Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nur Azizah

NIM : PO713203191027

A. Pengertian Inflamasi
Inflamasi adalah respons nonspesifik kompleks terhadap cedera jaringan yang
dimaksudkan untuk meminimalkan efek cedera atau infeksi, mengangkat jaringan yang
rusak, menghasilkan jaringan baru, dan memfasilitasi penyembuhan.

Inflamasi berasal dari kata Inflammare yang berarti membakar. Inflamasi


merupakan respon protektif yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam upaya
mengembalikan ke keadaan sebelum cedera atau untuk memperbaiki diri sendiri
sesudah terkena cedera.
Inflamasi memiliki tujuan untuk melakukan dilusi, penghancuran atau menetralkan
agen berbahaya seperti kuman, bakteri, virus, trauma tajam atau tumpul, suhu sangat
dingin atau panas atau terbakar, bahan kimiawi, imunologik yang kemudian akan
memperbaiki bagian yang luka.
Berikut definisi dan pengertian inflamasi dari beberapa sumber buku :
1. Menurut Ikawati (2011), inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera
jaringan ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk
mempertahankan homeostatis tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing
yang masuk.
2. Menurut Dorland (2002), inflamasi adalah respons ptotektif setempat yang
ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringann yang berfungsi
menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen
pencedera maupun jaringan yang cedera tersebut.
3. Menurut Robbins (2004), inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan
untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan
jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel.
Peradangan adalah reaksi dari jaringan yang mengalami vaskularisasi cedera sel
atau kematian. Ini ditandai oleh produksi dan pelepasan mediator inflamasi dan
pergerakan cairan dan leukosit dari pembuluh darah ke jaringan ekstravaskuler. Dalam
kondisi peradangan biasanya dinamai dengan menambahkan suf x-itis ke organ atau
system yang terpengaruh. Misalnya, radang usus buntu mengacu pada perubahan
lampiran, pericarditis pada ammasi pericardium, dan neuritis hingga ammasi saraf.
B. Tanda-tanda Inflamasi
Menurut Price dan Wilson (2005), tanda-tanda umum yang terjadi pada proses
inflamasi yaitu rubor(kemerahan), tumor (pembengkakan), kalor (panas setempat yang
berlebihan), dolor (rasa nyeri), dan fungsiolaesa (gangguan fungsi/kehilangan fungsi
jaringan yang terkena). Adapun penjelasan dari tanda-tanda inflamasi adalah sebagai
berikut:
1. Rubor (Kemerahan)
Rubor terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi yang terkena darah
terkumpul di daerah jaringan yang cedera akibat dari pelepasan mediator kimia tubuh
(kinin, prostaglandin, histamin). Ketika reaksi radang timbul maka pembuluh darah
melebar (vasodilatasi pembuluh darah) sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke
dalam jaringan yang cedera.
2. Tumor (Pembengkakan)
Tumor merupakan tahap kedua dari inflamasi yang ditandai adanya aliran plasma
ke daerah jaringan yang cedera. Gejala paling nyata pada peradangan adalah
pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler,
adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera
sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium.
3. Kalor (Panas)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa panas
disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada di daerah lain
di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di permukaan kulit.
Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan.
4. Dolor (Nyeri)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal:
a. Adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi
peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri
b. Adanya pengeluaran zat-zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin,
histamin, brakidin yang dapat merangsang saraf-saraf perifer di sekitar radang
sehingga dirasakan nyeri.
5. Fungsiolaesa
Fungsiolaesa, kenyataan adanya perubahan, gangguan, kegagalan fungsi telah
diketahui, pada daerah yang bengkak dan sakit disertai adanya sirkulasi yang
abnormal akibat penumpukan dan aliran darah yang meningkat juga menghasilkan
lingkungan lokal yang abnormal sehingga tentu saja jaringan yang terinflamasi tersebut
tidak berfungsi secara normal.
C. Jenis-jenis Inflamasi
Menurut Robbins dan Kumar (1995), terdapat dua jenis inflamasi yaitu :
1. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah inflamasi yang berlangsung relatif singkat, dari beberapa
menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan eksudasi cairan dan protein plasma
serta akumulasi leukosit neutrofilik yang menonjol. Inflamasi akut hanya terbatas pada
tempat inflamasi dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala lokal. Inflamasi akut
merupakan respon langsung dan dini terhadap agen inflamasi. Biasanya inflamasi akut
ditandai dengan penimbunan neutrofil dalam jumlah banyak.
Pembengkakan (udema) akibat luka (injury) terjadi karena masuknya cairan ke
dalam jaringan lunak. Neutrofil muncul dam waktu 30-60 menit setelah terjadi injury.
Pada daerah injury neutrofil tampak mengelompok sepanjang sel-sel endotel pembuluh
darah. Sedangkan leukosit mulai meninggalkan pusat aliran dan bergerak ke perifer.
Pengelompokan yang luar biasa dari leukosit selama masih dalam pembuluh darah
disebut marginasi.
2. Inflamasi kronik
Inflamasi kronik terjadi karena rangsang yang menetap, seringkali selama beberapa
minggu atau bulan, menyebabkan infiltrasi sel-sel mononuklear dan proliferasi
fibroplast. Inflamasi kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan, dapat juga timbul
mengikuti proses inflamasi akut atau responnya sejak awal bersifat kronis. Perubahan
inflamasi akut menjadi kronik berlangsung bila inflamasi akut tidak dapat reda yang
disebabkan oleh agen penyebab inflamasi yang menetap atau terdapat gangguan
pada proses penyembuhan normal.
Inflamasi kronik ditandai dengan adanya sel-sel mononuklear yaitu makrofag,
limfosit dan sel plasma. Makrofag dalam lokasi inflamasi kronik berasal dari monosit
darah bermigrasi dari pembuluh darah. Makrofag tetap tertimbun pada lokasi radang,
sekali berada di jaringan mampu hidup lebih lama dan melewati neutrofil yang
merupakan sel radang yang muncul pertama kali. Limfosit juga tampak pada inflamsi
kronik yang juga ikut serta dalam respon imun seluler dan humoral.
D. Obat Anti Inflamasi
Pengobatan inflamasi mempunyai dua tujuan, yaitu :
1). Meringankan gejaladan mempertahankan fungsi.
2). Memperlambat atau menghambat proses perusakan jaringan.
Obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau
mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya terdapat dua jenis obat
anti inflamasi, yaitu :
a. Anti Inflamasi Steroid
Obat anti inflamasi golongan steroida bekerja menghambat sintesis
prostaglandin dengan cara menghambat enzim fosfolipase , sehingga fosfolipid
yang berada pada membrane sel tidak dapat diubah menjadi asam arakidonat.
Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek inflamasi tidak ada.
Contoh obat anti inflamasi steroid adalah deksametason, betametason dan
hidrokartison.
b. Anti Inflamasi Non Steroid (NSAID)
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat
sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata
memiliki banyak persamaan dalam efek terapi ataupun efek samping. Prototip
obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut
juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like drugs). Obat anti inflamasi jenis non
steroid dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Derivat asam propionate; fenbufen, fenoprofen, flurbiporfen, ibuprofen,
ketoprofen, naproksen, asam pirolalkonat, asam tioprofenat.
2. Derivat indol; indomestin, sulindak, tolmetin.
3. Derivat asam fenamat; asam mefenamat, meklofenat
4. Derivat asam piroklakonat
5. Derivat piirazolon; fenil butazon, oksifenbutazol, azopropazonon.
6. Derivat oksikam; piroksikam, tenoksikam
7. Derivat asam salisilat; asam fenilasetat, asam asetat inden.

Anda mungkin juga menyukai