Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau yang dulunya dikenal sebagai Tempat
Pembuangan Akhir merupakan suatu fasilitas yang dibangun sebagai tempat berakhirnya
limbah sekali pakai (disposable waste) setelah melalui serangkaian proses pengangkutan,
pemindahan, dan pengolahan atau pemisahan jenis-jenis limbah.
Secara umum, berdasarkan limbah yang ditampungnya, TPA dibagi menjadi tiga,
yakni Municipal Solid Waste Landfill (MSWL), Industrial Waste Landfill, dan Hazardous
Waste Landfill. Jenis TPA yang paling umum adalah Municipal Solid Waste Landfill
(MSWL) yang merupakan tempat untuk menampung limbah rumah tangga dan sampah
perkotaan. TPA jenis ini dikhususkan untuk limbah-limbah yang dianggap tak berbahaya dan
tak akan mencemari manusia dan lingkungan apabila diletakkan atau ditimbun pada suatu
lokasi. Selanjutnya, Industrial Waste Landfill adalah TPA yang menampung limbah industri
atau komersial dan kelembagaan. TPA jenis ini dibagi lagi menjadi beberapa jenis, seperti
Construction and Demolition Debris Landfill yang menampung limbah hasil pembangunan
dan perawatan situs konstruksi seperti beton, kayu, dan kaca, serta Coal Combustion
Residual Landfill yang menampung limbah hasil pengolahan batubara. Jenis-jenis dari
Industrial Waste Landfill biasanya bergantung pada kebijakan yang berlaku pada masing-
masing negara. Terakhir, Hazardous Waste Landfill merupakan TPA yang menampung
limbah berbahaya yang memerlukan perlakuan khusus, misalnya saja limbah kimia dan
beracun.

1.2 Persyaratan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia

Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka


pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan saksama dan hati-hati. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI dan
UU RI No.18 Tahun 2008, tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir
Sampah ; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dan
lain – lain).
2. Bukan daerah rawan hidrogeologi yaitu daerah dengan kedalaman air tanah kurang 3
meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak
terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi).
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%).
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di bandara (jarak minimal 1,5 – 3
meter).
5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
1
1.3 Pengelolaan Municipal Solid Waste (MSW) di Indonesia

Di Indonesia, sistem pengelolaan dan pembuangan Municipal Solid Waste (MSW)


seringkali dilakukan tanpa adanya perlakuan khusus. Dengan metode ini, limbah yang telah
terkumpul dibuang begitu saja di lahan terbuka yang suatu hari akan ditinggalkan ketika
kapasitasnya sudah penuh. Metode yang seperti ini disebut sebagai metode Open Dumping.
Contoh TPA di Indonesia yang menggunakan metode ini adalah TPA Tamangapa Antang
yang berlokasi di Kota Makassar.
Metode Open Dumping ini tentu saja tidak direkomendasikan karena banyaknya
potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya, seperti penyebaran penyakit,
polusi udara karena bau yang dihasilkan dari timbunan limbah, dan polusi air akibat
keberadaan limbah cair. Disamping itu, mengingat bahwa seiring dengan bertumbuhnya
populasi manusia, limbah yang dihasilkan pun akan semakin banyak, akan sangat
merepotkan apabila lahan yang semakin sedikit ini justru dipenuhi oleh limbah yang tak
terkelola dengan baik. Selain itu, TPA yang dikelola dengan sistem seperti ini juga rawan
akan bencana longsor. Misalnya saja yang terjadi di TPA Leuwigajah pada tahun 2005 silam
yang menelan ratusan korban jiwa dan di TPA Cilowong pada tahun 2019.
Oleh karenanya, berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
sistem Open Dumping telah dilarang penggunaannya. Sayangnya, hingga saat ini, masih
banyak TPA di Indonesia yang belum meninggalkan metode tersebut. Salah satu alasan
dibalik maraknya penggunaan metode Open Dumping ini adalah sifatnya yang ekonomis
dalam artian tak membutuhkan biaya yang besar selayaknya metode Controlled Landfill.
Selain itu, keterbatasan pengetahuan dan sumber daya manusia juga menjadi kendala yang
menyulitkan.

1.4 Controlled / Sanitary Landfill di Indonesia

Meski belum banyak digunakan, Indonesia sudah mulai berbenah dalam hal
pengelolaan limbah dengan menggunakan sistem Controlled Landfill. Salah satu jenis dari
sistem Controlled Landfill yang paling populer adalah Sanitary Landfill. Kebijakan untuk
berganti sistem ini tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pada undang-undang tersebut, disebutkan bahwa paling lambat pada tahun 2013
seluruh TPA di Indonesia sudah meninggalkan sistem Open Dumping. Namun, seperti yang
sudah disebutkan di atas, hingga saat ini, masih banyak TPA yang belum menerapkan sistem
Sanitary Landfill. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyar (PUPR) pada
tahun 2012 menyatakan bahwa 90% TPA di Indonesia masih menggunakan sistem Open
Dumping. Sedangkan, data terbaru belum ditemukan.
Adapun TPA di Indonesia yang menggunakan sistem Sanitary Landfill diantaranya
adalah TPA Rawa Kucing Tangerang, TPA Jatibarang Semarang, dan TPA Banjarbakula
Purbalingga. Selain itu, pada tahun 2019 lalu, ada beberapa TPA di Indonesia yang sedang
dalam proses peningkatan sistem dari Open Dumping menjadi Sanitary Landfill, misalnya
TPA Supit Urang di Malang.
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mekanisme Sanitary Landfill

(Gambar 1 – Anatomi Sanitary Landfill)


Sistem kerja Sanitary Landfill pada dasarnya adalah meletakkan limbah pada lubang
besar lalu memadatkan dan menimbunnya dengan tanah. Namun, apabila ditelisik lebih
lanjut, pada pembangunan Sanitary Landfill terdapat lapisan-lapisan yang sengaja disusun
untuk memfasilitasi penguraian materi limbah dan menangkap gas yang dihasilkan dari
pengolahan limbah itu sendiri.
Lapisan pertama dari Sanitary Landfill disebut sebagai sistem liner. Lapisan ini
merupakan lapisan yang terendah tempat pondasi dari Sanitary Landfill diletakkan. Lapisan
liner ini dibentuk dari tanah liat padat yang kedap air untuk mencegah merembesnya cairan
limbah agar tidak mencemari air tanah di sekitarnya. Sanitary Landfill yang lebih modern
dilengkapi dengan lapisan plastik dengan kepadatan tinggi sebagai penguat. Tujuan
dibangunnya sistem liner ini adalah untuk memastikan tidak adanya ruang untuk penetrasi
cairan limbah.
Lapisan kedua disebut sebagai sistem drainase. Sistem ini menangani cairan yang
dihasilkan dari penguraian limbah. Karena cairan limbah bersifat polutan, penting untuk
sistem drainase mengalirkan cairan tersebut agar tak mendekati sistem liner.
3
Selain itu, sistem ini juga mencegah merembesnya air hujan dari lapisan atas.
Selanjutnya, lapisan ketiga disebut sebagai sistem pengumpulan gas. Sebagaimana
sistem drainase, sistem pengumpulan gas ini juga menangani hasil samping penguraian
limbah. Bedanya, sistem ini menangani hasil samping berupa gas. Umumnya, penguraian
sampah menghasilkan gas metana, yang apabila tidak dikumpulkan dan disalurkan dengan
tepat, keberadaannya justru akan mencemari udara. Oleh karenanya, dalam Sanitary Landfill,
sistem ini bekerja untuk memerangkap gas-gas lalu menyalurkannya untuk digunakan lagi,
umumnya untuk menghasilkan daya atau listrik.
Terakhir, ada lapisan keempat yang merupakan sampah itu sendiri. Lapisan ini
merupakan yang teratas dan terbesar. Secara berkala, sampah pada jumlah tertentu akan
dipadatkan dan kemudian ditimbun dengan tanah. Penimbunan ini memiliki beberapa
manfaat yang penting, diantaranya adalah untuk mencegah timbulnya bau busuk juga untuk
mempercepat proses penguraian materi dari limbah itu sendiri. Sedangkan, pemadatan
dilakukan agar limbah tidak terlalu memakan tempat sehingga TPA dapat menampung lebih
banyak limbah.
2.2 Contoh Penerapan Sanitary Landfill di Indonesia

Gambar 2 Gambar 3
Pembangunan PLTSa TPA Jatibarang TPA Rawa Kucing Tangerang

Kota Semarang merupakan salah satu kota yang menerapakan metode landfilling
sebagai metode pemrosesan akhir limbah di TPA. Limbah dari Kota Semarang, baik organik
maupun anorganik, serta limbah B3 (Bahan Buangan Berbahaya) dibuang ke TPA
Jatibarang. Sistem pengelolaan sampah di TPA Jatibarang awalnya (1991-1993)
menggunakan sistem Open Dumping. Kemudian pada tahun 1993-1994 pengelolaan sampah
ditingkatkan dengan menggunakan sistem Controlled Landfill, yaitu dengan melakukan
pengaturan penumpukan sampah yang sesuai dengan syarat teknis SNI mengenai TPA
sampah. Akhirnya, pada Maret 1995, pengelolaan sampah ditingkatkan kembali menjadi
sistem Sanitary Landfill. Sistem itu digunakan oleh TPA Jatibarang sampai saat ini.
Selanjutnya, pengembangan yang sedang dilakukan adalah pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah (PLTSa).
Selanjutnya, ada TPA Rawa Kucing di Provinsi Banten yang sudah beroperasi sejak
tahun 1992. TPA tersebut menampung sampah domestik sebesar 900 – 1.000 ton per harinya.

4
Pada tahun 2018 silam, Kementerian PUPR telah menyelesaikan pembangunan fasilitas
pendukung di sekitar TPA Rawa Kucing, seperti perkerasan jalan untuk akses truk sampah
dan juga pembangunan Unit Pengolahan Lindi serta saluran ase. Selain itu, yang menarik
dari TPA ini adalah adanya Bukit Ambekan yang justru menjadi daya tarik wisata baru untuk
masyarakat. Bukit tersebut adalah bukit yang terbentuk akibat sampah yang telah ditimbun
oleh tanah dan dilakukan penghijauan di atasnya.

2.3 Kendala Penerapan Sanitary Landfill di Indonesia


Berdasarkan permasalahan-permasalah pengelolaan sampah di TPA yang telah dijelaskan
pada pembahasan sebelumnya, dapat diketahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam
penerapan metode Sanitary Landfilldi TPA Jatibarang sesuai dengan aspek-aspek terkait,
antara lain:
 Secara hukum:
- Belum ada peraturan pemerintah yang spesifik untuk panduan pelaksanaan
konstruksi dan operasional penerapan Sanitary Landfill
- Kriteria TPA Controlled Landfill atau Sanitary Landfill belum jelas
- Belum ada aturan rinci tentang kelembagaan dan pembiayaan TPA
- Belum ada aturan tentang penggunaan bahan alternatif penutup sampah di TPA
selain tanah
 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang memiliki permasalahan di
indikator sumber daya manusia ini dikarenakan terbatasnya sumber daya lapangan
mengakibatkan sulitnya memenuhi kebutuhan pengelolaan sampah dengan volume
yang besar.
 Peningkatan timbulan sampah tidak sebanding dengan kualitas dan tingkat
pengelolaan persampahan yang masih rendah
 Keterbatasan lahan untuk menerapkan sanitary landfill
 Dari segi pembiayaan, penerapan sanitary landfill membutuhkan biaya yang besar
terlebih lagi pada pengadaan teknisnya.
 Hambatan lain juga datang dari komponen masyarakat, yaitu Tingkat kesadaran dan
kepedulian masyarakat masih sangat rendah dan Keberlanjutan usaha daur ulang dan
pengomposan masih rendah.
 Sosialisasi seringkali tidak dibarengi dengan penyediaan P/S yang memadai. (contoh:
sosialisasi memilah sampah namun tidak disediakan wadah, gerobak, truk,dll)

2.4 Konsekuensi Penerapan Sanitary Landfill di Indonesia


2.4.1 Konsekuensi Teknis
A. Penggerakan
Proses landfilling yang dilakukan di TPA Jatibarang sebenarnya telah
dilakukan secara rutin setiap harinya sesuai dengan kriteria penerapan Sanitary
Landfill. Sarana dan prasarana yang dimiliki juga telah dimanfaatkan dengan baik.
Namun pada kenyataannya landfilling yang diterapkan di TPA Jatibarang belum
dapat disebut sebagai Sanitary Landfill murni karena masih mempunyai kekurang
dalam hal teknis, sehingga landfilling yang digunakan masih tergolong sebagai
metode Controlled Landfill.

5
B. Pengorganisasian
Salah satu hambatan kegiatan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah
sumber daya manusia yang disebabkan oleh adanya tenaga lapangan yang pensiun
tanpa ada tenaga pengganti. Sementara itu, secara operasional kegiatan landfilling
dengan sistem Sanitary Landfill harus dilakukan setiap hari yang dalam hal ini
berarti bahwa kebutuhan SDM yang memadai akan sangat berpengaruh terhadap
kegiatan pengelolaan sampah di TPA. Disamping itu, dengan jumlah sampah yang
terus meningkat, secara otomatis sumber daya dan alur kerja organisasi dalam
Dinas Kebersihan dan Pertamanan harus semakin diperbaiki. Bagaimana pun
Sanitary Landfill merupakan proses yang tidak mudah. Oleh karena itu dibutuhkan
orang yang ahli dan alat yang memadai untuk mengoptimalkan prosedur ini.

2.4.2 Konsekuensi Sosial


6
DAFTAR PUSTAKA

https://www.buschsystems.com/resource-center/knowledgeBase/glossary/what-is-a-landfill
http://web.mit.edu/urbanupgrading/urbanenvironment/sectors/solid-waste-landfills.html
https://www.epa.gov/landfills/basic-information-about-landfills
https://ekon.go.id/ekliping/download/493/127/ekssum-kajian-kebijakan-slf-2013.pdf
https://www.conserve-energy-future.com/what-is-sanitary-landfill.php
https://www.sciencedirect.com/topics/earth-and-planetary-sciences/landfill-design
https://economy.okezone.com/read/2019/11/17/320/2130906/kementerian-pupr-sulap-tpa-supit-
urang-gunakan-sistem-sanitary-landfill
https://www.pu.go.id/berita/view/17565/gunakan-sistem-sanitary-landfill-tpa-rawa-kucing-
tangerang-ramah-lingkungan
https://cdn-image.bisnis.com/posts/2019/08/20/1138726/sampah100119-1.jpg
https://www.galamedianews.com/media/original/190919201159-pemka.jpg
Diponegoro Journal Of Social And Political Of Science Tahun 2016, Hal. 1-13 http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/

https://depokbebassampah.wordpress.com/kajian/rencana-induk-persampahan/5-kriteria-tpa/

https://www.kompasiana.com/rizqiyatul1234/5ce2d3073ba7f726c17ef832/efektivitas-sistem-
pengelolaan-sampah-sanitary-landfill-di-tpa-talangagung-kepanjen-malang?page=all

https://ekonomi.bisnis.com/read/20120814/45/91082/pengolahan-sampah-250-tpa-terapkan-
sanitary-landfill

https://tirto.id/waspada-bahaya-laten-longsor-sampah-ckVc
KU1202 / KELAS 30

MATA KULIAH PENGANTAR REKAYASA DAN DESAIN

TUGAS 2

Aurel Ardya Prameswari /16619090

Afifatul Hamidah/16619102

Iklima Alviani Maideva/16619162

Audria Haifa Humaira/16619222

Maria Ambalika Setiadi/16619240


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

2020

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………… i
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………... 1
1.1 Definisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)…………………………………………... 1
1.2 Persyaratan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia…………………………. 1
1.3 Pengelolaan Municipal Solid Waste (MSW) di Indonesia……………………………. 2
1.4 Controlled / Sanitary Landfill di Indonesia…………………………………………... 2

BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………………………... 3
2.1 Mekanisme Sanitary Landfill…………………………………………………………..3
2.2 Contoh Penerapan Sanitary Landfill di Indonesia…………………………………….. 4
2.3 Kendala Penerapan Sanitary Landfill di Indonesia……………………………………. 5
2.4 Konsekuensi Penerapan Sanitary Landfill di Indonesia………………………………. 5
2.4.1 Konsekuensi Teknis…………………………………………………………. 5
2.4.2 Konsekuensi Sosial………………………………………………………….. 6

BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………………………….. 6

Anda mungkin juga menyukai