Turnip
Nim : 197014015
M. Kuliah : Fitofarmaka
bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang
terstandarisasi. Disamping itu herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti uji
Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. Riset in vivo dilakukan terhadap
hewan uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain.
Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau
mikroba. Riset in vitro bersifat parsial, artinya baru diuji pada sebagian organ atau
pada cawan petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah obat. Setelah terbukti
produk jadi;
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat dikembangkan agar
diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasi atau zat kimia baru sebagai “lead
compounds” untuk pegembangan obat modern melalui eksplorasi sumber daya alam
atau bahan aktif tanaman obat tradisional. Eksplorasi sumber daya alam atau bahan
aktif tanaman obat tradisional dapat dilakukan dengan cara:
1. Ektraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut. (Etnomedisine)
2. Uji farmakologis awal ekstraks
3.Skrining fitokimia (Uji Kandungan Metabolit Sekunder : Terpen, Steroid,
Flavonoid, Senyawa Fenol, Alkaloid )
4. Isolasi bahan aktif dan penetapan struktur
5. Standarisasi sediaan fitofarmaka
6. Uji farmakologis lanjut isolate
7. Modifikasi struktur (QSAR)
8. Teknologi preformulasi untuk uji praklinik selanjutnya
Seperti yang telah disebutkan di atas Hingga tahun 2012 Obat Herbal terstandar yang
fitofarmaka yang masih sedikit tersebut sangat tidak seimbang dengan kekayaan
hayati Indonesia yang begitu besar. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala
yaitu:
Untuk menuju grade Fitofarmaka maka harus melalui uji klinik yang diawali
dari uji pre-klinik, uji klinik fase I (20-50 orang), fase II (200-300 orang) some
trials combine Phase I and Phase II, and test both efficacy and toxicity. Kemudian
fase III (300–3.000 orang), fase 4 disebut juga post marketing surveillance. Pada
pengujian tersebut diperlukan dana milyaran hingga triliunan rupiah selain itu juga
diperlukan waktu yang cukup lama yaitu lima sampai belasan tahun sehingga
tidak semua Industri Obat Tradisional mampu untuk menanggung biaya tersebut.
menjadi fitofarmaka.
Sampai saat ini masyarakat belum banyak yang mengenal apa fitofarmaka dan
Tolak angin, pada awalnya produk tolak angin adalah jamu namun sekarang sudah
OHT. Bagi konsumen jelas dengan kenaikan grade ini semakin meningkatkan
kepercayaan, obat ini telah melalui proses standardisasi sehingga lebih terjamin
produknya. Masyarakat kita baru sampai tahap ini saja, bisa membedakan Jamu
dan OHT, namun belum sampai ke fitofarmaka. Masyarakat juga masih belum
tahu apa makna label fitofarmaka disetiap produk. Sebagai contoh Jika kita ke
apotek disuguhkan oleh apoteker 2 produk, 1 stimuno dan 1 lagi obat yang
mengandung sama-sama meniran dan ada tambahan Echinacea dan Zn, Vitamin
C, dengan harga lebih murah, juga kemasan yang lebih menarik. Tentu kita
menjadi titik kritis, walau bisa dikatakan produk X lebih lengkap tapi ini belum
fitofarmaka
dikarenakan sampai saat ini tingkat kepahaman para konsumen dalam hal ini
masyarakat masih sampai OHT (obat herbal terstandart) yang memiliki tingkatan
lebih tinggi dari jamu. Peningkatan status menjadi OHT bagi produsen sudah
cukup meningkatkan pamor dan revenue selain itu untuk menaikkan grade OHT
menjadi fitofarmaka diperlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang sangat
3. Anda sebagai seorang farmasis apa usaha anda agar obat fitofarmaka dapat
a. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah, dunia usaha, para akademisi maupun
bgm urutan2 yg akan anda kerjakan sampai diperoleh menjadi sedian fitofarmaka!
1) Pemilihan.
(atau satu satunya alternatif ) untuk penyakit tertentu. Misalnya untuk obat
Ketentuan lanjut tentang prioritas pemilihan jenis obat tradisional yang akan diuji
Pada saat ini pengujian dilakukan terhadap calon-calon obat yang tidak bersifat
narkotik.
2) Pengujian Farmakologik
vitro pada hewan coba sesuai. Petunjuk tentang khasiat calon fitofarmaka
seyogyanya diperoleh dari percobaan in vivo pada hewan mamalia yang sesuai,
semua khasiat terapetik calon obat bisa diperkirakan secara langsung dari model-
model percobaan hewan. Beberapa khasiat yang mungkin bisa diperkirakan dari
uji penapisan dengan model percobaan hewan misalnya daya analgetik, daya
menidurkan, anti hipertensia, anti diabetes, anti arthritis dll. Kegunaan uji
dalam tahap uji lebih lanjut. Hasil positif dapat digunakan untuk perkiraan
3) PengujianToksisitas
Uji toksisitas akut menyangkut pemberian beberapa dosis tunggal yang
meningkat secara teratur pada beberapa kelompok hewan dari jenis yang sama.
dan hewan dipelihara selama 14 hari. Uji toksisitas akut merupakan prasyarat
Secara ideal uji toksisitas akut dilakukan pada beberapa jenis hewan, sekurang-
kurangnya jenis hewan pengerat dan satu jenis hewan bukan pengerat. Namun
karena berbagai pertimbangan uji toksisitas akut pada saat ini sudah cukup
memadai , bila dilakukan pada tikus dari kedua jenis kelamin, menggunakan
minimal hewan dari tiap kelamin perdosis. Yang perlu dicari disini adalah :
a. Spektrum toksisitas akut Sistem biologik yang paling peka terhadap calon
Fitofarmaka.
c. Nilai dosis lethal median( LD50) yang dihitung dengan metode statistic
baku.
Pada kasus dimana sulit untuk memperoleh harga LD50 secara pasti
seyogyanya dalam percobaan dosis yang diberikan sudah dicakup dosis terbesar
yang secara teknis dapat diterima oleh hewan coba. Jenis hewan yang dipakai
disini tidak perlu sama dengan hewan yang dipakai untuk uji jangka lama karena
untuk uji jangka lama sebaiknya dipilih hewan yang mempunyai profil
keracunan harus memenuhi persyaratan yang lazim. Untuk tanaman yang belum
dikenal, uji menggunakan dua jenis hewan coba yaitu tikus dan mencit dari dua
jenis kelamin. Bila diperlukan dapat ditambah anjing. Calon Fitofarmaka yang di
uji toksisitas akut dilakukan dengan tikus dan mencit dari kedua jenis dengan
satu jenis hewan coba lain misalnya nantinya akan diberikan pada perlu
diupayakan kesetaraan adalah yang manusia. Bentuk sediaan uji dapat berbeda,
perhatian khusus adalah kemungkinan adanya efek toksik pada system organ-
dan lain-lain Jika calon fitofarmaka mempunyai pengaruh toksik pada system ini,
4) Pengujian Farmakodinamik
dikerjakan pada hewan coba yang sesuai, baik secara invitro atau invivo. Bila
pada sarana dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat
keras.
peroral maupun cara pemberian lain harus diperhatikan secara khusus. Yang
b. mempunyai ketersediaan hayati yang baik, hasil uji farmakologi dab uji
jika sebelum diketahui kandungan aktifnya, tahap pertama yang harus dilakukan
bertahap dengan pelarut non polar, semi polar dan polar. Slanjutnya dilkukan
lanjut adalah penentuan kandungan kimia aktif. Jika kandungan kimia aktif
7) Pengujian klinik.
yang relevan.
pada manusia.
obat baru. –
Protokol uji klinik fitofarmaka harus sudah disetujui oleh suatu Panitia
Uji klinik fitofarmaka hanya dapat dilakukan oleh beberapa orang (tim)
Pare
Momordica charantia L
a. Nama daerah
Paria, pare, pare pahit, pepareh, prieu, peria, foria, pepare, kambeh, paria. Paya,
paria, truwuk, paita, paliak, pariak, pania, pepule, poya, pudu, pentu, paria
popare, pepare.
c. Deskripsi tanaman/simplisia
beraturan, oranye, pecah sama sekali dengan 3 katup, 5-7 cm (liar) hingga 30 cm
jantung, garis tengah 4-7 cm, tepi berbagi 5-9 lobus, berbintik-bintik tembus
cahaya, taju bergigi kasar hingga berlekuk menyirip, memiliki sulur daun dan
berwarna agak kekuningan dan terasa pahit. Bunga jantan dan bunga betina
tumbuh pada ketiak daun. Daun dari pare yang tumbuh liar, dinamakan daun
tundung. Daun ini dikatakan lebih berkhasiat bila digunakan untuk pengobatan.
d. Kandungan kimia
asam amino dan asam fenolat. Senyawa triterpen yang telah dilaporkan antara
kukurbitan I-III, dan goya saponoin I-III. Bijinya mengandung lektin, terpenoid,
momordikosid (A- E), visin, asam amino dan asam lemak, serta polipeptida-p
(protein mirip insulin). Senyawa yang telah diisolasi dari herba adalah saponin,
sterol, glikosida steroid, alkaloid, asam amino dan protein. Selain itu telah
e. Data keamanan
LD50 jus buah: 91,9 mg/100 g BB dan LD50 ekstrak alkohol per oral : 362 mg/
100 g BB pada tikus. Momorcharins, diisolasi dari biji menginduksi aborsi pada
- 43 - kehamilan muda dan midterm pada mencit dan teratogenik pada kultur
f. Data manfaat
Uji klinik:
Uji pada sukarelawan pria normal 20-30 tahun dibagi menjadi 3 kelompok
masing-masing diberi ekstrak pare setara dengan 0,9; 1,8 dan 2,25 kg.
Pemberian dosis setara dengan 1,8 kg buah menurunkan kadar glukosa darah
secara bermakna.Ekstrak air buah pare (50 mg) pada diabetes tipe 2 dapat
menurunkan glukosa darah. Pemberian bubur buah pare pada 100 penderita
diabetes tipe-2 memberikan efek hipoglikemik pada 86 kasus (86%) dan 5 kasus
Studi kasus (n = 8) perbaikan toleransi glukosa dan kadar glukosa darah puasa
diamati pada pasien (38–50 tahun) diabetes tipe-2 yang diberi serbuk buah
pada hari ke-3 dan hilang sama sekali setelah 7 hari. Rerata kadar glukosa darah
pasca terapi menurun dibanding nilai pra-terapi yaitu 248 mg/dL menjadi 155
mg/dL (p < 0.001) perbedaan lebih besar setelah pemberian glukosa 60 g. Tidak
Studi lain pada 10 pasien diabetes tipe-2 yang diberi serbuk buah 2,0 g/hari
(p < 0,001).
sintesis glikogen hati, dan meningkatkan oksidasi glukosa perifer di eritrosit dan
adiposit. Ada data terbatas bahwa buah pare meningkatkan sekresi insulin di