Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta


memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan yang di berikan kepada setiap orang yang
membaya iuran atau iurannya telah dibayarkan oleh pemerintah (Anonim, 2012). Jaminan
kesehatan itu sendiri juga sangat membantu orang atau warga yang kurang mampu dalam hal
pemenuhan kesehatan dasar mereka. Dalam hal ini jaminan kesehatan sangat berperan dalam
meningkatkan deerajat kesehatan baik orang yang mampu maupun tidak mampu. Sistem
rujukan itu sendiri merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab terhadap suatu kasus penyakit. Selain terdapat
sistem rujukan jaminan kesehatah ini alur sistem rujukan juga sangat penting dalam jaminna
kesehatan.. Pemahaman masyarakat tentang alur rujukan sangat rendah sehingga mereka
tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya. Dalam jaminan kesehatan juga harus
mengikuti syarat dan aturan yang telah ditetapkan.

Jaminan kesehatan belum sepenuhnya diterapkan dibeberapa wilayah, sebagai contoh


wilayah ternate, Maluku utara. Tetapi sebagian besar wilayah tersebut sudah mengerti tentang
jaminan kesehatan dan juga disana telah terdapat puskesmas pendukung.Pemahaman petugas
tentang kebijakan sistem rujukan Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Ternate perlu
ditingkatkan melalui kerjasama dengan pihak BPJS, seperti contoh terdapat fasilitas yang
terpenuhi, obat-obatan dan bahan habis pakai yang digunakan dalam memberikan terapi perlu
dilengkapiagar Jaminan kesehatan dapat berjalan dengan baik dan berguna bagi orang yang
sangat membutuhkan didaerah tersebut.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari jaminan kesehatan ?


2. Apa pengertian dari sistem rujukan ?
3. Apa keuntungan dan kerugian program JKN ?
4. Siapa saja pengguna JKN ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari jaminan kesehatan


2. Untuk mengetahui pengertian dari sistem rujukan
3. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian program JKN
4. Untuk mengetahui pengguna JKN

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI JAMINAN KESEHATAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 5


ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau, ayat (2) fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan
terdiri dari pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat dua dan tingkat ketiga. Upaya-upaya
kesehatan, dalam hal ini upaya kesehatan perseorangan, diselenggarakan melalui upaya-
upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, pemulihan dan paliatif yang ditujukan pada
perseorangan, dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, berkesinambungan, dan di dukung
sistem rujukan yang berfungsi secara mantap (Anonim, 2012).

Jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta


memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang di berikan kepada setiap orang yang telah membaya iuran atau iuranny
telah dibayarkan oleh pemerintah.

2.2 DEFINISI SISTEM RUJUKAN

Sistem rujukan merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang


melaksanakan pelimpahan tanggung jawab,timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal atau horizontal,dalam arti dari unit yang berkemampuan
kurang ke unit yang lebih mampu.Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus ke mana
seseorang yang mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk memeriksakan masalah
kesehatannya.

2.3 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PROGRAM JKN

 Keuntungan BPJS Kesehatan


a) Premi Murah
Premi BPJS ditentukan berdasarkan kelas yang diambil, tidak membedakan usia dan
jenis kelamin. Premi BPJS Kesehatan per bulan adalah sebagai berikut:

1. Kelas 1:59.500

2. Kelas 2:42.500

3
3. Kelas 3:25.500

Jika kita membandingkan dengan asuransi kesehatan swasta yang besarnya


sekitar 300- 500 ribu perbulan, premi BPJS Kesehatan amat sangat murah. Selain itu
BPJS Kesehatan tidak membedakan peserta merokok atau tidak.

b) Manfaat kesehatan yang dijamin Selain murah, manfaat yang diberikan BPJS
Kesehatan juga lebih lengkap dari asuransi kesehatan swasta. Berikut manfaat yang
diberikan BPJS:

1. Rawat Inap

2. Rawat Jalan

3. Kehamilan, melahirkan dan persalinan dengan operasi caesar

4. Optik/Kacamata.

c) Tidak ada Pre-Existing Condition

BPJS Kesehatan tidak memberlakukan preexisting condition, yaitu kondisi


sakit yang pernah diderita peserta. BPJS menanggung semua penyakit termasuk
penyakit yang sudah pernah ada sebelum peserta bergabuing, untuk itu tidak
diperlukan medical check up apabila ingin menjadi peserta BPJS Kesehatan.

d) Full Cashless

Peserta tidak perlu membayar selama mengikuti kelas kamar yang sesuai
dengan premi yang diambil. Apabila kelas kamar penuh dan melakukan upgrade
kelas, maka kelebihan biaya itu yang harus dibayar peserta BPJS Kesehatan.

e) Tidak ada batasan Plafond

Tiap produk asuransi kesehatan pasti memiliki plafond atau batasan


pertanggungan, misalnya biaya kamar per malam maksimal 500 ribu, biaya operasi
dan dokter 10 juta. Jika biaya rumah sakit melebihi plafond yang sudah ditentukan,
maka kelebihan tersebut tidak akan diganti oleh asuransi. BPJS Kesehatan merujuk
pada buku panduan, tidak ada plafond atau batasan biaya penggantian. Selama
mengikuti prosedur dan menggunakan kelas kamar yang ditentukan, semua biaya
penggobatan ditanggung oleh BPJS.

4
 Kekurangan BPJS Kesehatan

a) Prosesnya Panjang dan Kurang Fleksibel

BPJS Kesehatan memberlakukan sistem rujukan berjenjang yaitu peserta tidak bisa
langsung datang ke rumah sakit tetapi harus datang dahulu ke fasilitas kesehatan (faskes)
tingkat 1 yaitu puskesmas, klinik atau dokter keluarga yang sudah ditunjuk BPJS.Jika ada
keputusan dari faskes tingkat 1 untuk melakukan rujukan di rumah sakit, peserta
dibolehkan langsung ke rumah sakit namun tidak bisa menentukan ingin dirawat di rumah
sakit mana. Berbeda dengan asuransi swasta, proses ini tidak akan ditemui. Peserta bisa
langsung ke rumah sakit manapun dan tinggal menunjukan kartu cashless atau reimburse
apabila rumah sakit bukan rumah sakit rekanan.

b) Antrian yang Panjang

Karena premi yang murah dan dijamin oleh pemerintah, peserta BPJS Kesehatan
sangatlah banyak dan terkadang fasilitas kesehatan dan rumah sakit tidak mampu melayani
sehingga terjadi antrian. Aakan menjadi masalah apabila keadaan darurat dan harus
dirawat saat itu juga.

c) Tidak Semua Rumah Sakit Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

Tidak semua rumah sakit bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terutama rumah sakit
swasta karena belum bekerjasama dengan BPJS. Apabila tidak bekerjasama, peserta tidak
bisa menggunakan manfaat keanggotaannya di BPJS Kesehatan. Kebanyakan rumah sakit
swasta yang bekerjasama pun tergolong rumah sakit kelas C yang fasilitasnya kurang
memadai.

d) Biaya Rumah Sakit yang tidak diganti

Ini kondisi yang banyak dikeluhkan peserta BPJS, yaitu penggantian tidak penuh
meskipun sudah mengikuti ketentuan kelas kamar, atau penggantian obat dilakukan secara
bertahap (tidak sekaligus). Berbeda dengan asuransi kesehatan, BPJS tidak mengenal
plafond.Jadi, dengan pihak rumah sakit, BPJS sudah sepakat di awal mengenai besaran
tariff berdasarkan pada diagnose penyakit dan ketentuan tindakan serta obat yang mesti
digunakan. Besaran tariff tetap, apapun dan berapapun tindakan medis yang
dilakukan.Sistem ini disebut dengan INA CBGs. Dengan metode INA CBGs, beban BPJS

5
menjadi lebih predictable. Namun, untuk rumah sakit itu bias menjadi boomerang karena
mungkin actual cost-nya berbeda dengan perhitungan INA CBGs.

2.4 KRITERIA PENGGUNA

Sebagaimana telah dijelaskan dalam prinsip pelaksanaan program JKN maka kepesertaan
bersifat wajib. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta JKN terdiri dari
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Non Penerima Bantuan Iuran (Non
PBI).

A. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan, diantaranya disebutkan bahwa:

- Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh Menteri Sosial setelah
berkoordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.
- Hasil pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu yang dilakukan oleh lembaga
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik (BPS) diverifikasi
dan divalidasi oleh Menteri Sosial untuk dijadikan data terpadu.
- Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri Sosial dirinci menurut provinsi dan
kabupaten/kota dan menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan
Kesehatan
- Menteri Kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.

B. Peserta Non Penerima Bantuan Iuran (Non PBI)

Yang dimaksud dengan Peserta Non PBI dalam JKN adalah setiap orang yang tidak
tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, yang membayar iurannya secara
sendiri ataupun kolektif ke BPJS Kesehatan. Peserta Non PBI JKN terdiri dari :

- Peserta penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu Setiap orang yang bekerja pada
pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah, antara lain Pegawai Negeri Sipil,

6
Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri Sipil, Pegawai Swasta, dan Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja
penerima upah
- Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu setiap orang yang
bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, antara lain pekerja di luar hubungan kerja
atau pekerja mandiri, dan lain sebagainya
- Bukan pekerja penerima dan anggota keluarganya, setiap orang yang tidak bekerja
tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan, antara lain Investor, Pemberi kerja,
Penerima pensiun, Veteran, Perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja lainnya yang
memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah.

7
BAB III

JAMINAN KESEHATAN PADA PASIEN

RSJ DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG, MALANG

3.1 PENERAPAN JAMINAN KESEHATAN PADA PASIEN RSJ DR.RADJIMAN


WEDIODININGRAT LAWANG,MALANG

pasien peserta asuransi BPJS yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang sesudah penerapan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (sejak
tanggal 1 Januari 2014). Data diambil dari catatan rekam medik dan lembar verifikasi klaim
BPJS pasien

3.1.1 Pola pembiayaan oleh asuransi BPJS.


Kriteria ekslusi ini adalah:
1) Pasien pulang paksa,
2) Pasien yang tidak mempunyai keluarga,
3) Pasien yang tidak dapat dipulangkan sesuai indikasinya karena berbagai hal.
Untuk mengetahui mutu layanan rumah sakit, diperlukan suatu
indikator klinis dan sistem monitoring serta evaluasi terhadap indikator
tersebut untuk menjaga agar pelayanan yang diberikan tetap mempunyai
kualitas yang baik.

3.1.2. Indikator mutu pelayanan rumah sakit jiwa

- kepuasan pelanggan
- keselamatan pasien
- indikator lama perawatan
- waktu remisi rata-rata
- tingkat kekambuhan
- efektivitas pelayanan
- biaya perawatan yang terjangkau

8
- ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai kompetensi dan perbaikan
fungsi sosial. Indikator efektivitas pelayanan antara lain dapat diketahui
dari angka Bed Occupancy Rate (BOR) dan Averrage Length of Stay
(AvLOS).Upaya pemerintah untuk menyediakan sistem pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau sesuai dengan amanat Undang-
undang No. 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang No. 40/2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah dengan menerapkan
sistem jaminan kesehatan nasional .
3.1.3 Sistem jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh (BPJS)
 Sistem klaim berdasarkan case-mix INA-CBGs adalah sistem
pembayaran per paket kasus berdasarka tingkat keparahannya. Pada
program sebelumnya, sistem pembayaran klaim rumah sakit adalah
berdasarkan cost per day (pasien dapat dibiayai sampai kapanpun
dirawat di rumah sakit), sehingga rata-rata lama rawat pasien di rumah
sakit jiwa cukup panjang, yaitu sekitar 115 hari .
 Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang sebagai
rumah sakit jiwa vertikal langsung di bawah Kementerian Kesehatan,
dituntut responsif dalam mengikuti perkembangan kebijakan yang
ditetapkan pemerintah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1663/ 2005 tentang Uji Coba
Penerapan Sistem Diagnosis Related Group (DRG) Case-Mix di 15
Rumah Sakit Indonesia, Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman
Wediodiningrat merupakan salah satu dari 15 rumah sakit yang harus
menerapkan sistem INA-DRGs (Indonessian – Diagnosis Related
Groups) yang kemudian berkembang menjadi sistem case-mix,
Indonesian Based Related Groups (INA-CBGs) dalam penerapan
sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
 Berdasarkan sistem tersebut pembayaran klaim menggunakan sistem
paket setiap kelompok kasus berdasarkan tingkat keparahannya. oleh
masalah kesehatan jiwa. Hal ini lebih tinggi dari pada dampak penyakit
tuberkulosis (7,2%), kanker 16 (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan
malaria (2,6%)28. Di Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang, hampir 90% pasien yang dirawat menggunakan sistem
jaminan kesehatan dari pemerintah dan merupakan pasien-pasien
9
gangguan jiwa kronis dan kambuhan . Pada saat diberlakukan sistem
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), sistem klaim jaminan
kesehatan diberikan berdasarkan cost per day. Hal ini memberikan
peluang terjadinya fraud dengan cara memperpanjang lama rawat
pasien (AvLOS), hal ini ditunjukkan bahwa pada saat itu banyak
terdapat pasien-pasien dengan Averrage Length of Stay (AvLOS) yang
panjang pada pasien-pasien Jamkesmas dibanding pasien umum dan
pasien ASKES. Pada saat diterapkan sistem jaminan kesehatan
berdasarkan INA-DRGs dan INA-CBGs, pada tahun 2010 dan 2011
didapatkan penurunan AvLOS pada pasien-pasien Jamkesmas. Hal
tersebut perlu diidentifikasi lebih lanjut tentang adanya potensi fraud
yang dilakukan oleh para klinisi di rumah sakit jiwa. Pada saat mulai
diterapkan sistem pembayaran per paket kelompok diagnosis, di
beberapa rumah sakit jiwa terdapat indikasi fraud dengan
memulangkan pasien secara administratif, namun sejauh ini hal
tersebut belum dapat dibuktikan.

10
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

11
Daftar Pustaka

Anonimous. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010-2014, Jakarta..


Undang-Undang nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2012. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Kesehatan Perorangan.

Ali, Kandou dan Umboh, Analisis Pelaksanaan Rujukan 2012

Pedoman Sistim Rujukan Nasional. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta

2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

Taher, A. 2013. Kesiapan Implementasi JKN dan Peran Fakultas Kedokteran Dalam
Penyediaan Dokter Layanan Primer.

Materi Seminar Kesiapan Implementasi JKN Di Provinsi JawaTimur, 21 Desember 2013


Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Yuliana, A. 2013.
Hal-Hal yang akan menjadi Kendala dalam pelaksanaan SJSN Seminar Nasional Mahasiswa
Mars. FKM Unair.

https://idl-bnc-idrc.dspacedirect.org/bitstream/handle/10625/54086/IDL-54086.pdf?
sequence=1

file:///C:/Users/WIN_7/Downloads/20-39-1-SM.pdf

http://kebijakankesehatanindonesia.net

http://tnp2k.go.id

https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/Kader-JKN-sebagai-Penggerak-Partisipasi-Masyarakat-
dalam-Mensukseskan-Program-JKN-KIS

12
13

Anda mungkin juga menyukai