Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

menjamin agar apa yang dilaksanakan atau hasil yang ingin dicapai sesuai

dengan apa yang telah direncanakan. Pengawasan sendiri sebagai suatu

proses tentunya melalui tahapan-tahapan, sehingga proses pengawasan ini

dapat berupa sistem, yang keseluruhannya akan memberikan informasi

beserta data yang diperlukan bagi perbaikan perencanaan selanjutnya.

Pengawasan yang berkualitas adalah kegiatan yang dilakukan secara

positif sesuai harapan karyawan. Keadaan ini dapat tercapai apabila

dilaksanakan dengan baik berdasarkan aturan yang telah ada atau

memberikan motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik demi

kemajuan perusahaan.

Siagian dalam Rahman Mulyawan (2011:77), mengatakan bahwa

“pengawasan adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh

kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang

sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan

sebelumnya”. Pengawasan yang diterapkan untuk meningkatkan pelayanan

sangat perlu dilaksanakan. Tujuannya adalah agar pelaksanaan pelayanan

tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tidak terjadi kesalahan-kesalahan

atau penyelewengan-penyelewengan yang dapat merugikan masyarakat.


2

Fenomena masalah yang sering terjadi dalam penyaluran raskin adalah

mulai dari pendataan penerima manfaat, penetapan biaya pengutipan biaya

tebusan raskin, sampai pada penyaluran raskin ketika telah tiba pada titik

distribusi desa. Pertama, masalah yang sering terjadi pada pendataan ini

adalah memasukkan masyarakat yang tidak layak menerima raskin dalam

data sebagai penerima manfaat. Tidak layak artinya masyarakat tersebut

memiliki keadaan ekonomi menengah ke atas. Kedua, pengutipan biaya

tebusan raskin dari penerima manfaat tidak sesuai dengan hasil musyawarah

desa. Ketiga, tidak tersalurnya raskin tersebut kepada penerima manfaat,

contohnya masyarakat terkadang tidak bisa membayar tebusan raskin maka

pengelola atau pokja mengalihkan atau menjualnya kepada pihak lain yang

tidak layak menerima yaitu seperti para pedagang barang sembako. karena

sasaran raskin tersebut adalah terutama bagi keluarga menengah ke bawah.

Dari fenomena masalah tersebut di atas, maka sangat perlu adanya

pengawasan dalam penyaluran raskin seperti dikemukakan oleh Adang

Setiana (2012: 22), mengemukakan bahwa “monitoring dan evaluasi

program raskin bertujuan untuk mengetahui ketepatan realisasi pelaksanaan

program raskin dan permasalahannya”.

Jadi, jelas bahwa apabila fungsi pengawasan tidak diterapkan dalam

pelayanan penyaluran raskin maka pelayanan penyaluran tersebut tidak

berjalan dengan baik, dapat merugikan masyarakat pemanfaat, dan juga

merugikan negara atas subsidi raskin. Tetapi dengan adanya pengawasan


3

langsung maka pelayanan penyaluran raskin tersebut dapat terlaksana

dengan baik sesuai harapan masyarakat.

Dalam hal ini, yang terkadang menjadi permasalahan adalah apabila

pengawasan terhadap pelayanan penyaluran raskin tidak diterapkan maka

proses pelayanan tidak terlaksana sesuai harapan. Adang Setiana (2012: 27),

mengemukakan bahwa “apabila terjadi penyimpangan dalam

pelaksanaannya sehingga masyarakat miskin dirugikan atau tidak

menerima, maka para pelaksana raskin yang menimbulkan kerugian

tersebut dapat dituntut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku”.

Terkadang masyarakat sendiri yang turut serta mengawasi proses pelayanan

penyaluran raskin tersebut sehingga pengelola atau pokja lebih fokus pada

pekerjaan pelayanan penyaluran raskin. Dan apabila ada masyarakat

penerima manfaat raskin tidak mau menebus maka pengelola atau pokja

harus lebih mengutamakan masyarakat lain yang layak menerima raskin

tersebut. Keadaan ini, mengingatkan bahwa tidak semua masyarakat desa

terdaftar sebagai penerima manfaat raskin, karena jumlah pagu raskin

sangat terbatas. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa

penerapan fungsi pengawasan dapat meningkatkan pelayanan penyaluran

raskin.

Menurut Robert J. Mockler dalam Rahman Mulyawan (2011: 75),

memberikan tanggapan bahwa:

“Pengawasan adalah suatu usaha sistemik untuk menetapkan standar


pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
maupun umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk
4

menjamin bahwa semua sumber daya yang dipergunakan dengan cara paling
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan”.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya

penerapan fungsi pengawasan maka tujuan perencanaan awal dan proses

pelaksanaan pelayanan oleh pengelola atau pokja raskin dapat berjalan

dengan baik.

Penerapan fungsi pengawasan dalam rangka penyaluran raskin di desa

Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara berjalan dengan baik

sebagaimana prosedur dan mekanisme penyaluran raskin dimaksud. Fungsi

pengawasan secara umum dilakukan oleh masyarakat penerima manfaat itu

sendiri, dimana para pemanfaat raskin tersebut menyampaikan keberatan

melalui Kepala Desa setempat apabila penyaluran raskin tidak tepat sasaran.

Sementara fungsi pengawasan secara khusus, dilakukan oleh aparat

pemerintah desa yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai badan

legislatif atau pengawas tingkat desa, tim koordinasi Kecamatan,

Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke pusat. Pengawasan penyaluran raskin

yang diterapkan di Desa Fulolo Kecamatan Alasa dilakukan mulai dari

penetapan nama-nama penerima manfaat raskin, menyepakati bantuan

transportasi pokja desa, menyepakati lokasi titik distribusi sampai pada

pendistribuasian raskin tersebut kepada penerima manfaat. Sehingga, proses

kegiatan tersebut di atas yang terus-menerus diawasi oleh pihak-pihak

tertentu sebagaimana dijelaskan dari atas. Dengan adanya pengawasan

tersebut, maka raskin dapat tersalur sesuai rencana, tidak terjadi

penyelewengan dan memberikan dampak yang harmonis di tengah-tengah


5

masyarakat serta tujuan dan sasaran raskin terlaksana dengan baik,

sebagaimana dikemukakan oleh Adang Setiana (2014: 3), bahwa:

“Tujuan program raskin adalah mengurangi beban pengeluaran rumah tangga


sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk
beras dan sasarannya adalah berkurangnya beban pengeluaran rumah tangga
sasaran (RTS) berdasarkan data PPLS-11 BPS dalam mencukupi kebutuhan
pangan beras melalui beras bersubsidi sebanyak 180 Kg/RTS/tahun atau setara
dengan 15 Kg/RTS/bulan dengan harga tebus Rp.1.600,-/Kg netto di titik
distribusi”.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengkaji lebih jauh

tentang pengawasan terhadap peningkatan pelayanan penyaluran raskin,

dengan memilih judul: “Implementasi Fungsi Pengawasan Terhadap

Penyaluran Beras Miskin (Raskin) di Desa Fulolo Kecamatan Alasa

Kabupaten Nias Utara.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Masalah dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan atau perbedaan

antara hasil yang diinginkan dengan kenyataan yang diperoleh. Dengan

mengetahui permasalahan, maka tindakan yang diambil tepat dan tidak

menyimpang dari persoalan yang terjadi.

Menurut Sianipar (2008: 66), menguraikan perumusan masalah yang

baik adalah sebagai berikut:

1. Masalah hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.


2. Rumusan itu hendaknya padat dan jelas.
3. Rumusan itu hendaknya memberi petunjuk tentang mungkinnya
mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
terkandung dalam rumusan itu.

Dengan berpedoman pada pendapat di atas, maka penulis merumuskan

permasalahan untuk mempermudah langkah-langkah yaitu sebagai berikut:


6

“Bagaimana Implementasi Fungsi Pengawasan Terhadap Penyaluran

Beras Miskin (Raskin) di Desa Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten

Nias Utara?”

1.3 Batasan Masalah Penelitian

Untuk memudahkan penulis dalam melaksanakan penelitian, dan

mempertimbangkan keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan yang

dimiliki oleh penulis dalam pembahasan usulan penelitian ini, maka

diperlukan pembatasan masalah yang diteliti.

Menurut Zuriah (2005: 226), mengemukakan bahwa “Pembatasan

masalah perlu dilakukan dengan tujuan agar pokok permasalahan yang

diteliti tidak terlalu melebar dari yang sudah ditentukan, atau peneliti lebih

berfokus pada tujuan yang akan diteliti”.

Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dan agar penelitian ini

terfokus, maka penulis membatasi pembahasan dalam penelitian ini yaitu

tentang implementasi fungsi pengawasan terhadap penyaluran Beras Miskin

(Raskin) di Desa Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pada pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai

berikut:
7

1. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan penyaluran Raskin di Desa

Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi fungsi pengawasan

terhadap pelayanan penyaluran Raskin di Desa Fulolo Kecamatan

Alasa Kabupaten Nias Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari pada penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai

berikut:

1. Bagi penulis, menjadi bahan penulisan karya ilmiah sebagai salah satu

syarat menyelesaikan studi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE)

Pembangunan Nasional Gunungsitoli.

2. Bagi objek penelitian, sebagai bahan masukan tentang implementasi

fungsi pengawasan terhadap pelayanan penyaluran Raskin dalam

mencapai tujuan.

3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan masukan dan pengalaman

dalam upaya memecahkan masalah yang terjadi pada objek yang

penelitian.

4. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pembangunan Nasional,

sebagai bahan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan manajemen

khususnya manajemen sumber daya manusia.


8

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menyusun dan mengatur karya ilmiah ini

berdasarkan urutan-urutan pengkajian dengan sistematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan

masalah dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini penulis menyajikan beberapa uraian teori-teori

yang berhubungan dengan penulisan sebagai landasan bagi

penulis untuk melakukan pengkajian dan perbandingan-

perbandingan dengan kondisi yang terjadi di lapangan, yaitu

yang terdiri dari fungsi-fungsi manajemen, pengertian

pengawasan, maksud dan tujuan pengawasan, macam teknik

pengawasan, pelaksanaan pengawasan, program raskin (beras

miskin), monitoring dan evaluasi raskin, dan mekanisme

pelaksanaan penyaluran raskin.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini merupakan metode penelitian yang terdiri dari lokasi

penelitian, identifikasi variabel dan defenisi operasional,

populasi dan sampel, teknik pengambilan data, dan teknik

analisa data.
9

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini adalah merupakan analisa dan pembahasan

berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah mencakup tentang kesimpulan dan saran dari

hasil analisa dan pembahasan yang diberikan oleh penulis.


10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen

Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai

jenis pekerjaan yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga

membentuk suatu kesatuan administratif. Sebagaimana Louis A. Allen dalam

yayat M. Herujito (2001: 17), mengatakan bahwa “Manajemen adalah suatu

jenis pekerjaan khusus yang menghendaki usaha mental dan fisik yang

diperlukan untuk memimpin, merencana, menyusun, mengawasi”.

Selanjutnya, Louis A. Allen dalam yayat M. Herujito (2001: 18),

mengatakan bahwa pekerjaan manajer mencakup empat fungsi, yaitu:

1. Memimpin (leading).

2. Merencanakan (planning).

3. Menyusun (organizing).

4. Mengawasi dan meneliti (controlling), yaitu menentukan langkah-

langkah yang lebih baik.

Setiap manajer atau pimpinan harus menjalankan keempat fungsi

tersebut di dalam organisasi sehingga hasilnya merupakan suatu keseluruhan

yang sistematik. Koontz Harold dan O’donel Cyril dalam Yayat M. Herujito

(2001: 18), menyebutkan terdapat lima fungsi pokok dalam manajemen,

yaitu:
11

1. Perencanaan (Planning);

2. Pengorganisasian (Organizing);

3. Kepegawaian (Staffing);

4. Mengarahkan dan memimpin (Directing and leading);

5. Pengawasan (Controling).

George R. Terry dalam Yayat M. Herujito (2001: 18), merumuskan

fungsi manajemen menjadi empat fungsi pokok, yaitu:

1. Perencanaan (Planning);

2. Pengorganisasian (Organizing);

3. Pelaksanaan (Actuating);

4. Pengawasan (Controling).

2.2 Unsur-Unsur Manajemen

Organisasi memerlukan manajemen sebagai pedoman dalam mengelola,

mengatur, menjalankankan sumber daya yang ada agar tujuan yang

diharapkan oleh organisasi dapat terwujud dengan. Manajemen merupakan

kegiatan untuk mencapai sesuatu yang telah direncanakan sebelumnya.

Menurut Harrington Emerson dalam Yayat M. Herujito (2001:6),

mengemukakan bahwa manejemen mempunyai 5 (lima) unsur, yaitu:

1. Manusia (Men)

2. Uang (Money)

3. Materi (Materials)

4. Mesin (Machines), and

5. Metode (Methods)
12

Selain itu, George R. Terry dalam Yayat M. Herujito (2001:6), juga

mengatakan bahwa ada enam sumber daya pokok dari manajemen, yaitu:

1. Laki-Laki dan Perempuan (Men and women)

2. Materi (Materials)

3. Mesin (Machines)

4. Metode (Methods)

5. Uang (Money)

6. Pasar (Markets)

Sistematika dari keempat pandangan para ahli itu jelas menunjukkan,

manusia merupakan unsur manajemen yang pokok. Manusia tidak dapat

disamakan dengan benda, ia mempunyai peranan, pikiran, harapan serat

gagasan. Reaksi psikisnya terhadap keadaan sekeliling dapat menimbulkan

pengaruh yang lebih jauh dan mendalam serta sukar untuk diperhitungkan

secara seksama. Oleh karena itu, manusia perlu senantiasa diperhatikan

untuk dikembangkan ke arahyang positif sesuai dengan martabat dan

kepribadiannya sebagai manusia.

Manusia merupakan faktor utama dalam kegiatan perusahaan karena

manusia yang mengelola, mengendalikan dan mendayagunakan sumber-

sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan.

Setiap organisasi selalu membutuhkan yang namanya manajemen

karena tanpa adanya manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang

berhasil cukup lama. Tercapainya tujuan organisasi baik tujuan ekonomi,

sosial maupun politik, sebagian besar tergantung kepada kemampuan para


13

manajer dalam organisasi yang bersangkutan. Manajemen akan memberikan

efektivitas pada usaha manusia.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

manajemen merupakan seni menyelesaikan tugas dengan orang lain melalui

proses perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan pengarahan terhadap

aktivitas organisasi sesuai dengan sumber daya yang dimiliki untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan

2.3 Pengertian Pengawasan

Adanya berbagai jenis kegiatan pembangunan di lingkungan

pemerintahan desa menurut penanganan yang lebih serius agar tidak terjadi

pemborosan dan penyelewengan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi

masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan suatu fungsi

pengawasan yang tepat. Ini bertujuan untuk menjaga kemungkinan agar

pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.

Pengawasan secara umum diartikan sebagai suatu kegiatan administrasi

yang bertujuan mengandalkan evaluasi terhadap pekerjan yang sudah

diselesaikan apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Karena itu bukanlah

dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah satu yang benar tetapi lebih

diarahkan kepada upaya untuk melakukan koresi terhadap hasil kegiatan.

Dengan demikian jika terjadi kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan

yang tidak sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, maka segera diambil

langkah-langkah yang dapat meluruskan kegiatan berikutnya sehingga

terarah pelaksanaanya.
14

Menurut Sule dan Saefullah (2005: 317), mendefinisikan bahwa:

”Pengawasan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang

diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut”. Iman dan

Siswandi (2009: 195), mengemukakan bahwa “pengawasan adalah sebagai

proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen

tercapai”. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai

yang direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang

sangat erat antara perencanaan dan pengawasan.

Reksohadiprodjo (2008: 63), mengemukakan bahwa: ”Pengawasan

merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana agar mereka

selalu bertindak sesuai dengan rencana”. Sedangkan, Terry dan Leslie (2010:

232) berpendapat bahwa: ”Pengawasan adalah dalam bentuk pemeriksaan

untuk memastikan, bahwa apa yang sudah dikerjakan adalah juga

dimaksudkan untuk membuat sang manajer waspada terhadap suatu

persoalan potensial sebelum persoalan itu menjadi serius”. Sarwoto (2010:

94), mengatakan bahwa: ”Pengawasan adalah kegiatan manajer yang

mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana

yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki”.

Fathoni (2006: 30), mendefinisikan bahwa: ”Pengawasan adalah suatu

proses untuk menetapkan aparat atau unit bertindak atas nama pimpinan

organisasi dan bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang


15

diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk menilai kemajuan dan

kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan”.

Manullang (2006: 177) mengemukakan bahwa: ”Pengawasan adalah

dilakukan oleh atasan dari petugas yang bersangkutan. Karena pengawasan

semacam ini disebut juga pengawasan vertikal atau formal karena yang

melakukan pengawasan ini adalah orang-orang yang berwenang”.

Dari definisi yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa

pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Kepentingannya tidak

diragukan lagi seperti halnya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya,

karena pengawasan dapat menentukan apakah dalam proses pencapaian

tujuan telah sesuai dengan apa yang direncanakan ataukah belum.

Berdasarkan pada batasan pengertian tersebut di atas dapatlah ditarik

suatu simpulan bahwa pengawasan adalah suatu usaha pimpinan yang

menginginkan agar setiap pekerjan dilaksanakan seagimana mestinya.

Dengan kata lain bahwa tujuan pengawasan adalah untuk mengetahui dan

menilai kenyataan yang sebenarnya tentang objek yang diawasi, apakah

sesuai dengan yang semestinya atau tidak.

Muchsan dalam Rahman Mulyawan (2011: 7.4), berpendapat bahwa

“pengawasan adalah kegiatan untuk untuk menilai suatu pelaksanaan tugas

secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbatas pada

pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok

ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud suatu

rencana).
16

Menurut Rusli Ramli (2010: 6.3), bahwa “Pengawasan diartikan sebagai

usaha menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara menilai

hasil/prestasi yang dicapai dan kalau terdapat penyimpangan dari standar

yang telah ditentukan, maka segera diadakan usaha perbaikan, sehingga

semua hasil/prestasi yang dicapai sesuai rencana”.

Dan menurut Paulus Effendi Lotulung dalam Rahman Mulyawan (2011:

7.5), “pengawasan (cotroller) adalah upaya untuk menghindari terjadinya

kekeliruan-kekeliruan, baik sengaja maupun tidak sengaja, sebagai usaha

preventif, atau juga untuk memperbaikinya apabila sudah terjadi kekeliruan

itu, sebagai usaha represif.

Selanjutnya Henry Fayol dalam Rahman Mulyawan (2011: 7.6),

mengatakan bahwa:

“Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai


dengan rencana yang telah ditentukan, dengan instruksi yang telah diberikan
dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan untuk
menunjukkan kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud
untuk memperbaikinya dengan mencegah terulangnya kembali kesalahan”.

Dari pendapat para ahli di atas, tampak jelas unsur preventif dan maksud

kontrol itu, sebab tujuan utamannya adalah mencegah atau menghindari

terjadinya kekeliruan.

2.4 Maksud dan Tujuan Pengawasan

Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak

lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada

dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan

mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan.


17

Menurut Juhir (2006: 22), mengatakan “maksud pengawasan adalah

untuk:

1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak;


2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan
mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan
yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam
rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat
pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak;
5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan
dalam planning, yaitu standard.

Menurut Rachman dalam Situmorang dalam Juhir (2006: 22), juga

mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:

1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana


yang telah ditetapkan;
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan
instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan;
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan
dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan-
perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah pengulangan kegiatan-
kegiatan yang salah;
4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat
diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi
yang lebih benar.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud

pengawasan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan

segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta

mengukur tingkat kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah

yang lebih baik.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas dalam

Juhir (2005:337), mengemukakan:

1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang


tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan;
2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan
yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil
18

langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi


gangguan-gangguan yang terjadi;
3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat
membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang
maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang
diharapkan;

Sedangkan Situmorang dalam Juhir (2006: 26), mengatakan bahwa

tujuan pengawasan adalah:

1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh
suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna
serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali
dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat
dan bertanggung jawab;
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah,
tumbuhnya disiplin kerja yang sehat;
3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan,
tumbuhnya budaya malu dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan
rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela
terhadap masyarakat dan ajaran agama.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Menurut Sule dan

Saefullah (2005: 318-319), mengemukakan “ada empat tujuan pengawasan

tersebut adalah adaptasi lingkungan, meminimumkan kegagalan,

meminimumkan biaya, dan mengantisipasi kompleksitas dari organisasi.

1. Adaptasi lingkungan, adalah agar perusahaan dapat terus menerus


beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan perusahaan, baik
lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan eksternal;
2. Meminimumkan kegagalan, adalah ketika perusahaan melakukan kegiatan
produksi misalnya perusahaan berharap agar kegagalan seminimal mungkin;
3. Meminimumkan biaya, adalah ketiga perusahaan mengalami kegagalan;
4. Antisipasi komplesitas organisasi, adalah agar perusahaan dapat
mengantisipasi berbagai kegiatan organisasi yang kompleks.

Menurut Siswandi (2009: 83-84) mengatakan bahwa tujuan pengawasan

adalah:

1. Pengukuran kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, peraturan dan


hukum yang berlaku;
2. Menjaga sumber daya yang dimiliki organisasi;
3. Pencapaian tujuan dan sasaran yang yang telah ditetapkan oleh organisasi;
4. Dipercayainya informasi dan keterpaduan informasi yang ada di dalam
organisasi;
19

5. Kinerja yang sedang berlangsung dan kemudian membandingkan kinerja


aktual dengan standar serta menetapkan tingkat penyimpangan yang
kemudian mencari solusi yang tepat.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada

pokoknya tujuan pengawasan adalah:

1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-

instruksi yang telah dibuat;

2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan-kesulitan, kelemahan-

kelemahan atau kegagalan-kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja;

3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan

kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.

2.5 Macam Teknik Pengawasan

Menurut Juhir (2006: 27), mengklasifikasikan teknik pengawasan

berdasarkan berbagai hal, yaitu:

1. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung


a. Pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi
oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa,
mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan, dan
menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini
dilakukan dengan inspeksi.
b. Pengawasan tidak langsung, diadakan dengan mempelajari laporan-
laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis,
mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa
pengawasan “on the spot”.
2. Pengawasan preventif dan represif
a. Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan
dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-
persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga
dan sumber-sumber lain.
b. Pengawasan represif, dilakukan melalui post-audit, dengan pemeriksaan
terhadap pelaksanaan di tempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan
dan sebagainya.
3. Pengawasan intern dan pengawasan ekstern
a. Pengawasan intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan
oleh pucuk pimpinan sendiri. Setiap pimpinan unit dalam organisasi pada
20

dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan mengadakan


pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-
masing.
b. Pengawasan ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari
luar organisasi sendiri, seperti halnya pengawasan dibidang keuangan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur
Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap
departemen dan instansi pemerintah lain.

Menurut Siagian (2008: 139-140), mengungkapkan bahwa: “Proses

pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen

dengan mempergunakan dua macam teknik, yakni:

1. Pengawasan langsung (direct control) ialah apabila pimpinan organisasi


mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang
dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk: (a) inspeksi
langsung, (b) on the spot observation, (c) on the spot report, yang
sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan.
Akan tetapi karena banyaknya dan kompleksnya tugas-tugas seorang
pimpinan terutama dalam organisasi yang besar. Seorang pimpinan tidak
mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung itu. Karena itu
sering pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung.
2. Pengawasan tidak langsung (indirect control) ialah pengawasan jarak jauh.
Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para
bawahan. Laporan itu dapat berbentuk: (a) tertulis, (b) lisan. Kelemahan
dari pada pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa sering para bawahan
hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan perkataan lain, para
bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang
diduganya akan menyenangkan pimpinan.

Sementara Bohari (2007: 25), membagi macam teknik pengawasan

sebagai berikut:

1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya


penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan
preventif ini biasanya berbentuk prosedur-prosedur yang harus ditempuh
dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan:
a. Mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dari dasar
yang telah ditentukan.
b. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara
efisien dan efektif.
c. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai.
d. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi
sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan
2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan
dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang
seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk
mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu
telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk:
21

a. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara


pengujian dan penelitian terhadap surat-surat pertanggungan jawab
disertai bukti-buktinya mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
b. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di tempat
kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi.

2.6 Pelaksanaan Pengawasan

Selanjutnya Yayat M. Herujito (2001: 243), Cara pelaksanaan

pengawasan terdiri dari 4 (empat) cara, yaitu:

a. Mengawasi langsung di tempat (personel inspections).

b. Melalui laporan lisan (oral report).

c. Melalui tulisan (written report).

d. Melalui penjagaan khusus (control by exeption).

Lebih lanjut, Yayat M. Herujito (2001: 244-245), mengemukakan

bahwa pengawasan terdiri dari dua macam, yaitu:

1. Pengawasan Intern
Pengawasan intern dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian
pengawasan perusahaan (internal auditor). Laporan tertulis dari bawahan
kepada atasan pada umumnya terdiri dari:
a. Laporan harian
b. Laporan mingguan
c. Laporan bulanan
d. Laporan khusus
2. Pengawasan Ekstern
Pengawasan ekster dilakukan oleh akuntan publik (certified publik
accountant). Publikasi laporan neraca dan rugi laba yang menyebabkan
jalannya perusahaan wajib diperiksa oleh akuntan publik. Biasanya pada
rapat pemegang saham laporan keuangan dan pertanggungjawaban direktur
dibicarakan, juga ditetapkan akuntan mana yang memeriksa laporan
perusahaan tersebut. Menurut kebiasaannya, yang memeriksa laporan
perusahaan ialah akuntan publik yang memeriksa sebelumnya. Jadi, sangat
jarang perusahaan menukar pemeriksa (akuntan publik), kalau tidak terjadi
sesuatu hal atau kelainan pendapat antara perusahaan yang diperiksa dan
yang memeriksa.

2.7 Prinsip Pengawasan


22

Menurut Yayat M. Herujito (2001:242), bahwa ada 7 (tujuh) prinsip

pengawasan yaitu terdiri:

a. Mencerminkan sifat dari apa yang diawasi.

b. Dapat diketahui dengan segera penyimpangan yang terjadi.

c. Luwes.

d. Mencerminkan pola organisasi.

e. Ekonomis.

f. Dapat mudah dipahami.

g. Dapat segera diadakan perbaikan

2.8 Program Raskin (Beras Miskin)

Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan

pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat.

Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun

daerah. Upaya tersebut dicantumkan dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) Tahun 2009 pada prioritas I yaitu Peningkatan Pelayanan Dasar dan

Pembangunan Pedesaan, Program Raskin merupakan salah satu program

pada prioritas I fokus 1 tentang pembangunan dan penyempurnaan sistem

perlindungan sosial khususnya bagi masyarakat miskin.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan

menginstruksikan Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non

Departemen tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia

untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan,


23

pembangunan ekonomi pedesaan dan stabilitas ekonomi nasional. Secara

khusus kepada Perum BULOG diinstruksikan untuk menyediakan dan

menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan

pangan, yang penyediaannya mengutamakan beras dari gabah petani dalam

negeri.

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin

bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin. Di

samping itu, program ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses

masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokoknya sebagai

salah satu hak dasar masyarakat. Hal ini merupakan salah satu program

pemerintah baik pusat maupun daerah yang penting dalam peningkatan

ketahanan pangan nasional.

Program Raskin masuk dalam klister I program penanggulangan

kemiskinan tentang Bantuan dan Perlindungan Sosial, yang bersinergi

dengan program pembangunan lainnya, seperti program perbaikan gizi,

peningkatan kesehatan dan pendidikan. Sinergi antar berbagai program ini

penting dalam meningkatkan efektivitas masing-masing program dalam

mencapai tujuan. Efektivitas Program Raskin 2009 dapat ditingkatkan

melalui koordinasi antar lembaga/instansi terkait baik di tingkat pusat

maupun daerah. Koordinasi dilaksanakan mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, denga mengedepankan peran

penting partisipasi masyarakat.

2.9 Monitoring dan Evaluasi Raskin


24

Adang Setiana (2012: 22), menguraikan monitoring dan evaluasi

penyaluran raskin, yaitu sebagai berikut:

1. Monitoring dan evaluasi program raskin bertujuan untuk mengetahui


ketepatan realisasi pelaksanaan program raskin dan permasalahannya;
2. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang oleh tim
koordinasi raskin Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan;
3. Waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi program raskin dilakukan
secara periodik atau sesuai dengan kebutuhan;
4. Hasil monitoring dan evaluasi dibahas secara berjenjang dalam rapat tim
koordinasi raskin Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan sesuai
dengan lingkup dan bobot permasalahannya untuk ditindaklanjuti, serta
sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan program;
5. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan metode kunjungan lapangan,
rapat koordinasi dan pelaporan”.

Selanjutnya, Adang Setiana (2012: 22), menjelaskan bahwa

“pengawasan pelaksanaan penyaluran raskin dilaksanakan oleh BPKP,

Kemenko Kesra bersama-sama dengan Ditjen PMD Kemendagri sesuai

dengan peraturan perundang-undangan”.

2.10 Mekanisme Pelaksanaan Penyaluran Raskin

Penyaluran raskin oleh Perum Bagian Urusan Logistik (BULOG)

berkewajiban menyediakan beras dengan jumlah dan waktu yang tepat serta

berkualitas sesuai dengan Inpres Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan

Perberasan.

Menurut Adang Setiana (2012: 19), menjelaskan bahwa:

“Dalam rangka rencana penyaluran raskin tersebut, tim koordinasi raskin


Provinsi dan tim koordinasi raskin Kabupaten/Kota menyusun rencana
penyaluran yang meliputi waktu, jumlah dan jadwal pendistribusian untuk
mengatasi kendala geografis, infrastruktur dan sarana transportasi,
perkembangan harga serta kebutuhan beras Rumah Tangga Sasaran Penerima
Manfaat (RTS-PM). Penyediaan beras di setiap gudang Perum BULOG
disesuaikan dengan rencana penyaluran raskin di wilayah kerjanya, sehingga
kelancaran proses penyaluran raskin dapat terjamin”.
25

Selanjutnya, Adang Setiana (2001: 19-20), mengemukakan mekanisme

pelayanan penyaluran atau pendistribusian raskin sebagai berikut:

1. Bupati/Walikota/Ketua tim koordinasi raskin Kabupaten/Kota/Pejabat yang


ditunjuk oleh Bupati/Walikota menerbitkan Surat Perintah Alokasi (SPA)
kepada Kadivre/Kasubdrive/KanKansilog Perum BULOG berdasarkan pagu
raskin dan rincian di masing-masing Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
2. Berdasarkan SPA, Kadivre/Kasubdrive/KanKansilog Perum BULOG
menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-masing Kecamatan atau
Desa/Kelurahan kepada Satker raskin.
3. Kepala gudang melakukan pemeriksaan kualitas dan kuantitas raskin
sebelum keluar dari gudang dan diserahkan kepada Satker raskin.
4. Berdasarkan SPPB/DO, Satker raskin mengambil beras di gudang Perum
BULOG dan menyerahkannya kepada pelaksana distribusi raskin di titik
distribusi (TD).
5. Tim koordinasi raskin Kecamatan atau pelaksana distribusi melakukan
pemeriksaan kualitas dan kuantitas raskin yang diserahkan oleh Satker di
titik distribusi (TD).
6. Apabila terdapat raskin yang tidak sesuai dengan kualitas yang ditetapkan
dalam Inpres perberasan, maka tim koordinasi raskin Kecamatan atau
pelaksana distribusi atau penerima manfaat harus menolak dan
mengembalikannya kepada Satker raskin untuk diganti dengan kualitas
yang sesuai.
7. Pelaksana distribusi raskin menyerahkan raskin kepada RTS-PM sebanyak
15 Kg/RTS/bulan dan dicatat dalam formulir DPM-2. Selanjutnya, DPM-2
dilaporkan kepada tim raskin Kecamatan.
8. Apabila di titik bagi (TB) jumah RTS melebihi data RTS-PM hasil PPLS-11
BPS, maka pokja raskin tidak diperkenankan untuk membagi raskin kepada
rumah tangga yang tidak terdaftar dalam DPM-1.
9. Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendistribusikan raskin dari titik
distribusi (TD) ke titik bagi (TB) sampai ke RTS-PM.
10. Apabila diperlukan, Kepala Desa/Kelurahan dapat mengikutsertakan
RT/RW dalam pendistribusian raskin dari titik distribusi (TD) sampai ke
RTS-PM.
11. Apabila terdapat alokasi raskin yang tidak terdistribusikan kepada RTS-PM,
maka harus dikembalikan ke Perum BULOG untuk dikoreksi administrasi
penyalurannya.
Lebih lanjut, Adang Setiana (2001: 20), mengemukakan bahwa:

1. Pembayaran HPB raskin dari RTS-PM kepada pelaksana distribusi raskin


dilakukan secara tunai sebesar Rp.1.600,-/Kg.
2. Uang HPB raskin yang diterima pelaksana distribusi raskin dari RTS-PM
harus langsung disetor ke rekening HPB BULOG melalui bank setempat
oleh pelaksana distribusi yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam
petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis sesuai dengan kondisi setempat atau
dapat diserahkan kepada Satker raskin yang kemudian langsung disetor ke
rekening HPB BULOG.
3. Atas pembayaran HPB raski tersebut, dibuatkan tanda terima hasil
penjualan raskin (TT-HP raskin) rangkap 3 (tiga) oleh Satker raskin. HPB
raskin yang disetor ke bank oleh pelaksana distribusi raskin harus disertai
bukti setor asli. TT-HP raskin diberikan kepada pelaksana distribusi raskin
setelah dilakukan konfirmasi ke bank yang bersangkutan.
26

4. Pelaksana distribusi raskin tidak dibenarkan menunda penyerahan HPB


raskin kepada Satker raskin atau rekening HPB BULOG di bank.
5. Apabila pelaksana distribusi raskin melakukan perbuatan melawan hukum,
maka tim koordinasi raskin Kabupaten/Kota mencabut penunjukkan sebagai
pelaksana distribusi raskin dan melaporkan kepada penegak hukum. Untuk
kelancaran penyaluran raskin selanjutnya, maka Kepala Desa/Lurah
menunjuk pengganti pelaksana distribusi raskin.
6. Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan
harus membantu kelancaran pembayaran HPB raskin, atau dapat
memberikan dan talangan bagi RTS-PM yang tidak mampu membayar
tunai.
27

. BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah dilaksanakan di Desa Fulolo Kecamatan

Alasa Kabupaten Nias Utara.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian perlu ditetapkan agar penelitian memiliki tujuan,

pendekatan, tingkat eksplansi, dan analisis serta jenis data. Dengan

mengetahui jenis penelitian yang digunakan maka diharapkan dapat melihat

metode yang paling efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi yang

akan digunakan untuk memecahkan masalah. Secara umum jenis penelitian

biasanya dibedakan dari bentuk data yang digunakan. Secara umum jenis

penelitian biasanya dibedakan dari bentuk data yang digunakan. Riset

berdasarkan jenis data menurut Suliyanto (2006: 11), dibagi menjadi:

1. Riset kualitatif adalah riset yang didasarkan pada data kualitatif yaitu tidak
berbentuk angka atau bilangan sehingga hanya berbentuk pernyataan-
pernyataan atau kalimat.
2. Riset kuantitatif adalah riset yang didasarkan pada data kuantitatif yaitu
berbentuk angka atau bilangan.
3. Riset gabungan/kombinasi adalah riset yang menggunakan data kualitatif
dan kuantitatif.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa jenis

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah riset kualitatif yaitu

tidak berbentuk angka atau bilangan sehingga hanya berbentuk pernyataan-

pernyataan atau kalimat.


28

3.3 Identifikasi Variabel dan Defenisi Operasional

3.3.1 Identifikasi Variabel

Penulis mengidentifikasi variabel-variabel yang digunakan

untuk mendapatkan data yang akan diteliti, variabel-variabel

tersebut terdiri dari 2 (dua) variabel antara lain variabel X dan

variabel Y.

Menurut Nazir (2003: 89), menerangkan bahwa dalam hal

terdapat hubungan antara dua variabel, misalnya antara variabel Y

dan variabel X, maka Y disebabkan oleh variabel X, maka variabel

Y dinamakan variabel dependen dan variabel X adalah variabel

bebas. Dari pendapat Nazir tersebut, maka variabel X pada

penelitian ini adalah pengawasan yang merupakan variabel bebas

dan variabel Y adalah penyaluran raskin yang merupakan variabel

dependen (terikat).

Untuk mengukur variabel pengawasan terdiri dari 3 (tiga)

indikator, yaitu:

a. Bentuk pengawasan.

b. Tujuan pengawasan.

c. Pelaksanaan pengawasan.

Variabel penyaluran raskin terdiri dari 3 (tiga) indikator, yaitu:

a. Rencana penyaluran.

b. Proses penyaluran.

c. Alur penyaluran
29

3.3.2 Defenisi Operasional

Berdasarkan kedua variabel tersebut di atas, maka defenisi

operasional adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan merupakan kegiatan untuk memantau atau

memonitoring kegiatan orang lain berdasarkan ketentuan dalam

organisasi untuk mengantisipasi terjadinya kelemahan atau

kesalahan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.

2. Penyaluran raskin adalah suatu tindakan atau kegiatan yang oleh

suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bertujuan

untuk membantu orang lain.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Sedangkan menurut Umar (2006: 77) mengemukakan bahwa:

“Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu dan

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota

sampel.”

Dalam penulisan ini, yang menjadi populasinya adalah seluruh

masyarakat Desa Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara

sebagai penerima manfaat Raskin sebanyak 340 Kepala Keluarga.


30

3.4.2 Sampel

Menurut Husein Umar (2006: 77) mengatakan bahwa “sampel

merupakan bagian kecil dari populasi”. Secara sederhana diartikan

sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya

dalam suatu penelitian.

Sampel adalah sebagian dari populasi penulisan yang mewakili

populasi tersebut. Dari populasi yang telah ditetapkan, penulis

mengambil sampel yang representatif artinya diwakili dan dapat

mewakili keseluruhan populasi.

Menurut Arikunto (2008: 120) mengatakan “Sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjek yang

diteliti lebih dari 100 orang, maka dapat diambil 10 % sampai 25 %

dari populasi. Selanjutnya jika subjek yang diteliti kurang dari 100

orang maka sampel adalah populasi”.

Maka, dalam penelitian ini, penarikan sampel dilakukan secara

acak dan berpedoman pada pendapat di atas yaitu hanya diambil

sebanyak 25% dari jumlah populasi dengan rincian (340 x 25% =

17), sehingga jumlahnya sebanyak 17 Kepala Keluarga.

3.5 Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sangat berarti dan penting

keberadaannya untuk menentukan keberhasilan dari penelitian yang sedang

dilaksanakan. Maka, teknik pengumpulan data yang dilakukan


31

menggunakan pendekatan-pendekatan atau cara tertentu sebagaimana yang

telah ditetapkan oleh prosedur penelitian yang berlaku.

Peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data, antara lain

dimulai dengan tahapan:

3.5.1 Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Menurut Suryabrata (2003:39), mengatakan

bahwa ”Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya. Sehingga

data primer pada penelitian ini adalah data berupa jawaban dari hasil

wawancara yang ditujukan kepada responden. Sedangkan data

sekunder adalah data yang telah tersusun dalam bentuk dokumen-

dokumen, misalnya data mengenai keadaan demografis suatu daerah,

data mengenai produktifitas suatu perguruan tinggi, data mengenai

persediaan pangan di suatu daerah, dan sebagainya. Sehingga, data

sekunder pada penelitian ini adalah berupa teori/fakta pendukung

tentang penerapan fungsi pengawasan terhadap efektifitas melalui

dokumen, buku referensi.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Sementara teknik pengumpulan data yang digunakan pada

penelitian ini adalah:

1. Data Primer, secara langsung dari responden dengan cara:

a. Pengamatan (Observasi)
32

yaitu metode pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan secara langsung pada objek penelitian, untuk

memperoleh data primer yang dibutuhkan.

b. Wawancara (Interview)

yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan

tanya jawab secara langsung kepada responden atau kepada

pihak/sumber-sumber data yang dianggap perlu, dimana

teknik ini digunakan oleh penulis untuk memperoleh data

primer untuk selanjutnya dianalisa untuk menjadi bahan

pembahasan.

2. Data Sekunder, dengan memperoleh data dari berbagai literatur

atau buku-buku yang berhubungan dengan masalah pokok dalam

penelitian. Metode ini digunakan penulis untuk mendapatkan teori

atau fakta pendukung sesuai dengan latar belakang penelitian.

3.6 Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang amat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan analisa, data tersebut dapat diberi arti dan makna.

Hasil analisa tersebut sangat berguna dalam memecahkan masalah penulisan

dan hal ini dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Metode

Deskriptif

Yaitu metode deskriptif yaitu metode yang memusatkan diri

terhadap pemecahan masalah yang dihadapi, dimana data yang mula-


33

mula dikumpulkan, disusun dan diklasifikasikan sehingga dapat

memberikan informasi serta gambaran yang jelas, kemudian

diinterpretasikan dan dihubungkan dengan permasalahan yang terjadi

sehingga pada akhirnya memberikan keterangan yang lengkap. Selain

dari pada itu, tujuan dari metode deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang

diselidiki yang di dapatkan melalui wawancara yang ditujukan kepada

responden yang telah ditentukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan.

Menurut Whitney dalam Nazir (2003: 63-64), dikatakan bahwa:

“Penelitian dengan metode deskriptif mempelajari masalah-masalah

dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta

situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan,

sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang

berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena”.

2. Metode

Deduktif.

Yaitu metode yang menggunakan suatu pemikiran yang logis yang

dapat diterima oleh umum, dimana metode ini melakukan penarikan

kesimpulan dari hal yang umum ke hal yang khusus. Sedangkan teknik

analisa data yang dilakukan penulis adalah dengan menganalisa data

sekunder dan kemudian menguji kembali data primer yang langsung


34

diperoleh dari objek penelitian. Selain dari pada itu, tujuan dari metode

deskriptif ini untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki yang di dapatkan melalui

wawancara yang ditujukan kepada responden melalui pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan untuk memberikan keterangan yang

dibutuhkan.
35

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Temuan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Fulolo Kecamatan Alasa

Kabupaten Nias Utara, penulis telah memperoleh data tentang fungsi

pengawasan terhadap pelayanan penyaluran raskin, yaitu sebagai berikut:

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Desa Fulolo adalah salah satu desa yang berada di wilayah

pemerintahan Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara. Desa Fulolo

dikelilingi oleh desa-desa lain sehingga dengan letak geografisnya

yang berada di tengah-tengah maka Kantor Camat Alasa berada di

wilayah pemerintahan Desa Fulolo.

Iklim Desa Fulolo, sebagaimana desa-desa lain di wilayah

Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut

mempunyai pengaruh langsung terhadap pola pertanian dan

perkebunan yang ada di Desa Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten

Nias Utara.

Penduduk Desa Fulolo berasal dari masyarakat suku Nias yang

turun temurun sejak terbentuknya Desa Fulolo. Sehingga, tradisi-

tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan kearifan lokal


36

sudah dilakukan oleh masyarakat sejak adanya Desa Fulolo dan hal

tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-

benturan antar kelompok masyarakat.

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk Desa Fulolo

terdiri dari Sarjana, Diploma II/III, SLTA, SLTP, SD, dan ada juga

pra Sekolah. Jenis pekerjaan yang dimiliki masing-masing

masyarakat Desa Fulolo adalah petani, pedagang, pegawai Negeri

Sipil (PNS), Guru honorer dan ada juga sebagai buruh.

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Fulolo secara kasat mata

terlihat jelas perbedaannya antara rumah tangga yang berkategori

miskin, sangat miskin, sedang dan kaya. Hal ini disebabkan karena

mata pencahariannya di sektor-sektor usaha yang berbeda-beda pula,

sebagian besar di sektor non formal seperti petani dan perkebunan

karet dan kakao, dan sebagian kecil di sektor formal seperti Pegawai

Negeri Sipil (PNS), dan Guru honorer Berdasarkan data yang

diperoleh dari lokasi penelitian, penulis mendapatkan beberapa data

tentang pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pelayanan

penyaluran raskin di Desa Fulolo, yaitu bahwa dalam pelaksanaan

pelayanan penyaluran raskin disertai dengan penerapan fungsi

pengawasan terhadap seluruh kegiatannya.

Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan

masa depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan

Desa. Penyusunan Visi Desa Fulolo ini dilakukan dengan pendekatan


37

partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di Desa

Fulolo seperti Pemerintah Desa, BPD, LPM, Tokoh Masyarakat,

Tokoh Agama, Lembaga Masyarakat Desa dan masyarakat Desa

pada umumnya. Dengan mempertimbangkan kondisi internal dan

eksternal di desa sebagai satu satuan kerja wilayah pembangunan di

Kecamatan, maka Visi Desa Fulolo adalah “meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dibidang pertanian dan perkebunan yang

religius dengan mengembangkan potensi sumber daya yang dimiliki.

Selain penyusunan visi juga telah ditetapkan misi-misi yang

memuat sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar

tercapainya Visi Desa tersebut. Visi berada di atas Misi. Pernyataan

Visi kemudian dijabarkan ke dalam Misi agar dapat di operasionalkan

/ dikerjakan. Adapun Misi Desa Fulolo adalah:

1. Mengembangkan dan meningkatkan hasil pertanian, dan

perkebunan masyarakat.

2. Pembuatan Sarana jalan usaha tani dan peningkatan Jalan

lingkungan.

3. Peningkatan sarana air bersih bagi masyarakat

4. Perbaikan dan peningkatan layanan sarana kesehatan dan umum.

5. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan.

6. Meningkatkan keterampilan dan kualitas SDM masyarakat.

7. Pengadaan permodalan untuk usaha kecil, memperluas lapangan

kerja dan manajemen usaha masyarakat.


38

8. Peningkatan kapasitas Aparat desa dan BPD.

9. Peningkatan sarana dan prasarana kerja Aparat Desa dan BPD

serta Kelembagaan.

10. Peningkatan sarana dan prasarana keagamaan

Penerapan fungsi pengawasan terhadap pelayanan penyaluran

raskin di Desa Fulolo dilakukan oleh pihak-pihak yang telah

ditetapkan dan juga oleh masyarakat berupa pengawasan dalam segi

waktu, pengawasan dalam segi objek dan pengawasan dalam segi

subjek, seperti dijelaskan di bawah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengawasi waktu yang digunakan untuk penyaluran raskin.

Penerapan fungsi pengawasan terhadap pelayanan penyaluran

raskin di Desa Fulolo dilakukan berdasarkan pengawasan dalam

segi waktu yaitu dimana Kelompok Kerja (Pokja) Kecamatan

mengendalikan waktu penyetoran biaya tebusan raskin dari desa

kemudian Kelompok Kerja (Pokja) Desa juga mengendalikan

kedatangan raskin ke desa setelah biaya tebusnya disetor kepada

Kelompok Kerja (Pokja) Kecamatan. Pokja Kecamatan dan Desa

saling kerjasama untuk membuat perencanaan penyaluran raskin

mulai dari penetapan nama-nama penerima, waktu jatuh tempo

penebusan raskin sehingga proses pelayanan penyaluran raskin

tersebut berjalan dengan baik dan lancar.

Pokja raskin Kecamatan yang terdiri dari Camat, Sekretaris

Camat dan salah seorang staf serta Pokja raskin Desa yang terdiri
39

dari Kepala Desa dan Sekretaris Desa dan salah seorang dari

perangkat desa selalu mengawasi penyetoran atau penebusan

raskin yang telah ditetapkan. Dengan adanya, pengawasan

terhadap penebusan dan penyetoran raskin tersebut maka proses

pelayanan penyaluran raskin dapat berjalan dengan lancar.

2. Mengawasi Pokja dalam proses penyaluran

Pengawasan terhadap pokja raskin dalam segi objek ini,

dimana ketua pokja menerapkan fungsi pengawasan kepada

Sekretari Desa dan anggota pokja lainnya berdasarkan segi objek

yaitu mengawasi proses kerjanya. Apabila proses pelayanan

penyaluran raskin kepada masyarakat penerima manfaat raskin

tidak diterapkan maka dapat diperkirakan bahwa akan terjadi

penyelewengan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya penerapan fungsi pengawasan terhadap pelayanan

penyaluran raskin maka dapat mengurangi munculnya tingkat

kesalahan dan atau penyelewengan yang dapat terjadi.

Selain itu, para pokja baik tingkat Kecamatan maupun Desa

juga memiliki keterbatasan sebagai manusia yang tidak luput dari

kelemahan dan kekurangan. Walaupun fungsi pengawasan

diterapkan, tetapi kadang para pokja juga mengalami berbagai

kendala yang terjadi di lokasi penelitian.

Perlu diperhatikan bahwa penerapan fungsi pengawasan

sangat perlu diterapkan dalam proses kegiatan terlebih dalam


40

kegiatan penyaluran raskin yang telah disubsidi oleh pemerintah.

Untuk mendukung kelancaran proses pelayanan penyaluran raskin

agar terhindar dari segala bentuk penyelewengan-penyelewengan

terhadap aturan kerja yang berlaku. Dengan demikian, apabila

pengawasan terhadap penyaluran raskin tidak dilaksanakan maka

proses pelayanan penyaluran raskin tidak lancar atau kurang tepat

waktu dan dapat mengakibatkan munculnya masalah di tengah-

tengah masyarakat. Walaupun pengawasan telah dilakukan,

namun kadang-kadang masih terjadi kurang efektifnya proses

pelayanan penyaluran raskin.

Penerapan fungsi pengawasan terhadap pelayanan penyaluran

rakin sangat perlu untuk menjaga kelancaran proses penyaluran

raskin kepada masyarakat pemanfaat agar tujuan pemerintah

dalam .

3. Mengawasi proses penyaluran raskin

Pengawasan yang dilakukan dalam segi subjek adalah

pengawasan yang diterapkan kepada seluruh aktifitas pokja.

Pengawasan segi ini juga diterapkan oleh pokja Kecamatan dan

pokja Desa. pokja mengechek seluruh rangkaian kerja mulai dari

hal terkecil sampai pada proses pekerjaan secara menyeluruh.

Pengawasan ini dilakukan langsung oleh ketua pokja dan juga

masyarakat untuk mengetahui segala aktivitas pekerjaan anggota


41

pokja di Desa Fulolo yang bertujuan agar pelayanan penyaluran

raskin dapat berjalan dengan lancar.

4.1.2 Gambaran Umum Responden

Berdasarkan metode pengumpulan data yang digunakan, maka

penulis telah mengajukan pertanyaan kepada responden sebanyak 17

orang dengan pertanyaan yang sama kepada seluruh responden. Dari

jawaban seluruh responden atas pertanyaan yang diajukan penulis,

maka terdapat jawaban yang sama atas pertanyaan yang sama dan

ada juga jawaban yang berbeda sesuai situasi dan kondisi yang terjadi

dalam proses pelayanan penyaluran raskin di Desa Fulolo Kecamatan

Alasa Kabupaten Nias Utara. Dengan demikian, penulis menganalisa

dan mengumpulkan seluruh jawaban yang dijadikan sebagai data

yang akan diuraikan pada analisa dan pembahasan dalam bab ini.

Responden seluruhnya terdiri dari laki-laki dan perempuan, yaitu

keterwakilan dari kepala keluarga sebagai penerima manfaat raskin di

Desa Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara sebanyak 17

orang.

4.2 Analisa Data

4.2.1 Data Primer

Data primer adalah data dan informasi yang diperoleh secara

langsung dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui

pengamatan dan wawancara kepada responden di lokasi penelitian.

Penulis mendapatkan data yang dibutuhkan dari responden sesuai


42

dengan pertanyaan wawancara yang telah disiapkan berdasarkan

indikator dari kedua variabel pada judul penelitian ini. Yang menjadi

data primer adalah sebagai berikut:

a) Hasil Pengamatan di Lokasi Penelitian.

Pengamatan yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian juga

sangat bermanfaat untuk mendukung kelengkapan data dan

informasi agar hasil penelitian yang dilakukan semakin sempurna

serta untuk mengetahui fenomena yang terjadi. Maka hasil

pengamatan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa Desa Fulolo salah salah

satu desa di Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara. Desa ini

memiliki populasi penduduk sebanyak 340 kepala keluarga

yang terdaftar sebagai penerima raskin.

b. Penulis mengamati bahwa dalam penyaluran raskin di Desa

Fulolo Kecamatan Mandrehe Utara tersebut telah terbentuk

kelompok kerja (pokja) raskin tingkat desa sebanyak 3 (tiga)

orang yang terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris dan Kepala

Urusan Pembangunan. Penetapan nama-nama penerima

manfaat raskin tersebut berdasarkan hasil sensus penduduk

tahun 2010 yang lalu. Dari jumlah yang ditetapkan tersebut

merupakan data keluarga miskin dan merupakan sekaligus

sebagai penerima raskin. Walaupun masih ada keluarga yang

layak namun tidak terdaftar sebagai penerima manfaat raskin


43

karena keluarga tersebut adalah keluarga yang baru

membentuk keluarga baru. Walaupun sudah ada data yang

telah ditetapkan tersebut namun masih diberi kesempatan

kepada Pemerintah Desa Fulolo untuk memusyawarahkan

nama-nama yang layak dan yang tidak layak dikeluarkan dari

data penerima raskin. Namun kenyataannya bahwa semua

data yang ada ternyata layak menerima raskin.

c. Pengamatan lain yang ditemukan bahwa dalam pelayanan

penyaluran raskin turut dibantu oleh aparat pemerintah desa

yang lain seperti kepala dusun yang bertugas mengumpulkan

biaya tebusan di wilayahnya masing-masing. Pelayanan

penyaluran raskin yang dilakukan oleh pokja dan yang

dibantu oleh kepala dusun tersebut adalah, menyusun nama-

nama penerima raskin yang selanjutnya dikirim ke tingkat

Kecamatan untuk diteruskan ke bagian perekonomian setda

Kabupaten Nias Utara sebagai bahan data yang diteruskan ke

pemerintah pusat dan di diberikan tembusan ke Badan

Logistik Daerah di Gunungsitoli sebagai pengelola raskin di

kepulauan Nias. Kemudian, memberikan pengumuman

kepada penerima manfaat untuk menyerahkan biaya tebusan

raskin kepada kepala dusun masing-masing dengan

menyiapkan DPM 2 (data penerima manfaat) untuk diteruskan

ke pokja kecamatan.
44

d. Biaya tebusan raskin yang sudah ditetapkan oleh pemerintah

adalah Rp.1600,-/kg dan masing-masing kepala keluarga

menerima raskin sebanyak 15 kg per bulan. Penyaluran raskin

dilakukan 2 (dua) bulan sekali, sehingga penerima manfaat

raskin menerima sebanyak 30 kg sekali penebusan untuk

alokasi 2 (dua) bulan.

e. Dari pengamatan yang diperoleh bahwa selain biaya tebusan

yang Rp1.600,-/kg untuk masing-masing tersebut, masyarakat

Desa Fulolo Kecamatan Alasa menyepakati tambahan biaya

berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat yaitu biaya

operasional kepada pokja Desa Fulolo sebesar Rp.3.000,- per

kepala keluarga yang dibayarkan secara langsung bersamaan

pada saat penyetoran biaya tebusan raskin tersebut. Biaya

operasional tersebut digunakan untuk membantu para pokja

Desa Fulolo termasuk kepala dusun yang ikut terlibat dalam

penyaluran raskin. Sementara pemerintah hanya mensubsidi

biaya pengiriman raskin sampai ke titik distribusi yaitu di

rumah Kepala Desa Fulolo.

b) Hasil Wawancara Kepada Responden

Wawancara yang diajukan kepada responden dilakukan

berdasarkan daftar pertanyaan yang telah tersusun. Hasil yang

diperoleh dari wawancara tersebut adalah sebagai berikut:


45

1. Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara pada

tanggal 22 September 2016 kepada Karianus Hulu sebagai

Kepala Desa mengatakan bahwa pelaksanaan pengawasan

dalam bentuk monitoring terhadap program penyaluran raskin

adalah bertujuan untuk mengetahui ketepatan realisasi

pelaksanaan program raskin dan permasalahan yang terjadi.

Pengawasan dalam bentuk monitoring tersebut dilaksanakan

karena terkadang penyaluran raskin setelah masyarakat

memberikan biaya tebusan selalu datang terlambat, sehingga

keterlambatan tersebut perlu dievaluasi apa penyebabnya

untuk dicari solusinya. Pengawasan dalam bentuk monitoring

terhadap pelayanan penyaluran raskin dilaksanakan secara

berjenjang yaitu secara khusus tingkat Kabupaten dan

Kecamatan yang dilakukan dengan kunjungan ke lokasi yang

akan dijadikan sebagai bahan pembahasan pada rapat

koordinasi raskin. Pernyataan di atas, sejalan dengan pendapat

Adang Setiana (2012:22), menguraikan beberapa pengawasan

dalam bentuk monitoring penyaluran raskin, yaitu sebagai

berikut:

a) Monitoring program raskin bertujuan untuk mengetahui

ketepatan realisasi pelaksanaan program raskin dan

permasalahannya.
46

b) Monitoring dilaksanakan secara berjenjang oleh tim

koordinasi raskin Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan

Kecamatan;

2. Hasil wawancara pada tanggal 22 September 2016 kepada

Karianus Hulu sebagai Kepala Desa berpendapat bahwa

tujuan utama dari pelaksanaan monitoring adalah untuk

mengetahui ketepatan realisasi dan permasalahan yang terjadi.

Dimana pada tahun 2013 yang lalu pernah terjadi

keterlambatan atau penyaluran raskin padahal biaya tebusan

sudah dibayarkan. Setelah diawasi ternyata para pokja juga

merasa tidak diperhatikan dengan balas jasa yang seharusnya

diberikan kepada mereka sehingga mereka merasa kurang

semangat untuk melayani percepatan penyaluran raskin

tersebut. Persalahan yang terjadi tersebut akhirnya

disampaikan ke tingkat kecamatan dan kabupaten melalui

Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Nias Utara. Pada

akhirnya diberi kesempatan kepada masyarakat Desa Fulolo

untuk memusyawarahkan biaya operasional yang tidak terlalu

besar jumlahnya serta dapat dijangkau oleh masyarakat.

Artinya, pengawasan yang dilakukan dalam bentuk

monitoring terhadap pelayanan penyaluran raskin tersebut

dapat menyelesaikan masalah yang terjadi.


47

Hasil di atas, sejalan dengan pendapat Adang Setiana

(2012:22), menguraikan salah satu monitoring penyaluran

raskin, yaitu:

a) Monitoring program raskin bertujuan untuk mengetahui

ketepatan realisasi pelaksanaan program raskin dan

permasalahannya;

b) Monitoring dilaksanakan dengan metode kunjungan

lapangan, rapat koordinasi dan pelaporan”.

3. Dari hasil wawancara kepada Eliyudin Hulu pada tanggal 22

September 2016, mengatakan bahwa pengawasan secara

khusus di tingkat desa dalam proses pelayanan penyaluran

raskin diawasi oleh tim koordinasi raskin tingkat Kabupaten

dan Kecamatan. Tujuan pengawasan yang dilakukan adalah

mengevaluasi pelaksanaan penyaluran raskin di titik

distribusi, melakukan kunjungan lapangan, monitoring secara

periodik sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, pengawasan

raskin juga dilaksanakan oleh BPKP, Kemenko Kesra

bersama-sama dengan Ditjen PMD Kemendagri sesuai dengan

perundang-undangan untuk secara umum.

Hal di atas sejalan dengan pendapat Adang Setiana

(2012:24), yang menjelaskan bahwa “pengawasan

pelaksanaan penyaluran raskin dilaksanakan oleh BPKP,


48

Kemenko Kesra bersama-sama dengan Ditjen PMD

Kemendagri sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

4. Menurut Eliyudin Hulu selaku Sekretaris Desa yang

diwawancarai pada tanggal 22 September 2016, mengatakan

bahwa pelaksanaan evaluasi terhadap proses pelaksanaan

penyaluran raskin adalah bertujuan untuk mengetahui

bagaimana ketepatan realisasi pelaksanaan penyaluran raskin

kepada masyarakat sebagai penerima manfaat melalui

kelompok kerja (pokja). Evaluasi yang dilakukan terhadap

penyaluran raskin adalah melalui laporan-laporan baik secara

tertulis mapun secara lisan yang diperoleh dari penerima

manfaat, dan juga dari pokja. laporan-laporan tersebut

dievaluasi dengan cara dibahas secara berjenjang dalam rapat

tim koordinasi raskin di tingkat Kabupaten. Permasalahan

yang terjadi ditindaklanjuti dan menjadi bahan pertimbangan

dalam penyempurnaan program.

5. Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 22 September 2016

yang dikemukakan oleh Masarudi Zalukhu sebagai Kepala

Urusan Umum, mengatakan bahwa bentuk pelaksanaan

pengawasan terhadap penyaluran raskin di Desa Fulolo adalah

dengan menggunakan metode kunjungan lapangan, membuat

laporan pelaksanaan penyaluran raskin dan melakukan rapat


49

koordinasi yang diikuti oleh semua tim koordinasi tingkat

Kabupaten dan Kecamatan.

Hal tersebut di atas, sejalan dengan pendapat Adang

Setiana (2012:23), yang mengatakan bahwa: “Salah satu

bentuk evaluasi penyaluran raskin, yaitu monitoring dan

evaluasi dilaksanakan dengan metode kunjungan lapangan,

rapat koordinasi dan pelaporan”.

6. Menurut Aferlianus Hulu selaku Kaur pemerintahan yang

diwawancarai pada tanggal 22 September 2016 mengatakan

bahwa dengan adanya pelaksanaan pengawasan terhadap

penyaluran raskin maka segala bentuk penyimpangan,

tindakan-tindakan yang tidak sesuai aturan dalam pelaksanaan

penyaluran raskin dapat terhindar sehingga tidak ada yang

dirugikan dalam pelaksanaan penyaluran raskin baik

masyarakat maupun pelaksananya. Selain itu, pengawasan

yang dilaksanakan dapat digunakan sebagai bahan

perbandingan atas tindakan penyelewengan dengan tindakan

yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam

penyaluran raskin serta dapat melakukan perbaikan-perbaikan

agar pelayanan penyaluran raskin dapat berjalan dengan baik

dan lancar.
50

Hasil penelitian di atas, sejalan dengan pendapat Bohari

(1992:25) membagi macam teknik pengawasan sebagai

berikut:

a) Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam

pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini

bertujuan:

1) Mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang

menyimpang dari dasar yang telah ditentukan.

2) Memberi pedoman bagi terselenggaranya

pelaksanaan kegiatan secara efisien dan efektif.

3) Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai.

4) Menentukan kewenangan dan tanggung jawab

sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus

dilaksanakan

b) Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan

dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi

dengan apa yang seharusnya terjadi. Pengawasan represif

ini biasa dilakukan dalam bentuk:

1) Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang

dilakukan dengan cara pengujian dan penelitian

terhadap surat-surat pertanggungan jawab disertai


51

bukti-buktinya mengenai kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan.

2) Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang

dilakukan di tempat kegiatan atau tempat

penyelenggaraan kegiatan dan administrasinya.

7. Dari hasil wawancara kepada Aferlianus Hulu selaku Kaur

Pemerintahan pada tanggal 22 September 2016 menjelaskan

bahwa pelaksanan pelaporan program raskin sebagai salah

satu penerapan fungsi pengawasan dalam penyaluran raskin

adalah pokja Kecamatan Alasa membuat laporan secara intern

yaitu laporan secara tertulis setiap kali jadwal penyaluran

raskin yakni satu kali dalam dua bulan. Laporan tersebut salah

satunya berfungsi untuk mengetahui proses pelayanan

penyaluran raskin kepada masyarakat Desa Fulolo Kecamatan

Alasa Kabupaten Nias Utara yang telah dilaksanakan,

kendala-kendala yang dihadapi untuk menjadi bahan

pertimbangan dalam proses penyaluran berikutnya.

Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat Herujito

(2001:244-245), yang mengemukakan bahwa pengawasan

dilakukan dalam bentuk pengawasan intern yaitu

“pengawasan intern dalam perusahaan biasanya dilakukan

oleh bagian pengawasan perusahaan (internal auditor).

Laporan tertulis dari bawahan kepada atasan pada umumnya


52

terdiri dari laporan harian, laporan mingguan, laporan

bulanan, dan laporan khusus”.

8. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Yunifirman Hulu

pada tanggal 22 September 2016 mengatakan bahwa rencana

penyaluran raskin di Desa Fulolo Kecamatan Alasa adalah

menyusun rencana penyaluran yang diawali dengan

menetapkan nama-nama penerima manfaat raskin melalui

musyawarah desa dengan berpedoman pada data penerima

dari Badan Pusat Statistik, merencanakan biaya operasional

yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam

penyaluran raskin. Kemudian menetapkan titik distribusi yang

perlu diketahui oleh pihak BULOG dan menetapkan anggota

pokja tingkat desa yang dipilih untuk bertanggungjawab

dalam pemungutan biaya tebusan.

Jawaban responden di atas, sejalan dengan pendapat

Menurut Adang Setiana (2012:19), menjelaskan bahwa

“Dalam rangka rencana penyaluran raskin tersebut, tim

koordinasi raskin Provinsi dan tim koordinasi raskin

Kabupaten/Kota menyusun rencana penyaluran yang meliputi

waktu, jumlah dan jadwal pendistribusian untuk mengatasi

kendala geografis, infrastruktur dan sarana transportasi,

perkembangan harga serta kebutuhan beras Rumah Tangga

Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM). Penyediaan beras di


53

setiap gudang Perum BULOG disesuaikan dengan rencana

penyaluran raskin di wilayah kerjanya, sehingga kelancaran

proses penyaluran raskin dapat terjamin”.

9. Menurut Yunifirman Hulu yang diwawancarai pada tanggal

22 September 2016 mengatakan bahwa Rencana penyaluran

raskin yang berasal dari tingkat desa adalah menetapkan

nama-nama penerima berdasarkan kriteria yang berlaku,

menetapkan titik distribusi yang digunakan sebagai tempat

penitipan raskin tersebut, memutuskan biaya operasional bagi

pokja dalam pelayanan penyaluran raskin.

10. Dari jawaban Saribudiman Hulu yang diwawancarai pada

tanggal 22 September 2016, memaparkan bahwa proses

pelayanan penyaluran raskin secara umum adalah menetapkan

pagu raskin melalui Surat Perintah Alokasi (SPA),

menerbitkan DO untuk masing-masing desa, pemeriksaan

kualitas beras oleh pihak BULOG, menyerahkan raskin

kepada pelaksana titik distribusi di Desa Fulolo Kecamatan

Alasa melalui pokja kecamatan.

Sebagaimana dengan pernyataan di atas, sejalan dengan

pendapat Adang Setiana (2001:19-20), yang mengemukakan

mekanisme pelayanan penyaluran atau pendistribusian raskin

sebagai berikut:
54

a. Bupati/Walikota/Ketua tim koordinasi raskin

Kabupaten/Kota/Pejabat yang ditunjuk oleh

Bupati/Walikota menerbitkan Surat Perintah Alokasi

(SPA) kepada Kadivre/Kasubdrive/KanKansilog Perum

BULOG berdasarkan pagu raskin dan rincian di masing-

masing Kecamatan dan Desa/Kelurahan.

b. Berdasarkan SPA, Kadivre/Kasubdrive/KanKansilog

Perum BULOG menerbitkan SPPB/DO beras untuk

masing-masing Kecamatan atau Desa/Kelurahan kepada

Satker raskin.

c. Kepala gudang melakukan pemeriksaan kualitas dan

kuantitas raskin sebelum keluar dari gudang dan

diserahkan kepada Satker raskin.

d. Berdasarkan SPPB/DO, Satker raskin mengambil beras di

gudang Perum BULOG dan menyerahkannya kepada

pelaksana distribusi raskin di titik distribusi (TD).

11. Menurut Karianus Hulu yang diwawancarai pada tanggal 22

September 2016, mengatakan bahwa alur pelaksanaan

pelayanan penyaluran raskin di Desa Fulolo adalah:

a. Diawali dengan data penerima manfaat raskin yang

disusun dalam daftar penerima manfaat (DPM) 1 dan 2

yang dikirim ke pokja Kecamatan Alasa untuk

mendapatkan pengesahan.
55

b. Mengumpulkan biaya tebusan raskin dari masyarakat yang

disetor ke BULOG melalui pokja kecamatan.

c. Masyarakat menunggu kedatangan raskin yang diantara ke

titik distribusi oleh pihak yang telah dihunjuk.

4.3 Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang telah dijelaskan dari atas dan sekaligus

membandingkannya dengan landasan teori, maka yang menjadi hasil

penelitian berdasarkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Implementasi fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap penyaluran

raskin di Desa Fulolo Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara adalah

dilakukan oleh tim koordinasi raskin yaitu pegawai Bagian

Perekonomian Setda Kabupaten Nias Utara bekerjasama dengan tim dari

Kepolisian dan Kejaksanaan. Pengawasan yang dilakukan adalah:

a) Mengawasi administrasi penyaluran raskin yaitu dengan meninjau

ulang data penerima manfaat raskin agar tidak terdapat penerima

raskin ganda dan tidak terdapat penerima raskin yang berstatus

Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sehingga, penerima manfaat raskin

yang sudah terdata benar-benar layak menerima raskin tersebut.

b) Mengawasi kualitas beras yang disalurkan kepada penerima manfaat

raskin. Kualitas beras ini diawasi karena terkadang terdapat beras

miskin (raskin) yang busuk karena basah, ada juga beras miskin

(raskin) yang campur dengan pasir dan serbuk besi.


56

c) Mengawasi jumlah berat beras miskin (raskin) karena jumlah

beratnya yang disalurkan kepada pemanfaat sesuai dengan ketentuan

adalah 15 kg per RTS (Rumah Tangga Sasaran). Berat raskin ini

diawasi karena terkadang jumlah beras yang dikeluarkan dari

BULOG kurang dari 15 kg per RTS (Rumah Tangga Sasaran). Dan

terkadang juga, BULOG mengeluarkan raskin sebanyak 15 kg per

RTS tetapi dari pokja desa ke penerima manfaat beratnya kurang

dari 15 kg per RTS.

d) Mengawasi proses penyaluran raskin kepada penerima manfaat

raskin di titik distribusi yaitu di desa. Pendistribusian diawasi karena

terkadang raskin dijual oleh pokja desa kepada orang lain dengan

harga tinggi untuk mendapatkan keuntungan.

e) Mengawasi ketepatan waktu penyaluran, dimana batas waktu

penebusan dan penyaluran raskin telah ditetapkan oleh bagian

Perekonomian Setda Nias Utara. Apabila tidak ditebus oleh pihak

desa pada waktu yang telah ditetapkan maka dialihkan ke desa lain

yang membutuhkan. Selain itu, terkadang juga pokja desa menahan

biaya tebusan raskin dari penerima manfaat raskin untuk disetor

kepada pokja kecamatan untuk diteruskan ke BULOG.

Pengawasan yang diterapkan dalam pelaksanaan pelayanan

penyaluran raskin di Desa Fulolo Kecamatan Alasa berdasarkan

Pedoman Umum Raskin Tahun 2014 bertujuan untuk:


57

a) Mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dalam

penyaluran raskin seperti penetapan nama-nama penerima raskin yang

tidak layak menerima, penetapan biaya operasional bagi pokja raskin

melalui musyawarah yang memberatkan bagi masyarakat penerima

manfaat raskin.

b) Suatu tindakan yang dilakukan dengan membandingkan apa yang telah

terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi dalam proses penyaluran

raskin.

2. Pelaksanaan penyaluran raskin di Desa Fulolo Kecamatan Alasa adalah:

a) Bupati Nias Utara melalui Bagian Perekonomian Setda Kabupaten

Nias Utara menerbitkan Surat Perintah Alokasi (SPA) kepada

Kansilog Perum BULOG Gunungsitoli berdasarkan pagu raskin dan

rincian di masing-masing Desa se-Kecamatan Alasa dan kecamatan

lain di wilayahnya.

b) Berdasarkan Surat Perintah Alokasi (SPA), Kansilog Perum

BULOG Gunungsitoli menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-

masing Kecamatan atau Desa kepada Pokja raskin Kecamatan Alasa

dan kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Nias Utara.

c) Kepala gudang BULOG Gunungsitoli mengeluarkan raskin dari

gudang berdasarkan SPPB/DO dan diserahkan kepada Pokja raskin

Desa Fulolo (titik distribusi) dengan alat pengangkutan yang

disediakan oleh Perum BULOG Gunungsitoli.


58

d) Pokja raskin Desa Fulolo menyerahkan raskin kepada RTS-PM

sebanyak 15 Kg/RTS/bulan sesuai dengan data penerima manfaat

raskin pada formulir DPM-2.

3. Korelasi fungsi pengawasan dengan pelayanan penyaluran raskin di

Desa Fulolo Kecamatan Alasa adalah:

a) Dapat mengetahui ketepatan realisasi pelaksanaan pelayanan

penyaluran raskin dan permasalahan yang terjadi.

b) Tindakan-tindakan penyelewengan dalam pelayanan penyaluran

raskin di Desa Fulolo Kecamatan Alasa dapat terhindar.

c) Dapat menjalin hubungan komunikasi diantara semua pokja dalam

rangka penyaluran raskin di wilayah Kabupaten Nias Utara secara

umum dan di Kecamaran Alasa secara khusus.

d) Dapat meningkatkan pelayanan penyaluran raskin di Desa Fulolo

Kecamatan Alasa .
59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Implementasi fungsi pengawasan terhadap penyaluran raskin di Desa

Fulolo Kecamatan Alasa dilakukan oleh tim koordinasi raskin yaitu

pegawai Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Nias Utara bersama

tim dari Kepolisian dan Kejaksanaan.

2. Tujuan pelaksanaan pengawasan terhadap pelayanan penyaluran raskin

adalah untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dari

Pedoman Umum Raskin Tahun 2014.

3. Monitoring dan evaluasi program pelayanan penyaluran raskin bertujuan

untuk mengetahui ketepatan realisasi pelaksanaan program raskin dan

permasalahannya.

4. Penyaluran raskin di Kabupaten Nias Utara dilaksanakan berdasarkan

Buku Pedoman Umum Raskin Tahun 2014 yang sekaligus sebagai

petunjuk teknis pelaksanaannya.

5. Pengawasan dilaksanakan dengan metode kunjungan lapangan, rapat

koordinasi dan pelaporan.

6. Pengawasan yang dilakukan dalam rangka penyaluran raskin di

Kabupaten Nias Utara adalah pengawasan terhadap administrasi dengan

meninjau ulang data penerima manfaat raskin agar benar-benar


60

penerima manfaat raskin yang layak, mengawasi kualitas beras yang

disalurkan, mengawasi jumlah berat raskin yaitu harus pas 15 kg per

RTS (Rumah Tangga Sasaran), dan mengawasi proses penyaluran dari

Perum BULOG Gunungsitoli ke titik distribusi di desa agar tidak dijual

kepada pihak lain, mengawasi ketepatan waktu penebusan biaya raskin

oleh penerima manfaat dan penyetoran oleh pokja desa dan kecamatan

serta ketepatan waktu penyaluran oleh pihak BULOG.

7. Jumlah raskin yang diberikan kepada penerima manfaat di Desa Fulolo

adalah sebanyak 15 kg per karung untuk setiap keluarga.

5.2. Saran

Adapun saran yang diberikan sebagai bahan masukan dalam

pengambilan keputusan, yaitu:

1. Disarankan kepada Pemerintah Desa Fulolo agar mengutamakan kelurga

yang benar-benar layak menerima manfaat raskin untuk didaftarkan

sebagai penerima.

2. Disarankan kepada masyarakat Desa Fulolo sebagai penerima raskin

untuk ikut serta memonitoring pelaksanaan penyaluran raskin agar tidak

terjadi penyelewengan.

3. Disarankan kepada pokja raskin Desa Fulolo agar mengecek kualitas

beras sebelum di kirim ke titik distribusi serta jumlah berat raskin yang

sudah ditetapkan agar tidak terjadi pengurangan jumlah beratnya.


61

4. Disarankan kepada masyarakat agar dapat menebus biaya raskin tepat

pada waktu yang sudah ditentukan agar tidak menjadi hambatan bagi

desa lainnya karena penebusan raskin selalu dilakukan secara kolektif.

5. Disarankan kepada Kepala Desa Fulolo agar memberikan sanksi kepada

masyarakat penerima manfaat yang tidak membayar tebusan raskin pada

waktu yang telah ditetapkan yaitu memberikan jatah beras tersebut

kepada keluarga lain yang dianggap layak menerima raskin yang

ditetapkan melalui musyawarah desa.

6. Disarankan kepada pokja raskin Desa Fulolo agar melibatkan Kepala

Dusun dalam penyaluran atau pendistribusian raskin kepada masyarakat

penerima manfaat.

7. Disarankan kepada pemerintah Desa Fulolo agar menyesuaikan

kemampuan masyarakat penerima manfaat raskin dalam menetapkan

biaya operasional bagi pokja raskin.


62

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2008, Prosedur Penelitian, Edisi Revisi VI, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.

Bohari, 2007, Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Fathoni Abdurrahmat, 2006, Organisasi dan Manajemen, cetakan pertama,


Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Herujito, Yayat M, 2001, Dasar-Dasar Manajemen, Grasindo, Jakarta.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan.

Juhir, 2006, Fungsi Pengawasan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Manullang, 2006, Dasar-Dasar Manajemen, edisi revisi, cetakan ketujuh,


Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Mulyawan, Rahman, 2011, Administrasi Keuangan, Edisi 2, Universitas Terbuka,


Jakarta.

Nazir, Mohammad, 2003, Metode Penulisan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ramli, Rusli, 2010, Asas-Asas Manajemen, Universitas Terbuka, Jakarta.

Reksohadiprodjo, Sukanto, 2008, Dasar-dasar Manajemen, edisi keenam, cetakan


kelima, Penerbit BPFE, Yogyakarta

Setiana, Adang, 2012, Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2012, Kementrian


Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat R.I., Jakarta.

Sule Erni Trisnawati, dan Kurniawan Saefullah, 2005, Pengantar Manajemen,


edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit Prenada Media Jakarta.

Suryabrata, Sumadi, 2003, Metode Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Sarwoto, 2010, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, cetakan keenambelas, Penerbit


Ghalia Indonesia, Jakarta.

Siagian P. Sondang, 2008, Pengantar Manajemen, edisi pertama, cetakan


pertama, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Siswandi dan Indra Iman, 2009, Aplikasi Manajemen Perusahaan, edisi kedua,
Penerbit Mitra Wicana Media, Jakarta.
63

Suliyanto, 2006, Metode Riset Bisnis, penerbit Andi, Yogyakarta.

Umar, Husein, 2006, Study Kelayakan Bisnis Edisi 2, PT. Gramedia Pusaka
Utama, Jakarta.

Zuriah, Nurul, 2005, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi,


PT. Bumi Aksara, Jakarta.
64

Lampiran 1.

Judul Penelitian : Implementasi Fungsi Pengawasan Terhadap


Penyaluran Beras Miskin (Raskin) di Desa Fulolo
Kecamatan Alasa Kabupaten Nias Utara.

Daftar Pertanyaan wawancara

1. Bagaimana bentuk pengawasan yang diterapkan dalam penyaluran raskin di


Desa Fulolo?
2. Apa tujuan pelaksanaan pengawasan yang diterapkan dalam rangka
penyaluran raskin di Desa Fulolo?
3. Apa tujuan dari pada pengawasan terhadap penyaluran raskin?
4. Apa tujuan dari pada pelaksanaan monitoring yang diterapkan dalam rangka
penyaluran raskin dapat terlaksana dengan baik?
5. Bagaimana bentuk pelaksanaan pengawasan terhadap penyaluran raskin di
Desa Fulolo?
6. Apa keuntungan dengan adanya pelaksanaan pengawasan dalam rangka
penyaluran raskin di Desa Fulolo?
7. Bagaimana cara pelaksanaan pelaporan program raskin sebagai salah satu
penerapan fungsi pengawasan dalam penyaluran raskin?
8. Bagaimana membuat rencana penyaluran raskin di Desa Fulolo?
9. Bagaimana rencana penyaluran raskin berasal dari bawah (desa) atau dari
atas (Provinsi)?
10. Bagaimana proses penyaluran raskin secara umum?
11. Bagaimana alur pelaksanaan pelayanan penyaluran raskin?

==============

Anda mungkin juga menyukai