Anda di halaman 1dari 5

JUMP 3

3. Mengapa tidak dipakai kateter?

Karena pada skenario terdapat kontraindikasi absolut untuk kateterisasi uretra,


yaitu terdapat urethral injury. Biasanya ditemukan pada pasien dengan trauma atau
fraktur pada pelvis yang ditandai dengan adanya perdarahan pada meatus urethra,
perineal hematoma, dan prostat yang melayang. Jika dicurigai ada trauma pada urethra perlu
dilakukan urethroghrapy sebelum dilakukan kateterisasi. Selain itu pada pasien dengan
striktur urethra, pasca pembedahan urethra atau vesica urinaria, serta pada pasien yang tidak
kooperatif juga tidak disarankan untuk dilakukan pemasangan kateter.
Pada skenario:
Hasil pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya darah yang keluar dari orificium urethra
externum, hematom pada regio perineum, serta dari pemeriksaan rectal toucher didapatkan
prostat melayang. Dari hasil tersebut dicurigai pasien mengalami trauma pada urethra yang
merupakan salah satu kontraindikasi pemasangan kateter sehingga dokter tidak melakukannya.

LO

No. 7 MMM tatalaksana awal pada scenario

a. Puskesmas
Sebelum melakukan penatalaksanaan awal di puskesmas hal yang perlu
dilakukan pertama kali adalah pemeriksaan awal (Primary Survey dan Adjunct
Primary Survey) untuk mengambil langkah penatalaksanaan yang paling perlu
segera dilakukan. Hal yang perlu dilakukan dalam penatalaksanaan diantaranya:
A (Airway) : Pastikan bahwa jalan nafas tidak terganggu., dalam skenario
kesadaran pasien compos mentis tampak dari skor GCS 15. Maka airway tidak
terdapat masalah.
B (Breathing) : Pada skenario didapatkan dari pemeriksaan fisik bahwa breathing
sedikit meningkat sebagai kompensasi terhadap kondisi pasien (Presyok
hipovolemik  distribusi oksigen yang menurun). RR 24x/menit.
C (Circulation) : Dari pemeriksaan didapatkan hasil bahwa pasien dalam keadaan
takikardia dengan denyut nadi 120x/menit (memberikan gambaran behwa kondisi
pasien adalah presyok) jika dikaitkan dengan hasil yang lain seperti, tekanan darah
90/60 mmHg.
D (Disability) : Dari pemeriksaan kesadaran didapatkan GCS 15, dan pasien
dapat berkomunikasi dengan baik. Maka hal yang perlu diatasi fokus pada hal yang
lain serta menjaga pasien dalam kodisi sadar stabil dengan mengontrol masalah
lain yang bisa menjadi penyebab berkurangnya kesadaran.
E (Exposure) : Dengan cara membuka pakaian yang mengganggu tatalaksana
atau memperburuk kondisi pasien. Serta diperlukan untuk identifikasi jejas yang
ada pada bagian tubuh yang tertutup pakaian.
Dari pemeriksaan yang dilakukan di puskesmas, dapat dilaporkan hasil
bahwa masalah yang didapat adalah:
 Terdapat masalah terkait kemampuan berkemih pada pasien.
Keluhan tidak bisa kencing perlu dikonfirmasi dengan anamnesis
yang adekuat sehingga didapatkan data yang adekuat untuk menentukan
apakah masalah yang dialami adalah gagal produksi urin atau gangguan
pada pengeluaran urin. Dari hasil pemeriksaan dan anamnesis didapatkan
bahwa jejas hanya terjadi pada regio illiaca dextra (pinggang) dan juga
pelvis (panggul ) disertai nyeri perut bagian bawah. Maka dapat
diperkirakan jejas hanya terjadi pada ren dextra, dari keluhan nyeri pada
perut bawah diperkirakan karena vesica urinaria yang penuh sehingga
distensi karena di perkirakan ren sinistra masih baik. Berdasar hal tersebut
dapat kita ambil sebuah kesimpulan awal bahwa pasien mengalami
gangguan pengeluaran urin dari VU, hal ini bisa terjadi oleh sebab ruptur
uretra atau striktur uretra. Penatalaksanaan yang harus diberikan adalah
pengeluaran urin dengan cara kateterisasi suprapubik (sistostomi) karena
dicurigai adanya striktur uertra atau ruptur uretra (kontra indikasi
kateterisasi melalui uretra). Karena sistostomi bukan merupakan
kompetensi dokter umum (puskesmas), maka rujukan dengan segera
adalah langkah yang palik tepat dalam menyelamatkan pasien dalam
kondisi ini.
 Fraktur pelvis
Dari pemeriksaan awal yang dilakukan, pasien suspek fraktur
pelvis yang nanti dibuktikan dengan radiologis, maka sebelum hasil
radiologis didapatkan pasien dicurigai mengalami fraktur pelvis.
Penatalaksanaan awal yang bisa dilakukan di pusksemas untuk menolong
fraktur pelvis adalah imobilisasi pelvis (sheet pelvis).

Gambar Sheet pelvis.


Setelah fraktur pelvis imobilisasi, segera lakukan rujukan kepada dokter
spesialis orthopedi.
 Perdarahan dan Presyok
Untuk mengatasi perdarahan dengan kondisi pasien presyok dan sangat
mungkin menjadi syok, maka penatalaksanaan yang bisa dilakukan dan
harus segera adalah resusitasi cairan. Dengan cara memasang i.v line
kristaloid dengan dosis awal pemberian adalah 1000-2000 ml pada dewasa.

b. UGD/ Rumah Sakit


Pada tahap selanjutnya ketika pasien sudah di kirim ke UGD/ RS beberapa hal
yang perlu dilakukan adalah:
 Adjunct Primary Survey
Dalam hal ini yang perlu dilakukan di UGD adalah melihat data diri
pasien serta keterangan dari surat pengantar puskesmas, tekait diagnosis
awal serta tindakan yang sudah di berikan. Selanjutnya dilakukan :
- Pemeriksaan Radiologis, pemeriksaan ini di tujukan untuk
menegakkan diagnosis fraktur pelvis yang dicurigai terjadi pada
pasien.
- Pemeriksaan darah untuk persiapan transfusi jika diperlukan
transfusi darah pada tatalaksana lanjutan.
- Single shoot IVP, untuk menilai gangguan pada saluran kemih
pasien yang diduga ada masalah pada uretra, dan dilanjutkan
kateterisasi suprapubic (sistostomi). Sistostomi dilakukan karena
dalam pemeriksaan didapatkan neyri perut bawah yang
diperkirakan karena pengisian vesica urinaria yang telah penuh
serta kontra indikasi dilakukannya kateterisasi melalui uretra.
 Secondary Survey dan tatalaksaana lanjutan.
Dalam secondary survey hal yang perlu dilakukan adalah anamnesis
terkait kejadian (kecelakaan) dan keluhan lain untuk menilai ada tidaknya
risiko cidera pada regio yang belum di periksa dengan seksama.. Setelah
semua penatalaksanaan UGD dilakukan selanjutnya konsul kepada dokter
spesialis terkait masalah yang di alami pasien.

Sumber :
Willette, P. & Coffield, S. (2012). Current Trends in the Management of Difficult Urinary
Catherizations. Western Journal of Emergency Medicine, 13 (6): 472-478.

Anda mungkin juga menyukai