995) melaporkan kebiasaan konsumsi

tembakau bertanggung jawab atas 32000 sampai 61000 berat badan lahir rendah

setiap tahunnya di Amerika Serikat. Faktor ibu yang lain adalah usia ibu yang muda,

kemiskinan, tinggi badan rendah, pekerjaan berat, dan stres psikologik dikatakan

dapat menjadi penyebab persalinan preterm.1,2,3,4

Riwayat obstetri ibu juga dapat menjadi petunjuk penyebab persalinan

preterm dimana ibu dengan riwayat persalinan preterm sebelumnya memiliki resiko

tiga kali lipat untuk kembali mengalami persalinan preterm dibandingkan dengan ibu

yang sebelumnya mengalami persalinan aterm.1 Sebanyak 10% dari kehamilan ganda

diikuti dengan persalinan preterm, dan ibu dengan riwayat kehamilan ganda akan

memungkinkan untuk mengalami kembali kehamilan ganda di kemudian hari. Ibu

dengan serviks inkompeten juga memiliki resiko untuk terjadinya persalinan preterm,

hal ini juga berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini preterm.2,4

4
Riwayat penyakit ibu yang berhubungan dengan kehamilan seperti hipertensi

dan diabetes dapat meningkatkan insiden persalinan preterm. Hal ini disebabkan oleh

karena sirkulasi antara ibu dan janin tidak sebaik ibu tanpa riwayat penyakit tersebut.

Sehingga cenderung dilakukan terminasi lebih awal dikarenakan faktor janin.2

Faktor Fetal

Kesejahteraan janin menjadi faktor yang diperhatikan bila ada kemungkinan

dilakukan persalinan preterm. Janin dengan kesejahteraan yang kurang baik dalam

perjalanan persalinannya sehingga menjadi gawat janin, perkembangan janin yang

terhambat yang mungkin dikarenakan pasokan oksigen dan makanan yang kurang

adekuat mendorong untuk dilakukan terminasi kehamilan lebih dini dari waktu

perkiraan.1,2

Faktor Lingkungan Janin

Beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan sekitar janin adalah faktor

plasenta, uterus, selaput ketuban, dan cairan ketuban. Perdarahan antepartum yang

disebabkan oleh karena solusio plasenta atau plasenta previa dapat menyebabkan

persalinan preterm. Hal ini dikarenakan pelepasan plasenta dari implantasinya serta

perdarahan yang banyak oleh karena plasenta previa dapat menimbulkan keadaan

hipoksia janin karena ketidakadekuatan sirkulasi uteroplasenta. Solusio plasenta dapat

merangsang persalinan sehingga bila umur kehamilan belum cukup dapat menjadi

persalinan preterm meskipun sebanyak 63% terjadi pada aterm. Bila ibu disertai

riwayat solusio plasenta maka kemungkinan kembali terjadinya solusio plasenta

5
menjadi lebih besar yaitu 11%. Plasenta previa sering berhubungan dengan persalinan

preterm disebabkan oleh karena keharusan melakukan tindakan akibat perdarahan

yang banyak. Hal ini dikarenakan kemungkinan janin hipoksia menjadi besar akibat

perdarahan banyak tersebut sehingga bila terdapat tanda-tanda kesejahteraan janin

perlu dilakukan tindakan terminasi kehamilan lebih cepat.7

Kelainan pada uterus juga dapat menyebabkan persalinan preterm seperti

pada overdistensi uterus akibat sempitnya kavum uteri dan polihidramnion sehingga

merangsang kontraksi akibat produksi prostaglandin yang merangsang persalinan.

Sempitnya kavum uteri antara lain dapat disebabkan oleh karena mioma uteri dan

uterus bikornu.4

Persalinan preterm oleh karena selaput ketuban disebabkan oleh karena

ketidakseimbangan sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler selaput ketuban

menyebabkan selaput ketuban dapat menjadi mudah pecah sehingga merangsang

persalinan. Cairan ketuban juga berperan dalam terjadinya persalinan preterm jika

cairan ketuban terlalu banyak sehingga uterus menjadi teregang berlebihan. Cairan

ketuban yang sedikit serta terinfeksi dapat mendorong untuk melakukan terminasi

kehamilan lebih awal dengan pertimbangan perburukan kesejahteraan janin. Selain

itu infeksi intrauterin juga menjadi penyebab terbesar terjadinya ketuban pecah dini

sehingga bila terjadi pada saat umur kehamilan belum cukup bulan, maka terjadi

ancaman persalinan preterm.4

2.3 Patogenesis

6
Persalinan preterm memiliki pencetus yang sama dengan persalinan aterm,

hanya saja umur kehamilannya kurang dari 37 minggu. Ada beberapa faktor yang

dapat memicu persalinan antara lain pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi

uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi. Schwarz dkk. (1976) menyatakan bahwa

persalinan aterm diawali aktivasi fosofolipase A 2 yang memecah asam arakidonat

menjadi prostaglandin yang memicu persalinan. Mikroorganisme menghasilkan

fosfolipase A2 sehingga secara potensial dapat mencetuskan persalinan, hal ini

disampaikan oleh Bajar, dkk. (1981). Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Cox, dkk. (1989) dimana pemberian endotoksin bakteri (lipopolisakarida) yang

dimasukkan ke dalam cairan amnion merangsang sel desidua untuk memproduksi

sitokin dan prostaglandin yang memicu persalinan. Konsentrasi interleukin-6 cairan

amnion jauh lebih tinggi daripada usia gestasi pada persalinan spontan dibandingkan

wanita yang diinduksi persalinanya. Selain itu interleukin-6 dapat ditemukan juga

pada cairan ketuban yang mengandung bakteri, dan hasil uji yang positif memberikan

sensitivitas sebesar 82%. Sedangkan, hasil pewarnaan Gram yang negatif merupakan

uji yang paling andal untuk menyingkirkan kemungkinan bakteri di cairan amnion

dengan spesifitas 99%.5,6

Infeksi juga dapat memicu persalinan dikarenakan respon inflamasi oleh

tubuh yang dirangsang oleh pelepasan sel netrofil poli morfonuklear (PMN) dan

makrofag ke tempat infeksi, dan kemudian akan merangsang produksi sitokin,

metaloproteinase (MMP), dan prostaglandin. Sitokin juga terlibat dalam induksi

enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi

7
prostaglandin. Selain respon inflamasi itu sendiri, janin juga berperan dalam

pengaktivasian sitokin melalui produksi faktor pengaktif trombosit di paru dan ginjal

janin. Faktor ini terlibat secara sinergis dalam pengaktivasian sitokin yang juga akan

menginisiasi persalinan yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Jadi, sebenarnya

pelepasan faktor ini menguntungkan janin karena dapat melepaskan diri dari

lingkungannya yang terinfeksi, tetapi janin dapat terlahir secara prematur.3

Perbedaan yang terlihat adalah kadar protease yang meningkat terutama pada

persalinan preterm daripada persalinan aterm. Dimana enzim ini berperan dalam

degradasi matriks ekstraseluler pada selaput ketuban dengan menghasilkan suatu

enzim MMP-9 yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Beberapa flora juga

dapat menghasilkan protease seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan

Trikomonas vaginalis yang akan menyebabkan degradasi membran dan melemahkan

selaput ketuban. Sitokin dari respon inflamasi juga berperan dalam produksi

prostaglandin E2 oleh sel korion yang dapat mengganggu sintesis kolagen pada

selaput ketuban dan meningkatkan aktifitas enzim metaloproteinase. Dan selanjutnya

akan memicu pecah ketuban yang akan diikuti dengan persalinan.1,2

Bermacam-macam stres hormonal yang dihasilkan oleh adrenal maupun

hipotalamus yang akan meningkatkan pelepasan Choriotropic Releasing Hormone

(CRH) dari plasenta, desidua, dan khorion. CRH berperan sebaga efektor parakrin

maka CRH akan meningkatkan produksi prostanoid dari desidua dan khorioamnion

untuk merangsang kontraksi uterus. Peningkatan pelepasan dari pencetus awal

8
persalinan fisiologis (CRH, oksitosin, progesteron withdrawal) secara bersama yang

bisa terjadi lebih dini akan meningkatkan produksi prostanoid dan protease.1

Berkurangnya aliran darah ke uterus yang terjadi sekunder akibat dari

kelainan pembuluh darah desidua, menyebabkan iskemia dari uteroplasenta dengan

akibat terjadinya kerusakan jaringan setempat oleh lipid peroksidase dan radikal

bebas ini akan meningkatkan produksi prostanoid protease dan endotelin yang akan

meningkatkan pelepasan CRH. Perdarahan pada desidua akan menyebabkan

penurunan fungsi dari pembuluh darah uteroplasenta dan kekurangan oksigen pada

janin yang akan melepaskan CRH, meningkatkan pelepasan makrofag dengan

pelepasan sitokin atau secara langsung merangsang produksi protease dan prostanoid

desidua melalui pembentukan trombin.3,5

2.4 Penapisan untuk persalianan preterm

Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak

awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan pasien

yang beresiko, untuk diberikan penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap

persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan

pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada

kunjungan antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup

besar dalam meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek

(<1cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks

matang/inkompetensi serviks, mempunyai risiko terjadinya persalianan preterm 3-4

kali.2

9
Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan

preterm, sebagai berikut :

 Indikator klinik

Indikator klinik dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan

serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini

juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.

 Indikator laboratorik

Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah

leukosit dalam air ketuban (20ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml),

dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000ml).

 Indikator biokimia

a) Fibronektin janin : peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,

serviks dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada

hubungan antara korion dan desidua. Ada kehamilan 24 minggu atau

lebih, kadar fibronektin janin 50ng/ml atau lebih mengindikasikan

risiko persalinan preterm.

b) Corticotropin releasing hormon (CRH) : peningkatan CRH dini atau

pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan

preterm.

c) Sitokin inflamasi : seperti IL-1β, IL-6,IL-8, dan TNF-α telah diteliti

sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostagladin.

10
d) Isoferitin plasenta : Pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin

plasenta sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat serta bermakna selama

kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53

U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya

persalinan preterm.

e) Feritin : Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif

untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan

dengan berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi.

Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar

feritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm.2

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm

antara lain sebagai berikut.2

 Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)

 Hindari jarak kehamilan terlali dekat

 Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal

yang baik.

 Anjurkan tidak merokok maupun mengkomsumsi obat terlarang (narkotik)

 Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat

 Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm

 Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing

 Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm.

11
2.5 Diagnosis

Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan

preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar

merupakan ancaman proses persalinan, beberapa kriteria dapat dipakai sebagai

diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu :

1. Usia kehamilan antara 22 dan 37 minggu.

2. kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam

waktu 10 menit,

3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa

tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),

4. Perdarahan bercak

5. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,

6. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah terjadi pembukaan

sedikitnya 2 cm, dan penipisan serviks 50-80%.

7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika

8. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan

preterm.2

2.6 Pengelolaan

Menjadi pemikiran pertama pada pengelolaan persalinan preterm adalah

apakah ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya dan

menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris ataupun

ultrasonografi meliputi pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion,

12
presntasi dan keadaan janin/kelainan kongenital. Bila proses persalinan kurang bulan

masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala upaya

pencegahan, maka perlu dipertimbangkan.2

 Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter

spesialis kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm

atau berapa persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.

 Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, apakah pervaginam atau bedah

sesar.

 Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya pendarahan otak atau sindroma

gawat nafas.

 Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi perawatan

bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat

 Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan

rencana perawatan intensif neonatus.

Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor :

o Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana

selaput ketuban sudah pecah.

o Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah apabila pembukaan

mencapai 4 cm.

13
o Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan

makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung apabila

TBJ >2000gram atau kehamilan >34 minggu.

o Penyebab/komplikasi persalinan preterm

o Kemampuan neonatal intensive care facilities.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama mencegah

morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah :

o Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis

o Pematangan sufaktan paru janin dengan kortikosteroid

o Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah :

a) Kalsium antagonis : nifedipin 10mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilakukan tiap

8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan kembalijika timbul

kontraksi berulang.

b) Obat β-mimetik : seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol, dapat

digunakan, tetapi nifedipine mempunyai efek samping lebih kecil.

c) Sulfas magnesikus dan antiprostagladin (indometasin) : jarang dipakai karena

efek samping pada ibu ataupun janin.

d) Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu

membatasi aktivitas atau tirah baring.

14
Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada usia

kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika ada bukti hasil pemeriksaan

maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas perinatologi)

sangat menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri.

Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun laboratorik),

maka pengakhiran persalinan dipercepat/diinduksi, tanpa melihat kehamilan.

Persiapan persalinan preterm perlu dipertimbangkan berdasar:

o Usia gestasi

- usia gestasi 34 minggu atau lebih dapat melahirkan ditingkat

dasar/primer, mengingat prognosis relatif baik.

- Usia gestasi kurang dari 34 minggu harus dirujuk ke rumah sakit dengan

fasilitas perawatan neonatus yang memadai.

o Keadaan selaput ketuban

- Bila didapat KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu,

maka ibu dan keluarga dipersilahkan untuk memilih cara pengelolaan

setelah diberi konseling dengan baik.

2.7 Pengelolaan pasien persalinan preterm berdasarkan protap RSUP Bangli :

1. Tirah baring ke satu posisi

2. Monitor kontraksi uterus dengan denyut jantung janin

3. Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan preterm

4. Pemberian tokolitik :

15
a. Nifedipine

Dosis hari pertama 20mg sublingual, bila kontraksi tetap dalam 30 menit

berikan lagi 20mg. Dosis maksimal dalam 2 jam pertama 40mg. Jika

kontraksi masih ada diberikan kembali 20mg setiap 3 jam. Dosis

maksimal pemberian adalah 160mg atau 16 tablet dalam 24 jam

Dosis pemeliharaan, hari ke 2. Nifedipine salut lambat adalah 30mg atau

3x1 tablet.

Dosis pemeliharaan, hari ke 2. Nifedipine salut lambat adalah 30mg atau

3x1 tablet.

5. Dexametasone 12,5mg (2,5 ampul) 1x suntik diulang setiap 24 jam diberikan

2x saja setiap 12 jam.

2.8 Plasenta Previa

Plasenta previa berasal dari bahasa latin previa yang berarti ”sebelum” atau

”mendahului”, dimana hal ini merujuk pada letak plasenta yang mendahului janin.9

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim

dimana menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Normalnya

plasenta terletak di bagian atas uterus. Adapun klasifikasi plasenta previa berdasarkan

derajat penutupan OUI antara lain (a) plasenta previa totalis, apabila seluruh OUI

tertutup oleh jaringan plasenta, (b) plasenta previa parsialis, apabila sebagian OUI

tertutup oleh jaringan plasenta, (c) plasenta previa marginalis, apabila pinggir

plasenta berada tepat pada pinggir OUI, dan (d) plasenta previa letak rendah, apabila

plasenta letaknya pada segmen bawah rahim akan tetapi tepi bawah plasenta berada

16
pada jarak lebih kurang 2 cm dari OUI. Plasenta dengan jarak lebih dari 2 cm dari

OUI dianggap plasenta letak normal (gambar 1).2

Gambar 2.1 Klasifikasi Plasenta Previa2

17
2.9 Faktor Predisposisi

Terdapat beberapa faktor predisposisi yang diketahui meningkatkan risiko

terjadinya plasenta previa, antara lain umur ibu lanjut, multiparitas, riwayat seksio

sesaria, merokok, peningkatan kadar maternal serum alpha fetoprotein (MSAFP).9

a) Umur Ibu

Umur ibu yang telah lanjut (≥35 tahun) dapat meningkatkan risiko plasenta

previa. Dimana pada penelitian tahun 2012 didapatkan angka insiden plasenta previa

pada ibu umur diatas 35 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-34 tahun

dan dibawah 19 tahun. Selain itu pada penelitian skala besar didapatkan insiden

plasenta previa pada ibu umur dibawah 35 tahun sebesar 0,5% dibandingkan dengan

ibu umur lebih dari 35 tahun sebesar 1,1%.9

b) Multiparitas

Risiko plasenta previa meningkat dengan jumlah kehamilan ibu. Hubungan

jelas antara peningkatan umur ibu dan jumlah kehamilan masih belum ditemukan,

namun dikatakan pada sebuah penelitian bahwa 2,2% insiden plasenta previa pada

ibu dengan paritas 5 atau lebih meningkat secara signifikan dibandingkan ibu dengan

paritas yang lebih rendah.9

c)Riwayat Seksio Sesaria

Risiko kumulatif plasenta previa yang dihubungkan dengan meningkatnya

riwayat seksio sesaria cukup mengesankan. Pada sebuah penelitian dikatakan insiden

plasenta previa pada ibu dengan satu riwayat seksio sesaria sebesar 1,3%, namun

menjadi 3,4% pada ibu dengan 6 atau lebih riwayat seksio sesaria. Penelitian lain

mengemukakan pada ibu dengan riwayat seksio sesaria pada kehamilan pertama

18
mengalami peningkatan risiko hingga 1,6 kali lipat untuk terjadinya plasenta previa

pada kehamilan kedua.9 Pada kasus plasenta previa karena faktor predisposisi riwayat

seksio sesaria diakibatkan karena plasenta pada saat implantasi akan lebih memilih

untuk berimplasntasi ditempat yang kaya akan vaskularisasi.

Namun sebuah penelitian di Iran menyatakan bahwa insiden plasenta previa

lebih besar pada ibu dengan riwayat satu kali seksio sesaria dibandingkan ibu dengan

riwayat 2 atau 3 seksio sesaria. Dimana pada penelitian tersebut didapatkan 74,5%

kasus plasenta previa memiliki riwayat satu kali seksio sesaria, dan angka

dilakukannya histerektomi pada pasien-pasien tersebut sebesar 47,6%.12

d) Merokok

Risiko relatif terjadinya plasenta previa meningkat sekurangnya dua kali lipat

pada wanita perokok. Hal ini dipicu oleh hipoksemia akibat karbon monoksida

menyebabkan kompensasi plasenta berupa hipertrofi sehingga memperbesar ukuran

plasenta. Merokok juga berhubungan dengan vaskulopati desidua yang berimplikasi

pada terbentuknya plasenta previa.9

e) Peningkatan Kadar MSAFP Prenatal

Wanita dengan peningkatan MSAFP yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

memiliki peningkatan risiko untuk terjadinya plasenta previa. Selain itu, wanita

dengan plasenta previa yang memiliki kadar MSAFP ≥ 2.0 pada umur kehamilan 16

minggu berpotensi untuk terjadinya perdarahan pasca persalinan dan kelahiran

preterm.9

19
2.10 Patofisiologi

Pada umumnya, palsenta terletak di depan atau di belakang dinding uterus,

agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian

atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.9

Plasenta previa diawali dengan implantasi embrio pada bagian bawah dari

uterus. Seiring pertumbuhannya maka plasenta akan melekat dan bertumbuh serta

berkembang hingga menutupi ostium uteri internum.9

Gambar 2.2 Letak plasenta normal dan plasenta previa9

Pada usia kehamilan 20 minggu segmen bawah bawah uterus akan terbentuk

dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan segmen

bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta

tumbuh pada segmen bawah uterus, pada saat pembentukan segmen bawah rahim,

pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh

plasenta yang melekat sehingga menyebabkan terlepasnya sebagian plasenta dari

20
dinding uterus. Pada daerah laserasi tersebut akan terjadi perdarahan. Perdarahan

tersebut dikatakan pasti akan terjadi (unavoidable bleeding) akibat fenomena

pembentukan segmen bawah rahim. Namun lepasnya plasenta dari dinding uterus

dapat juga diprovokasi oleh trauma termasuk pemeriksaan dalam vagina,

berhubungan seks, versi eksternal ataupun ruptur membran. 8 Perdarahan di daerah

tersebut akan bersifat masif karena segmen bawah rahim tidak memiliki kontraksi

yang kuat akibat minimnya otot pada daerah tersebut. Perdarahan dapat berhenti

apabila terjadi pembekuan, namun apabila laserasi mengenai sinus yang besar dari

plasenta akan menyebabkan perdarahan yang lebih masif. Darah yang keluar

berwarna merah segar tanpa rasa nyeri.10

Pada plasenta yang menutupi seluruh OUI (plasenta previa totalis),

perdarahan akan terjadi lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim

mulai terbentuk pada bagian terbawah (OUI). Sebaliknya pada plasenta yang tidak

menutupi seluruh OUI (plasenta previa parsialis, marginalis atau letak rendah),

perdarahan baru akan terjadi pada saat mendekati atau selama persalinan. Perdarahan

pertama biasanya sedikit, namun perdarahan selanjutnya cenderung lebih banyak.10

Karena letak perdarahan dekat dengan OUI, perdarahan akan lebih mudah

mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta. Hal ini

menyebabkan pada pasien plasenta previa sangat jarang terjadi koagulopati.10 Namun

lokasi plasenta previa tidak mempengaruhi perdarahan yang terjadi.13

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang

tipis menyebabkannya mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, sehingga

dapat menyebabkan perlekatan yang lebih kuat pada dinding uterus. Hal ini dapat

21
menyebabkan terjadinya plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta

perkreta dimana pertumbuhan vili trofoblas menembus buli atau rektum dapat terjadi.

Meningkatnya insiden seksio sesaria mengakibatkan insiden terjadinya abnormalitas

invasi plasenta juga meningkat.10,14

Pemeriksaan USG pada umur kehamilan 17 minggu dapat menunjukkan

letak plasenta yang menutupi OUI pada 10% kasus, namun saat dilakukan

pemeriksaan USG ulang pada umur kehamilan 37 minggu, letak plasenta dapat

berubah sehingga tidak menutupi OUI. Segmen bawah rahim dapat melebar hingga

10 kali lipat dari 0,5 cm pada umur kehamilan 20 minggu menjadi lebih dari 5 cm

pada kehamilan aterm. Fenomena ini disebut migrasi plasenta, dimana terdapat dua

penjelasan mengenai fenomena ini (1) pelebaran segmen bawah rahim yang progresif

dapat menyebabkan tepi bawah plasenta berelokasi menjauhi OUI, (2) trofotropisme

(pertumbuhan jaringan trofoblastik ke arah fundus) akan meresolusi plasenta previa.8

2.11 Gambaran Klinis

Ciri khas pasien dengan plasenta previa adalah terjadinya perdarahan uterus

tanpa disertai rasa nyeri (painless). Perdarahan biasanya terjadi pada akhir trisemester

kedua atau selanjutnya. Perdarahan pertama biasanya berlangsung tidak banyak dan

berhenti sendiri, namun perdarahan dapat berulang tanpa suatu sebab yang jelas

(causeless). Jumlah perdarahan akan bertambah banyak setiap terjadi perdarahan

ulang.10

Pada plasenta letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mulai

persalinan. Jumlah perdarahan dapat bervariasi dari sedikit hingga masif mirip seperti

solusio pkasenta. Perdarahan diperberat akibat segmen bawah rahim yang tidak dapat

22
berkontraksi dengan baik. Bisa juga diperberat akibat serviks dan segmen bawah

rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan.10

Akibat letak plasenta pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering

ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak

dalam letak memanjang. Selain itu palpasi abdomen tidak akan membuat pasien

merasa nyeri dan perut didapatkan tidak dalam kondisi tegang.10

2.12 Diagnosis

Plasenta previa harus selalu dicurigai pada wanita dengan perdarahan

antepartum. Kemungkinan adanya plasenta previa harus tetap dipertimbangkan

sampai terbukti bahwa dugaan tersebut salah. Diagnosis plasenta previa dapat

ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.8

a) Anamnesis

Anamnesis pada pasien dengan plasenta previa seringkali didapatkan

keluhan berupa perdarahan pada jalan lahir dengan umur kehamilan lebih dari 28

minggu yang berlangsung tanpa rasa nyeri, berwarna merah segar. Pada anamnesis

ditanyakan juga berbagai faktor resiko seperti usia, multiparitas, riwayat SC

sebelumnya, dan merokok.8,9

b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan keadaan umum pasien, kesadaran,

tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, suhu rektal. Pemeriksaan general

meliputi kepala, mata, telinga, hidung, tenggorok, leher, dada (jantung, paru,

abdomen), tungkai bawah.8,9,10

23
c) Pemeriksaan Obstetri

Pemeriksaan obstetri dimulai dengan dilakukannya inspeksi, dimana

pemerikasaan ini dilakukan dengan menggunakan inspekulo. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mengetahui perdarahan berasal dari ostium ueri eksternum atau dari

serviks dan vagina seperti erosi porsio, polip serviks, varises vulva dan trauma.

Apabila perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa harus

dicurigai.11

Dari palpasi, dilakukan pemeiksaan Leopold. Dengan demikian dapat

mengetahiu letak janin, apakah normal atau tidak. Pada pasien dengan plasenta

previa, Sering ditemukan bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis. Apabila

presentasi kepala, biasanya kepala bayi masih terapung diatas pintu atas panggul atau

mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Sering

disertai dengan kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang. Selain

itu dievaluasi juga his. Perlu diketahui apakah ada his atau tidak, kalau terdapat his

adekuat atau tidak. Pada auskultasi, denyut jantung janin harus didengarkan untuk

mengetahui keadaan janin didalam rahim.14,15

Secara langsung adanya plasenta previa dapat diketahui melalui pemeriksaan

vaginal toucher dengan meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi

pemeriksaan ini sangat tidak direkomendasikan dan sangat berbahaya karena dapat

menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan ini hanya boleh

dilakukan apabila pasien sudah di dalam kamar operasi dan penanganan secara aktif

telah dipersiapkan. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap operasi.

Pemeriksaan yang demikian disebut dengan double set up examination. Namun saat

24
ini pemeriksaan double set up examination telah ditinggalkan seiring dengan

tersedianya alat ultrasonografi. 15,16

2.13 Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi (USG). USG Abdomen merupakan metode paling simpel,

aman dan akurat untuk mengetahui lokasi plasenta. Keakuratan USG abdomen dalam

mendiagnosis plasenta previa mencapai 96%. False postif bisa terjadi akibat adanya

distensi kandung kemih, sehingga pemeriksaan dapat diulang setelah mengosongkan

kandung kemih. USG transvaginal saat ini menjadi metode yang lebih dipilih karena

dapat menentukan lokasi plasenta letak rendah dengan akurat. Jika dibandingkan,

USG transabdominal kurang baik dalam memvisualisasikan plasenta bagian

posterior, kepala plasenta dapat menghalangi visualisasi pada segmen bawah. Selain

itu visuslisasi yang kurang baik juga didapatkan pada pasien dengan obesitas dan

kandung kemih yang terlalu penuh atau terlalu sedikit. Karena alasan ini,

ultrasonografi trans abdominal dapat memberikan hasil false positif hingga 25%.

Sementara itu, akurasi ultrasonografi transvaginal atau transvaginal sonography

(TVS) memiliki sensitivitas mencapai 87,5% dan spesifisitas 98,8%, positive

predictive value 93,3%, negative predictive value 97,6%. Dengan demikian,

ultrasonografi TVS menjadi gold standar dalam mendiagnosis plasenta previa. 15,16

25
Gambar 2.3 Gambaran USG transabdominal16

Gambar 2.4 Transvaginal Sonography (TAS)16

Selain USG, pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan adalah

magnetic resonance imaging (MRI). MRI Merupakan metode alternatif yang aman

dan juga sangat akurat untuk mendiagnosis adanya komplikasi plasenta previa salah

satunya adalah plasenta akreta.15,16

2.14 Penatalaksanaan

26
Pasien dengan plasenta previa dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok

yaitu kelompok dengan janin prematur tetapi tidak terdapat indikasi untuk melahirkan

janin tersebut.kelompok dengan janin dalam waktu 3 minggu menjelang aterm,

kelompok yang berada dalam proses persalinan, kelompok dengan perdarahan yang

begitu hebat sehingga persalinan harus dilakukan tanpa memperhatikan usia

kehamilan.9

Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit

yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah dan operasi. Perdarahan

yang terjadi pertama kali jarang sekali, atau boleh dikatakan tidak pernah

menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya masih

terdapat cukup waktu untuk mengirim penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi

perdarahan berikutnya yang hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya. Ada

atau tidaknya plasenta previa diperiksa dengan penentuan letak plasenta secara tidak

langsung.16,17

Secara umum, penangan plasenta previa dapat dibagi menjadi penanganan

aktif dan pasif.16,17

a) Penanganan Pasif

Penanganan pasif bertujuan untuk memberikan kesempatan janin untuk

dapat hidup dan berkembang lebih lama di dalam uterus sehingga akan meningkatkan

kemungkinan bayi untuk hidup di luar kandungan.9,10 Penderita dianjurkan untuk

melakukan tirah baring atau bedrest, diberi hematinik, antibiotika, dan tokolitik bila

ada his. Beberapa penelitian merekomendasikan penggunaan tokolitik namun

terbatas hanya pada 48 jam. 9,10 Bila umur kehamilan kurang dari 34minggu diberikan

27
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru-paru janin. Jika ibu memiliki tipe

darah Rh negatif, diberikan injeksi Rh immune globulin atau RhoGam. 16,17

Untuk cara penanganan pasif atau konservatif dilakukan dengan cara: (a)

observasi di kamar bersalin Instalasi Rawat Darurat (IRD) selama 24 jam, (b)

memperbaiki keadaan umum ibu dengan memberikan transfusi sampai kadar

hemoglobin lebih dari 10 gr%, (c) berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin

(menjaga kemungkinan penanganan pasif gagal), dengan dexametason (d) bila

perdarahan berhenti, penderita dipindahkan ke ruangan setelah sebelumnya dilakukan

USG di IRD, (e) observasi Hb setiap hari, disertai pemeriksaan tanda vital seperti

tensi, nadi, denyut jantung janin serta perdarahan setiap 6 jam, (f) dilakukan

penanganan aktif apabila terjadi perdarahan berulang (g) penderita dipulangkan bila

tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan mobilisasi (h) pada saat pasien

pulang, diberi nasehat agar istirahat, tidak melakukan koitus/manipulasi vagina, bila

perdarahan lagi segera datang ke rumah sakit, dan periksa ulang antenatal care

(ANC) 1 minggu kemudian. Penanganan pasif ini harus dilakukan secara konsekuen

sehingga menuntut fasilitas rumah sakit dan perhatian dokter yang ekstra. Penderita

harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan

menunjukkan tidak adanya plasenta previa atau sampai bersalin. Transfusi darah atau

operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera

diatasi mengingat kemungkinan perdarahan berikutnya.16,17

b) Penanganan Aktif

28
Penanganan aktif diindikasikan bila umur kehamilan 37 minggu atau lebih

dan taksiran berat janin 2500 gram. Pada penanganan aktif, dilakukan terminasi

terhadap kehamilan. Terdapat dua pilihan cara terminasi kehamilan, yaitu persalinan

per vaginam dan persalinan per abdominal (seksio sesarea).16,17

Berdasarkan USG pada plasenta yang memiliki jarak antara tepi plasenta

dengan OUI 0 sampai 20 mm (plasenta letak rendah), tidak ada klinis perdarahan,

maka persalinan pervaginam bisa dianjurkan. Pemecahan selaput ketuban merupakan

cara yang terpilih untuk melangsungkan persalinan per vaginam, karena bagian

terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah, dan bagian

plasenta yang berdarah itu dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus,

sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindari.

Namun apabila pemecahan ketuban tidak berhasil menghentikan perdarahan, maka

terdapat dua cara lainnya yang lebih keras menekan plasenta dan mungkin pula lebih

cepat menyelesaikan persalinan, yaitu memasang cunam Willet, dan versi Braxton-

Hicks. Kedua cara ini sudah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir karena

seksio sesarea jauh lebih aman bagi ibu dan janinnya dibandingkan kedua cara itu.

Akan tetapi, kedua cara itu masih mempunyai tempat tertentu dalam dunia kebidanan,

umpamanya dalam keadaan darurat sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi

perdarahan banyak, atau apabila seksio sesarea tidak mungkin dilakukan. Semua cara

ini mungkin mengurangi atau menghentikan perdarahan, dengan demikian, menolong

ibu, akan tetapi tidak selalu menolong janinnya. Tekanan yang terus menerus pada

plasenta akan mengurangi sirkulasi darah antara uterus dan plasenta, sehingga dapat

menyebabkan anoksia sampai kematian janin. Oleh karena itu, cara ini cenderung

29
dilakukan pada janin yang telah mati, atau yang prognosisnya hidup di luar uterus

tidak baik. Cara ini apabila akan dilakukan, lebih tepat dilakukan pada multipara

karena persalinannya dijamin lebih lancar, dengan demikian tekanan pada plasenta

berlangsung tidak terlalu lama.1 Bila his tidak adekuat dapat diberikan oksitosin drip,

namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan terminasi perabdominal.16,17

Pilihan terminasi kehamilan perabdominal yang dapat dilakukan adalah

seksio sesarea. Persalinan seksio sesaria diindikasikan untuk plasenta previa totalis

baik janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana pembukaannya kurang

dari 4 cm atau serviks belum matang, plasenta previa dengan perdarahan yang banyak

dan berulang serta plasenta previa dengan gawat janin.17 Gawat janin atau kematian

janin tidak boleh menjadi halangan untuk melakukan seksio sesarea, demi

keselamatan ibu. Akan tetapi, kondisi ibu yang kurang baik dapat menunda seksio

sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan.

Apabila fasilitasnya tidak memungkinkan untuk memperbaiki keadaan ibu, tindakan

seksio sesaria harus segera dilakukan, seperti pada plasenta previa totalis dengan

perdarahan yang banyak. Pada keadaan tersebut dapat dilakukan seksio sesarea

korporalis, walaupun diakui seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan jenis

operasi yang terbaik untuk melahirkan janin per abdominal. 16,17

2.15 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janinnya. Komplikasi pada ibu dapat

berupa perdarahan hingga syok karena serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh

30
dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai perdarahan yang

banyak.2,9

Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan kelahiran prematur dan gawat

janin karena tindakan terminasi yang dilakukan sebelum bayi aterm. Komplikasi lain

yang dilaporkan adalah adanya resiko solusio plasenta, kelainan letak janin,

perdarahan pasca persalinan, kematian, dan DIC.9,10

31
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ni Kadek Ariani

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 39 tahun

Status : Menikah

Agama : Hindu

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Alamat : Catur, Kintamani

Nama Suami : Made Misi

MRS : 16 Januari 2017

Tanggal Pemeriksaan : 16 Januari 2017

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Keluar darah segar dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke VK Ponek RSU Bangli pada tanggal 16 Januari 2017 pukul

18.30 WITA. Pasien datang dengan keluhan keluar darah segar dari jalan lahir.

Setelah keluar darah segar beberapa menit kemudian tampak gumpalan darah

berwarna kehitam, kejadian ini merupakan kejadian pertama kali yang dirasakan

32
oleh pasien. Keluhan dirasakan sejak pukul 13.30 WITA yang lalu, pasien tidak

merasakan nyeri hilang timbul, keluar cairan lendir bercampur darah dan tanpa

disertai pengeluaran air. gerak janin baik. BAB normal, BAK normal, Riwayat

mual dan muntah tidak ada. Riwayat coitus terakhir kali 3 minggu yang lalu.

Riwayat Menstruasi

Pasien mengalami menstruasi pertama kali (menarche) pada usia 15 tahun.

Dengan siklus mentruasinya teratur setiap 30 hari dalam 1 periode berdurasi 3-4

hari, dengan penggantian pembalut dalam sehari sebanyak 2 kali (volume ± 40 cc).

Keluhan pada saat menstruasi tidak ada. Hari pertama haid terakhir pada tanggal

11/06/2016 dengan tafsiran persalinan pada tanggal 18/03/2017.

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah 1 kali dengan suami yang sekarang dengan lama pernikahan

adalah 3 tahun. Usia saat menikah adalah 36 tahun.

Riwayat Persalinan

No Tahun Umur Jenis Jenis Penolong BBL

Partus Hamil Kelamin Partus

1. 2015 Aterm Laki-laki Pervaginam Nakes 2800 gr


2 ini

Riwayat Antenatal Care

Pasien melakukan perawatan rutin dibidan sebanyak 4 kali dan sudah

melakukan pemeriksaan usg 2 kali. Pemeriksaan usg terakhir pada 4 november

2016 dengan hasil plasenta berada di corpus uteri, dengan perkiraan umur

33
kehamilan 22-23 minggu. Pertumbuhan janin dalam keadaan baik. Pasien tidak

mempunyai riwayat penyakit hipertensi selama kehamilan. Pasien sudah disuntik 1

kali vaksin tetanus toksoid.

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi,

asma, penyakit jantung, dan kencing manis serta penyakit sistemik lainnya. Pasien

tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit sistemik seperti hipertensi, kencing manis, penyakit jantung,

penyakit ginjal, dan asma pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial dan Lingkungan

Pasien tidak merokok maupun mengkonsumsi minuman beralkohol. Pasien

juga merupakan seorang petani di Catur, Kintamani.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 16x/menit

34
Suhu tubuh aksila : 36,7°C

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 65 kg

IMT : 25,39 kg/m2

Status General

Kepala : Mata : anemis -/-, ikterik -/-

Thoraks :

Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status obstetri

Ekstremitas ¿ ¿
: Akral hangat : +¿+ +¿+ ¿¿
¿
Oedem : −¿−−¿−¿ ¿
¿

Status Obstetri

Pemeriksaan Luar

a. Palpasi

Leopold I : Teraba bagian besar, bulat, lunak (kesan bokong)

Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di perut kiri (kesan

punggung), teraba bagian-bagian kecil diperut kanan (kesan

ekstremitas).

Leopold III : Teraba bagian besar, bulat, keras (kesan kepala)

Leopold IV : Bagian terbawah janin belum masuk pintu bawah panggul.

b. TFU : 4 jari dibawah proc. xipoideus mcd : 26 cm

35
c. TBJ : 26-12 X 155 = 2170 g

d. DJJ : 142x/menit

e. HIS : 1 kali dalm 10 menit selama 10 detik

Pemeriksaan Dalam

a. Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, pendarahan merembes (+)

b. VT : Tidak dilakukan

3.4 Diagnosis

G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp. APB,

susp. HDK

3.5 Penatalaksanaan

Pdx :

- Cek Laboratorium Darah Lengkap, BTCT

- Cek Urinalisis

- Planning usg

Tx :

1. MRS, IUFD RL 20 tpm

2. Nifedipine 20mg sublingual  ulang lagi 30 menit apabila ada kontraksi

3. Dexamethasone 12,5mg diulang 24 jam lagi

4. Cefotaxime 3x1gr (24 jam)

Mx :

- Observasi keluhan, tanda vital, HIS, Denyut Jantung Janin, Penurunan Kepala,

dan Cairan Pervaginam.

KIE :

36
- Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien

miring kiri.

3.6 Perkembangan Penyakit Pasien

Tanggal 17-01-2017 (Pukul 08.00) di Ruangan VK KENANGA

S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan

gerak bayi (+) baik. Keluar darah segar (+) sedikit.

O : St.Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respiratory Rate : 16 x/menit

Temperatur Axilla : 36,0C

St. General

Mata : An -/-, ikt -/-

Thorax : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen : ~St. obstetri

Ekstremitas : Hangat (+), edema (-)

St. Obstetri

Abdomen : Distensi (-), BU(+)HIS (-), TFU 4 jari dibawah

procesus xypoideus, MCD = 26 cm, Tafsiran berat

badan janin = 2170 gram, DJJ (+) 135 x/menit

37
Pemeriksaan Dalam

Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, pendarahan merembes (+)

VT : tidak dilakukan VT

Hasil Pemeriksaan DL, BTCT :

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


WBC 14.3 (3.50– 10.00)
LYMPH# 2,0 (0.50 – 5.00)
LYMPH% 14,5 (15.0 – 50.0)
RBC 4,42 (3.50 – 5.50)
HGB 13,3 (11.5 – 16.50)
HCT 39,1 (35.0 – 55.0)
MCV 88,4 (75.0 – 100.0)
MCH 30,1 (25.0 – 35.0)
MCHC 34,0 (31.0 – 38.0)
RDW-A 69,6 (30.0 – 150.0)
PLT 154 (100 – 400)
MPV 7,6 (8.0 – 11.0)
PCT 0.11 (0.01 – 9.99)
BT 1.30 (1.0’ – 4.0’)
CT 8.30 (3.0’ – 15.0’)

Hasil pemeriksaan urinalisis :

Warna Kuning
BD 1.015
PH 5
Leukosit Neg (-)
Nitrit Neg (-)
Protein Neg (-)
Reduksi Neg (-)
Keton Neg (-)
Urubilinogen Neg (-)
Bilirubin Neg (-)
Blood Neg (-)
Eritrosit 1-3
Lekosit 0-1
Epitel Cell 2-3
Kristal -

38
Silinder -
Bakteri Pos (+1)

A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp

APB.

P :

Pdx :

Planning USG.

Tx :

1. Nifedipine 3x10mg

2. Cefadroxil 2x500mg

Mx :

Observasi keluhan, tanda vital, HIS, Denyut Jantung Janin, Penurunan

Kepala, dan Cairan Pervaginam.

KIE :

Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien

miring kiri.

Tanggal 18-01-2017 (Pukul 08.00) di Ruangan Kenanga

S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan

gerak bayi (+) baik. Keluar darah segar (-).

O : St.Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

39
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Respiratory Rate : 17 x/menit

Temperatur Axilla : 360C

St. General

Mata : An -/-, ikt -/-

Thorax :

Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen : ~St. Obstetri

Ekstremitas : Hangat (+), edema (-)

St. Obstetri

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, HIS (-), TFU 4 jari dibawah procesus

xypoideus, MCD = 26 cm, Tafsiran Berat Janin = 2170 gram, DJJ (+) 145

x/menit.

Pemeriksaan Dalam

Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, pendarahan merembes (-)

VT : tidak dilakukan VT.

A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp

APB.

P :

Pdx :

40
Planning USG.

Tx :

Nifedipine 3x10mg

Cefadroxil 2x500mg

Mx :

Observasi keluhan, tanda vital, HIS, Denyut Jantung Janin, Penurunan

Kepala, dan Cairan Pervaginam.

KIE :

Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien

miring kiri.

Tanggal 19-01-2017 (Pukul 08.00) di Ruangan Kenanga

S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan

gerak bayi (+) baik. Keluar darah segar (-).

O : St.Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respiratory Rate : 18 x/menit

Temperatur Axilla : 36,20C

St. General

Mata : An -/-, ikt -/-

41
Thorax :

Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen: ~St. Obstetri

Ekstremitas: Hangat (+), edema (-)

St. Obstetri

Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, HIS (-), TFU 4 jari dibawah procesus

xypoideus, MCD = 26 cm, Tafsiran Berat Janin = 2170 gram, DJJ (+) 136

x/menit.

Pemeriksaan Dalam

Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, pendarahan merembes (-)

VT : tidak dilakukan VT.

A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, susp

APB.

P :

Pdx :

Planning USG.

Tx :

Nifedipine 3x10mg

Cefadroxil 2x500mg

Mx :

Observasi keluhan, tanda vital, HIS, Denyut Jantung Janin, Penurunan

Kepala, dan Cairan Pervaginam.

42
KIE :

Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini. Bed rest dengan posisikan pasien

miring kiri.

Tanggal 20-01-2017 (Pukul 08.00) di Ruangan Kenanga

S : Nyeri perut hilang timbul (-), blood slime (-), riwayat keluar air (-), dan

gerak bayi (+) baik. Keluar darah segar (-).

O : St.Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respiratory Rate : 17 x/menit

Temperatur Axilla : 36,40C

St. General

Mata : An -/-, ikt -/-

Thorax :

Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen: ~St. Obstetri

Ekstremitas: Hangat (+), edema (-)

St. Obstetri

43
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, HIS (-), TFU 4 jari dibawah procesus

xypoideus, MCD = 26 cm, Tafsiran Berat Janin = 2170 gram, DJJ (+) 127

x/menit.

Pemeriksaan Dalam

Inspeksi : Vulva dan uretra tenang, pendarahan merembes (-)

VT : tidak dilakukan VT.

A : G2P1001 Usia Kehamilan 31-32 minggu T/H Presentasi Kepala, PPI, APB.

P :

Pdx :

Pasien diperbolehkan pulang.

Tx :

3. Nifedipine 3x10mg

4. Cefadroxil 2x500mg

Mx :

Observasi keluhan, tanda vital, HIS, Denyut Jantung Janin, Penurunan

Kepala, dan Cairan Pervaginam.

KIE :

a. Menjelaskan kepada pasien kondisi saat ini

b. Pasien dilarang untuk melakukan pekerjaan berat

c. Menjelaskan kepada pasien dan suami untuk tidak berhubungan badan

selama kehamilan ini.

d. Apabila terjadi pendarahan berulang langsung dibawa ke rumah sakit.

44
Hasil Pemeriksaan USG :

Hasil : presentasi kepala dengan belum masuk PAP, Tunggal/hidup. BPD 81,9mm

dengan perkiraan usia kehamilan 33-34 minggu. AC 27mm dengan perkiraan usia

kehamilan 31-32 minggu. Plasenta di segmen bawah rahim dengan plasenta previa

totalis. Air ketuban cukup.

45
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, didapatkan penderita perempuan 39 tahun, status menikah

datang dengan keluhan keluar darah segar diikuti beberapa saat kemudian gumpalan darah

berwarna kehitaman dari kemaluan sejak pukul 13:30 WITA, karena takut dengan keadaan

janinnya, pasien lalu dibawa ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Setelah

itu pasien lalu dirujuk ke Rumah sakit Umum Bangli. Pasien tiba di VK IGD RSU Bangli

sekitar pukul 17:30 WITA. Perdarahan tersebut dikatakan terjadi tiba-tiba tanpa adanya rasa

nyeri. Penderita menyangkal adanya sakit perut dan keluar air dari kemaluan sebelum

terjadinya perdarahan. Sejak perdarahan terjadi hingga waktu pemeriksaan, pemeriksa

mengaku gerakan janinnya masih aktif seperti biasa. Penderita mengatakan baru pertama kali

mengalami perdarahan seperti ini.

Dari riwayat obstetri didapatkan penderita sedang mengandung dengan

perkiraan usia kehamilan berdasarkan HPHT 31-32 minggu, penderita sedang

mengalami kehamilan keduanya dengan riwayat kehamilan anak pertama laki-laki

dengan usia kehamilan aterm, lahir spontan dengan berat badan 2800 gram. Dari

riwayat obstetri penderita tersebut yang sesuai dengan kepustakaan dapat dicurigai penderita

mengalami sebuah APB dari usia kehamilan lebih dari 22 minggu. Namun diagnosis banding

lain masih belum dapat disingkirkan.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan keadaan umum

baik, dengan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan status general dalam

batas normal. Kemudian pada pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri

setinggi 4 jari dibawah proc xipoideus, didapatkan adanya his 1 kali dalam 10 menit

dengan frekuensi selama 10 detik. dengan denyut jantung janin didapatkan 142 kali

46
per menit. Pada pemeriksaan inspeksi vagina tidak didapatkan perdarahan aktif

ataupun jejas, namun ditemukan bekas darah. Hasil pemeriksaan VT didapatkan

porsio pembukaan 1 cm.

Hasil pemeriksaan penunjang berupa USG abdominal didapatkan janin

tunggal hidup dengan presentasi bokong belum masuk PAP, denyut jantung janin dan

gerakan janin terlihat. Perkitaan usia kehamilan janin menurut bipariental diameter

BPD 81,9mm dengan perkiraan usia kehamilan 33-34 minggu. Plasenta di segmen

bawah rahim dengan plasenta previa totalis. Air ketuban cukup.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang

mengarah pada partus prematurus inminen dengan plasenta previa totalis. Sehingga

pasien dan suaminya dapat diberikan penjelasan mengenai keadaan pasien saat ini.

Setelah dilakukan perawatan selama 4 hari dan sudah tidak ada lagi pendarahan,

pasien dapat dipulangkan. Dengan catatan apabila terulang hal seperti ini lagi pasien

diharapkan langsung melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Selain itu pasien

dilarang untuk melakukan pekerjaan berat dan untuk sementara waktu pasien dilarang

untuk melakukan hubungan badan.

47
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Telah dilakukan telaah kasus pada pasien wanita berusia 39 tahun dengan keluhan utama
perdarahan pervaginam. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis dengan G2P1001, UK 31-32 mingguT/H, PPI, APB (e.c Placenta Previa
Totalis) dengan perkiraan berat janin 2170 gram. Dilakukan penanganan awal dan
penanganan pasif berupa terapi konservatif dan berhasil. Kemudian pasien diperbolehkan
pulang.

5.2 Saran
Pada pasien ini diberikan edukasi untuk istirahat, tidak melakukan
koitus/manipulasi vagina, apabila terjadi perdarahan berulang disarankan untuk
segera datang ke rumah sakit.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham GE, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC. Preterm lobour.
Williams Obstetrics, ed.21, McGraw Hill, New York; 2001, p.855-880.

2. Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Kelahiran Preterm. Ilmu


Kebidanan, ed.7. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2005,
p.235-250.

3. DeCherney AH, Nathan L. Preterm labour. Current Diagnostic and Gynecologic


Diagnosis & Treatment, ed.9. McGraw-Hill, California: 2003, p.340-352.

4. Brandon J, Bankowski M, Hearne AE. The Johns Hopkins Manual of Gynecology


and Obstetrics, ed.2. Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore Maryland. 2002,
p.339-360.

5. Parry S, Strauss FJ. Review Article Mechanism of Disease: Premature Rupture of the
Fetal Membranes. The England Journal of Medicine. Diunduh dari:
http://www.nejm.org. Akses: 27 Desember 2008.

6. Sweet RL, Gibbs RS. Infectious Diseases of The Female Genital Tract, ed.4,
Lippincott Williams & Wilkins, Pittsburgh: 2002, p.150-167.

7. Karkata MK, Suwiyoga K, Wardhiana IPG, Pemaron IBU. Persalinan preterm.


Pedoman Diagnosis dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar;
2003, p.2-10
8. Dutta DC. Antepartum haemorrhage. Dalam Konar HL (ed). Text book of obstetrics.
7th edition. New Central Book Agency. Kolkata. 2013: 241-259.
9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, Sheffield JS. Obstetrical Hemorrhage. Dalam: Williams Obstetrics. 24th edition.
McGraw-Hill. USA. 2014: 780-829.
10. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu
Kandungan, edisi II. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2014:
250-258.
11. Sarella L, Chinta A. A Study On maternal and Perinatal Outcome in Placent Previa.
SchJAppMedSci. 2014; 2(5A): 1555-1558.

49
12. Nankali A, Keshvarzi F, Shajari A, Daeichin S. Frequency of Placenta Previa and
Maternal Morbidity Associated with Previous Cesarean Delivery. Open Journal of
Obstetrics and Gynecology. 2014; (4): 903-908.
13. Hebbar SS, Rai L, Zainab R, Guruvare S, Adiga P,Mundkur A. Influence of Placental
Position on Obstetric Morbidity in Placenta Previa. Int J Reprod Contracept Obstet
Gynecol. 2014; 3(9): 585-591.
14. Sparie R, Mirkovic L, Ravilic U, Janjic T. Obstetric Complications of Placenta Precia
Percreta. Vonjosanit Pregl. 2014; 71(12): 1163-1166.
15. Hollingworth, T. Differential Diagnosisin Obstetrics and Gynaecology: An A-Z.
2011; 63. Available at http://www.rcog.org.uk – Green-top Guideline.
16. Oppenheimer, L. Diagnosis and Management of Placenta Previa. JOGC. 2007; 186:
261-266
17. Wiknjosastro, H., dkk (eds). Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010

50
KOMITE KOORDINATOR PENDIDIKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
RUMAH SAKIT UMUM BANGLI
DI DEPARTEMEN/SMF OBGYN
AGENDA : Laporan kasus PPI dengan plasenta previa
HARI/TANGGAL : Senin, 30-12-2017
WAKTU : 10.00 Wita
1. Pembukaan : Pasien G2P1001, 31-32 minggu datang ke Vk Ponek dengan keluhan
keluar darah segar dari jalan lahir, blood slime (-), RKA(-), gerakan janin (+) baik.
2. Pembahasan : Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan penunjang,
pasien didiagnosa dengan PPI dengan plasenta totalis dirawat selama 4 hari, dengan
kie disarankan untuk tidak bekerja terlalu berat, tidak berhubungan badan dan
apabila terjadi pendarahan berulang langsung ke rumah sakit.
3. Diskusi :
1. Apakah semua kasus PPI harus dipertahankan ? Apa indikasi PPI harus diakhiri
kehamilannya dan dipertahankan?
Pada prinsipnya kehamilan dengan belum cukup bulan maka kehamilannya tersebut
akan dipertahankan sebisa mungkin mengingat janin yang didalam kandungan
belum viabel terhadap dunia luar. Untuk kasus PPI yang tidak dapat dipertahankan
diindikasikan atas dasar terjadinya solusio plasenta, tanda-tanda insufisiensi plasenta
seperti fetal distress, KJDR, infeksi intrauterinem preeclampsia, maupun lethal fetal
malformation.
2. Apakah semua plasenta previa persalinannya harus seksio sesaria?
Pada kasus-kasus kehamilan dengan plasenta previa, langkah persalinannya
tergantung dari letak plasenta yang menutupi dari OUI, apabila plasenta dengan
menutupi seluruih jalan lahir atau OUI maka tindakan persalinannya akan dilakukan
melalui seksio sesaria. Apabila plasenta previa parsial maupun marginal maka
dilakukan persalinan pervaginam dipantau lagi kondisi ibu maupun kondisi janinnya
sendiri.
3. Bagaimanakah pencegahan dari PPI?

51
Pencegahan PPI dapat dimulai dengan sejak awal sebelum tanda-tanda persalinan
muncul. Dimulai dari pengenalan pasien yang beresiko, untuk diberikan penjelasan
dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan preterm serta diberikan
pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera
dilakukan. Sebenernya pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan
antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dalam
meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (<1cm)
disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/inkompetensi
serviks, mempunyai risiko terjadinhya persalinan preterm 3-4 kali.
4. Kesimpulan : Setiap pasien datang dengan keluhan keluar darah segar harus dengan
kehamilan tua harus kita waspadai plasenta previa,solusio plasenta,vasa previa.
Penegakan diagnosis plasenta previa pada saat umur kehamilan di atas 28 minggu.
Untuk mengevaluasi pendarahan pasien kita hanya dapat menggunakan inspekulo.
Plasenta previa merupakan kontraindikasi untuk dilakukan tindakan VT karena
ditakutkan bisa mencederai plasenta.
5. Rencana tindak lanjut :

Dosen Pembimbing Klinik Bangli, 30-01-2017

dr. I Nyoman Sayang,Sp.OG Notulen

52
53

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen18 halaman
    Bab 3
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Rila Fixx
    Lapsus Rila Fixx
    Dokumen23 halaman
    Lapsus Rila Fixx
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Apendisitis
    Leaflet Apendisitis
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Apendisitis
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Respon Tubuh Terhadap Trauma
    Respon Tubuh Terhadap Trauma
    Dokumen4 halaman
    Respon Tubuh Terhadap Trauma
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Bedah 2
    Bedah 2
    Dokumen1 halaman
    Bedah 2
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen18 halaman
    Bab 3
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Metabolisme Trauma
    Jurnal Metabolisme Trauma
    Dokumen14 halaman
    Jurnal Metabolisme Trauma
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen59 halaman
    Makalah
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Respon Tubuh Terhadap Trauma Fix
    Respon Tubuh Terhadap Trauma Fix
    Dokumen5 halaman
    Respon Tubuh Terhadap Trauma Fix
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Hasil Pemeriksaan USG Urologi Tanggal 31 Juli 2017
    Hasil Pemeriksaan USG Urologi Tanggal 31 Juli 2017
    Dokumen3 halaman
    Hasil Pemeriksaan USG Urologi Tanggal 31 Juli 2017
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Respon Tubuh Terhadap Trauma Fix
    Respon Tubuh Terhadap Trauma Fix
    Dokumen5 halaman
    Respon Tubuh Terhadap Trauma Fix
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen56 halaman
    Makalah
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen73 halaman
    Makalah
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen56 halaman
    Makalah
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Bab I Presentasi Pasien
    Bab I Presentasi Pasien
    Dokumen25 halaman
    Bab I Presentasi Pasien
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Notulen
    Notulen
    Dokumen2 halaman
    Notulen
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Bahan SNH
    Bahan SNH
    Dokumen14 halaman
    Bahan SNH
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar KPD
    Kata Pengantar KPD
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar KPD
    Ahmad Syahir Ismail
    Belum ada peringkat
  • Bahan SNH
    Bahan SNH
    Dokumen14 halaman
    Bahan SNH
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Notulen
    Notulen
    Dokumen3 halaman
    Notulen
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Makalah
    Makalah
    Dokumen73 halaman
    Makalah
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar KPD
    Kata Pengantar KPD
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar KPD
    Ahmad Syahir Ismail
    Belum ada peringkat
  • Notulen
    Notulen
    Dokumen3 halaman
    Notulen
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat
  • SNH Fix
    SNH Fix
    Dokumen47 halaman
    SNH Fix
    Sry Surniaty
    Belum ada peringkat