Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN GANGGUAN MENELAN DI RSUD CILACAP

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan dalam rangka penyelesaian pendidikan

Diploma III Keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

2019/2020

Oleh

ANGGITASARI

NIM. 106 117 048

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kebutuhan paling dasar pada setiap orang salah satunya adalah.

Konsep hierarki di jelaskan bahwa manusia senantiasa berubah, dan

kebutuhannya pun terus berkembang. Jika seseorang merasakan kepuasan

maka akan menikmati kesejahteraan dan bebas untuk berkembang menuju

kebutuhan fisiologi yakni kebutuhan oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi,

istirahat, tidur, pengaturan suhu tubuh dan Seksual. Apabilah kebutuhan

fisiologi ini tidak terpenuhi, maka seseorang akan berusaha untuk

memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi dan begitu seterusnya.

Kebutuhan nutrisi, nutrisi dalam kehidupan manusia sangat berpengaruh

penting dalam tubuh, jika manusia mengalami disfagia maka akan

mengakibatkan penurunan nafsu makan sehingga nutrisi dalam tubuh

manusia tidak seimbang (Feist, 2010).

Disfagia berasal dari bahasa yunani yang berarti gangguan

menelan. Disfagia biasanya merujuk kepada gangguan dari proses

menelan. Proses menelan adalah masuknya makanan yang dimulai dari

mulut dan dimulut terjadi proses mekanik yang dibantu oleh gigi, lidah,

dan kelenjar saliva. Proses menelan dibagi menjadi 3 bagian yaitu fase oral

(preparasi dan propulsif), fase faringeal, dan fase esophageal. Efek


disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan

malnutrisi. Nutrisi sangat penting untuk tubuh manusia, jika manusia

mengalami disfagia maka akan terjadi penurunan nafsu makan sehingga

menyebabkan gangguan intake dan pola nutrisi. Pada penderita disfagia

makanan sangat berpengaruh terhadap tubuh yang akan berpengaruh pada

aktivitas sehari-hari. Respon adaptif tidak efektif yang sering ditunjukan

pada seseorang dengan gangguan disfagia antara lain mual, mutah,

penurunan asupan nutrisi dan perubahan pola nutrisi (Wijayanti, 2017).

Beberapa tanda gejala yang sering di alami pada penderita disfagia adalah

disfagia oral ditandai dengan adanya

Disfagia faringeal ditandai dengan adanya batuk, demam,

gangguan posisi kepala, infeksi paru berulang, keterlambatan menelan,

menelan berulang, menolak makan, muntah, dan tersedak. Disfagia

esofageal ditandai dengan adanya bangun malam hari, batuk malam hari,

kegelisahan yang tidak jelas seputar waktu makan, keluhan ada yang

nyangkut, kesulitan menelan, menelan berulang, menolak makan, muntah,

nyeri uluhati. Disfagia biasanya juga ditandai dengan adanya sialosis,

salivasi, bengkak di area faringeal Menurut NANDA (2015-2017).

Beberapa penyebab telah ditunjukan terhadap disfagia seperti

stroke, parkinson disease, faringectomy, esophagectomy, laryngectomy,

poliomyelitis tumor, pembesaran kelenjar limfa, dan abses toraks. Faktor

resiko kejadian disfagia sangat banyak antara lain peningkatan usia, stroke,

kanker kepala leher,dan trauma kepala. Etiologi paling banyak adalah


stroke yaitu sekitar 81%, dan kanker kepala leher 45% Nayoan, Rony, dan

Christin (2016).

Disfagia dapat menyebabkan komplikasi atau dampak yang serius :

seperti resiko aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, pneumonia, abses paru,

sumbatan jalan napas dan bahkan kematian (Jenny, 2014).

Dengan demikian mencegah agar tidak terjadi komplikasi atau

dampak tersebut maka diperlukan deteksi dini adanya disfagia. Selain

untuk mencegah terjadinya aspirasi, juga untuk menetapkan

penatalaksanaan pemasukan nutrisi yang tepat dan akurat bagi pasien.

Sehingga risiko kematian menjadi lebih besar pada pasien yang disertai

disfagia bila tidak ditangani secara tepat. Penangan disfagia dengan

latihan menelan ditunjukan untuk menurunkan risiko

aspirasi,meningkatkan kemampuan makan dan menelan serta

mengoptimalkan status nutrisi (Rasyid & Soertidewi, 2011).

Hasil penelitian sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami

disfagia yang merupakan faktor resiko berkembangnya pneumonia.

Pneumonia terjadi pada sekitar 34% dari seluruh kematian (Smithard,

2014). Penelitian tentang dysphagia management in stroke patients,

menyatakan pasien stroke dengan disfagia memiliki faktor risiko 3 kali

lipat terkena pneumonia bila dibandingkan dengan penderita stroke tanpa

disfagia (Cruz, 2017).

Hasil penelitian Keganasan kepala dan leher menduduki urutan ke-

enam dari seluruh keganasan di dunia dengan presentase mencapai 6%,


dan sekitar 650.000 kasus baru yang dilaporkan setiap tahunnya. Disfagia

dapat menurunkan asupan nutrisi yang berakibat penurunan berat badan

penderita dan kondisi penderita secara umum (Platteaux al. 2010).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas

dapat dirumuskan masalah “Bagaimana asuhan keperawatan dengan

masalah gangguan menelan ?

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan Umum : Mendiskripsikan Pelaksanaan asuhan keperawatan

dengan masalah gangguan menelan di RSUD Cilacap.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Manfaat bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan, wawasan dan

pengalaman yang lebih mendalam dalam upaya memberikan asuhan

keperawatan dengan masalah gangguan menelan.

2. Manfaat bagi Pembaca

Sebagai bahan referensi pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan

khususnya dalam memberikan Asuhan Keperawatan dengan Masalah

Gangguan Menelan.

3. Manfaat bagi Institut

Sebagai bahan referensi di perpustakaan, menambah wawasan dan

informasi bagi mahasiswa STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA MENURUT MASLOW

Kebutuhan Maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting

dahulu kemudian meningkatkan ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat

merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan yang berbeda pada tingkat

dibawahnya. Lima kebutuhan dasar manusian menurut Maslow, diambil

dari Poster & Sidharta (2019) sebagai berikut :

1. Kebutuhan Fisiologi (Physiologic Needs) Kebutuhan Fisiologi

merupakan kebutuhan primer dan mutlak harus dipenuhi untuk

memelihara homeostatis biologis dan kelangsungan kehidupan bagi

tiap manusia. Kebutuhan ini merupakan syarat dasar apabila kebutuhan

ini tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi kebutuhan lainnya.

Kebutuhan Fisiologis meliputi : Kebutuhan oksigen, cairan, Nutrisi,

Eliminasi, Istirahat, Tidur, Pengaturan suhu tubuh dan Seksual.

Apabilahkebutuhan fisiologi ini tidak terpenuhi,maka seseorang akan

berusaha untuk memenuhikebutuhan lain yang lebih tinggi dan begitu

seterusnya.

2. Kebutuhan Keselamatan Dan Keamanan (Self Security Needs)

Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah untuk melindungi

didri dari berbagai bahaya yang mengancam, baik terhadap fisik


maupun psikososial. Kebutuhan keselamatan dan keamanan berkenaan

dengan konteks Fisiologi, baik psikologis. Ancaman bisa nyata atau

hanya imajinasi,misalnya penyakit nyeri, cemas, dan lain sebagainya.

3. Kebutuhan Mencintai dan di cintai (Love ad Belongingnes Needs)

Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi

seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan dimana

seseorang berkeinginan untuk menjalin hubungan yang bermakna

secara efektif atau hubungan emosional dengan orang lain. Kebutuhan

ini meliputi : Memberi dan menerima kasih sayang, Kehangatan,

Persahabatan, Perasaan dimiliki, dan diakui.

4. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs) Harga diri adalah penilan

individu mengenai nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa

seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Kebutuhan

ini meliputi : Perasaan tidak bergantungaa orang lain, Kompeten,dan

penghargaan terhadap diri sendiri.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs) Kebutuhan

aktualisasi diri adalah tingkatan kebutuhan yang paling tinggi menurut

Maslow dan Kalish. Oleh karenanya untuk mencapai tingakat

kebutuhan aktualisasi diri banyak hambatan yang menghalanginya.

Secara umum hambatan tersebut terbagi dan yakni internal dan

eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam

diri seseorang.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Rongga Mulut

Merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang letaknya

meluas dari bibir sampai istmus fausium yaitu perbatasan mulut

dengan faring. Mulut merupakan bagian masuknya makanan. Makanan

dikunyah oleh gigi dan otot rahang sehingga makanan mudah untuk

ditelan bersama dengan sekresi saliva dari kelenjar saliva. Kelenjar

saliva terdiri dari tiga pasang kelenjar yaitu parotis, submandibular dan

sublingual yang terletak sepanjang rahang dan telinga. Bagian dalam

dari mulut juga dilapisi oleh selaput lendir. Selaput lendir mulut

ditutupi oleh epitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak

kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat

kaya akan pembuluh darah juga memuat banyak ujung akhir saraf

sensori (W, 2017).

2. Faring

Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharyng, Panjang faring kira-kira

12 cm. Faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran

berotot (muskulo membranosa) dengan bagian terlebar disebelah atas

dan kelenjar ludah yang utama adalah kelenjar parotis dan

sublingualis. Faring berfungsi untuk membantu proses menelan dan

bernapas. Pada orofaring dan laringofaring terdapat persilangan jalan

yaitu persilangan jalan udara pernapasan dan jalan makananatau

minuman. Udara pernapasan dari hidung akan menyilang masuk ke

trakea yang letaknya didepan esofagus, sedangkan makanan dari mulut


akan menyilang masuk ke esofagus yangletaknya dibelakang trakea

(Herawati & Rukmini 2010).

Di dalam laring adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjar limfe yang

banyak mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh tehadap

infeksi,dan mematikan bakteri atau mikroorganisme yang masuk

melalui jalan pencernaan dan pernapasan, letaknya didalam rongga

mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang (Evelyn

C,Pearce 2010).

3. Esofagus

adalah tabung (tube) berotot pada vetebrata yang dilalui sewaktu

makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan peristaltik.

Esofagus dimulai dileher sebagai sambungan faring, berjalan ke bawah

leher dan toraks dan kemudian melalui crus sinistra diagfragma

memasuki dengan panjang sekitar 25 cm. Makanan dari mulut dan

bercampur dengan saliva disebut bolus. Perpindahan bolus makanan

dari rongga mulut menuju esofagus disebut menelan. Pada bagian

esofagus paling bawah berbatasan dengan lambung terdapat katub

yang bernama gastriesofageal. Keberadaan katub ini membuat bolus

melewati satu bagian ke bagian lain. Pada saat menelan, katub

gastroesofageal menekan makanan menuju ke lambung. Tekanan katub

gastroesofageal yang tinggi menjaga agar katub selalu menutup agar

aliran makanan tidak kembali menuju lambung. (Wijayanti, 2017).


4. Fisiologi Menelan

Proses menelan dibutuhkan sekitar 40 pasang otot dan 5 saraf

kranial. Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan

dan secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris

perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun

tidak berubah dari otot-otot perioral menuju ke bawah. Jaringan saraf

yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini disebut dengan

pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius

dan nucleus ambigus dengan formatio retikularis berhubungan dengan

kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat

(Rasyid & Soertidewi, 2011).

Pada waktu proses menelan, bolus makanan atau cairan akan

berjalan dari mulut ke lambung melalui faring dan esofagus. Ketika

bolus bergerak sepanjang esofagus antara otot esofagus bagian atas dan

otot bagian distal distimulasi oleh saraf parasimpatik yang

menghasilkan gerakan peristaltik. Sebelum masuk ke lambung bolus

akan melalui epiglotis, epiglotis sebagai proteksi agar makanan tidak

masuk ke saluran napas. Jika makanan masuk ke saluran pernapasan

maka akan terjadi proses tersedak, biasanya terjadi karena ketika

dalam posisi menelan tiba-tiba berbicara sehingga epiglotis yang

pertamanya menutup saluran pernapasan agar bolus masuk kedalam

saluran makanan menjadi berubah menjadi saluran makanan yang

tertutup dan menyebabkan bolus masuk ke saluran atau menyumbat


saluran pernapasan. Proses menelan dibagi menjadi 3 bagian yaitu fase

oral (preparasi dan propulsif), fase faringeal, dan fase esophageal

(Wijayanti, 2017).

Fase preparasi oral merupakan fase pertama dari proses menelan

yang memerlukan gigi geligi yang intak, fungsi kelenjar saliva, dan

fungsi neurologis yang baik. Fase ini dikontrol secara volunter

danpada fase ini kelezatan makanan dapat dirasakan. Saraf kranial

yang terlibat adalah nervus V, VII, X, dan XII. Adanya gangguan

pada saraf-saraf ini akan menyebabkan penurunan efisiensi fase

preparatori oral (Herawati, 2013).

Fase propulsif oral dimulai pada saat diputuskan untuk menelan.

Setelah bolus terbentuk, lidah akan membentuk cekungan pada

permukaan dirsal lidah yang akan menangkap atau meletakan bolus di

antara lidah dengan palatum, dengan kontraksi ujung dan sisi-sisi

lidah. Difase ini dapat menyebabkan terjadinya aspirasi sebelum

menelan (Herawati, 2013).

Fase faringeal, fase ini merupakan fase menelan yang paling

singkat tetapi paling kompleks. Apapun konsistensi makanan, fase

faringeal akan berlangsung dengan cepat dan overlapping. Pada fase

ini terjadi : penutupan velofaringeal, Penutupan laring, peristaltik

dinding faring, elevasi laring dan pergerakan laring ke anterior,

pembukaan reigokrikofaring mengalami relaksasi selama fase faringeal


dan akan terbuka oleh pergerakan kedepan dari os hioid dan laring

(Herawati & Rukmini, 2013).

Fase esofageal, sebagian besar bolus cair bergerak ke gaster oleh

gravitasi bila orang tersebut berdiri. Residu yang berupa boluscair

akan digerakan oleh gelombang kontraksi peristaltik. Bolus padat

biasanya tidak bergerak turun oleh gravitasi dan memerlukan kontraksi

peristaltik untuk transpornya. Kontraksi muskulus pada esofagus

bagian atas involunter akan mendorong bolus melalui esofagus bagian

tengah dan distal selama 8-20 detik. Fase esofageal ini ada dibawah

kontrol saraf involunter melalui nervus V (Wijayanti, 2017).

C. DISFAGIA

1. Pengertian

Disfagia merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami

kesulitan menelan cairan atau makanan yang disebabkan gangguan

pada proses menelan. Proses menelan adalah suatu aktivitas

neuromuskuler yang kompleks yang meliputi koordinasi yang cepat

dari struktur-struktur dalam kavum oris, faring, laring dan esofagus.

Pada waktu proses menelan, bolus makanan atau cairan akan berjalan

dari mulut ke lambung melalui faring dan esofagus. Untuk proses ini

dibutuhkan sekitar 40 pasang otot dan 5 saraf kranial. Disfaga dapat

menjadi ancaman yang serius terhadap kesehatan seseorang karena

adanya resiko aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,


dan sumbatan jalan napas. Disfagia dapat dibedakan menjadi disfagia

faringeal dan disfagia esophageal (Rasyid & Soertidewi, 2011).

2. Penyebab Disfagia

Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan

dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua

kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur,

dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam menelan merupakan

keluhan yang umum didapat di antara orang berusia lanjut, dan insiden

disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut pasien stroke. Kurang

lebih 51 – 73 % pasien stroke menderita disfagia. Penyebab lain dari

disfagia termasuk keganasan kepala – leher, Parkinson, multiple

sclerosis, kanker, stroke, trauma kepala, tumor, pembesaran kelenjar

limfa, faringectomy, esophagectomy, laryngectomy, poliomyelitis dan

abses toraks Nayoan, Rony, dan Christin (2016).

3. Tanda Gejala

Menurut NANDA (2018-2020)

a) Tahap pertama Oral

1) Batuk sebelum menelan

2) Bibir tidak menutup rapat

3) Bolus masuk terlalu cepat

4) Ketidakmampuan membersihkan rongga mulut

5) Makanan terdorong keluar dari mulut


6) Mengunyah tidak efisien

7) Muntah sebelum menelan

8) Ngiler

9) Tersedak sebelum menelan

10) Waktu makan lama dengan konsumsi yang tidak adekuat

b) Tahap kedua Faring

1) Batuk

2) Demam

3) Gangguan posisi kepala

4) Infeksi paru berulang

5) Keterlambatan menelan

6) Menelan berulang

7) Menolak makan

8) Suara seperti kumur

9) Tersedak

c) Tahap ketiga Esofagus

1) Regurgitasi

2) Batuk malam hari

3) Keluhan ada yang nyangkut

4) Kesulitan menelan
5) Menolak makan

6) Muntah

7) Nyeri uluhati

8) Nyeri epigastrik

9) Odinofabia

4. Faktor yang berhubungan

Menurut NANDA (2018-2020)

a) Defisit kongenital

1) Gagal brtumbuh

2) Gangguan perilaku mencederai diri

3) Gangguan pernapasan

4) Malnutrisi energi-protein

5) Masalah perilaku makan

6) Riwayat makan dengan slang

b) Masalah neurologis

1) Abnormalitas faring

2) Abnormalitas orofaring

3) Defek laring

4) Defek nasal

5) Defek rongga nasofaring


6) Defek trakea

5. Macam-macam penyakit yang berhubungan dengan disfagia Nayoan,

Rony, dan Christin (2016).

a) Stroke

b) Parkinson disease

c) Faringectomy

d) Esophagectomy

e) Laryngectomy

f) Tonsilitis

g) Pembesaran kelenjar limfa

h) Abses toraks

i) Kanker kepala leher

j) Trauma kepala

6. Patofisiologi

Disfagia di sebabkan oleh rusaknya saraf kranial nervus V, VII, X,

dan XII. Disfagia juga disebabkan adanya masalah yang disebabkan

gangguan fungsional pada orofaring dan esofagus (Sutjahjo, 2015).

a) Disfagia orofaring

Ganguan saraf pada neuron motorik bawah disaraf kranial X dan

XII yang menyebabkan kelemahan lidah dan otot-otot yang

berfungsi untuk mengunyah atau menelan. Lidah tampak lembek

dan perubahan suara. Lesi neuron motorik atas pada saraf kranial X

dan XII juga menyebabkan lidah dan otot faring berkontraksi dan
bergerak lambat, yang disertai oleh sontakan rahang yang ringan

dan gangguan bicara. Kelelahan otot orofaring menyebabkan

meningkatnya kesulitan menelan setelah beberapa suapan.

Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring,

dan esofagus, dapat disebabkan oleh berbagai penyakit seperti

stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis, menurunnya aliran

air liur, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik.

b) Disfagia esophagus

Disfagia esofagus biasanya disebabkan oleh striktur esofagus

maupun dismotilitas. Kelainan struktur biasanya menyebabkan

disfagia untuk makanan padat dan cair.

1) Bila terdapat disfagia makanan padat dan cair, kemungkinan

besar merupakan suatu masalah motilitas. Disfagia motilitas

sementara dapat disebabkan spasme esofagus difus atau

kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas

progresif dapat disebabkan scleroderma atau akhalasia dengan

rasa panas di daerah ulu hati yang kronis, regurgitasi,masalah

respirasi, atau penurunan berat badan.

2) Bila pada awalnya pasien mengalami disfagia makanan padat,

tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair, maka

kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik.

disfagia mekanik progresif dapat disebabkan oleh striktur

esofagus atau keganasan esofagus.


E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH

GANGGUAN MENELAN

Nursing Outcome Classication (NOC), North American Nursing Diagnosis

Association (NANDA, 2015-2017).

No Masalah NOC NIC

keperawatan
1. Gangguan Status Menelan Pencegahan Aspirasi

Menelan Indikator IR ER 1. Monitor tingkat


Muntah
Kemampuan kesadaran,

mengunyah refleks batuk,


Peningkatan
kemampuan
usaha menelan
perubahan menela

kualitas suara 2. Pantau cara


Batuk
Produksi ludah makan atau bantu
Tidak nyaman
jika diperlukan
dengan
3. Monitor
menelan
kebutuhan

perawatan

terhadap saluran

cerna

4. Monitor status

pernapasan

5. beri makanan
dalam jumlah

sedikit

Berikut beberapa kasus yang menyebabkan terjadinya disfagia

1. Stroke

Hasil penelitian sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami

disfagia yang merupakan faktor resiko berkembangnya pneumonia.

Ditemukan sekitar 28-65% pasien yang mengalami disfagia setelah

serangan stroke (Smithard, 2014). Di perkirakan stroek dengan

disfagia dapat mengakibatkan setiap tahun di Kanada ada 21.000

pasien lansia sedangkan di Amerika sebanyak 200.000 pasien Menurut

Martino,R, Martin, R.E, dan Black, S, (2012).

2. Kanker kepala leher

Hasil penelitian Keganasan kepala dan leher menduduki urutan ke-

enam dari seluruh keganasan di dunia dengan presentase mencapai 6%,

dan sekitar 650.000 kasus baru yang dilaporkan setiap tahunnya.

Radiasi yang dikombinasikan dengan kemoterapi secara konkuren

(kemoradiasi) banyak digunakan pada penderita stadium lanjut atau

pada penderita yang menolak pembedahan. Kemoradiasi dapat

mempengaruhi proses menelan pada fase oral dan fase faringeal

sehingga menyebabkan disfagia. Disfagia akibat kemoradiasi

merupakan efek samping yang banyak dikeluhkan oleh penderita

keganasan kepala dan leher, dengan angka kejadian angka kejadian

lebih dari 50% (Platteaux al. 2010).


F. KERANGKA TEORI

Batasan karakteristik Resiko Aspirasi


a. Tahap oral
b. Tahap Faringeal Ketidakseimbangan
c. Tahap Esofageal nutrisi : Kurang dari
kebutuan tubuh
Disfungsi motilitas
M. KEPERAWATAN gastrointestinaltas
DISFAGIA

Intervensi

Tanda Gejala Pencegahan Aspirasi


1. Muntah sebelum menelan 1. Monitor tingkat kesadaran,
refleks batuk, kemampuan
2. Menolak makan
menela
3. Mengunyah tidak efisien
2. Pantau cara makan atau
4. Batuk bantu jika diperlukan
5. Gangguan menelan 3. Monitor kebutuhan

6. Gangguan posisi Kepala perawatan terhadap saluran


cerna
7. Nyeri epigastrik

8. Regurgitasi 4. Monitor status pernapasan


5. Beri makanan dalam jumlah
9. Muntah
sedikit

Sumber : NANDA (2018-2020)

BAB III

PENGKAJIAN TERFOKUS
A. Definisi

Pengkajian merupakan salah satu dari komponen proses keperawatan

yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali

permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulandata tentang status

keadaan seorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan

berkesinambungan (Muttaqin, 2010).

Pengkajian mencangkup informasi informasi subjektif dan objektif

(mis., tanda vital, wawancara pasien atau keluarga, pemeriksaan fisik) dan

peninjauan informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien/keluarga,

atau yang ditemukan dalam rekam medik. Perawat juga mengumpulkan

informasi tentang kekuatan pasien/keluarga (untuk mengidentifikasi

peluang promosi kesehatan) dan risiko (untuk mencegah atau menunda

potensial masalah). Pengkajian dapat di dasarkan pada teori keperawatan

tertentu seperti yang dikembangkan oleh Florence Nightingale, Wanda

Horta, atau Sr. Callista Roy, atau pada kerangka pengkajian standar seperti

standar Pola Kesehatan Fungsional Menurut Marjory Gordon. Kerangka

ini menyediakan cara mengategorikan dalam jumlah besar kedalam jumlah

yang dikelola berdasarkan pola atau kategori data terkait (NANDA 2018-

2020)..

B. Pengkajian Terfokus Disfgia Menurut (Herawati, 2013) meliputi :

1. Anamnesis
a) Apakah terdapat kesulitan dalam menelan makanan cair maupun

padat? Bagaimanah awal timbul dan perkembangannya ?(Sulit

menelan cairan sekaligus padat sejak awal menunjukan adanya

disfungsi gangguan motilitas.

b) Adakah kesulitan melakukan gerakan menelan (pertimbangkan

kelumpuhan bulbar ?

c) Adakah nyeri menyelan (odinosfagia)? pertimbangkan keganasan

atau esfagitis.

d) Adakah tonjolan pada leher atau mendeguk? (Pertimbangkan

kantong faring).

e) Dimanah pasien merasa ada bendah tersangkut?

f) Adakah batuk atau tercekik saat menelan?(ini menunjukan

neuromuskular).

g) Pernahkah ada penurunan berat badan?

h) Adakah tanda-tanda kelemahan dibagian tubuh manapun?

i) Adakah hematemesis, muntah, atau regurgitasi?

2. Pemeriksaan fisik

a) Apakah pasien sakit ringan atau berat?

b) Adakah tanda-tanda anemia, limfadenopati, atau ikterus?

c) Adakah tanda-tanda penurunan berat badan?

d) Adakah kelainan leher?adakah struma?

e) Lakukan pemeriksaan mulut dan lidah.

f) Pertimbangkan pemeriksaan spesialis THT untuk laring dan faring.


g) Adakah tanda-tanda gangguan kardiovaskular atau pernapasan?

h) Cari tanda-tanda aspirasi.

i) Adakah massa abdomen?Adakah hepatomegali atau nyeri tekan

epigastrium?

j) Lakukan pemeriksaan neurologi, pemeriksaan yang lengkap perlu

dilakukan dengan penekanan khusus pada setiap gejala-gejala

kelemahan otot, fasikulasi, lidah, dan refleks muntah.

k) Perhatikan saat pasien menelan cairan, adakah tersedak,batuk, atau

pembesaran leher?

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Videofluorographic swallowing study (VFSS)

Merupakan baku emas untuk mengevaluasi proses menelan. Pada

pemeriksaan ini penderita diminta untuk duduk dengan nyaman dan

diberikan makanan yang dicampur barium agar tampak radiopak. Saat

penderita sedang makan dan minum dilakukan observasi gambaran

radiologik pada monitor video dan direkam.

2. Fiberoptik endoscopic evaluation of swallowing (FEES)

Merupakan suatu laringoskop transnasal yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi fungsi laring, menilai jumlah residu hipofaringeal,

dan mengobservasi ada tidaknya aspirasi. Endoskop dimasukan

melalui hidung melewati nasofaring dan ditempatkan di dalam

laringofaring diatas pita suara palsu. Bolus berbentuk cair dan padat

diberi warna hijau sehingga mudah dilihat.


3. Ultrasonografi

Ultrasonografi digunakan untuk menilai fungsi oral saja, yaitu

fungsilidahdan oral transit time, juga gerakantulang hioid. Metode ini

merupakan suatu peemeriksaan yang noninvasif dan hanya

menggunakan cairan dan makanan biasa.

4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

a) Hb : 11gr/dL

b) Ht : 35%

c) Leukosit : 8.500/mm3

d) Trombosit : 250.000/mm3

5. Hasil Pemeriksaan Rongen

a) Rongen torack menunjukan adanya pelebaran mediastinum

superior sisi kanan disertai trakea ke kiri.

b) Esofagogram barium menunjukan gambaran seperti paruh burung

padasfingter esofagus bagian bawah.

6. Hasil Pemeriksaan CT-scan torack

Menunjukan tumor ekstra pulmonal berukuran 6,22 x 5,42 x6,79

cm yang berasal dari daerah leher kanan bawah dan masuk ke ruang

mediastinum superior, serta berada diantara esofagus dan struktur

vaskular leher (vena jugularis dan arteri karotis).

Anda mungkin juga menyukai