Anda di halaman 1dari 8

Muhammad Fajrul Falah

18/430517/PN/15834
DIPT
1. Penyebab Penyakit Faktor Lingkungan

Bila penyebab penyakit adalah faktor lingkungan fisik atau kimia maka biasanya
penyakit menjadi makin berat dengan pertambahan waktu, sedang kecepatan perkembangan
tersebut beragam menurut jenis pohon, jenis faktor penyebab penyakit serta seberapa jauh
penyimpangan kondisi faktor penyebab tersebut dari kondisi yang cukup baik untuk
perkembangan pohon yang bersangkutan. Makin besar penyimpangan jenis pohon tertentu,
makin cepatlah dan mungkin makin beratlah penyakit yang ditimbulkannya. Tiap jenis pohon
memerlukan syarat mengenai faktor fisik atau kimia tertentu untuk pertumbuhannya yang
optimal, oleh karena itu suatu kondisi lingkungan fisik atau kimia tertentu mungkin sekali cukup
baik untuk pertumbuhan jenis pohon yang satu tetapi tidak baik untuk pertumbuhan jenis pohon
yang lain. Demikian pula pada suatu kondisi lingkungan fisik atau kimia tertentu, suatu jenis
pohon yang semula pada umurumur tertentu tidak menunjang gejala suatu penyakit, pada umur-
umur lebih lanjut dapat menjadi sakit.
Pengaruh Suhu
Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1 sampai 40 OC, kebanyakan jenis
tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15 dan 30 OC. Tumbuhan berbeda kemampuan
bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat prtumbuhan yang berbeda. Misalnya, tumbuhan
yang lebih tua, dan lebih keras akan lebih tahan terhadap suhu rendah dibanding kecambah
muda. Jaringan atau organ berbeda dari tumbuhan yang sama mungkin sangat bervariasi
kesensitifannya (kepekaannya) terhadap suhu rendah yang sama. Tunas jauh lebih sensitif (peka)
dibanding daun dan sebagainya.

Pengaruh Suhu Tinggi


Pada umunya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas kerusakannya apabila
suhu lebih tinggi dari suhu maksimum untuk pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih
rendah dari suhu minimum. Pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan berhubungan dengan
pengaruh faktor lingkungan yang lain, terutama kelebihan cahaya, kekeringan, kekurangan
oksigen, atau angin kencang bersamaan dengan kelembaban relatif yang rendah. Suhu tinggi
biasanya berperan dalam kerusakan sunsclad yang tampak pada bagian terkena sinar matahari
pada buah berdaging dan sayuran, seperti cabe, apel, tomat, umbi lapis bawang dan umbi
kentang. Hari dengan sinar matahari terik dan panas maka suhu jaringan buah yang terdapat di
bawah sinar matahari langsung mungkin jauh lebih tinggi dibanding dengan jaringan buah dari
sisi yang terlindung dan dikelilingi udara. Hal tersebut menghasilkan perubahan warna, kelihatan
basah berair, melepuh, dan keringnya jaringan di bawah kulit, yang menyebabkan permukaan
buah lekuk. Suhu tinggi juga terlibat dalam kekacauan air biji (water core) pada apel dan
penurunan oksigen yang menyebabkan terjadinya blacheart pada kentang.
Pengaruh Suhu Rendah
Kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu rendah lebih besar dibanding dengan
suhu tinggi. Suhu di bawah tiitik beku menyebabkan berbagai kerusakan terhadap tumbuhan.
Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap
titik meristematik muda atau keseluruhan bagian tumbuhan herba, embun upas yang membunuh
tunas pada persik, cherry, dan pepohonan lain, dan membunuh bunga, buah muda dan
kadangkadang ranting sukulen sebagian pepohohonan. Kerusakan yang terjadi bervariasi
tergantung pada tingkat penurunan suhu dan lama suhu rendah tersebut berlangsung. Kerusakan
awal hanya mempengaruhi jaringan vaskular utama yang lebih meluas yang berselang-selang
pada umbi akan menghasilkan nekrosis seperti jaring. Tingkat kerusakan yang lebih umum,
sebagian besar umbi menjadi rusak, menghasilkan nekrosis yang disebut blotch-type (tipe bisul).
Pengaruh Kelembaban Tanah Rendah
Gangguan kelembaban di dalam tanah mungkin bertanggung jawab terhadap lebih
banyaknya tumbuhan yang tumbuh jelek dan menjadi tidak produktif sepanjang musim.
Kekurangan air mungkin juga terjadi secara lokal pada jenis tanah tertentu, kemiringan tertentu
atau lapisan tanah yang tipis yang dibawahnya terdapat batu atau pasir. Tumbuhan yang
menderita karena kekurangan kelembaban tanah biasanya tetap kerdil, hijau pucat sampai kuning
terang, mempunyai daun, bunga dan buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan berlanjut
tumbuhan layu dan mati. Walaupun tumbuhan setahun jauh lebih rentan terhadap periode pendek
kekurangan air, tetapi tumbuhan dan pepohonan juga dapat rusak dengan periode kering yang
berlangsung lama dan menghasilkan pertumbuhan yang lambat, daun menjadi kecil dan hangus,
ranting pendek, dieback, defoliasi (pengguguran daun), dan akhirnya layu dan mati. Tumbuhan
yang lemah karena kekeringan juga lebih rentan terhadap serangan patogen dan serangga
tertentu.

Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi


Akbat kelebihan kelembaban tanah yang disebabkan banjir atau drainase yang jelek,
bulu-bulu akar tumbuhan membusuk, mungkin karena menurunnya suplai oksigen ke akar.
Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami stres, sesak napas dan kolapsi.
Keadaan basah, an-aerob menguntungkan pertumbuhan mikroorganisme an-aerob, yang selama
proses hidupnya membentuk substansi seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping
itu, sel-sel akar yang dirusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan
permeabilitas selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau bahan-bahan
beracun lain oleh tumbuhan. Drainase yang jelek menyebabkan tumbuhan tidak vigor, seringkali
menyebabkan layu dan daun berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan. Banjir selama musim
tanam dapat menyebabkan kelayuan tetap dan kematian tumbuhan semusim sukulen dalam dua
sampai tiga hari. Pepohonan yang dapat mati karena tergenang air, tetapi biasanya muncul
kerusakan lebih lambat yaitu selama beberapa minggu jika akar tergenang terus-menerus.
Kekurangan Oksigen
Tingkat oksigen rendah yang terjadi pada pusat buah atau sayuran yang berdaging di
lapangan, terutama selama periode pernapasan cepat pada suhu tinggi, atau pada penyimpanan
produk tersebut di dalam tumpukan yang besar sekali. Contoh dari kasus ini adalah
berkembangnya penyakit yang disebut blackheart pada kentang, yang dalam suhu cukup tinggi
merangsang pernapasan dan reaksi enzimatik yang abnormal pada umbi kentang. Suplai
(penyediaan) oksigen sel pada bagian dalam umbi tidak mencukupi untuk mendukung
peningkatan pernapasan, dan sel tersebut mati karena kekurangan oksidasi. Reaksi enzimatik
yang diaktivasi oleh suhu tinggi dan kurang oksidasi berjalan sebelum, selama dan sesudah
kematian sel. Reaksi tersebut secara abnormal mengoksidasi penyusun tumbuhan yang normal
menjadi pigmen melanin hitam. Pigmen tersebut menyebar ke sekitar jaringan umbi dan
akhirnya menjadikan umbi tampak hitam.

Cahaya
Kekurangan cahaya memperlambat pembentukan klorofil dan mendorong pertumbuhan
ramping dengan ruas yang panjang, kemudian menyebabkan daun berwarna hijau pucat,
pertumbuhan seperti kumparan, dan gugurnya daun bunga secara prematur. Keadaan tersebut
dikenal dengan etiolasi. Tumbuhan teretiolasi didapatkan di lapangan hanya apabila tumbuhan
tersebut ditanam dengan jarak yang terlalu dekat atau apabila ditanam di bawah pohon atau
benda lain. Kelebihan cahaya agak jarang terjadi di alam dan jarang merusak tumbuhan. Banyak
kerusakan yang berhubungan dengan cahaya mungkin akibat suhu tinggi yang menyertai
intensitas cahaya tinggi.
Polutan Udara

Hampir semua polutan udara yang menyebabkan kerusakan pada tumbuhan berbentuk
gas, tetapi beberapa bahan yang berupa partikel atau debu juga mempengaruhi vegetasi.
Beberapa gas kontaminan seperti etilen, amoniak, klorin dan kadang-kadang uap air raksa,
menyebarkan pengaruh buruknya melewati daerah tertentu. Seringkali tumbuhan atau hasil
tumbuhan yang disimpan dalam gudang dengan ventilasi yang tidak baik dipengaruhi oleh
polutan yang dihasilkan oleh tumbuhan itu sendiri (etilen) atau dari kebocoran sistem pendingin
(amoniak). Beberapa kerusakan yang disebabkan oleh polutan udara sebagai berikut :
- Klorin (Cl2) yang berasal dari kilang minyak, menyebabkan daun terlihat keputihan,
terjadinya nekrosis antar tulang daun, tepi daun nampak seperti hangus. - Etilen (CH2CH2) yang
berasal dari gas buangan automobil, menyebabkan tumbuhan tetap kerdil, daun berkembang
secara abnormal dan senesen secara prematur.
- Sulfur dioksida (SO2) yang berasal dari asap pabrik, pada konsentrasi menyebabkan
klorosis umum dan pada konsentrasi tinggi menyebabkan keputihan pada jaringan antar tulang
daun. Defisiensi Hara pada Tumbuhan Tumbuhan membutuhkan beberapa unsur mineral untuk
pertumbuhan yang normal. Beberapa unsur, seperti nitrogen, posfor, kalium, magnesium dan
sulfur dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar yang disebut unsur makro, sedangkan yang
lain seperti besi, boron, mangan, seng, tembaga, molibdenum dan klorin dalam jumlah kecil yang
disebut unsur mikro. Jenis gejala yang dihasilkan oleh defisiensi hara tertentu trutama tergantung
pada fungsi unsur tersebut di dalam tumbuhan. Fungsi-fungsi tersebut mungkin menghambat
atau mengganggu apabila unsur-unsur tersebut terbatas. Gejala tertentu biasanya sama pada
defisiensi beberap unsur, tetapi ciri-ciri diagnostik lain biasanya berhubungan dengan defisiensi
unsur tertentu. Gejala yang ditimbulkan tumbuhan sebagai akibat defisiensi hara adalah sebagai
berikut :
- Nitrogen, apabila terjadi defisiensi menyebabkan tumbuhan tumbuh jelek dan berwarna
hijau muda. Daun bagian bawah berubah kuning atau coklat muda dan batang pendek dan kurus.

- Posfor, apabila terjadi defisiensi menyebabkan tumbuhan tumbuh jelek dan daun hijau
kebiruan. Daun bagian bawah kadang-kadang berubah menjadi karat muda dengan bercak ungu
atau coklat.
- Kalium, apabila terjadi defisiensi menyebabkan tumbuhan mempunyai tunas kecil yang
pada keadaan ganas timbul mati-ujung. Daun yang lebih tua memperlihatkan gejala klorosis
dengan kecoklatan pada ujung pinggirnya mengering dan biasanya banyak bercak coklat di
pinggirnya.
- Besi, apabila terjadi defisiensi menyebabkan daun muda mengalami klorosis berat,
tetapi tulang daun utamanya tetap hijau seperti biasa. Kadang-kadang berkembang bercak coklat.
Sebagian atau keseluruhan daun mungkin mati.

- Seng, apabila terjadi defisiensi menyebabkan terjadinya gejala klorosis antar


pertulangan daun yang akhirnya menyebabkan nekrosis dan menghasilkan pigmentasi ungu.
Jumlah daun sedikit dan mengecil, ruas pendek dan tunas berbentu roset, dan produksi buah
rendah. Daun gugur dengan cepat.
Sumber :
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada
University Press.
Bidwek, R.G.S. 1979. Plant Physiology. Macmillan Publishing Co. Inc. New York Coller
Macmillan Publisher. London.
Gardner, F.P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan
Herawati Susilo). Universitas Indonesia.
Hadi, S. 1986. Pengelolaan Hutan tanaman Industri dengan Penekanan pada Masalah Upaya
Perlindungan Terhadap Penyakit. Prosiding Seminar Nasinal Ancaman Terhadap Hutan
Tanaman Industri. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia. Jakarta.
Rao, N. S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia.
Roberts, D. A., C. W. Boothroyd. 1984. Fundamentals of Plant Pathology. W.H. Freeman and
Company. New York.
Salisbury, F. B., C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan (Trejkemahan Diah R. Likman). ITB
Bandung.
Semangun, H. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikutura di Indonesia. Gadjah Mada University
Press.
Tjitrosoepomo, G. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada University Press.

2. Faktor lingkungan dapat dipisahkan antara yang biotik (hidup) dan yang abiotik (mati).
Sebagai contoh untuk biotik adalah jasad-jasad renik yang ada di sekitar patogen. Pengaruh
faktor lingkungan biotik yang jelas adalah pada patogen yang bertahan hidup dan berkembang di
dalam tanah, yang biasanya menyerang akar. Jasad yang berkembang di sekitar patogen adalah
yang secara langsung berpengaruh terhadap daya tahan hidup patogen dengan bertindak sebagai
parasit, vektor, saingan dalam memperoleh makanan atau dengan melalui antibiosis. Unsur unsur
biotik yang lain dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap patogen. Hal ini disebabkan
karena adanya interaksi antara jasad renik di sekitar patogen. Interaksi dapat mengakibatkan
berkembangnya atau turunnya populasi jasad renik yang menguntungkan atau merugikan
patogen. Dengan demikian maka unsur-unsur biotik lingkungan dapat berpengaruh secara
langsung atau tidak langsung terhadap perkembangan penyakit pada pohon.

Kelompok faktor lingkungan yang lain adalah unsur-unsur abiotik (tidak hidup) seperti
suhu, kadar air tanah, kelembaban udara, pH tanah dan bahan-bahan kimia di dalam tanah. Suatu
faktor abiotik tertentu dapat menyebabkan pohon mengalami tekanan hingga penyakit yang
ditimbulkan oleh patogen menjadi lebih berat dibandingkan dengan bila pohon hanya terserang
oleh patogen.
Faktor lingkungan fisik atau kimia dapat bekerja sendiri dan menyebabkan pohon
menjadi sakit tanpa adanya serangan suatu patogen, dan dapat pula mempengaruhi
perkembangan penyakit yang ditimbulkan oleh patogen.
Sumber:
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada
University Press.
Bidwek, R.G.S. 1979. Plant Physiology. Macmillan Publishing Co. Inc. New York Coller
Macmillan Publisher. London.
Gardner, F.P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan
Herawati Susilo). Universitas Indonesia.
Hadi, S. 1986. Pengelolaan Hutan tanaman Industri dengan Penekanan pada Masalah Upaya
Perlindungan Terhadap Penyakit. Prosiding Seminar Nasinal Ancaman Terhadap Hutan
Tanaman Industri. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia. Jakarta.
Rao, N. S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia.
Roberts, D. A., C. W. Boothroyd. 1984. Fundamentals of Plant Pathology. W.H. Freeman and
Company. New York.
Salisbury, F. B., C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan (Trejkemahan Diah R. Likman). ITB
Bandung.
Semangun, H. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikutura di Indonesia. Gadjah Mada University
Press.
Tjitrosoepomo, G. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada University Press.

3. Tanaman kopi arabika akan tumbuh maksimal bila ditanam di ketinggian 1000-2000
meter dpl. Dengan curah hujan berkisar 1200-2000 mm per tahun. Suhu lingkungan paling cocok
untuk tanaman ini berkisar 15-24ºC. Tanaman ini tidak tahan pada temperatur yang mendekati
beku di bawah 4ºC (Silaban et al.,2016). Karakteristik tersebut yang menyebabkan penyakit
karat daun kopi tidak banyak dijumpai pada tanaman kopi arabika karena penyakit karat daun
kopi hanya menyerang tanaman kopi yang ditanam di daerah rendah (Syakir dan Surmaini,2017).
Sumber :

Silaban,S.H., Bintang S, dan Posma Marbun. 2016. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman
kopi arabika (Coffea arabica), kentang (Solanum tuberosum L.), kubis (Brassica
oleraceae L.), dan jeruk (Citrus sp.) di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Jurnal
Agroekoteknologi. 4(3): 2055-2068.
Syakir,M dan Surmaini. 2017. Perubahan iklim dalam konteks sistem produksi dan
pengembangan kopi di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 36(2):
77-90.
4. Keberadaan pohon pelindung tetap (Grevillea robusta) pada areal tanaman teh
menghasilkan (TM) dapat menurunkan suhu udara, meningkatkan kelembapan relatif (RH), dan
menurunkan intensitas cahaya pada musim kemarau sehingga iklim mikro terjaga tetap sesuai
untuk pertumbuhan tanaman teh.

Keberadaan pohon pelindung tetap (Grevillea robusta) pada areal tanaman teh
menghasilkan (TM) dapat menekan populasi serangga hama dan sebaliknya dapat meningkatkan
populasi musuh alami.
Keberadaan pohon pelindung tetap (Grevillea robusta) pada areal tanaman teh
menghasilkan (TM) dapat meningkatkan produksi pucuk teh sebanyak 21% pada musim hujan
dan 55% pada musim kemarau.
Penanaman pohon pelindung di perkebunan teh juga akan meningkatkan
keanekaragaman hayati yang diharapkan dapat menurunkan masalah hama yang biasanya
dihadapi perkebunan teh yang diusahakan secara monokultur. Penanaman pohon pelindung di
perkebunan teh juga merupakan cara manipulasi habitat yang akan membantu konservasi musuh
alami dengan menyediakan perlindungan, nectar, pollen, dan inang alternatif bagi musuh alami
(Das et al., 2010).

Pada waktu musim hujan kelembapan udara tinggi, sehingga tanaman pelindung
dipangkas sebagian daunnya guna menjaga kelembapan udara di perkebunan teh. Kelembapan
udara yang sangat tinggi akan menyebabkan tumbuhnya jamur-jamur yang dapat menganggu
tanaman teh itu sendiri.
Sumber :
Das, S., S. Roy, and A. Mukhopadhyay. 2010. Diversity of arthropod natural enemies in the tea
plantations of North Bengal with emphasis on their association with tea pests. Current
Science 99(10): 1457–1463.
Widayat, W. dan D. J. Rayati. 2011. Pengaruh pohon pelindung tetap pada tanaman teh
menghasilkan terhadap iklim mikro, populasi serangga hama dan musuh alami, serta
produksi pucuk teh. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 14(1): 1-7.
5. Kebasahan daun merupakan parameter kunci dalam meteorologi pertanian karena terkait
untuk epidemiologi banyak tanaman penting, mengendalikan infeksi dan pengembangan
patogen. Kebasahan juga merupakan variabel pendorong dalam model epidemiologis untuk
mensimulasikan risiko kerusakan tanaman dari banyak penyakit tanaman. Kebasahan daun dapat
disebabkan oleh hujan, kabut, irigasi, embun dari atmosfer, atau penyulingan dari tanah. Embun,
sering menjadi penyebab utama basahnya daun, biasanya terjadi pada transfer turbulent saat
malam hari, saat permukaan hidup yang menjadi lebih dingin daripada titik embun udara di
sekitarnya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kebasahan daun adalah Kelembaban nisbi udara
menentukan kebasahan permukaan daun yang bersama-sama dengan suhu merupakan
faktor penyebab infeksi benih. Selain kelembaban nisbi yang menentukan kebasahan organ
vegetatif tanaman, curah hujan juga merupakan faktor penting dalam kemunculan penyakit,
sedang pengaruhnya terutama berkaitan dengan reduksi konsentrasi spora di udara.
Berbagai faktor lingkungan tersebut secara bersama-sama akan menghasilkan suatu periode
kondisi lingkungan yang sesuai bagi perkembangan patogen. Curah hujan yang besar dapat
memberikan periode kelembaban nisbi udara tinggi dan periode kebasahan daun yang
lama dibandingkan dengan curah hujan yang kecil. Dengan demikian curah hujan besar
dapat meningkatkan "indeks kecocokan lingkungan" bagi penyakit tanaman.
Sumber :
Sentelhas, P. C., A.D. Marta, S Orlandini., E. A. Santos, T. J. Gillespieand M. L. Gleason. 2008.
Suitability of relative humidity as an estimator of leaf wetness duration. Agricultural and
forest meteorology. 148(3), 392-400.
Hadi, S., A. Saefuddin, dan A. Suryani. 2004. Epidemiologi hawar daun bibit Pinus merkusii
yang disebabkan oleh Pestalotia theae. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 10(1).
6. Pada tanah masam jarang dijumpai penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh bakteri
dikarenakan tidak semua bakteri mampu hidup pada tanah masam (pH rendah). Tanah masam
akan beracun/toksik bagi bakteri, sehingga mereka tidak dapat hidup. Pengaruh pH terhadap
pertumbuhan dan produksi senyawa asam terjadi diantaranya melalui mekanisme yaitu
Penurunan nilai pH akibat akumulasi asam organik mengubah keadaan fisiologis sel.
Pengasaman sitoplasmik menyebabkan penghambatan aktivitas enzim, akibatnya fluks katabolik
melalui glikolisis berkurang sehingga laju sintesis energi biokimia menurun.
Penurunan produksi energi bersamaan dengan peningkatan penggunaan energi untuk
mengatasi pengasaman sitoplasma menyebabkan energi untuk sintesis biomassa menjadi
terbatas. Dalam kondisi ini, laju pertumbuhan spesifik menurun secara progresif, dan
pertumbuhan akhirnya berhenti. Respon seluler terhadap fenomena ini adalah mempertahankan
mRNA gen-gen katabolic pada tingkat yang signifikan, melalui transkripsi gen dan
meningkatkan stabilitas transkrip. Jadi translasi dipertahankan dan konsentrasi intraseluler
enzim-enzim tertentu ditingkatkan, sebagai kompensasi secara parsial terhadap aktivitas
penghambatan akibat penurunan pH (Even, et al., 2002).
Stres tingkat pH asam mengubah profil ekspresi gen. Hasil penelitian Xie, et al. (2004),
menunjukan terjadi perubahan ekspresi gen akibat stress penurunan pH, yaitu beberapa gen yang
diinduksi dan gen-gen yang lainnya ditekan. Contohnya pada bakteri penyebab penyakit pada
tumbuhan maupun bakteri bermanfaat bagi tumbuhan seperti Rizhobium sp. Menurut Widyasari,
et al. (2013), bakteri Rhizobium sp. yang tahan terhadap kondisi agak asam (pH 5,8) disebabkan
karena bakteri Rhizobium sp. memiliki kemampuan untuk mempertahankan pH intraseluler (pHi)
antara 7,2 dan 7,4 ketika pH eksternalnya (pHe) rendah (pH 5,6). Ketika pH media bersifat asam
dan toksik pada bakteri Rhizobium sp., adanya kemampuan untuk memelihara kestabilan pH
internal akan menurunkan tingkat toksisitas media, sehingga bakteri tidak akan mati.

Sumber :
Even S, N.D. Lindley, P. Loubière & M. CocaignBousquet. 2002 Dynamic Response Of
Catabolic Pathways To Autoacidification In Lactococcus lactis: Transcript Profiling And
Stability In Relation To Metabolic And Energi Constraints. Mol. Microbiol. 45 :1143-52.
Widyasari, N.M., R. Kawuri, dan I.K. Muksin. 2013. Pengaruh pH media pertumbuhan terhadap
ketahanan dari Rhizobium sp. pada tanah yang bersifat asam. Jurnal Biologi 17 (2) : 56−60.
Xie, Y., C. Lan-szu, A. Cutler & B. Weimer. 2004. DNA Macroarray Profiling Of Lactococcus
lactis subsp. lactis IL1403 Gene Expression During Environmental Stresses. Appl Environ
Microbiol. 70 :6738–6747.

7. Variabilitas curah hujan Indonesia sangat tinggi, baik secara spasial maupun temporal.
Secara ekonomi, perubahan intensitas dan frekuensi curah hujan sangat berpengaruh terhadap
pertanian Indonesia. Dampak perubahan curah hujan nyata terhadap peningkatan serangan OPT
pada tanaman sayuran (Susanti et al. 2015)
Direktorat Perlindungan Hortikultura (2015) menyatakan perubahan intensitas curah
hujan memicu ledakan hama dan penyakit pada budi daya cabai dan bawang merah sehigga
mempengaruhi laju inflasi di Indonesia. Pada saat curah hujan tinggi, serangan penyakit
meningkat di antaranya penyakit layu fusarium, layu bakteri, dan antraknosa cabai. Pada saat
curah hujan rendah, serangan hama meningkat, di antaranya ulat bawang, virus kuning, trips
cabai, dan kutu kebul.

Adiyoga and Basuki (2018) mengkaji persepsi petani sayuran tehadap perubahan ikim di
Sulawesi Selatan. Secara umum hasil penelitian menunjukkan perubahan iklim tidak jarang
menggagalkan panen dengan risiko kerugian yang semakin tinggi dan berpengaruh langsung
terhadap keberlanjutan usaha tani, serangan hama penyakit tanaman meningkat dan munculnya
hama penyakit baru.
Sumber :
Adiyoga, W. and Basuki, R.S. (2018). Persepsi Petani Sayuran Tentang Dampak Perubahan
Iklim di Sulawesi Selatan. J. Hort 28(1):133–146

Susanti, E., Surmaini, E., Buono, A. and Heryani, N. (2015). Prototype of Information System
for Horticulture Pest and Disease Distribution. . Informatika Pertania 24(2):179–190

Anda mungkin juga menyukai