Anda di halaman 1dari 8

Nama : Maunita Rahmat

NIM : B021191007
Prodi : Hukum Administrasi Negara

Tugas Midtest :
Membuat paper mengenai salah satu kelembagaan negara pasca amandemen UUD 1945 : DPR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, Tuhan yang selalu


memberi  nikmat kepada hambanya, bersyukur kita kepada allah dengan ucapan
alhamdulillahirabbil  alamin, bersholawat kepada Rasulullah dengan ucapan
allahumma sholli ala  Muhammad wa ala ali Muhammad.

UUD 1945 hasil amandemen ini juga mengadopsi pokok-pokok pemikiran baru yang berbeda dengan
UUD 1945 yang lama. Empat diantaranya adalah :
1. penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi
secara komplementer;
2. pemisahan kekuasaan dan prinsip “check and balances”;
3. pemurnian sistem pemerintahan presidensial; dan
4. penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai Negara Hukum (Rechtstaat), bukan Negara Kekuasaan ( Machtstaat), Indonesia tentunya
mengakui prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan
kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam UUD, adanya jaminan-jaminan hak asasi
manusia dalam UUD, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan
setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin  keadilan bagi setiap orang, termasuk terhadap
penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Berdasarkan hal ini, hukum itu sendirilah yang
menjadi penentu segalanya dengan prinsip nomokrasi dan doktrin “the Rule of Law, and not of man”  yang
mengindikasikan bahwa hukum itu mempunyai kedudukan tertinggi (supremacy of Law),  adanya
persamaan dalam hukum dan pemerintah ( equality before the law), dan berlakunya asas legalitas dalam
segala bentuknya dalam kenyataan praktek (due process of law).
            Untuk mewujudkan cita hukum ini, maka pelaksanaannya harus dijamin dengan pembangunan dan
penegakan prinsip demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Hal inilah yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat
(3) UUD 1945  hasil perubahan yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Ketentuan ini sebelumnya tidak dinyatakan secara tegas dalam pasal-pasal UUD 1945 yang lama,
melainkan hanya dalam bagian penjelasannya saja. Sementara itu, prinsip-prinsip kedaulatan rakyat
terdapat juga dalam pembukaan dan Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilakasanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini berarti bahwa tidak seperti
dalam UUD 1945 yang lama, MPR dalam hal ini tidak lagi memiliki kekuasaan yang eksklusif sebagai satu-
satunya instansi pelaku atau pelaksana kedaulatan rakyat.
Lembaga Negara yg kedudukan dan kewenangannya setara dalam UUD 1945 :
o Presiden dan Wakil Presiden,
o Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
o Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
o Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
o Badan Pengawas Keuangan (BPK)
o Mahkamah Agung (MA)
o Mahkamah Konstitusi (MK)
o Komisi Yudisial (KY)
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu.
DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi
dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota. Berdasarkan UU Pemilu N0. 10
Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:
1. jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang.
2. jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyak 100
orang;
3. jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 50
orang.
Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan keberadaannya
terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang memang merupakan karakteristik sebuah
lembaga legislatif. Hal ini membalik rumusan sebelum perubahan  yang menempatan Presiden sebagai
pemegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat kedudukan DPR terutama
ketika berhubungan dengan Presiden.

Tugas-tugas DPR setelah amandemen UUD tahun 1945 adalah sebagai berikut:
a) Membentuk undang-undang
b) Membahas rancangan RUU bersama Presiden
c) Membahas RAPBN bersama Presiden
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu
kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang
baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota DPR mengucapkan
sumpah/ janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna DPR. Lembaga negara DPR mempunyai fungsi berikut ini:
1. Fungsi Legislasi. Fungsi legislasi artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-
undang.
2. Fungsi Anggaran. Fungsi anggaran artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak
untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Fungsi Pengawasan. Fungsi pengawasan artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal setelah amandemen UUD 1945, antara lain:
Hak interpelasi, adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
a) Hak angket, adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu
pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
b) Hak menyampaikan pendapat, Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan
pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di
dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka
dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.
c) Hak mengajukan pertanyaan
d) Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan
e) Hak mengajukan usul RUU

Kritikan Lembaga DPR Pasca Amandemen UUD Tahun 1945


o Posisi dan kewenangannya diperkuat.
o Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR
hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, namun
dengan kekuasaan yang besar itu sangat sedikit sekali UU yang bisa dihasilkan dan kualitas
produk hukumnya dinilai kurang karna sering UU diyudicial reviewkan ke MK
o Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
o Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai
mekanisme kontrol antar lembaga negara, akibat dengan kekuasan besar maka besar pula
peluang untuk korup dan absen di paripurna, kekuasaa yang diberikan DPR hampir mirip dengan
kekuasan MPR sebelum amandemen namun tidak ada kekuasaan memberhentikan presiden.
Selanjutnya, masalah penyebutan dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 yang berarti
mengubah pasal-pasal tertentu tanpa mengubah teks asli, tetapi memberi tambahan terhadap pasal-pasal
yang sudah ada. Seperti diketahui, setelah dilakukan perubahan oleh MPR, dari 37 Pasal UUD 1945,
ditambah empat pasal Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan serta Penjelasan Umum dan
Penjelasan Pasal demi Pasal UUD 1945 yang diputuskan oleh Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, hanya 6 pasal (sekitar 16,21%) yang belum diubah. Pasal-pasal
tersebut adalah, 1) Pasal 4 tentang Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang
Undang Dasar; 2) Pasal 10 tentang Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara; 3) Pasal 12 tentang kewenangan Presiden menyatakan keadaan
bahaya; 4) Pasal 22 tentang kewenangan Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang Undang; 5) Pasal 25 tentang syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim;
dan 6) Pasal 29 tentang agama. Sedangkan pasal-pasal yang diubah berjumlah 31 Pasal (83,79%)
ditambah dengan pasal-pasal baru dengan sistem penomoran pasal lama ditambah huruf A, B, C, D, dan
seterusnya beserta ayat-ayat yang baru dalam pasal-pasal lama. Dengan pasal-pasal baru yang berjumlah
36 pasal atau 97,30% dari UUD 1945 asli, patut dipersoalkan bahwa MPR telah mengganti konstitusi lama
dengan yang baru, dan bukan amandemen UUD 1945. Kemudian, masalah inkonsistensi yang
menyangkut bagian mana dari UUD 1945 pasca-amandemen yang tidak dapat diubah atau dapat diubah
dengan persyaratan tertentu. Dalam UUD 1945 pasca-amandemen yang tidak dapat diubah adalah hanya
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa terhadap landasan dasar filosofis
kehidupan bangsa dan negara yakni Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila, secara teoritis, terbuka
penafsiran untuk dapat diubah sekalipun diperlukan persyaratan sesuai Pasal 37 ayat (1) UUD 1945,
karena Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 tidak mencantumkannya.
Sedangkan, Pembukaan UUD 1945 yang berisikan Pancasila, adalah perjanjian luhur bangsa atau
pacta sunt seranda. Kelemahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang bersifat mendasar dari UUD
1945 pasca-amandemen itulah yang menyebabkan UUD 1945 tidak bisa berlaku sebagai konstitusi yang
hidup, yang berlaku puluhan tahun ke depan. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah solusi untuk mencegah
kelemahan-kelemahan ini kembali bermunculan di masa yang akan datang, karena tidak menutup
kemungkinan amandemen UUD 1945 kembali akan dilakukan. Salah satu solusi yang bisa dilakukan
adalah dengan membentuk Komisi Konstitusi dalam membuat draft konstitusi sebelum dibahas dalam
rapat paripurna MPR.
Setelah empat kali melakukan amandemen UUD 1945, yang sejatinya dilakukan untuk menutupi
kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil dari amandemen tersebut menimbulkan beberapa
kelemahan lagi. Hal ini menyebabkan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok
menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya menginginkan diadakan lagi
perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompok terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-
amendemen.
Ada beberapa faktor menyangkut kelemahan UUD 1945 pasca-amendemen. Pertama, adanya kekaburan
dan inkonsistensi teori dan materi muatan UUD 1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-
pasal UUD 1945. Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multi-interpretatif, yang
menimbulkan instabilitas hukum dan politik.
Selama ini MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 sebelumnya tidak membuat
dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan
(preliminary) yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan.

Terima kasih,
Billahi Fii  Sabilil Haq
Fastabiqul Khairat,,Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh..

Anda mungkin juga menyukai