Anda di halaman 1dari 16

Resume FG 2 Materitas

Faradiba Jamal
Khafifah Sri Lestari
Tika dinda Istiqomak
Tri Puji Wahyuni
Siti Khotimah
Visti Melani

1. Anatomi Sperma

Anatomi Sperma

(Guyton & Hall, 2006; Silverthorn, 2010)

Kepala Bagian Tengah

Ciri : Ciri :

- Berukuran 4-5 µm - Mengandung


- Terdapar enzim mitokondria tersusun
akrosom, berfungsi spiral, berfungsi
untuk meembus dinding menyediakan ATP untuk
ovum mendorong sperma
- Menyimpan materi menuju tempat fertilisasi
genetic
Leher Ekor

Ciri : Ciri :

- Berukuran 1 m - Berukuran panjang,


- Pendek, penghubung sekitar 55 m
bagian tengah - Satu-satunya flagella
- Mengandung sentriol, dalam tubuh manusia,
membentuk memiliki gerakan
mikrotubulus cambuk
menyambungkan bagian - Dapat berpindah dari
tengah & ekor satu tempat ke tempat
lain

● Struktur sperma terbagi menjadi kepala, leher dan ekor. Kepala sperma
mengandung nukleus yang menyimpan informasi genetik dan 2/3 anterior
kepala dilapisi oleh lapisan tebal dan disebut akrosom berisi enzim-enzim
untuk penetrasi ovum. Akrosom memiliki sejumlah enzim hyaluronidase
yang berfungsi untuk menembus lapisa korona radiata pada sel telur, dan
enzim akrosin yang berfungsi untuk menembus zona pelusida. Lapisan
tebal akrosom merupakan modifikasi lisosom yang dibentuk oleh
retikulum endoplasma atau badan golgi. Bagian tengah atau collar berisi
mitokondria yang berfungsi untuk menghasilkan energi sehingga cukup
kuat untuk bergerak hingga ke sel telur (Guyton & Hall, 2006; Rizzo,
2010)
● Ekor sperma disebut flagellum, memiliki 3 bagian utama (1) rangka
utama yang terbuat dari 11 mikrotubula yang disebut aksonem, membran
tipis yang menyelimuti aksonem, dan kumpulan mitokondria yang
mengelilingi aksonem di bagian proksimal ekor (disebut tubuh ekor).
Gerakan maju dan mundur ekor dihasilkan oleh gerakan ritmis
longitudinal antara tubula anterior dan posterior aksonem. Energi dari
gerakan ini berasal dari pembuatan ATP yang disintesis oleh mitokondria
di bagian leher (Sherwood, 2010).
2. Anatomi Ovum

Sumber : (Martini, Timmons, & Tallitsch, 2012)

Sistem reproduksi wanita lebih kompleks dibandingkan pria, karena wanita


mengalami fase melahirkan, menyusui, dan meopause yang menyebabkan terjadinya
perubahan siklus reproduksi, tidak hanya saat pubertas saja.

Sumber : (Martini et al., 2012)


Sumber : (Martini et al., 2012)

Sumber : (Martini et al., 2012)


Secara anatomi, bagian alat reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian
yakni bagian luar (yang terlihat dari luar) dan bagian dalam (Madjid, 2009).
Bagian tersebut adalah (Eryani, 2015)
Bagian luar Bagian Dalam
kemaluan ( vulva ) rahim ( uterus ),
Kelenjar reproduksi saluran telur ( tuba )
kelenjar vestibulari mayor dan minor serta
parauretralis.
Labia mayora (bibir besar) indung telur ( avarium )
Labia minora (bibir kecil vagina
Mons veneris

Klitoris,

Orificium urethrae

Himen

Pada vulva terdapat bagian yang menonjol yang di dalamnya terdiri dari
tulang kemaluan yang ditutupi jaringan lemak yang tebal. Pada saat pubertas
bagian kulitnya akan ditumbuhi rambut. Lubang kemaluan ditutupi oleh selaput
tipis yang biasanya berlubang sebesar ujung jari yang disebut selaput dara
( hymen ). Di belakang bibir vulva terdapat kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan
cairan. Di ujung atas bibir terdapat bagian yang disebut clitoris, merupakan bagian
yang mengandung banyak urat-urat syaraf. Di bawah clitoris agak kedalam
terdapat lubang kecil yang merupakan lubang saluran air seni ( urethra )
Sumber : (Sherwood, 2016)

3. Proses Fertilisasi

Setelah menyelesaikan pembelahan meiosis pertama, oosit sekunder dikeluarkan


dari ovarium selama ovulasi. Oosit kemudian menuju infundibulum (saluran
berbentuk corong) di ujung tuba falopi dan masuk ke dalam ampula tuba (Ward &
Hisley, 2009).

Fetrtilisasi biasanya terjadi dalam tabung rahim (fallopi) dalam waktu 12 hingga
24 jam setelah ovulasi. Sperma dapat tetap hidup selama sekitar 48 jam setelah
pengendapan dalam vagina, meskipun oosit sekunder hanya dapat bertahan
selama sekitar 24 jam setelah ovulasi (Tortora & Derrickson, 2012).

Selama ovulasi, jumlah lendir serviks meningkat dan menjadi kurang


kental sehingga lebih menguntungkan untuk penetrasi sperma. Melalui dorongan
gerakan flagellar dari ekornya, sperma melakukan perjalanan ke rahim dan ke atas
melalui saluran tuba. Kontraksi otot dinding tuba meningkat akibat prostaglandin
dalam air mani yang akhirnya memfasilitasi pergerakan sperma (Ward & Hisley,
2009). Prostaglandin dalam air mani diyakini dapat menstimulasi motilitas uterus
pada saat hubungan seksual dan untuk membantu pergerakan sperma melalui
uterus dan ke dalam tabung uterus (Tortora & Derrickson, 2012). Selain itu,
pergerakan sperma dibantu oleh silia. Tuba falopi dilapisi dengan silia, proyeksi
seperti rambut dari sel-sel epitel yang melayani aksi ganda, yakni pergerakan
ovum menuju rahim dan pergerakan sperma dari uterus menuju ovarium (Ward &
Hisley, 2009).
Sperma yang mencapai sekitar oosit dalam beberapa menit setelah
ejakulasi tidak mampu membuahinya sampai sekitar tujuh jam kemudian (Tortora
& Derrickson, 2012). Selama masa ini di saluran reproduksi wanita (sebagian
besar di saluran rahim), sperma akan mengalami kapasitasi yaitu serangkaian
perubahan fungsional yang menyebabkan ekor sperma berdetak lebih keras dan
mempersiapkan membran plasmanya untuk berfusi dengan membran plasma oosit
(Tortora & Derrickson, 2012). Selama proses kapasitasi juga terjadi hal di mana
lapisan glikoprotein dan protein seminal dikeluarkan dari permukaan akrosom
sperma (struktur mirip topi yang mengelilingi kepala sperma) serta penghilangan
kolesterol dari membran plasma di sekitar kepala sel sperma. Sperma menjadi
lebih aktif selama proses kapasitasi ini, yang memakan waktu sekitar 7 jam dan
biasanya terjadi di tuba falopi tetapi dapat dimulai di rahim. Hanya sperma yang
berkapasitas yang mampu tertarik dan merespons faktor-faktor kimia yang
diproduksi oleh sel-sel di sekitarnya dari oosit yang mengalami ovulasi (Tortora
& Derrickson, 2012).

Agar terjadi pembuahan, sel sperma pertama-tama harus menembus dua


lapisan yakni korona radiata, sel granulosa yang mengelilingi oosit sekunder, dan
zona pelusida yang (memungkinkan perjalanan cahaya) yakni lapisan glikoprotein
yang jelas antara corona radiata dan membran plasma oosit (Tortora &
Derrickson, 2012). Akrosom, struktur mirip helm yang menutupi kepala sperma,
mengandung beberapa enzim. Enzim akrosom dan gerakan ekor yang kuat oleh
sperma membantunya menembus sel-sel korona radiata dan bersentuhan dengan
zona pellucida. Salah satu glikoprotein di zona pelusida, yang disebut ZP3,
bertindak sebagai reseptor sperma. Melalui pengikatannya dengan protein
membran spesifik di kepala sperma memicu reaksi akrosom yakni pelepasan isi
akrosom. Fertilin, suatu protein yang terdapat di membran plasma sperma yang
berikatan dengan integrin sel telur yakni suatu jenis molekul perekat sel yang
menonjol dari permukaan luar membran plasma (Sherwood, 2010). Hanya sperma
dari spesies yang sama yang dapat berikatan dengan reseptor sel telur ini dan
membusnya. Meskipun banyak sperma berikatan dengan molekul ZP3 dan
menjalani reaksi akrosom, hanya sel sperma pertama yang menembus seluruh
zona pellucida dan mencapai membran plasma oosit yang akhirnya berfusi dengan
oosit. Fusi sel sperma dengan oosit sekunder memicu gerakan yang menghambat
polispermia yaitu pembuahan oleh lebih dari satu sel sperma. Dalam beberapa
detik, membran sel oosit mengalami depolarisasi, yang bertindak sebagai blok
cepat untuk polispermia sehingga oosit yang terdepolarisasi tidak dapat bergabung
dengan sperma lain. Depolarisasi juga memicu pelepasan ion kalsium intraseluler,
yang menstimulasi eksositosis vesikula sekretori dari oosit. Molekul yang
dilepaskan oleh exocytosis menonaktifkan ZP3 dan mengeraskan seluruh zona
pellucida, peristiwa yang disebut blok lambat menjadi polispermia (Tortora &
Derrickson, 2012).

Setelah sel sperma memasuki oosit sekunder, oosit pertama kali harus
menyelesaikan meiosis II yakni membagi menjadi ovum yang lebih besar (telur
matang) dan tubuh kutub kedua yang lebih kecil yang terfragmentasi dan hancur.
Sperma kehilangan ekornya di dalam sitoplasma oosit (Ward & Hisley, 2009)
tetapi kepalanya membawa informasi genetik yang penting. Sperma
mengeluarkan nitrat oksida setelah berhasil masuk seluruhnya ke sitoplasma sel
telur. Nitrat oksida ini mendorong pelepasan Ca2+ yang tersimpan di dalam sel
telur. Pelepasan Ca2+ intrasel ini memicu pembelahan meiotik akhir oosit
sekunder. (Sherwood, 2010) Nukleus di kepala sperma berkembang menjadi
pronukleus jantan serta nukleus sel telur yang dibuahi berkembang menjadi
pronukleus wanita. Setelah bentuk pronukleus jantan dan betina, mereka berfusi,
menghasilkan nukleus diploid tunggal, suatu proses yang dikenal sebagai singami.
Dengan demikian, fusi dari haploid (n) pronuklei mengembalikan jumlah diploid
(2n) dari 46 kromosom. Sel telur yang dibuahi sekarang disebut zygote (zygon
yolk) (Tortora & Derrickson, 2012).
Fertilisasi (juga disebut sebagai konsepsi dan impregnasi) adalah
penyatuan sel telur dan spermatozon (Chapman & Durhan, 2010). Ini biasanya
terjadi pada sepertiga terluar tuba fallopi, bagian ampullar. Biasanya hanya satu
dari sel telur wanita akan mencapai kematangan setiap bulan (Pillitteri, 2010).
Setelah sel telur matang dilepaskan, pembuahan harus terjadi dengan cukup cepat
karena sel telur mampu melakukan pembuahan hanya selama 24 jam (paling
banyak 48 jam). Setelah waktu itu, ia berhenti berkembang dan menjadi tidak
berfungsi. Karena kehidupan fungsional spermatozun juga sekitar 48 jam,
mungkin selama 72 jam, total rentang waktu kritis di mana hubungan seksual
harus terjadi untuk pembuahan agar berhasil adalah sekitar 72 jam (48 jam
sebelum ovulasi ditambah 24 jam sesudahnya) (Ricci, 2009).
Berikut proses fertilisasi (Tortora, 2012):

1. Fertilin pada membran plasma sperma berikatan dengan integrin (perekat


sel) sel telur
2. Sperma berdifusi dengan membran sel telur, lalu terjadi perubahan
kimiawi di membran yang mengelilingi ovum sehingga tidak ada sperma
lagi yang bisa masuk ke sel telur. [Fenomena Hambatan Polispermia]
3. Kepala sperma yang masuk ke ovum tadi perlahan masuk ke sitoplasma,
ekor sperma seringkali lenyap dalam proses ini
4. Dalam satu jam, nukleus sperma dan ovum menyatu
5. Ovum yang telah dibuahi ini dinamai zygot
6. 3-4 jam pertama setelah pembuahan, zigot tetap berada di ampula karena
penyempitan ampula dan saluran tuba uterina menghambat pergerakan
zigot ke uterus
7. Pada proses ini, zigot mengalami pembelahan mitosis membentuk morula
8. 3-4 hari setelah ovulasi, morula turun ke uterus oleh gerakan peristaltik
tuba uterina dan pergerakan silia. Setelah turun, morula mengapung bebas
di rongga uterus selama 3-4hari dan terus membelah menjadi blastokista
9. Ketika 7 hari pertama setelah ovulasi, lapisan dalam uterus dipersiapkan
untuk proses implantasi
4. Perkembangan Embrio dan Janin

Setelah masa konsepsi, ovum yang telah terfertilisasi (zygot) menetap di


ampula selama 24 jam kemudian didorong oleh gerakan silia menuju uterus.
Selama proses itu, pembelahan mitosis pada zygot terjadi. Dalam 3-4 hari setelah
fertilisasi, setidaknya terdapat 16 sel yang kini disebut dengan morula. Sekali
morula masuk ke uters, cairan melewati zona pellucida ke dalam ruang
interselular dan inner seluler mass dan membentuk ruang yang terisi dengan
cairan. Morula kini disebut dengan blastosit dan mengandung inner mass yang
kini disebut embrioblas. Embrio ini berkembang dari embrioblas dan
mengandung lapisan terluar sel yang dinamakan tropoblas. Korion dan plasenta
berkembang dari tropoblas (Ward & Hisley, 2016).

Uterus menyekresikan campuran dari berbagsi jenis lipid, mukopolisakarida,


dan glikogen untuk melindungi blastosit. Zona pelusida berdegenerasi 5-6 hari
setelah fertilisasi. Proses tersebut memungkinkan blastosit melekat pada
permukaan endometrium (biasanya di bagian atas posterior uterus) untuk
mendaoatkan nutrisi. Implantasi dimulai ketika tropoblas menyerbu endometrium.
Dalam 10 hari setelah fertilisasi, nidasi (implantasi ovum yang terfertilisasi ke
dalam endometrium) terjadi dan blastosit terkubur dalam permukaan endometrium
(Ward & Hisley, 2016).

Plasenta berkembang dari sel tropoblas saat terjafi implantasi. Organ ini
penting untuk mentransfer nutrisi dan okaigen ke fetus dan perpindahan produk
sisa dari fetus, serta beberapa fungsi lainnya yang berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan. Ketika tropoblas menyerbu endometrium, ruang yang disebut
lakuna berkebang. Lakuna terisi oleh cairan dari kapiler maternal yang pecah dan
kelenjar endometrium. Cairan ini melindungi embrioblas dari proses difusi.
Lakuna kemudian berkembang menjadi ruang intervillous pada plasenta.
Tropoblas membentuk chorionic villi primer, proses nonvaskuler kecil yang
menyerap material bernutrisi untuk pertumbuhan. Pembuluh darah mulai
berkembang di dalam chorionic villi pada minggu ketiga dan sirkulasi primitif
fetoplasental terbentuk (Ward & Hisley, 2016).
Tropoblas melanjutkan menyerbu endometeium hingga 25-35 hari setelah
fertilisasi, hingga mencapai maternal spiral arteriol. Semburan darah maternal dari
lubang sekitar vili, menciptakan ruang intervillous yang mengandung reservoir
darah yang menyediakan oksigen dan nutrisi untuk perkembangan embrio dan
fetus. Plasenta terbentuk dengan baik dalam 8-10 minggu setelah konsepsi.
Setelah 4 bulan, plasenta mencapai ketebalan maksimal meskipun pertumbuhan
melingkar berlangsung saat janin terus tumbuh. Plasenta bertanggungjawab
menyediakan oksigenasi, nutrisi, eliminasi, dan hormon yang diperlukan untuk
mempertahankan kehamilan (Ward & Hisley, 2016).

Plasenta adalah organ metabolik yang memiliki kebutuhan substratnya


sendiri. Aktivitas metabolik plasenta termasuk glikolisis, gluconeogenesis,
glikogenesis, oksidasi, sintesis protein, interkonversi asam amino, sintesis
trigliserida, dan keringanan atau pemendekan rantai asam lemak. Plazenta
menyerap glukosa, menyintesis estrogen dan progesteron dari kolesterol dan
menggunakan asam lemak untuk oksidasi dan membentuk membran. Mekanisme
transport substansi melalui plasenta melalui 5 cara, yaitu difusi sederhana, difusi
terfasilitasi, transport aktif, pinositosis dan endositosis, aliran curah dan seret
pelarut (bulk flow and solvent drag), istirahat kapiler yang tidak disengaja
(accidental capillaru breaks), dan independent movement (Ward & Hisley, 2016).

Substansi yang melalui mekanisme difusi sederhana ialah air, elektrolit,


oksigen, karbondioksida, urea, amina sederhana, asam lemak, steroid, vitamin
yang larut dalam lemak, narkotika, antibiotik, barbiturat, dan anastetik. Substansi
yang melalui difusi terfasilitasi ialah glukosa dan oksigen. Kemudian, transport
aktif membawa substansi asam amino, vitamin yang larut dalam air, kalsium, zat
besi, dan iodin. Pinositosis dan endositosis membawa globulin, fosfolipid,
lipoprotein, antibodi, dan virus menggunakan mekanisme transport. Lalu, air dan
elektrolit menggunakam mekanisme bulk flow and solvent drag. Sel darah merah
menggunakan mekanisme accidental capillary breaks. Terakhir, leukosit maternal
dan mikroorganisme seperti traponema pallidum menggunakan mekanisme
independent movement (Ward & Hisley, 2016).
Hormon yang diproduksi oleh plasenta adalah human chorionic gonadotropin
(hCG), human placental lactogen (hPL), progesteron dan estrogen. hCG
memepertahankan korpus luteum (struktur yang menyekresikan progesteron)
selama awal kehamilan hingga plasenta sudah cukup berkembang dan
memproduksi jumlah progesteron yang cukup. hPL meregulasi kemungkinan
glukosa untuk fetus dan pertumbuhan janin dengan protein, karbohidrat, dan
metabolisme lemak maternal. Progesteron membantu menekan imun respons ibu
kepada antigen janin dan fungsi lainnya. Estrogen meningkat selama masa
kehamilan (Ward & Hisley, 2016).

Pada awal kehamilan, embrio adalah disk rata yang terletak di antara amnion
dan yolk sac. Yolk sac adalah struktur yang berkembang di inner cell mass embrio
pada hari ke 8-9 setelah masa konsepsi. Penting untuk mentansfer nutrisi kepada
emrio selama minggu ketiga dan keempat ketika perkembangan uteroplasental
sedang berlangsung. Hematopoiesis terjadi pada minggu ketiga di dinding yolk
sac. Seoring perkembangan kehamilan, yolk sac membesar dan tergabung ke
dalam umbilical cord. Selama plasenta berkembang, umbilical cord juga dibentuk.
Tangkai tubuh menghubungkan embrio ke yolk sac yang mengandung pembuluh
darah yang terhubung dengan chorionic villi. Pembuluh membentuk dua arteri dan
satu vena sebagai kepanjangan dari batang tubuh dan berkembang ke dalam
umbilical cord. Aliran darah ibu melalui uterin arteri ke dalam ruang intervillous
plasenta. Darah kembali melalui uterin vena ke sirkulasi ibu. Aliran darah janin
melalui arteri umbilikal ke kapiler villous plasenta. Darah kembali melalui vena
umbilikal ke sirkulasi janin. Kebanyakan umbilical cord mempunyai pusat insersi
ke dalam plasenta hingga 21inchi atau 55cm dengan diameter 1-2cm.

Embrio memerima nutrisi dari darah ibu melalui difusi extraembrionic


coelom dan yolk sac yang berakhir pada minggu kedua. Pembuluh darah
berkembang di yolk sac selama dimulainya minggu ketiga dan pembuluh darah
embrio mulai berkembang 2 hari kemudian (Ward & Hisley, 2016).
(Ward & Hisley, 2016)

Membran embrio (karion dan amnion) terbentuk di awal waktu implantasi.


Karion tebal adalah membran terluar yang terbentuk pertama kali. Amnion
muncul dari ektoderm selama awal perkembangan embrio. Membran amnion tipis
dan mengandung cairan amnion. Cairan amnion penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin sebagai bantal dan melindungi janin dari cedera fisik,
membantu janin mempertahankan suhu normal, memungkinkan pertumbuhan
janin yang simetris, mencegah masuknya amnion ke janin, dan memberi
kebebasan janin untuk bergerak yang mendukung perkembangan muskuloskeletal
janin. Cairan amnion terlihat pada minggu ke tiga. Mencapai hingga 30ml pada
minggu ke-10, dan mencapai 800ml pada minggu ke-24 (Ward & Hisley, 2016).
Daftar Pustaka
Eryani, E. S. (2015). No Title, 10–37. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/46709/3/Ika_Septiana_Eryani_22010111130099_L
apKTI_Bab2.pdf
Madjid, T. H. (2009). Anatomi dan fisiologi alat reproduksi wanit a. Retrieved
from http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/12/anatomi_dan_fisiologi_alat_reproduksi_wanita.pdf
Martini, F. H., Timmons, M. J., & Tallitsch, R. B. (2012). Human Anatomy (7th
ed.). USA: Pearson.
Sherwood, L. (2010). Human Physiology: Front Cells to Systems (7th Editio).
USA: Cengage Learning.
Sherwood, L. (2016). Human Physiology: From cell to system (Ed. 9). USA:
Cengange Learning.
Pillitteri, A. (2010). Maternal and Child Health Nursing: Care of the
childbearing and childrearing family sixth ed. China: Wolters Kluwer.
Ricci, S. S. (2009). Essentials of Maternity, Newborn, and Women's Health
Nursing. China: Wolters Kluwer.
Tortora, G. d. (2012). Principles of Human Anatomy 12th edition. USA: John
Wiley and Sons.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy & Physiology
(13th Editi). United States: John Wiley & Sons, Inc.
Ward, S. L., & Hisley, S. M. (2009). Maternal-Child Nursing Care: Optimizing
Outcomes for Mothers, Children, and Families. Philadelphia: F.A Davis
Company.

Anda mungkin juga menyukai