PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Kelas 1:59.500
2. Kelas 2:42.500
3
3. Kelas 3:25.500
b) Manfaat kesehatan yang dijamin Selain murah, manfaat yang diberikan BPJS
Kesehatan juga lebih lengkap dari asuransi kesehatan swasta. Berikut manfaat yang
diberikan BPJS:
1. Rawat Inap
2. Rawat Jalan
4. Optik/Kacamata.
d) Full Cashless
Peserta tidak perlu membayar selama mengikuti kelas kamar yang sesuai
dengan premi yang diambil. Apabila kelas kamar penuh dan melakukan upgrade
kelas, maka kelebihan biaya itu yang harus dibayar peserta BPJS Kesehatan.
4
Kekurangan BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan memberlakukan sistem rujukan berjenjang yaitu peserta tidak bisa
langsung datang ke rumah sakit tetapi harus datang dahulu ke fasilitas kesehatan (faskes)
tingkat 1 yaitu puskesmas, klinik atau dokter keluarga yang sudah ditunjuk BPJS.Jika ada
keputusan dari faskes tingkat 1 untuk melakukan rujukan di rumah sakit, peserta
dibolehkan langsung ke rumah sakit namun tidak bisa menentukan ingin dirawat di rumah
sakit mana. Berbeda dengan asuransi swasta, proses ini tidak akan ditemui. Peserta bisa
langsung ke rumah sakit manapun dan tinggal menunjukan kartu cashless atau reimburse
apabila rumah sakit bukan rumah sakit rekanan.
Karena premi yang murah dan dijamin oleh pemerintah, peserta BPJS Kesehatan
sangatlah banyak dan terkadang fasilitas kesehatan dan rumah sakit tidak mampu melayani
sehingga terjadi antrian. Aakan menjadi masalah apabila keadaan darurat dan harus
dirawat saat itu juga.
Tidak semua rumah sakit bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terutama rumah sakit
swasta karena belum bekerjasama dengan BPJS. Apabila tidak bekerjasama, peserta tidak
bisa menggunakan manfaat keanggotaannya di BPJS Kesehatan. Kebanyakan rumah sakit
swasta yang bekerjasama pun tergolong rumah sakit kelas C yang fasilitasnya kurang
memadai.
Ini kondisi yang banyak dikeluhkan peserta BPJS, yaitu penggantian tidak penuh
meskipun sudah mengikuti ketentuan kelas kamar, atau penggantian obat dilakukan secara
bertahap (tidak sekaligus). Berbeda dengan asuransi kesehatan, BPJS tidak mengenal
plafond.Jadi, dengan pihak rumah sakit, BPJS sudah sepakat di awal mengenai besaran
tariff berdasarkan pada diagnose penyakit dan ketentuan tindakan serta obat yang mesti
digunakan. Besaran tariff tetap, apapun dan berapapun tindakan medis yang
dilakukan.Sistem ini disebut dengan INA CBGs. Dengan metode INA CBGs, beban BPJS
5
menjadi lebih predictable. Namun, untuk rumah sakit itu bias menjadi boomerang karena
mungkin actual cost-nya berbeda dengan perhitungan INA CBGs.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam prinsip pelaksanaan program JKN maka kepesertaan
bersifat wajib. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta JKN terdiri dari
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Non Penerima Bantuan Iuran (Non
PBI).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
Jaminan Kesehatan, diantaranya disebutkan bahwa:
- Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh Menteri Sosial setelah
berkoordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait.
- Hasil pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu yang dilakukan oleh lembaga
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik (BPS) diverifikasi
dan divalidasi oleh Menteri Sosial untuk dijadikan data terpadu.
- Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri Sosial dirinci menurut provinsi dan
kabupaten/kota dan menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan
Kesehatan
- Menteri Kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan sebagai
peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
Yang dimaksud dengan Peserta Non PBI dalam JKN adalah setiap orang yang tidak
tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, yang membayar iurannya secara
sendiri ataupun kolektif ke BPJS Kesehatan. Peserta Non PBI JKN terdiri dari :
- Peserta penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu Setiap orang yang bekerja pada
pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah, antara lain Pegawai Negeri Sipil,
6
Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri Sipil, Pegawai Swasta, dan Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja
penerima upah
- Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu setiap orang yang
bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, antara lain pekerja di luar hubungan kerja
atau pekerja mandiri, dan lain sebagainya
- Bukan pekerja penerima dan anggota keluarganya, setiap orang yang tidak bekerja
tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan, antara lain Investor, Pemberi kerja,
Penerima pensiun, Veteran, Perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja lainnya yang
memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah.
7
BAB III
pasien peserta asuransi BPJS yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang sesudah penerapan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (sejak
tanggal 1 Januari 2014). Data diambil dari catatan rekam medik dan lembar verifikasi klaim
BPJS pasien
- kepuasan pelanggan
- keselamatan pasien
- indikator lama perawatan
- waktu remisi rata-rata
- tingkat kekambuhan
- efektivitas pelayanan
- biaya perawatan yang terjangkau
8
- ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai kompetensi dan perbaikan
fungsi sosial. Indikator efektivitas pelayanan antara lain dapat diketahui
dari angka Bed Occupancy Rate (BOR) dan Averrage Length of Stay
(AvLOS).Upaya pemerintah untuk menyediakan sistem pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau sesuai dengan amanat Undang-
undang No. 23/1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang No. 40/2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah dengan menerapkan
sistem jaminan kesehatan nasional .
3.1.3 Sistem jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh (BPJS)
Sistem klaim berdasarkan case-mix INA-CBGs adalah sistem
pembayaran per paket kasus berdasarka tingkat keparahannya. Pada
program sebelumnya, sistem pembayaran klaim rumah sakit adalah
berdasarkan cost per day (pasien dapat dibiayai sampai kapanpun
dirawat di rumah sakit), sehingga rata-rata lama rawat pasien di rumah
sakit jiwa cukup panjang, yaitu sekitar 115 hari .
Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang sebagai
rumah sakit jiwa vertikal langsung di bawah Kementerian Kesehatan,
dituntut responsif dalam mengikuti perkembangan kebijakan yang
ditetapkan pemerintah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1663/ 2005 tentang Uji Coba
Penerapan Sistem Diagnosis Related Group (DRG) Case-Mix di 15
Rumah Sakit Indonesia, Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman
Wediodiningrat merupakan salah satu dari 15 rumah sakit yang harus
menerapkan sistem INA-DRGs (Indonessian – Diagnosis Related
Groups) yang kemudian berkembang menjadi sistem case-mix,
Indonesian Based Related Groups (INA-CBGs) dalam penerapan
sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
Berdasarkan sistem tersebut pembayaran klaim menggunakan sistem
paket setiap kelompok kasus berdasarkan tingkat keparahannya. oleh
masalah kesehatan jiwa. Hal ini lebih tinggi dari pada dampak penyakit
tuberkulosis (7,2%), kanker 16 (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan
malaria (2,6%)28. Di Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang, hampir 90% pasien yang dirawat menggunakan sistem
jaminan kesehatan dari pemerintah dan merupakan pasien-pasien
9
gangguan jiwa kronis dan kambuhan . Pada saat diberlakukan sistem
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), sistem klaim jaminan
kesehatan diberikan berdasarkan cost per day. Hal ini memberikan
peluang terjadinya fraud dengan cara memperpanjang lama rawat
pasien (AvLOS), hal ini ditunjukkan bahwa pada saat itu banyak
terdapat pasien-pasien dengan Averrage Length of Stay (AvLOS) yang
panjang pada pasien-pasien Jamkesmas dibanding pasien umum dan
pasien ASKES. Pada saat diterapkan sistem jaminan kesehatan
berdasarkan INA-DRGs dan INA-CBGs, pada tahun 2010 dan 2011
didapatkan penurunan AvLOS pada pasien-pasien Jamkesmas. Hal
tersebut perlu diidentifikasi lebih lanjut tentang adanya potensi fraud
yang dilakukan oleh para klinisi di rumah sakit jiwa. Pada saat mulai
diterapkan sistem pembayaran per paket kelompok diagnosis, di
beberapa rumah sakit jiwa terdapat indikasi fraud dengan
memulangkan pasien secara administratif, namun sejauh ini hal
tersebut belum dapat dibuktikan.
10
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
11
Daftar Pustaka
2012. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Kesehatan Perorangan.
Pedoman Sistim Rujukan Nasional. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta
2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Taher, A. 2013. Kesiapan Implementasi JKN dan Peran Fakultas Kedokteran Dalam
Penyediaan Dokter Layanan Primer.
https://idl-bnc-idrc.dspacedirect.org/bitstream/handle/10625/54086/IDL-54086.pdf?
sequence=1
file:///C:/Users/WIN_7/Downloads/20-39-1-SM.pdf
http://kebijakankesehatanindonesia.net
http://tnp2k.go.id
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/Kader-JKN-sebagai-Penggerak-Partisipasi-Masyarakat-
dalam-Mensukseskan-Program-JKN-KIS
12
13