The availability of phosphorus is also reduced by its adsorption as an anion on to clays, colloids, and

other particulate matter, such as carbonates and hydroxides. During the growth period, the greater part
of the phosphorus occurs as organic phosphates and cellular constituents of living and dead organisms,
as well as being adsorbs onto organic colloids. With increasing eutrophication the organic phosphorus
fraction in the sediment increase (Williams et al, 1976). Allochthonous phosphorus inputs thus exhibit
variable eutrophication tendencies depending on their availability to biological processes.

Ketersediaan fosfor juga dikurangi dengan adsorpsi sebagai anion pada tanah liat, koloid, dan partikel
lainnya, seperti karbonat dan hidroksida. Selama periode pertumbuhan, sebagian besar dari fosfor
terjadi sebagai fosfat organik dan konstituen seluler hidup dan organisme mati, serta yang teradsorbsi
ke koloid organik. Dengan meningkatnya eutrofikasi fraksi fosfor organik dalam peningkatan sedimen
(Williams et al, 1976). Input fosfor allochthonous sehingga menunjukkan variabel kecenderungan
eutrofikasi tergantung pada ketersediaan mereka untuk proses biologis.

The temporal behavior of phosphorus in lakes in temperature latitudes is dependent on numerous

factors, among them the configuration, the stratification behavior and the trophic level. In the cold
season, light is usually the factor restricting algal growth and the nutrients cannot be converted in
adequate amounts into organic matter. As a result, the highest orthophosphate levels are recorded
between the end of the winter and the commencement of the spring turnover. This is known as the
starting phosphorus level and is a key parameter for the classification of lakes.

Perilaku temporal fosfor dalam danau di lintang suhu tergantung pada berbagai faktor, di antaranya
konfigurasi, perilaku stratifikasi dan tingkat trofik. Pada musim dingin, cahaya biasanya merupakan
faktor yang membatasi pertumbuhan alga dan nutrisi tidak dapat dikonversi dalam jumlah yang cukup
menjadi bahan organik. Akibatnya, tingkat ortofosfat tertinggi dicatat antara akhir musim dingin dan
dimulainya omset musim semi. Hal ini dikenal sebagai tingkat fosfor awal dan merupakan parameter
utama untuk klasifikasi danau.

The concentration range likely to be encountered extends over more than three orders of magnitude.

The phytoplankton peak which frequently occurs in the spring allows the orthophosphate content to fall
rapidly, where phosphorus limitation obtains, to a value below the detection limit. In stratified lakes
with an aerobic hypolimnion, the algal biomass containing phosphate sinks down as far as the sediment.
In the case of an anaerobic hypolimnion marked concentration increases may be observed in the bottom
water. Nevertheless, algal development in the epilimnion may continue to be phosphorus limited as
long as the stratification is stable and nutrient recirculation remains blocked. The remixing of the
hypolimnic body of water during the autumn turnover is signified by a transient concentration peak of
orthophosphate. Ferrous iron is oxidized and is precipitated as ferric hydroxyl-phosphate. Inmany
polytrophic lakes concentration taking place all the year round, there is an intensive remobilization of
phosphorus from the sediments dring the summer, even though the overlying water remains aerobic.

Puncak fitoplankton yang sering terjadi di musim semi memungkinkan konten ortofosfat jatuh cepat, di
mana pembatasan fosfor memperoleh, untuk nilai di bawah batas deteksi. Di danau bertingkat dengan
hypolimnion aerobik, biomassa alga yang mengandung fosfat tenggelam bawah sejauh sedimen. Dalam
kasus anaerobik hypolimnion ditandai peningkatan konsentrasi dapat diamati di air bawah. Namun
demikian, pengembangan alga di epilimnion dapat terus menjadi fosfor terbatas selama stratifikasi stabil
dan nutrisi resirkulasi tetap diblokir. The remixing tubuh hypolimnetic air selama omset gugur ditandai
dengan puncak konsentrasi transien ortofosfat. Ferrous besi teroksidasi dan diendapkan sebagai besi
hidroksil-fosfat. Inmany danau politropis konsentrasi berlangsung sepanjang tahun, ada remobilisasi
intensif fosfor dari sedimen dring musim panas, meskipun air di atasnya tetap aerobik.

Mobilisasi transport fosfor:

1. biological uptake 2. Enzymatic hydrolysis 3. Chelate formers 4. Sorption-desorption equilb 5. pH, Eh,
suhu 6. Difusi 7. Advection 8. Resuspension (From Provini and Premazzi, 1985)

The bacterial decomposition of organic matter is the most important mechanism by which combined
organic phosphate is converted to phosphate and by which the reducing conditions prevailing in the
surroundings are created, which serve to accelerate further the liberation of phosphate into the water.
Phosphorus displacement from the sediments cannot be ascribed solely to the diffusion processes,
which are extremely slow. The convective processes required may be provided by physical or biological
means. Where the lake water falls below that of the adjoining groundwater in late summer, then there
is a very slow escape of groundwater or interstitial water into the lake. In the case of creeping
eutrophication, according to Ohle (1958), methane convection plays an important role. The rising gas
bubbles generate a vertical current which carries sludge particles and dissolved substances, including
the phosphate in the interstitial water, into the upper water region. A substantial part of the rising
sludge gases constitutes a carbon source for the methanotrophic bacteria in the overlying water. The
consequence of their metabolic activity is thus a substantial uptake of oxygen and the lowering of the
redox potential, which drives the process of phosphorus remobilization.

Dekomposisi bakteri dari bahan organik adalah mekanisme yang paling penting dengan yang
dikombinasikan fosfat organik diubah menjadi fosfat dan dimana kondisi mengurangi berlaku di
lingkungan diciptakan, yang berfungsi untuk mempercepat lanjut pembebasan fosfat ke dalam air.
Fosfor perpindahan dari sedimen tidak bisa dikaitkan semata-mata untuk proses difusi, yang sangat
lambat. Proses konvektif diperlukan dapat diberikan dengan cara fisik atau biologis. Di mana air danau
turun di bawah bahwa dari air tanah yang berdampingan pada akhir musim panas, maka ada melarikan
diri sangat lambat dari air tanah atau air interstisial ke dalam danau. Dalam kasus merayap eutrofikasi,
menurut Ohle (1958), konveksi metana memainkan peran penting. Gelembung gas meningkat
menghasilkan arus vertikal yang membawa partikel lumpur dan zat terlarut, termasuk fosfat dalam air
interstisial, ke wilayah air atas. Sebagian besar dari gas-gas lumpur meningkat merupakan sumber
karbon bagi bakteri metanotropik di air di atasnya. Konsekuensi dari aktivitas metabolik mereka
sehingga serapan besar oksigen dan penurunan potensial redoks, yang mendorong proses fosfor
remobilisasi.

Root bearing water plants meet their phosphorus requirements largeky from the sediment and may
release phosphorus to the water and the sediment both during the vegetative stage and also during the
ageing and decay processes.

Akar tanaman air bantalan memenuhi persyaratan fosfor mereka sebagian besar dari sedimen dan
dapat melepaskan fosfor untuk air dan sedimen baik selama tahap vegetatif dan juga selama penuaan
dan pembusukan proses.

In the pelagic region during summer, generally over 90% of the phosphorus is contained in living
organisms, especially in the form of combined phosphorus in algae. The kinetics of phosphorus uptake
show that the turnover rates in the summer, for high demand and low external inputs, are extremely
short ( 5 to 100 menit) (wetsel, 1983). In the winter these turnover rates maybe up to two orders of
magnitude slower. Under oligotrophic conditions, however the phosphorus turnover rates for bigger
phosphorus demand are higher.

Di wilayah pelagis selama musim panas, umumnya lebih dari 90% dari fosfor yang terkandung dalam
organisme hidup, terutama dalam bentuk gabungan fosfor dalam ganggang. Kinetika fosfor serapan
menunjukkan bahwa tingkat turnover di musim panas, untuk permintaan tinggi dan input eksternal yang
rendah, sangat pendek (5 sampai 100 menit) (Wetzel, 1983). Di musim dingin tingkat turnover ini
mungkin hingga dua lipat lebih lambat. Dalam kondisi oligotrophic, namun tingkat turnover fosfor untuk
permintaan fosfor lebih besar yang lebih tinggi.

In time of optimal phosphorus supply, numerous algae are capable of stockpiling phosphate and storing
in the form of polyphosphate, or, for short period, as RNA and ATP (Zaiss, 1976). This internal storage
then allows a certain population growth even the phosphorus supplies in the surrounding medium are
exhausted. Cyanophyceae, which are equipped with gas vacuoles, accordingly have a competitive
advantage, as they are able to penetrate in the active form into the deeper phosphorus rich water
layers, where they can lay down intracellular stores within the space of a few hours. For Microcystus
aeruginosa, Sirenko (1987) reported a regular diurnal rhytm. Between 18.00 h and 24.00 h , colonies
appear in increased numbers in the vicinity of the sediment, and afterwards return to the surface layers.
Under conditions of severe organic pollution, the algae must compete bacteria for the available
phosphorus supplies.

Dalam waktu pasokan fosfor optimal, banyak ganggang mampu menimbun fosfat dan menyimpan
dalam bentuk polifosfat, atau, untuk jangka waktu yang pendek, seperti RNA dan ATP (Zaiss, 1976).
Penyimpanan internal ini kemudian memungkinkan pertumbuhan penduduk tertentu bahkan pasokan
fosfor dalam medium sekitarnya habis. Cyanophyceae, yang dilengkapi dengan vakuola gas, sesuai
memiliki keunggulan kompetitif, karena mereka mampu menembus dalam bentuk aktif ke dalam fosfor
yang lebih dalam lapisan air yang kaya, di mana mereka bisa berbaring toko intraseluler dalam waktu
beberapa jam. Untuk Microcystis aeruginosa, Sirenko (1987) melaporkan ritme diurnal biasa. Antara
18,00 jam dan 24,00 jam, koloni muncul dalam meningkatkan jumlah di sekitar sedimen, dan setelah itu
kembali ke lapisan permukaan. Dalam kondisi pencemaran organik yang parah, ganggang harus bersaing
bakteri untuk pasokan fosfor tersedia.

On the basis of phosphorus contamination and retention time, a series of mass balance models was
devised for predicting the response of the lake in respect of the algal biomass and productivity. At the
higher trophic levels, coupled with diminished external phosphorus loadings, a delayed response to
rehabilitation measures must be expected, as the internal phosphorus loading remains active for several
years.

Atas dasar kontaminasi fosfor dan waktu retensi, serangkaian model keseimbangan massa telah dibuat
untuk memprediksi respon danau sehubungan dengan biomassa alga dan produktivitas. Pada tingkat
trofik yang lebih tinggi, ditambah dengan berkurangnya beban fosfor eksternal, respon tertunda
langkah-langkah rehabilitasi harus diharapkan, sebagai fosfor pemuatan internal yang tetap aktif selama
beberapa tahun.
The fact that the phosphorus induced self purification effect is generally more important for static
bodies of water with regard to the impact on the oxygen budget than direct organic pollution can be
shown by the following consideration.

Normally 1 g P give rise to the formation of at least 100 g of organic matter as algal biomass. For its
complete aerobic decomposition this will require about 150 g O2. Thus 1 g P can be said to have a BOD
of 150 g O2.

Fakta bahwa fosfor disebabkan efek pemurnian diri umumnya lebih penting bagi tubuh statis air
sehubungan dengan dampak pada anggaran oksigen dari polusi organik langsung dapat ditunjukkan
dengan pertimbangan berikut.

Biasanya 1 g P menimbulkan pembentukan setidaknya 100 g bahan organik sebagai biomassa alga.
Untuk dekomposisi aerobik lengkap ini akan membutuhkan sekitar 150 g O2. Dengan demikian 1g P
dapat dikatakan memiliki BOD dari 150 g O2.