Anda di halaman 1dari 22

KONSEP PENYAKIT PERSYARAFAN

CIDERA MEDULA SPINALIS

Tugas : mata kuliah KMB 3 (sistem persyarafan )


Dosen : Ibu Sholihatul Maghfirah, S.Kep.Ns.,M.Kep

Oleh:
KELOMPOK 6
o Erna suwanti
o Vivit Ekasari

PROGRAM STUDI S 1
KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cidera itu mengenai
daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.trauma
medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi
motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter.
Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 cidera
baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda
sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma. Data dari bagian rekam medik Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari
Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah
berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk Trauma
medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan
ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).klien yang mengalami
Trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian
lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan
kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi
Trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas;
pneumonia dan hiperfleksia autonomic.Maka dari itu sebagai perawat merasa
perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan Trauma medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya

2
makalah yang berjudul “Cidera medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN

3
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Cidera / trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &
Suddarth, 2001).Cideraa medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan
sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh
manusia yang diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cidera /Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak
tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan
buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.

B. ETIOLOGI.
Gangguan pada medula spinalis dapat terjadi akibat berbagai proses patologis
termasuk trauma. Baik secara langsung atau tidak langsung, trauma medula
spinalis akan mengakibatkan gangguan secara komplit ataupun inkomplit dari
fungsi utamanya seperti fungsi motorik, sensoris, autonom, dan refleks yang
signifikan. Sebuah studi menyebutkan 13% kejadian trauma medula spinalis
disebabkan oleh kecelakaan kerja, dimana kebanyakan terjadi di daerah konstruksi
dan serimg terjadi di hari minggu dan hari libur. Kebanyakan level trauma medula
spinalis antara lain : servikal (55%), toraks (30%), dan lumbal (15%). Sekitar 95%
trauma medula spinalis terjadi pada satu daerah spinal dan sekitar 80%
berhubungan dengan trauma multipel.

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:


1.Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti
yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan,
merusak medula spinesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit
motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical

4
Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord Injury
Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan
kontusio dari kolum vertebra.
2. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti
penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau
kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya
fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit
motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit
neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan
kongenital dan perkembangan

C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla,
(lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla
(membuat pasien paralisis).Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis,
darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal
spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut
saraf mulai membengkak dan hancur.
Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja
tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma
medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
-  Lesi L1         : Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong.
- Lesi L2          : Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3          : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4          : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5          : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
POHON MASALAH

5
Kecelakaan mobil, industri, terjatuh,
olah raga, menyelam, luka tusuk, tumor, dll

Kerusakan medula spinalis

Hemoragi

Serabut-serabut membengkak/hancur

Trauma medula spinalis

Spasme otot Kerusakan Kerusakan C5 Kerusakan Kerusakan


para vetebralis T 1-12 lumbal 1 lumbal 2-5

D. MAINIFESTASI KLINIS HR Menurun


Kehilangan Ketidak Paraplegia
Iritasi serabut
a. nyeri akut pada
inervasi otot belakang leher, yang menyebar mampuan
sepanjang saraf yang terkenaparalisis
saraf
intercosta ejakulasi
b. paraplegia MK :
c. tingkat neurologik Penurunan
Penurunan
Perasaan curah jantung
d. paralisis sensorik motorik total MK : Disfungsi fungsi sendi
nyeri/ ketidak Batuk
nyamanan seksual
e. kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urine, distensi kandung kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomotor
MK :fungsi pernafasan
g. penurunan
MK : Nyeri Ketidakefektifan Penekanan Sindrom deficit MK :
pola nafas setempat self care Kerusakan
mobilitas
fisik
6
MK : Resiko MK : Kurang
kerusakan perawatan diri
integritas kulit
h. gagal nafas

E. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulang (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla
spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah
atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
F. KOMPLIKASI.
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic Hipotensi
f. Ileus Paralitik
g. Infeksi saluran kemih
h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipasi

7
G. PENATALAKSANAAN.
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
 pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara , Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma langsung pada kepala
dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis
sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus diimobilisasi pada papan spinal( punggung)
,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen
tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan
radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien
ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik
lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar.Jika

8
stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas
matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis
lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.
Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.

H. FARMAKOTERAPY
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
atau dislokasi atau dekompres medulla.

I. PENCEGAHAN.

9
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi
usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah-
langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban
kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan
korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari
kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN CIDERA MEDULLA SPINALIS

A. Pengkajian
a.1. Pengkajian Primer
1). Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak
sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini,
kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.

10
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas.
2). Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila
tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan
napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3). Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4). Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5). Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar
(GCS 15) dengan :Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a) Dilakukan rawat luka
b) Pemeriksaan radiologic) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk
observasi bila terjadi penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit
a.2. Pengkajian Skunder.
1). Aktifitas /Istirahat.
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2). Sirkulasi.
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3). Eliminasi.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.

11
4). Integritas Ego.
5). Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
6). Makanan /cairan.
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7). Higiene.
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8). Neurosensori.
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan
pada syok spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak
setelah syok spinal sembuh).Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks
/refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis,
hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
9). Nyeri /kenyamanan.
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
10). Pernapasan.
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat,
sianosis.
11). Keamanan.
Suhu yang berfluktuasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12). Seksualitas.
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

B. Diagnosa Keperawatan yang muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler.
3. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik
4. Inkontinensia usus berhubungan dengan kerusakan saraf motorik bawah .
5. Resiko kerusakan integritas kulit, faktor resiko perubahan sensasi.

Rencana Keperawatan

12
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1.          Nyeri akut b.d agen NOC label: Mengelola analgetik
cede-ra : fisik Kontrol nyeri (1605) 1.        Tentukan lokasi, karakteristik,
Batasan Tujuan: kualitas nyeri sebelum pemberian
karakteristik: Setelah dilakukan obat pada pasien
tindakan keperawatan
2.        Cek jenis obat, dosis, dan
selama … x 24 jam frekuensi pemberian
pasien dapat melakukan
3.        Cek adanya riwayat alergi pada
kontrol nyeri , dengan pasien
criteria : 4.        Evaluasi kemampuan pasien
untuk menggunakan rute analgesic
Kontrol Nyeri (oral, IM, IV, suppositoria)
          Klien mengetahui
5.        Monitor vital sign sebelum dan
pe-nyebab nyeri sesudah pemberian analgetik jenis
          Klien mengetahui narkotik
wak-tu timbulnya nyeri6.        Evaluasi efektifitas dan efek
          Klien mengenal samping yang ditimbulkan akibat
gejala timbulnya nyeri pemakaian analgetik.
          Klien menggunakan
7.        Kolaborasi dengan dokter jika
analgetik jika diper- ada perubahan advis dalam
lukan pemakaian analgetik

Distraksi
1.        Tentukan jenis distraksi yang
sesuai dengan pasien (musik,
televisi, membaca, dll)
2.        Ajarkan teknik buka-tutup mata
dengan focus pada satu obyek, jika
memungkinkan
3.        Ajarkan teknik irama (ketukan
jari, bernafas teratur) jika
memungkinkan

13
4.        Evaluasi dan catat teknik yang
efektif untuk menurunkan nyeri
pasien

Terapi Oksigen
1         Bersihkan jalan nafas dari secret
2         Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3         Berikan oksigen sesuai instruksi
4         Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5         Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6         Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7         Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8         Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama aktivitas
dan tidurr

Mengatur Posisi
1.  Atur posisi yang nyaman untuk
pasien

2 Kerusakan NOC label: Tindakan Keperawatan:


mobilitas fisik b.d Perawatan diri (Activity
1.        Makan-minum
kerusakan Daily Living) (0300) a. Bantu pasien makan dan minum
muskuloskelettal Tujuan: (menyuapi, mendekatkan alat-alat
dan neuromuskuler Setelah dilakukan dan makanan/minuman)
Batasan tindakan keperawatanb. Pertahankan kesehatan dan
karakteristik : selama … x 24 jam kebersihan mulut pasien
perawatan diri klien 2. Berpakaian
(ADL) terpenuhi a. Bantu pasien mamakai pakaiannya
Indikator: b. Libatkan keluarga dan ajarkan cara

14
1.        Makan dan minum memakaikan pakaian pada pasien
adekuat dengan 3. Kebersihan diri
bantuan/mandiri a. Memandikan pasien
2.        Berpakaian dg b. Libatkan keluarga untuk membantu
dibantu/mandiri memandikan pasien
3.        Kebersihan diri c. Lakukan perawatan mata, rambut,
terpenuhi dg kaki, mulut, kuku dan perineum
bantuan/mandiri 4. Bak/bab
4.        Buang air kecil/besar a. Bantu pasien bak/bab
dg bantuan/mandiri b. Lakukan perawatan inkontinensia
usus
c. Manajemen nutrisi
d. Libatkan keluarga dalam
perawatan

3.          Kerusakan NOC label: Lakukan manajemen eliminasi


eliminasi urin b.d Eliminasi urine urin
dengan kerusakan Tujuan: 1.        Monitor eliminasi urine
sensori motorik Setelah dilakukan (frekuensi, konsistensi, bau,
Batasan tindakan keperawatan volume, warna)
karakteristik : selama … x 24 jam
2.        Monitor tanda dan gejala retensi
kebutuhan eliminasi urine
urine pasien terpenuhi 3.        Ajarkan pada pasien tanda dan
Indikator: gejala ISK
1.        Pengosongan
4.        Catat waktu urinal terakhir jika
kandung kemih komplit diperlukan
2.        Mampu
5.        Libatkan pasien/keluarga untuk
menahan/mengontrol mencatat urine output jika
urine diperlukan
3.        Terbebas dari ISK 6.        Masukkan suppositoria uretral
jika diperlukan
7.        Siapkan specimen urine
midstream untuk analisa jika perlu

15
8.        Laporkan ke dokter jika
ditemukan tanda dan gejala ISK
9.        Anjurkan pasien minum 8 gelas
sehari saat makan, anatara makan
dan saat pagi hari
10.     Bantu pasien mengatur toileting
rutin kalau perlu
11.     Anjurkan pasien untuk
memeonitor tanda dan gejala ISK

Perawatan Retensi Urin


1.        Berikan prifasi untuk eliminasi
urin
2.        Gunakan kekuatan sugesti
dengan aliran air untuk memancing
eliminasi
3.        Stimulasi reflek kandung
kencing dengan pemberian kompres
dingan pada abdomen atau dengan
mengalirkan air
4.        Berikan waktu yang cukup untuk
me-ngosongkan kandung kencing
(10 menit)
5.        Gunakan manuver Crede jika
diperlukan
6.        Masukkan kateter urin jika
diperlukan
7.        Monitor intake dan output cairan
8.        Monitor adanya distensi
kandung kencing dengan palpasi
atau perkusi
9.        Bantu toileting dengan jarak

16
teratur jika memungkinkan
10.     Lakukan kateterisasi untuk
residu, jika perlu
11.     Lakukan kateterisasi secara
intermiten jika perlu
12.     Rujuk ke ahli urinary Continance
jika perlu

Bladder Training

4.          Inkontinensia usus Setelah dilakukan Manajemen Usus


b.d dengan tindakan keperawatan
1.        Catat tanggal terakhir pasien
kerusakan saraf selama .. x 24 jam b.a.b
motorik bawah saluran gantrointestinal
2.        Monitor b.a.b pasien (frekuensi,
Batasan pasien mampu konsistensi, volume, warna)
Karakteristik membentuk massa feses
3.        Monitor suara usus
dan mengevakuasi
4.        Catat adanya peningkatan
secara efektif , dengan frekuensi bising usus
criteria : 5.        Monitor terhadap tanda dan
gejala diare
Eliminasi usus 6.        Evaluasi terhadap incontinensia
          Mampu mengontrol
7.        Ajarkan pasien tentang makanan
b.a.b. yang dianjurkan
          Tidak terjadi diare 8.        Evaluasi jenis obat yang
menimbulkan efek samping pada
fungsi gastrointestinal

Bowel Training
1.        Rencanakan program latihan
dengan pasien
2.        Konsul dengan dokter dalam
pemakaian suppositoria/laksatif
3.        Ajarkan pasien dan keluarga

17
prinsip-prinsip bowel training
4.        Anjurkan pasien tentang jemis
makanan yang harus diperbanyak
5.        Berikan diit yang cukup sesuai
jenis yang diperlukan
6.        Pertahankan intake cairan yang
adekuat
7.        Pertahankan latihan fisik yang
cukup
8.        Jaga posisi pasien
9.        Evaluasi status bowel secara
teratur
10.     Modifikasi program usus jika
diperlukan
5.          Resiko kerusakan Setelah dilakukan Circulatory Care
integri-tas kulit tindakan keperawatan
1.        Kaji secara komprehensif
,Faktor resiko : selama … x 24 jam sirkulasi perifer (cek pulsasi perifer,
          Perubahan perfusi jaringan perifer adanya udema, pengisian kapiler,
sensasi pasien adekuat , dengan warna kulit dan suhu ekstrimitas)
criteria : 2.        Amati kulit dari munculnya
perlukaan atau memar akibat
Perfusi jaringan : tekanan
perifer 3.        Kaji adanya ketidaknyamanan
          Pengisian kapiler datau nyeri local
perifer adekuat 4.        Rendahkan ekstrimitas untuk
          Pulsasi perifer distal meningkatkan sirkulasi arteri, jika
kuat tidak ada kontra indikasi
          Pulsasi proximal
5.        Pasang stocking anti emboli,
perifer kuat dilakukan perubahan 15-20 menit
          Tingkat sensasi setiap 8 jam
normal 6.        Naikkan anggota badan 20
          Warna kulit normal derajat di atas level jantung untuk
          Fungsi otot-otot meningkatkan aliran balik vena jika

18
intack tidak ada kontra indikasi
          Kulit intack 7.        Rubah posisi pasien minimal
          Suhu ekstrimitas tiap 2 jam jika tidak ada kontra
hangat indikasi
          Udema perifer tidak
8.        Gunakan matras/bed terapetik
terjadi jika tersedia
          Nyeri local
9.        Lakukan aktif/pasif ROM
ekstrimitas tidak terjadi selama bedrest
10.     Lakukan latihan pada pasien
sesuai dengan kemampuan
11.     Anjurkan pasien untuk
pencegahan vena stasis (tidak
menyilangkan lengan, meninggikan
kaki tanpa menyangga lutut, dan
latihan
12.     Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk membuat naiknya viskositas
darah
13.     Monitor status cairan tubuh
(intake-output)

Terapi Oksigen
1.        Bersihkan jalan nafas dari secret
2.        Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3.        Berikan oksigen sesuai instruksi
4.        Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5.        Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6.        Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7.        Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8.        Anjurkan klien untuk tetap

19
memakai oksigen selama aktivitas
dan tidurr

Mengatur Posisi
1.        Atur posisi yang nyaman untuk
pasien
Perawatan Kaki
Perawatan Kulit
Pressure Management

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cidera/Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &
Suddarth, 2001).Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :kecelakaan
otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam ,luka tusuk, tembak dan tumor.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi

20
pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang
menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus
dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini
disingkirkan. Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan
dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis
berbeda penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena
kesalah dalam memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma
semakin komplit dan dapat menyebabkan kematian.

B. SARAN.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat
menjaga kesehatannya terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula
spinalis dapat terhindar. Adapun jika sudah terjadi , mahasiswa dapat melakukan
perawatan seperti yang telah tertulis dalam makalah ini

DAFTAR PUSTAKA

Lindsay, K.W., 2017, Nervous system; Nervous System Diseases;


Surgery; diagnosis; therapy, Churchill Livingstone , New York, 3rd
Edition

Kirshblum,S.C., Et All, 2017, Spinal Cord Injury Medicine. 3.


Rehabilitation Phase After Acute Spinal Cord Injury, American
Academy of Physical Medicine and Rehabilitation, Vol 88.

https://mikimikiku.wordpress.com/2014/03/22/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-cedera-medula-spinalis-sistem-neurobehaviour/

21
http://askepdoumbojo.blogspot.co.id/2011/09/laporan-pendahuluan-cedera-
medulla.html

Nurafif, Amin Huda.2015.NANDA NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction

22

Anda mungkin juga menyukai