PERMANGANOMETRI
Disusun Oleh:
Kelompok V
Halaman
DAFTAR ISI..........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan .....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1 Pengertian Titrasi................................................................................... 3
2.2 Titrasi Permanganometri........................................................................ 5
2.3 Prinsip Metode Permanganometri.......................................................... 7
2.4 Indikator................................................................................................. 9
2.5 Reaksi Esterifikasi...................................................................................9
2.5.1 Penentuan-Penentuan dengan Permanganat......................................9
2.6 Prosedur Kerja .......................................................................................10
2.7 Standarisasi Larutan KmnO4..................................................................11
2.8 Kelebihan Dan Kekurangan Titrasi Permanganometri..........................12
2.8.1 Kelebihan Titrasi Permanganometri.................................................12
2.8.2 Kekurangan Titrasi Permanganometri..............................................12
2.9 Manfaat Titrasi Permanganometri..........................................................13
BAB III PENUTUP............................................................................................14
3.1 Kesimpulan.............................................................................................14
3.2 Saran.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
(Mirani Ramadian S)
1
2
1.2 Tujuan
1. Mengetahui Definisi Larutan Baku Standar
2. Mengetahui Pengertian Titrasi
3. Mengetahui Definisi Titrasi Permanganometri
4. Mengetahui Prinsip Metode Permanganometri
5. Mengetahui Tentang Indikator dalam Titrasi Permanganometri
6. Mengetahui Penentuan-Penentuan dengan Permanganat
7. Mengetahui Prosedur Kerja Titrasi Permanganometri
i
2
BAB II
PEMBAHASAN
(Mirani Ramadian S)
2.1 Pengertian Titrasi
Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi juga dikenal
sebagai analisis volumetri, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi
dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam
bentuk larutan. Zat yang akan ditentukan kadarnya biasanya diletakkan didalam
erlemeyer, sedangkan zat yang tidak diketahui konsentrasinya biasanya diletakkan
di dalam buret atau sebaliknya. Titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasinya. Titrasi dibedakan menjadi 4, yaitu: titrasi asam
basa, titrasi redoks, titrasi kompleksometri, dan titrasi pengendapan. Syarat-syarat
titrasi:
1. Harus ada reaksi yang sederhana, yang dapat
dinyatakan dengan suatu persamaan kimia
2. Reaksi antara zat yang dititrasi dan reagen
harus berlangsung dengan sangat cepat
3. Harus ada perubahan yang mencolok dalam
energi bebas, yang menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisika
atau kimia larutan pada titik ekivalen
4. Harus ada indikator yang dengan tajam mendeteksi titik akhir.
Titrasi ini erat kaitannya dengan titrasi redoks. Titrasi redoks merupakan
suatu metode analisa yang didasarkan pada terjadinya reaksi oksidasi reduksi
antara analit dengan titran. Analit yang mengandung spesi redukstor dititrasi
dengan titran yang berupa larutan standart dari oksidator atau sebaliknya. Konsep
reaksi redoks tersebut merupakan konsep reaksi reduksi oksidasin berdasarkan
peruahan bilangan oksidasinya. Menurut Chang (2005), titrasi adalah mereaksikan
suatu zat dengan zat lain dengan menggunakan buret. Titrasi terdiri dari beberapa
macam, antara lain:
3
4
c. Titrasi permanganometri
Titrasi permanganometri adalah titrasi redoks yang dilakukan
berdasarkan reaksi oleh kalium permanganate.
d. Titrasi iodometri dan iodimetri
Titrasi iodometri adalah titrasi tidak langsung dengan analisa titrimetric
untuk zat-zat reduktor dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan
dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku.
Sedangkan tirasi iodimetri adalah titrasi langsung dengan analisa
titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat,arsenat dengan
menggunkan larutan iodin baku.
e. Titrasi bromometri
Titrasi bromometri adalah penentuan kadar senyawa dimana berdasarkan
reaksi redoks dimana proses titrasi (reaksi antara reduktor dan bromin
berjalan lambat) sehingga dilakukan titrasi secara tidak langung dengan
menambahkan bromin berlebih.
f. Tirasi argentometri
Tirasi argentometri adalah penetapan kadar zat yang didasari atas adanya
reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan
titer perak nitrat.
g. Titrasi kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi dimana reaski antara bahan yang
dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa.
5
mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus saring dari
kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan atau
penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan karena fakta
bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan
lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh,
permanganat adalah agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida
Mn(II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O 5MnO2 + 4H+.........................................2.6
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 (Svehla, 1985).
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan
permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan permanganat.
Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam permanganat. Atau terbentuk akibat
reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air,
mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-
kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat direduksi dan
penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter untuk menghilangkan
MnO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap
dan tidak diasamkan konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa
bulan (Svehla, 1985).
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting
dalam titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah
asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses
kelarutan. Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi
menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan
timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang tersedia adalah
sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang masuk . Jika larutannya mengandung
asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi dengan timah (II) klorida akan
lebih memudahkan. Klorida ditambahkan kedalam larutan panas dari sampelnya
7
bersifat asam kuat karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak-balik, sedangkan
potensial elktroda sangat bergantung pada pH. Pereaksi kalium permanganat
bukan merupakan larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih
dahulu. Titrasi dilakukan dalam lingkungan asam, sebab untuk menjaga supaya
konsentrasi hidrogen ion (H⁺) tetap selama titrasi berlangsung karena dalam
lingkungan netral atau basa sebagian dari KMnO4 diubah menjadi MnO4
sehingga larutan berwarna coklat yang akan menyukarkan pengamatan pada titik
akhir titrasi. Sebagai asam umumnya digunakana H2SO4 encer tidak dapat
digunakan HCl, HBr, HI, atau HNO3, sebab:
1. HCl, HBr, HI akan dioksidsi sendiri oleh KMnO4.
2. HNO3 sendiri bersifat sebagai oksidator .
Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral.
Kelebihan sedikit dari permanganate yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup
untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun
juga, mengingat reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal
pada titik akhir titrasi-titrasi permanganat. Tindakan pencegahan khusus harus
dilakukan dalam pembuatan larutan permanganate. Mangan oksida mengkatalisis
dekomposisi larutan permanganate. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam
permanganate, atau berbentuk akibat reaksi antara permanganate dengan jejak-
jejak dari agen-agen pereduksi di dalam air, mengarah pada dekomposisi.
Tindakan-tindakan ini biasanya berupa larutan Kristal-kristalnya, pemanasan
untuk menghancurkan substansi-substansi yang dapat direduksi, dan penyaringan
melalui asbestos atau gelas yang disinter (filter-filter non pereduksi) untuk
menghilangkan MnO2. Biasanya sebelum disaring dipanaskan terlebih dahulu
selama 15-30 menit, jika tidak dipanaskan, sebagai alternative larutan didiamkan
dalam suhu ruang selama 2-3 hari. Larutan tersebut kemudian distandardisasi, dan
jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan, konsentrasinya tidak akan banyak
berubah selama beberapa bulan. Larutan kalium permanganate harus disimpan
dalam tempat yang bersih, berbahan kaca dengan warna gelap yang sebelumnya
telah dibersihkan dengan larutan pembersih kemudian dibilas dengan deionised
water (Basset, 1994).
9
substansi-substansi ini secara langsung, karena reaksi dari zat padat dengan suatu
agen pereduksi adalah lambat. Maka sampel direaksikan dengan suatu agen
pereduksi berlebih dan dipanaskan untuk menyelesaikan reasi. Kemudian
kelebihan agen pereduksi ini dititrasi dengan permanganate standar. Beragam
agen reduksi dapat dipergunakan, seperti As2O3 dan Na2C2O4 (Harjadi, 1993).
dipanaskan dengan kompor listrik dalam ruang asam hingga suhu 700C warna
dari H2SO4dan H2C2O4 mula-mula tidak berwarna kemudian dititrasi dengan
KMnO4 tetes demi tetes. Pemanasan dilakukan karena reaksi dengan
permanganatt lambat pada suhu kamar. Oleh karena itu dipanaskan hingga suhu
700C. Setelah itu suhu dipertinggi rekasi memulai lambat tetapi kecepatan
meningkat setelah Mn2+ terbentuk. Mn2+ bertindak sebagai katalis dihasilkan oleh
reaksinya sendiri. Setelah dilakukan pemanasan larutan tersebut dititrasi dengan
KMnO4 hingga diperoleh warna merah muda permanen. Setelah itu menghitung
jumlah KMnO4 yang digunakan dan mengulangi percobaan 2x. Dan pada
percobaan I diperoleh volume sebesar 10 mL dan berwarna coklat kemerahan.
Disini bisa timbul warna coklat kemerahan karena sebelum dititasi dengan
KMnO4 larutan H2C2O4 + H2SO4 harus didinginkan setelah dipanaskan. Berbeda
dengan percobaan I, percobaan II diperoleh volume sebesar 8,3 mL dan warna
yang ditimbulkan adalah merah muda yang konstan (karena sudah didiamkan
terlebih dahulu). Larutan standarisasiyang digunakan asam oksalat CH2C2O4 0,05
M yang oleh KMnO4 akan dioksidasi menjadi CO2 menurut reaksi sebagai
berikut:
pengolahan air, dimana secara permanganometri dapat diketahui kadar suatu zat
sesuai dengan sifat oksidasi reduksi yang dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan
apabila tidak diperlukan atau berbahaya (Rohman, 2007).
14
15
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
14
3.2 Saran
Dalam hal ini penulis berharap, apabila melakukan percobaan mengenai
titrasi permanganometri ini harus lebih teliti dan hati-hati. Selain itu harus teliti
dalam melihat dan mengukur volume KMnO4 yang digunakan pada buret dan
selalu menjaga suhu larutan konstan pada saat melakukan standarisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid I. Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia.
Khopkhar, S., M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Svehla, G. 1979. Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
Underwood, A. L., dan Day, R. A. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.