Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN I

PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Setelah mengkaji materi pada bagian I ini mahasiswa mampu:
• Mendeskripsikan kondisi objektif pelaksanaan pembelajaran IPA di SD pada
umumnya.
• Mendeskripsikan Hakekat IPA menurut kajian para akhli dan kurikulum.
• Mengidentifikasi Hakekat Pembelajaran IPA yang dikemukakan oleh para akhli dan
kurikulum.
• Mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran IPA yang efektif serta persaratan
kompetensi profesional yang harus dimiliki guru.

B. KAJIAN MATERI
1. Rasional
agaimana pandangan Anda tentang belajar, mengajar, dan mendidik? Adakah
B perbedaan antara pembelajaran, pengajaran, dan pendidikan? Setujukah
jika pendidikan dimaknai sebagai proses mereproduksi serta mengelaborasi sistim
nilai dan budaya ke arah yang lebih baik, antara lain dalam hal pembentukan wawasan,
keyakinan (belieft), kepribadian, keterampilan dan kematangan intelektual peserta didik.
Bagaimana pula pandangan Anda bahwa dalam lembaga formal proses reproduksi
sistim nilai dan budaya ini dilakukan terutama dengan mediasi proses belajar mengajar
sejumlah mata pelajaran dalam kelas. Jika Anda mendukung gagasan-gagasan
tersebut, bagaimana Anda menjelaskan bahwa salah satu mata pelajaran yang turut
berperan penting dalam mendidikkan wawasan, keterampilan dan sikap ilmiah sejak dini
bagi anak adalah mata pelajaran IPA? Sekedar untuk mengungkap ulang hasil belajar
Anda pada beberapa mata kuliah terdahulu, jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Setelah itu, untuk mengkritisi jawaban Anda sendiri, simaklah paparan berikut.
Semestinya, melalui pembelajaran dan pengembangan potensi diri pada pembelajaran
IPA siswa akan memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan
untuk memahami dan menyesuaikan diri terhadap fenomena dan perubahan-perubahan di
lingkungan sekitar dirinya, disamping memenuhi keperluan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Pembelajaran dan pengembangan potensi ini merupakan salah satu
kunci keberhasilan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam memasuki dunia
teknologi, termasuk teknologi informasi pada era globalisasi. Meskipun demikian,
pencermatan terhadap realitas di lapangan; pada mayoritas waktu dan tempat, pembelajaran
IPA di sekolah dasar masih menunjukkan sejumlah kelemahan.
Salah satu kelemahan pembelajaran IPA pada kebanyakan SD adalah bahwa
pembelajaran lebih menekankan pada penguasaan sejumlah fakta dan konsep, dan kurang
memfasilitasi siswa agar memiliki hasil belajar yang comprehensive. Keseluruhan tujuan
dan karakteristik berkenaan dengan pembelajaran IPA SD sebagaimana tertuang dalam
kurikulum- pada kegiatan pembelajaran secara umum telah direduksi menjadi sekedar
pemindahan konsepkonsep yang kemudian menjadi bahan hapalan bagi siswa. Tidak jarang
pembelajaran IPA bahkan dilaksanakan dalam bentuk latihan-latihan penyelesaian soal-soal
tes, semata-mata dalam rangka mencapai target nilai tes tertulis evaluasi hasil belajar sebagai
“ukuran utama” prestasi siswa dan kesuksesan guru dalam mengelola pembelajaran.
Pembelajaran IPA yang demikian jelas lebih menekankan pada penguasaan sejumlah
konsep dan kurang menekankan pada penguasaan kemampuan dasar kerja ilmiah atau
keterampilan proses IPA. Oleh karena target seperti itu maka guru tidak terlalu terdorong
untuk menghadirkan fenomena-fenomena alam meskipun hanya melalui alat peraga sederhana
ke dalam pembelajaran IPA.
Kondisi objektif lainnya adalah bahwa materi penilaian hasil belajar untuk mata
pelajaran IPA masih didominasi dan berfokus pada penilaian hasil belajar ranah kognitif
melalui tes. Oleh karena itu, penilaian tersebut tidak pernah mengukur sejauh mana kinerja,
karya, dan sikap siswa dalam kegiatan praktikum atau proses inkuiri IPA, melainkan yang
diukur dan dievaluasi itu adalah sejauh mana siswa SD menguasai (mengetahui) sejumlah
konsep-konsep IPA yang terdapat dalam buku ajar. Dengan bersandar pada alasan ini lah
para guru di SD pada umumnya "cenderung enggan" menyelenggarakan pembelajaran IPA
yang lebih menuntut siswa terlibat dalam berbagai kegiatan praktikum dan jenis kegiatan
inkuiri lainnya sekurang-kurangnya melalui metode demonstrasi, karena hal demikian
dipandang kurang efektif untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap konsep-konsep
dalam IPA.
Penguasaan aspek kognitif atau penguasaan konsep bukanlah tidak penting dalam
pembelajaran IPA, hanya saja persoalannya menjadi tidak benar apabila demi mencapai nilai
EHB dan EBTA/EBTANAS yang tinggi belaka, kemudian pembelajaran IPA direduksi menjadi
sekedar pemindahan/penuangan pengetahuan IPA dari benak guru ke otak anak; dan dengan
sadar mengabaikan tuntutan ideal kurikulum dan hakikat pendidikan IPA sebagai proses,
produk, dan sikap (nilai).
Kondisi pembelajaran IPA di SD selama ini telah mendorong para pakar melakukan
studi reflektif dan evaluatif terhadap isi (content), pelaksanaan, dan hasil keluaran dari
kurikulum pendidikan dasar dan menengah (khususnya IPA) hingga periode Kurikulum
Tahun 1994 memberikan temuan sejumlah kelemahan yang berujung dengan kesimpulan
perlunya penyempurnaan kurikulum sesuai dengan tuntutan masyarakat yang cenderung
berubah, perkembangan ilmu dan teknologi, kebutuhan daerah dalam konteks kesatuan bangsa,
dan upaya membangun bangsa agar menjadi negara maju, mandiri, berwibawa dan kompetitif
dalam percaturan pasar bebas dan global internasional. Hal demikian mendesak untuk
dipenuhi karena bagaimana pun operasionalisasi kurikulum harus berhadapan dengan
berbagai kendala, tuntutan dan kondisi objektif di lapangan
Sehubungan dengan temuan itu upaya pengembangan kurikulum mutakhir (Kurikulum
tahun 2004 dan disempurnakan menjadi kurikulum 2006) yang beralih dari kurikulum
berbasis isi atau materi (content-based curriculum) ke kurikulum berbasis kemampuan
(competency-based curriculum) dimana terdapat keseimbangan peningkatan kemampuan
konseptual dan kemampuan prosedural merupakan langkah maju Departemen Pendidikan
Nasional dalam mengantisipasi kecenderungan pembelajaran IPA selama ini.
Ada kesan serius dalam penyusunan kurikulum 2004 atau kurikulum 2006 ini. Selain
melakukan uji coba di beberapa sekolah yang dijadikan sebagai pilot project, pemerintah
melalui Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas juga BSPN menerbitkan buku-buku pelayanan
profesional yang terkait langsung dengan penerapan kurikulum di lapangan. Misalnya cara
pengelolaan kurikulum di sekolah, cara dan contoh pengembangan silabus, pedoman
penilaian berbasis kelas, dan rambu-rambu pembelajaran efektif. Hal-hal tersebut juga harus
dikuasai oleh para guru dan mahassiswa calon guru. Dengan demikian sangat jelas pentingnya
pembelajaran termasuk IPA di SD dilaksanakan secara profesional.
2. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
a) Apa itu IPA ?
Anda telah belajar IPA sejak di Sekolah Dasar hingga saat ini. Sudah barang tentu
Anda dapat menjawab pertanyaan apakah IPA itu. Ya, IPA terdiri atas Biologi, Fisika dan
Kimia. Pada tingkat yang lebih tinggi dimasukkan juga geologi, geodesi, austronomi. Apa
yang dipelajari Biologi, fisika, dan kimia? Dan, apa definisi IPA?. Anda dapat
menemukannya di banyak buku tentang IPA atau dapat menelusurinya di internet.
Secara ringkas dapat dikatakan IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam
semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan
prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga
dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses (usaha
manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya
benar), dan produk (kesimpulannya betul).
Ada tiga pertanyaan mendasar dalam IPA yang memerlukan jawaban kita, yaitu: apa
yang terjadi? Bagaimana itu terjadi?, dan mengapa itu terjadi?
• Apa yang terjadi?
Apa yang Anda cari saat pergi mengikuti ahli geologi ke daearah korban gempa?
Apa yang Anda cari pada saat membaca laporan perjalanan seorang austronout?
Semuanya itu ingin menjawab pertanyaan: “Apa yang terjadi?”
• Bagaimana itu terjadi?
Anda membandingkan jenis batuan dari pegunungan Jayawijaya dan batuan dari
pegunungan selatan Jawa, atau Anda laporan perjalanan austronout Amerika dan
austronout Rusia. Apa tujuannya? Anda ingin menjawab pertanyaan: :
“Bagaimana itu terjadi?”
• Mengapa itu terjadi?
Pertanyaan itu juga dibuat oleh para ahli IPA. Mereka bertanya tentang apa yang
terjadi disana dan bagaimana itu terjadi. Selanjutnya mereka akan membuat
rekonstruksi sejarah objek yang mereka pelajari, entah itu binatang, entah
tetumbuhan, entah batu-batuan, dsb. Semua usaha itu diarahkan untuk menjawab
pertanyaan: “Mengapa itu terjadi?”
Jawaban ketiga pertanyaan ini membangun Ilmu Pengetahuan Alam yang kita pelajari
ini. Sebagai ilmu pengetahuan, IPA meliputi proses, prosedur, dan produk. Lihat Gambar 1.1

Konsep

Produk
konsepsi
simbol

Bertujuan Menguji
hipotesis
IPA

Proses Prosedur
Rasional Kognitif
Mengamati Menyusun
Gambar 1.1 fenomena hipotesis
Latihan 1 : Buatlah tiga pertanyaan IPA yang mendasar berkaitan dengan pesawat Adam Air yang
hilang dalam penerbangan Makasar-Manado

1) IPA sebagai proses

Kegiatan IPA berlangsung dengan cara khusus.


Tujuan IPA adalah memahami alam semesta.
Kebahagian IPA memancar dari kebebasannya
menjelajahi alam semesta dan melakukan
eksplorasi.
Namun demikian, agar temuan kita memiliki
validitas yang tinggi, kita memerlukan suatu pedoman. Kebenaran IPA bergantung pada
evidensi-evidensi dari dunia nyata yang dianalisis dan diinterpretasikan secara logis. Proses
kreatif memang penting dalam berpikir IPA, namun tetap tunduk pada aturan tertentu. IPA
bersifat kontekstual baik waktu maupun budaya.
IPA sebagi proses merujuk suatu aktivitas ilmiah yang dilakukan para ahli IPA. Setiap
aktivitas ilmiah mempunyai ciri rasional, kognitif dan bertujuan. Aktivitas Anda dalam
mencari ilmu memang menggunakan kemampuan pikiran untuk menalarkannya. Dalam
melaksanakan aktivitas ilmiah yang merupakan kegiatan kognitif, Anda harus memiliki
tujuan, yaitu mencari kebenaran, mencari penjelasan yang terbaik saat itu. Aktivitas ilmiah
semacam ini dipayungi oleh suatu kegiatan yang disebut penelitian.
Walaupun demikian, IPA bukan suatu kebenaran yang pasti. Mungkin Anda
berpendapat bahwa IPA itu merupakan ilmu pengetahuan yang seratus persen benar. Artinya,
pengetahuan IPA diyakini sebagai suatu kebenaran yang pasti, yang harus kita terima begitu
saja tanpa bertanya-tanya lagi. Kita terima tanpa keraguan sebagai suatu kebenaran.
Benarkah demikian?
Ambil sebuah contoh ada teori atom terdiri atas inti dan
electron yang mengobit inti. Menurut Anda, teori ini benar atau
salah? Kita tahu bahwa banyak bukti yang mendukung teori ini.
Namun demikian, belum ada satu orang pun yang sungguh
dapat mengisolasi satu atom dalam pengamatannya. Karena itu,
sesungguhnya orang tidak tahu dengan pasti tentang atom itu.
Kita menerima itu sebagai teori yang berguna untuk
damienkatz.net/pics/a menjelaskan beberapa sifat atom. Tetapi ada sifat-sifat lainnya
tom.jpg
yang tidak dapat diterangkan dengan teori itu.
Kita melihat bahwa para ahli Fisika, kimia, biologi dsb menjelajahi IPA. Mereka
menyusun teori dan telah menguji kebenarannya. Namun demikian, mereka juga siap
menerima bukti-bukti baru, walaupun bukti-bukti itu akan menyebabkan teori yang
disusunnya harus direvisi atau bahkan digugurkan.
Jika Anda bertanya tentang sesuatu yang tidak langsung dapat diamati, misalnya berapa
jumlah bintang yang ada di alam semesta ini, maka bagaimana bentuk jawaban mereka? Pada
umumnya, mereka mengatakan: “sejauh yang telah di ketahui jumlah bintang di jagad raya
ini adalah …” atau “…sejauh pengetahuan yang ada hingga saat ini, ada sebanyak ….
Bintang di alam semesta”. Jawaban yang bagi masyarakat umum tidak memuaskan karena
tidak ada kepastian. Itulah yang dilakukan para ahli IPA. Mereka berusaha mencapai
kesimpulan yang paling baik berdasarkan bukti-bukti terkini dan paling lengkap.
Ada kata-kata bijak yang juga dapat kita pelajari dari mereka. Seseorang menerima
suatu ketidakpastian dalam pikirannya tidak berarti keliru. Ia, bahkan lebih mendekati
kebenaran daripada mereka yang menyatakan kepastian mutlak
IPA mencari penjelasan tentang alam semesta. Penjelasan IPA diuji berdasarkan
evidensi-evidensi yang berasal dari alam semesta itu sendiri. Evidensi evidensi diperoleh
melalui pancaindra atau perpanjangannya. Pengetahuan IPA cukup reliable walaupun bersifat
tentatif. Pengetahuan IPA tidak diperoleh berdasarkan pemungutan suara tetapi berdasarkan
derajad kelengkapannya, kemasuakalannya, dan manfaatnya. Jadi IPA tidak demokratis.
Sebaliknya, IPA juga tidak dogmatis. Kebenaran IPA siap untuk ditinjau kembali, siap
direvisi, siap ditelaah ulang.
Latihan 2 : Sampai dengan tahun 2005 Pluto dikenal sebagai salah satu planet pada
tata surya kita. Namun, pada tahun 2006 para ahli menyepakati
untuk mencoret dari daftar anggota planet tata surya kita. Mana
yang benar?

2) IPA sebagai prosedur


Pengetahuan IPA dibangun melalui penalaran inferensi
realita literatur berdasarkan data yang tersedia. Kebenarannya diuji lewat
pengamatan nyata. Bagi yang tidak memenuhi syarat
dengan sendirinya gugur atau direvisi ulang. Semua
temuan IPA memerlukan uji oleh teman sejawat dan juga
Masalah perlu replikasi. Semakin sederhana penjelasannya
semakin diterima oleh masyarakat IPA. Lihatlah hukum
gravitasi Newton, teori relativitas khusus Einstein,
data
ketidakpastian Heisenberg dsb.

Apa yang dilakukan para ahli IPA? Tentu Anda akan menjawab, seperti yang sering
muncul pada laporan penelitian para pemula, yaitu: ”masalah-hipotesis -prosedur-data-
kesimpulan”. Tetapi, sesungguhnya, para ahli tidak selalu sampai pada suatu kesimpulan
final. Yang mereka lakukan adalah bertanya, investigasi, mengajukan hipotesis, bertanya,
investigasi, dan membuat hipotesis secara terus-menerus dalam setiap kegiatan dan semua
tingkatan. IPA sungguh sebagai suatu proses memahami alam semesta. Inilah prosedur ilmiah
yang dikembangkan oleh para ahli IPA. IPA merupakan suatu metode ilmiah.
Apa arti metode ilmiah?
Metode ilmiah merupakan cara terbaik untuk memisahkan yang benar dari yang tidak
benar. Untuk itu, langkah apa saja yang Anda lakukan?
Melakukan Observasi
Observasi keadaan sekitar merupakan langkah paling awal dari suatu kerja ilmiah. Anda
dapat mengobservasi pengalaman Anda sendiri, sumber-sumber belajar, dan dari percobaan-
percobaan eksploratori/percobaan pendahuluan. Hasil observasi digunakan untuk memilih
suatu topik yang akan dikerjakan. Misalnya, Anda melihat bintik hitam pada sepotong roti
tawar dan bertanya-tanya bagaimana pertumubuhan bintik hitam itu. Dengan demikan, topik
Anda adalah ‘reproduksi jamur’.
Setelah memiliki suatu topik, Anda dapat melanjutkannya dengan pengamatan yang
lebih seksama atau melakukan percobaan eksploratori. Anda memilih sepotong roti tawar
yang masih segar, menempatkannya di sebuah kotak roti, dan mengamati pertumbuhan jamur
dari waktu ke waktu dalam beberapa hari. Kegiatan ini memberikan informasi yang Anda
perlukan bagi langkah selanjutnya yaitu mengidentifikasi masalah.
Gunakan referensi bahan cetak: buku, jurnal, majalah, surat kabar, tentu saja juga yang
elektronik (online). Gunakan juga informasi yang berasal dari para professional: guru/dosen,
pustakawan, dan ilmuwan –fisikawan dan biologiawan misalnya. Jangan lupa lakukan
percobaan eksplanatori yang lain yang berkaitan dengan topik Anda.
Masalah adalah pertanyaan ilmiah yang akan Anda jawab. Ada baiknya pertanyaan ini
berbentuk terbuka. (jawabannya bukan ‘ja’ atau ‘tidak’). Misalnya: “Bagaimana cahaya
mempengaruhi reporduksi jamur hitam pada roti tawar putih?”
Anda harus membatasi masalah. Dalam contoh ini, Anda membatasi satu penggal
kehidupan jamur yaitu reproduksi, satu jenis jamur yaitu jamur hitam, satu jenis roti yaitu roti
tawar putih, satu faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan yaitu cahaya.
Coba bandingkan dengan pertanyaan ini: “Bagaimana cahaya mempengaruhi jamur?”.
Anda tentu melihat berbagai bagian dari proses kehidupan dan berbagai macam jamur, serta
berbagai macam mediumnya. Terlau luas bukan?
Buatlah suatu rumusan pertanyaan pecobaan, yaitu suatu pertanyaan yang jawabannya
perlu ditemukan lewat suatu atau sejumlah percobaan. Pertanyaan: “Apakah jamur hitam
itu?” bukanlah pertanyaan percobaan. Jawabannya dapat Anda temukan dalam buku bacaan.
Sebaliknya, pertanyaan: “Bagaimana pertumbuhan jamur hitam pada roti tawar di dalam
kotak kuwe yang disimpan pada suhu kamar dan disinari lampu listrik 15 watt?” merupakan
pertayaan pecobaan. Jawabannya ditemukan dengan cara mencobanya.
Menyusun Hipotesis
Hipotesis adalah suatu gagasan solusi dari suatu masalah, berdasarkan pengetahuan dan
penelitian. Hipotesis berisi dua hal yang saling berkaitan. Misalnya: “Reproduksi jamur hitam
pada roti tawar memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi”. Hipotesis semacam ini
mengandung: informasi tentang reproduksi jamur hitam dan intensitas cahaya yang jatuh
pada jamur itu. Sebaiknya, hipotesis dibuat berdasarkan hasil percobaan eksploratif yang
telah dilakukan.

Menguji hipotesis melalui percobaan


Langkah ketiga adalah menguji hipotesis melalui suatu atau beberapa percobaan. Sesutu
yang berpengaruh pada percobaan disebut variabel. Ada tiga macam variabel: bebas, terikat,
dan kontrol. Variabel bebas adalah variabel yang sengaja Anda manipulasi. Misalnya,
cahaya dengan berbagai intensitas diarahkan ke jamur hitam. Anda memilih intensitas cahaya
yang diarahkan kepada jamur itu.
Variabel terikat adalah variable yang sedang Anda amati, yang berubah responnya terhadap
perubahan varabel bebas. Contohnya adalah ‘pertumbuhan jamur hitam’.
Variable kontrol adalah variable yang tidak Anda ubah selama percobaan. Misalnya:
medium jamur yaitu roti tawar putih, jenis jamur yaitu jamur hitam.
Perlu diperhatikan, sebaiknya percobaan Anda hanya menggunakan satu variabel bebas.
Dapat dilakukan percobaan ulang jika mungkin untuk verifikasi hasilnya. Sebaiknya dibuat
juga kontrol. Kontrol sama persis dengan percobaan yang sesungguhnya, kecuali absennya
variable bebas.
Membuat kesimpulan
Kesimpulah merupakan summary hasil percobaan yang Anda lakukan. Kesimpulan
berupa pernyataan hubungan antara hasil dan hipotesis. Misalnya, ‘seperti yang telah
diutarakan dalam hipotesis, percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan jamur hitam pada
medium roti tawar putih memerlukan cahaya dengan intensitas yang tinggi. Percobaan ini
dilaksanakan dalam waktu satu minggu”.
Penjelasan tentang hasil yang bertentangan dengan hipotesis sebaiknya juga
dimasukkan jika diperlukan. Misalnya, ‘Sesungguhnya, ada sebagian cahaya dari lampu yang
menyusup pada kotak kotak kontrol, karena berdekatan’. Jika dimungkinkan kesimpulan
diakhiri dengan gagasan selanjutnya. Misalnya, “Medium mungkin dapat diubah bukan roti
tawar putih tetapi roti yang lain”.
Apa yang Anda lakukan jika percobaan itu tidak mendukung hipotesis? Jangan
berusaha mengubah hipotesis. Carilah penjelasannya yang mungkin mengapa terjadi
perbedaan itu. Cari cara lain yang mungkin dapat dibuat percobaan baru.

Latihan 3 : Sampai dengan tahun 2005 Pluto dikenal sebagai salah satu planet pada
tata surya kita. Namun, pada tahun 2006 para ahli menyepakati
untuk mencoret dari daftar anggota planet tata surya kita. Mana
yang benar?

3) IPA sebagai produk ilmiah


IPA sebagai produk ilmiah berupa pengetahuan IPA, dapat Anda temukan di dalam
buku-buku ajar, majalah-majalah ilmiah, buku-buku teks, artikel ilmiah yang terbit pada
jurnal, serta pernyataan-pernyataan para ahli IPA. Secara umum produk ilmu pengetahuan itu
dapat dibagi menjadi: fakta, konsep, lambang, konsepsi/penjelasan, dan teori.
Ketika para ilmuwan yang mengamati suatu fenomena alam, mereka memperoleh
sejumlah fakta dan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan fenomena tersebut.
Selanjutnya, mereka membangun konsep-konsep IPA berupa sebauh kata atau gabungan dua
kata atau lebih. Misalnya: panas, suhu, massa, panas jenis, volume, massa jenis, gerak
berubah peraturan, gerak lurus berubah beraturan dsb.
Untuk mempermudah komunikasi antar mereka sendiri atau dengan masyarakat umum,
para pakar menyusun banyak lambang/simbol. Misalnya: Q lambang untuk panas, t lambang
untuk suhu, m lambang untuk massa, V lambang untuk volume, dsb. Anda perlu hati-hati dan
teliti pada saat mempergunakan lambing-lambang ini. Karena banyak lambang yang sama
atau mirip. Misalnya, r bias sebagai lambing jari-jari dan bias juga jarak dua benda dalam
gaya gravitasi Newton. V lambang kecepatan, υ lambang frekunsi. Perhatikan juga hurupnya,
‘hurup kecil’ atau ‘hurup besar’. Misalnya, a untuk percepatan dan A untuk luas bidang atau
amplitude getaran, f gaya gesek, F gaya pada umumnya, dsb. Lambang harap digunakan
sesuai dengan kesepatan, jangan diubah! p untuk panjang, I untuk kecerlangan,
Penjelasan para ahli tentang suatu fenomena disajikan dalam bentuk deskripsi yang
dinyatakan dengan konsep-konsep IPA yang merek susun saat itu atau konsep-kosep yang
telah ada sebelumnya dan hubungan antar konsep yang terjadi. Definisi merupakan salah
satu bentuk deskripsi formal dari suatu konsep. Hubungan antar konsep disajikan dalam
bentuk teori/hokum/rumus IPA. Deskripsi seseorang tentang konsep-konsep IPA sering diberi
label konsepsi. Ada konsepsi ilmuwan, ada konsepsi guru, ada konsepsi siswa, ada konsepsi
pengarang buku ajar dsb.
Konsepsi para ilmuwan, karena pada ilmumnya paling jelas, paling lengkap, dan paling
banyak manfaatnya di-‘anggap’ sebagai yang benar. Sedangkan semua konsepsi yang tidak
konsisten dengan konsepsi ilmuwan digolongkan sebagai miskonsepsi. Ingat, ada
miskonsepsi guru/dosen, ada miskonsepsi siswa/maha siswa, ada miskonsepsi penulis buku
ajar dsb. Anda perlu mengkritisi miskonsepsi ini.
Berdasarkan konsep-konsep IPA ini dibangunlah teori. Ada banyak penngertian tentang
teori. Pada http://en.wikipedia.org/wiki/Theory, disebutkan dalam penggunaan sehari-hari,
teori sering dipadankan dengan terkaan, opini, atau spekulasi. Dalam penggunaan semacam
ini, ‘teori’ tidak perlu dukungan fakta, tidak perlu konsisten dengan realita. Terkaan, opini,
atau spekulasi bisa dipandang sebagai suatu titik awal dari penyusunan teori.
Dalam IPA, teori merupakan deskripsi matematis, penjelasan logis, hipotesis yang
telah diverifikasi, atau suatu model interaksi dalam suatu fenomena alam yang telah
dibuktikan kebenarannya. Fakta dan teori mesti konsisten sekalipun tampaknya berbeda.
Misalnya, sebatang paku tertarik oleh kutub utara magnet. Tetapi, paku itu juga tertarik oleh
kutub selatan magnet. Fakta berbeda. Teorinya? Sama, yaitu magnet dapat menarik besi.
Dari keseluruhan uraian tentang hakikat IPA di atas, kiranya cukup jelas bahwa IPA
bukan sekedar berisi rumus-rumus dan teori-teori melainkan suatu proses, prosedur dan
sikap ilmiah untuk mendapatkan produk IPA berupa konsep-konsep ilmiah tentang alam
semesta.
b) IPA dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK tahun 2004 dan KTSP, Kurikulum
Tingakat Satuan Pendidikan tahun 2006), pendidikan sains (IPA) di sekolah dasar (SD)
secara eksplisit berupa mata pelajaran mulai diajarkan pada jenjang kelas tinggi. Sedangkan
di kelas rendah pembelajaran IPA ini terintegrasi bersama mata pelajaran lainnya, terutama
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui model pembelajaran tematis. Dalam KTSP
ditegaskan pengertian Sains (IPA) sebagai cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan
bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung.
Dalam pembelajaran tersebut siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah keterampilan
proses (keterampilan atau kerja ilmiah) dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan
ilmiah tentang dirinya dan alam sekitar. Keterampilan proses ini meliputi: keterampilan
mengamati dengan seluruh indera; keterampilan menggunakan alat dan bahan secara benar
dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja; mengajukan pertanyaan;
menggolongkan data; menafsirkan data; mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam,
serta menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan gagasan
atau memecahkan masalah sehari-hari. Pada prinsipnya, pembelajaran IPA harus dirancang dan
dilaksanakan sebagai cara ‘mencari tahu’ dan cara ‘mengerjakan/melakukan’ yang dapat
membantu siswa memahami fenomena alam secara mendalam (Depdiknas, 2004:3).
Fungsi dan Tujuan Pendidikan IPA
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dijelaskan bahwa mata pelajaran IPA di
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) berfungsi untuk menguasai konsep dan
manfaat IPA dalam kehidupan sehari-hari serta untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah
Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah
Tsanawiyah (MTs), serta bertujuan: (1) Menanamkan pengetahuan dan konsep konsep sains
yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari; (2) Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap
positip terhadap sains dan teknologi; (3) Mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (4) Ikut serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (5) Mengembangkan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat; dan (6) Menghargai alam dan segala ketera-turannya sebagai salah satu ciptaan
Tuhan.
Secara global dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan
kurikuler pendidikan IPA dalam kurikulum pendidikan dasar adalah mendidik anak agar
memahami konsep IPA, memiliki keterampilan ilmiah, bersikap ilmiah dan religius.
Keilmiah dan tujuan transendental pendidikan IPA sebagaimana dipaparkan di atas sudah
barang tentu tidak serta merta dapat dicapai oleh materi pelajaran IPA, melainkan oleh cara
melibatkan siswa ke dalam kegiatan di dalamnya (Galton & Harlen, 1990:2). Dengan
demikian pengertian, karakteristik dan tujuan pendidikan IPA SD dalam kurikulum
menuntut proses belajarmengajar IPA yang tidak terlalu akademis yakni penekanan pada
penyampaian konsep-konsep dengan sistimatika yang berdasarkan buku teks dan lebih
sekedar verbalistik semata.
Ruang Lingkup (dimensi) Mata Pelajaran IPA
Ruang lingkup mata pelajaran Sains (IPA) di SD menurut KBK tahun 2004
(cikal bakal Kurikulum 2006) meliputi dua dimensi: (1) Kerja Ilmiah dan (2) Pemahaman
Konsep dan Penerapannya. Dalam kegiatan pembelajaran kedua dimensi ini dilaksanakan
secara sinergi dan terintegrasi.
K er ja ilm iah s ains dalam kur ikulum s ekolah das ar te r dir i dar i
penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas dan pemecahan masalah,
sikap dan nilai ilmiah. Berikut adalah deskripsi kerja ilmiah tersebut.
a. Penyelidikan/Penelitian
Siswa menggali pengetahuan yang berkaitan dengan alam dan produk teknologi
melalui refleksi dan analisis untuk merencanakan, mengum-pulkan, mengolah dan
menafsirkan data, mengkomunikasikan kesim-pulan, serta menilai rencana prosedur
dan hasilnya.
b. Berkomunikasi Ilmiah
Siswa mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah hasil temuan dan kajiannya kepada
berbagai kelompok sasaran untuk berbagai tujuan.
c. Pengembangan Kreatifitas dan Pemecahan Masalah
Siswa mampu berkreatifitas dan memecahkan masalah serta membuat keputusan
dengan menggunakan metode ilmiah.
d. Sikap dan Nilai Ilmiah
Siswa mengembangkan sikap ingin tahu, tidak percaya tahayul, jujur dalam menyajikan
data faktual, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, kreatif dalam menghasilkan karya
ilmiah, peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan, tekun dan teliti.
Adapun dimensi Pemahaman Konsep dan Penerapannya mencakup:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tum-buhan dan interaksinya
dengan lingkungan, serta kesehatan;
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas;
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat
sederhana;
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit
lainnya.
e. Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (salingtemas) merupakan penerapan
konsep IPA dan saling keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat
melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan membuat.
Kompetensi IPA
Kompetensi yang merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional dalam
Kurikulum 2004 diartikan oleh Pusat Kurikulum Balibang Depdiknas sebagai ‘pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak’. Pembelajaran IPA dirancang, dioperasionalkan, dan dievaluasi dengan berorientasi
pada pencapaian kompetensi tertentu oleh siswa. Kompetensi tersebut antara lain kompetensi
lintas kurikulum (dicapai siswa melalui pembelajaran-pembelajaran dari semu rumpun
pembelajaran), kompetensi rumpun mata pelajaran (standar kompetensi kajian) dan standar
kompetensi mata pelajaran.
Ada sembilan Kompetensi Lintas Kurikulum (KLK) yang terkait dengan pendidikan
Sains. Kesembilan KLK tersebut adalah sebagai berikut.
a. Siswa menyadari bahwa setiap orang mempunyai hak untuk dihargai dan merasa aman,
dalam kaitan ini siswa memahami hak-hak dan kewajiban serta menjalankannya secara
bertanggung jawab.
b. Siswa menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan
gagasan dan informasi, serta untuk bertinteraksi dengan orang lain.
c. Siswa memilih, memadukan dan menerapkan konsep-konsep dan teknik-teknik numerik dan
spasial, serta mampu menyusun pola, struktur, dan hubungan.
d. Siswa menyadari kapan/apa teknologi dan informasi yang diperlukan, ditemu kan, dan
diperolehnya dari berbagai sumber dan mampu menilai, menggunakan dan berbagai
informasi dengan orang lain.
e. Siswa memahami dan menghargai dunia fisik, makhluk hidup, dan teknologi serta
mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk mengambil keputusan.
f. Siswa memahami konteks budaya, geografi dan sejarah, serta memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupannya, serta
berinteraksi dan berkontribusi dalam masyarakat dan budaya global.
g. Siswa memahami dan berpartisipasi dalam kegiatan kreatif di ling-kungannya untuk saling
menghargai karya artistic, budaya dan intelektual serta menerapkan nilai-nilai luhur
untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
h. Siswa menunjukkan kemampuan untuk berpikir konsekuen, berpikir lateral,
memperhitungkan peluang dan potensi, serta siap menghadapi berbagai kemungkinan.
i. Siswa menunjukkan motivasi dan percaya diri dalam belajar serta mampu bekerja
mandiri sekaligus dapat bekerjasama.
Kompetensi Rumpun Mata Pelajaran Sains (IPA) berkaitan dengan pencapaian
kompetensi yang meliputi kerja ilmiah dan penguasaan konsep yakni pemahaman dan
penerapannya. Dari kompetensi rumpun mata pelajaran ini kemudian dijabarkan menjadi
kompetensi yang lebih operasioanl dan lebih mencerminkan aspek-aspek khusus pencapai
tujuan mata pelajaran. Kompetensi tersebut dikenal dengan istilah Standar Komptensi Mata
Pelajaran.
Standar Kompetensi mata pelajaran Sains (IPA) di SD/MI adalah:
a. Mampu bersikap ilmiah dengan penekanan pada sikap ingin tahu, bertanya,
bekerjasama, dan peka terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
b. Mampu menterjemahkan perilaku alam tentang diri dan lingkungan di sekitar rumah dan
sekolah.
c. Mampu memahami proses pembentukan ilmu dan melakukan inkuiri ilmiah melalui
pengamatan dan sesekali melakukan penelitian sederhana dalam lingkup
pengalamannya
d. Mampu memanfaatkan sains dan merancang/membuat produk teknologi sederhana dengan
menerapkan prinsip sains dan mampu mengelola lingkungan di sekitar rumah dan
sekolah serta memiliki saran/usul untuk mengatasi dampak negatif teknologi di sekitar
rumah dan sekolah.
3. Bagaimana Pembelajaran (IPA) di SD dilakukan ?
Pembelajaran IPA sebagai media pengembangan potensi siswa SD seharusnya
didasarkan pada karakteristik psikologis anak; memberikan kesenangan bermain dan
kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki
fenomena alam di sekitar dirinya; mengembangkan potensi saintis yang terdapat dalam
dirinya; memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam; sambil
membekali keterampilan dan membangun konsep-konsep baru yang harus dikuasainya. Selain
itu penilaian dalam pengajaran IPA harus dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian
(asesmen) yang adil, proporsional, transparan, dan komprehensif bagi setiap aspek proses dan
hasil belajar siswa.
Berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual anak seusia siswa
SD maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaran IPA harus dimulai dari
nyata (konkrit) ke abstrak; dari mudah ke sukar; dari sederhana ke rumit, dan dari dekat ke
jauh. Dengan kata lain, mulailah dari apa yang ada pada/di sekitar siswa dan yang dikenal,
diminati serta diperlukan siswa. Secara psikologis, anak usia SD berada dalam dunia bermain.
Tugas guru adalah menciptakan dan mengoptimalkan suasana bermain tersebut dalam kelas
sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan siswa dalam IPA. Sesekali tidak
boleh terjadi, pembelajaran IPA di SD justru mengabaikan apalagi menghi langkan dunia
bermain anak. Pembelajaran IPA akan berlangsung efektif jika kegiatan belajar mengajarnya
mampu mencitrakan kepada siswa bahwa kelas adalah tempat untuk bermain, aman dari
segala bentuk ancaman dan hambatan psikologis, serta memfasilitasi siswa untuk secara tegas
mengemukakan dan mencobakan ide idenya.
Bobbi dePorter dalam Quantum Learning (1999:22-24) menginformasikan kepada Anda
tentang pentingnya menciptakan suasana kelas sebagai tempat ' bermain sambil belajar ' yang
aman dari caci maki dan ancaman serta bermakna bagi siswa. "Marilah kita mencermati
beberapa tonggak belajar pada usia awal seorang anak yang normal dan sehat. Boleh jadi
anak ini sangat mirip dengan Anda dahulu. Saat Anda merayakan ulang tahun pertama,
mungkin Anda telah belajar berjalan ⎯ suatu proses yang rumit baik secara fisik maupun mental
yang hampir-hampir mustahil dapat dijelaskan dengan kata-kata atau diajarkan tanpa
mendemons-trasikannya. Meskipun demikian, Anda dapat melakukannya walau dengan
berkali-kali tersandung dan terjatuh. Mengapa demikian?
Saya yakin, sebagai orang dewasa, Anda dapat mengingat dan membandingkannya
dengan beberapa kasus ketika Anda menyerah mempelajari sesuatu yang baru setelah gagal
satu atau dua kali. Jadi, mengapa justru pada saat kanak-kanak Anda mencoba dan mencoba
lagi ketika Anda sedang belajar berjalan? Jawabannya adalah, bahwa Anda tidak mengenal
konsep mengenai kegagalan. Untuk membantu, orangtua Anda meyakinkan betul bahwa Anda
bisa melakukannya jika terus menerus berusaha dan mereka selalu mendampingi Anda untuk
mendorong Anda. Setiap keberhasilan diakhiri dengan kegembiraan dan tepukan, yang
memompa diri diri Anda untuk lebih berhasil . . . hingga pada usia enam atau tujuh tahun,
Anda menjalani apa yang oleh para pakar pendidikan dianggap sebagai tugas belajar tersulit
yang dapat dilakukan oleh manusia Anda belajar membaca!. Semua itu dapat Anda jalani
dengan relatif tidak ada kendala.
Lalu pada suatu hari, mungkin ketika di kelas satu atau kelas dua, Anda duduk di kelas
dan guru berkata, "Siapa yang dapat menjawab pertanyaan ini?" Anda mengacungkan
tangan sambil bergeser ke ujung tempat duduk Anda dengan bersemangat hingga guru
memanggil nama Anda. Dengan penuh keyakinan Anda menjawabnya. Lalu Anda
mendengar beberapa anak tertawa dan guru berkata, "Tidak, itu salah! Saya heran kamu
berani tergesa-gesa menjawab!" Anda merasa malu sekali di hadapan teman-teman dan
guru, yang merupakan salah seorang tokoh penting dalam hidup Anda saat itu.
Keyakinan Anda terguncang, dan benih-benih keraguan mulai tersemai dalam jiwa
Anda. Bagi banyak orang, ini lah awal terbentuknya citra negatif diri. Sejak saat itu, belajar
menjadi tugas berat".
Jack Canfield (1982) dalam Quantum Learning melaporkan hasil penelitiannya di
sejumlah sekolah dasar di USA bahwa setiap anak dalam sehari rata-rata menerima 460
komentar negatif atau kritik dan hanya 75 komentar positif atau yang bersifat mendukung.
Komentar negatif enam kali lebih banyak dibandingkan komentar positif! Dengan demikian
kelas (sekolah) telah memindahkan siswa dari lingkungan hidup yang humanis dan
demokratis ke 'kamp-kamp konsentrasi ala Nazi'.
Sangat disayangkan! Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPA di
sekolah dasar tradisional telah mengalihkan anak dari pendekatan "global learning" yang
menyenangkan dan holistik menjadi pendekatan kaku, linear, dan verbalistis. Masih sering
terjadi, dalam pembelajaran IPA guru mengharapkan siswa diam dengan sikap duduk tegak
dan tangan dilipat didada, dalam deretan bangkubangku yang berjajar menghadap ke
depan, sementara guru dengan fasih menceramahkan materi IPA. Hilang sudah kinerja saintis
anak yang begitu cekatan mengobservasi dan memperlakukan benda- benda apa saja yang
ada di sekitarnya. Pembelajaran IPA yang demikian, jelas sangat bertentangan dengan
hakikat anak dan pembelajaran IPA itu sendiri.
Disamping pemahaman dan pengimplementasian karakteristik psikologis siswa pada
pembelajaran IPA, kejelasan wawasan guru tentang ruang lingkup IPA juga sangat
menentukan kualitas pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Menurut Connor (dalam Rowe,
M.B., 1990:6) cakupan pendidikan IPA untuk pendidikan dasar harus berorientasi pada empat
hal: (1) Personal needs: menyiapkan individu yang mampu menggunakan IPA bagi
peningkatan tarap hidup dan menghadapi perkembangan teknologi; (2) Social Issues:
menanamkan tanggung jawab terhadap isu-isu sosial yang berkaitan dengan IPA; (3)
Career Education Awareness: menanamkan kesadaran akan sifat dan ruang lingkup IPA
yang berhubungan dengan pengembangkan bakat dan minat; (4) Academic Preparation:
memberi landasan bagi siswa yang akan mendalami IPA secara akademik dan profesional.
Connor (1990:7) berkesimpulan bahwa pendidikan IPA untuk sekolah dasar harus
secara konsisten berorientasi pada: (1) pengembangan keterampilan proses, (2)
pengembangan konsep, (3) aplikasi, dan (4) isu sosial yang berdasar pada sains. Sedangkan
Carin & Sund (1989:16) memberikan arahan bagaimana semestinya IPA diajarkan pada
pendidikan dasar ⎯ termasuk SD, yaitu:
a. menyiapkan siswa agar dapat menggunakan IPA dan teknologi dalam memahami
dan memperbaiki kehidupan sehari-hari,
b. menyiapkan siswa agar dapat menggunakan IPA dan teknologi dalam menghadapi
isu-isu sosial yang berhubungan dengan IPA,
c. menanamkan ke dalam diri siswa keingintahuan akan alam sekitar, serta dapat memahami
penjelasan-penjelasan ilmiah tentang fenomena alam,
d. menanamkan kesadaran dan pengertian akan hakikat IPA sebagai program
internasional,
f. menanamkan pengertian akan adanya hubungan yang erat antara IPA dan teknologi.
Hal lain yang juga penting disadari oleh para guru adalah bahwa pembelajaran
IPA di SD tidak boleh lepas dari pendidikan teknologi. Jika pembelajaran IPA terutama
ditujukan untuk mendorong siswa agar mampu menjelaskan hasil observasi mengenai
lingkungan sekitar; maka pendidikan teknologi bertujuan untuk memberi siswa cara-cara
memberi nilai tambah terhadap benda yang di lingkungan serta cara-cara berurusan dengan
kehidupan moderen yang kompleks. Keberhasilan menghubungkan pembelajran IPA dengan
pendidikan teknologi dapat meningkatkan dan mengembangkan proses berpikir yang meliputi
keterampilan mengumpulkan informasi, memecahkan masalah, serta mengambil keputusan
(Horsley,1990).
Sehubungan dengan keterkaitan antara pembelajaran IPA, teknologi lingkungan, dan
masyarakat (salingtemas) Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains Kurikulum 2004
menjelaskan:
Sains terdapat di dalam teknologi, lingkungan , dan masyarakat. Sains diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui
pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan Sains
perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
Penekanan pembelajaran salingtemas diarahkan pada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalaui penerapan konsep sains dan kompetensi
bekerja ilmiah secara bijaksana. Sub aspek salingtemas yang perlu dipelajari siswa
adalah: (1) mengidentifikasi kebutuhan dan kesempatan, (2) merancang dan
membuat produk teknologi berdasarkan ciri-ciri makhluk hidup, sifat dan struktur
benda, konsep gaya beserta karakteristiknya, dan perubahan yang terjadi pada bumi
dan sistem tata surya, dan (3) memperbaiki produk teknologi yang ramah lingkungan dan
masyarakat.
Literasi sains dan teknologi serta peran keduanya dalam lingkungan dan
masyarakat sangat penting dan mendesak untuk diperkenalkan sejak tingkat
pendidikan dasar agar peserta didik terbiasa untuk cepat tanggap terhadap situasi lingkungan dan
masyarakat serta terampil menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep yang
telah dipelajari melalui pendidikan. Untuk itu dituntut kemampuan guru dalam mengemas
pembelajaran IPA sehingga membentuk konfigurasi yang bermakna yang mengkaitkan
antara materi IPA, keterampilan teknologi dan isu-isu ilmiah yang berada di lingkungan
masyarakat.
Pada buku Pedoman Belajar Mengajar Sekolah Dasar dicantumkan enam prinsip
(azas) pengembangan dan operasional pembelajaran bagi para guru SD. Prinsip-prinsip
tersebut adalah:
a. Mengacu pada tujuan; yang harus relevan antara tujuan kurikuler, tujuan instruksional
dan pelaksanaan pembelajaran;
b. Keluwesan dalam hal penyesuaian waktu, penggunaan pendekatan dan metode mengajar,
penggunaan sarana dan sumber belajar, dan urutan bahan pelajaran dalam satu
caturwulan;
c. Kesesuaian dalam hal tingkat usia, tingkat pemahaman, dan keadaan daerah siswa;
d. Keseimbangan antara bahan pelajaran teoritis dan kegiatan-kegiatan-kegiatan nyata serta
pengembangan sikap dan nilai.
e. Kesinambungan bahan pelajaran, baik antar tingkat/kelas di SD maupun antara SD dan
SLTP.
f. Belajar aktif dan koperatif baik secara mental, fisik, maupun sosial.
Guru IPA yang amanah dan profesional dituntut untuk mampu mengelaborasi keenam
prinsip di atas dalam kegiatan belajar mengajar IPA di kelas. Tujuan pembelajaran yang
disusun, metode yang dipilih, materi pelajaran dan strategi pembelajaran yang
dikembangkan, serta evaluasi yang digunakan, satu sama lain harus saling bertautan dengan
serta bersumber dari Kompetensi Umum, Kompetensi Dasar, Materi Pokok dan Indikator
Pencapaian Hasil Belajar sebagaimana tercantum pada kurikulum Mata Pelajaran IPASD.
Sebagai contoh, jika dalam kurikulum tertulis Kompetensi Dasar: 'Mengidentifikasi ciri-
ciri umum makhluk hidup dan kebutuhannya’ maka tujuan pembelajaran yang dirumuskan
harus menggambarkan aktifitas siswa melakukan pengidentifikasian ciri-ciri mahkluk hidup
dan kebutuhannya. Misalnya, menunjukkan ciri-ciri makhluk hidup dan makhluk tak hidup,
mengklasifikasi jenis makhluk hidup berdasarkan cirinya, dan menyelidiki kebutuhan dan
cara hidup jenis-jenis hewan dan tumbuhan dalam mempertahankan hidupnya. Metode yang
harus digunakan guru dalam pembelajaran topik tersebut adalah metode eksperimen,
sedangkan evaluasi hasil belajar di samping menggunakan tes penguasaan konsep, semestinya
juga disertai dengan penilaian kinerja (assessment performance) terhadap proses dan produk
kegiatan praktikum yang dilakukan siswa.
4. Pembelajaran IPA yang Efektif.
Dalam buku Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif (Depdiknas, 2003:5-6))
pembelajaran yang efektif secara umum diartikan sebagai Kegiatan Belajar Mengajar yang
memberdayakan potensi siswa (peserta didik) serta mengacu pada pencapaian kompetensi
individual masing-masing peserta didik. Ada baiknya jika guru yang akan merancang
pembelajaran IPA di SD memperhatikan tujuh ciri utama pembelajaran efektif yang
memberdayakan potensi siswa sebagaimana diuraikan pada buku tersebut (Depdiknas, 2003:7-
11)
Ketujuh ciri itu adalah:
Pertama, berpijak pada prinsip konstruktivisme. Pembelajaran beranjak dari
paradigma guru yang memandang bahwa belajar bukanlah proses siswa menyerap
pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru, melainkan sebagai proses siswa membangun
makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses tersebut dapat dilakukan
sendiri oleh siswa atau bersama orang lain.
Kedua, berpusat pada siswa. Siswa memiliki perbedaan satu sama lain. Siswa
berbeda dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Siswa
tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, siswa lain lebih mudah dengan melihat
(visual), atau dengan cara kinestetika (gerak). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran,
organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu
beragam sesuai karakteristik siswa.
Pembelajaran perlu menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Artinya pembelajaran
memperhatikan bakat, minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar
belakang sosial siswa. Pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengembangkan
potensinya secara optimal.
Ketiga, belajar dengan mengalami. pembelajaran perlu menyediakan pengalaman
nyata dalam kehidupan sehari-hari dan atau dunia kerja yang terkait dengan penerapan
konsep, kaidah dan prinsip ilmu yang dipelajari. Karena itu, semua siswa diharapkan
memperoleh pengalaman langsung melalui pengalaman inderawi yang memungkinkan mereka
memperolah informasi dari melihat, mendengar, meraba/menjamah, mencicipi, dan mencium.
Dalam hal ini, beberapa topik tidak mungkin disediakan pengalaman nyata, guru dapat
menggantikannya dengan model atau situasi buatan dalam wujud simulasi. Jika ini juga tidak
mungkin, sebaiknya siswa dapat memperoleh pengalaman melalui alat audiovisual
(dengar-pandang). Pilihan pengalaman belajar melalui kegiatan mendengar adalah pilihan
terakhir.
Keempat, mengembangkan keterampilan sosial, kognitif, dan emosional. Siswa akan
lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya
kepada siswa lain atau guru. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih mudah
melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan
terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan.
Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok. Penyampaian gagasan oleh siswa dapat
mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena
memperoleh tanggapan dari siswa lain atau guru. Pembelajaran perlu mendorong siswa untuk
mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihak-
pihak lain. Dengan demikian, pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan
menghargai perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih untuk
bekerjasama. Artinya, pembelajaran perlu mendorong siswa untuk mengembangkan
empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan dan
tindakannya.
Kelima, mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber Tuhan. Siswa
dilahirkan dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan. Rasa ingin
tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk peka, kritis, mandiri, dan kreatif.
Sementara, rasa fitrah ber-Tuhan merupakan embrio atau cikal bakal untuk bertaqwa kepada
Tuhan. Pembelajaran perlu mempertimbangkan rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah ber-
Tuhan agar setiap sesi kegiatan pembelajaran menjadi wahana untuk memberdayakan ketiga
jenis potensi ini.
Keenam, belajar sepanjang hayat. Siswa memerlukan kemampuan belajar
sepanjang hayat untuk bisa bertahan (survive) dan berhasil (sukses) dalam menghadapi setiap
masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari. Karena itu, siswa memerlukan fisik
dan mental yang kokoh. Pembelajaran perlu mendorong siswa untuk dapat melihat dirinya
secara positif, mengenali dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian
dapat mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Tuhan YME kepadanya. Demikian pula
pembelajaran perlu membekali siswa dengan keterampilan belajar, yang
meliputi pengembangan rasa percaya diri, keingintahuan, kemampuan memahami orang
lain, kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama supaya mendorong dirinya untuk
senantiasa belajar, baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas.
Ketujuh, perpaduan kemandirian dan kerjasama. Siswa perlu berkompetisi,
bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. Pembelajaran perlu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat untuk
memperoleh penghargaan, bekerjasama, dan solidaritas. Pembelajaran perlu menyediakan tugas-
tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.
Pembelajaran IPA yang dirancang berdasarkan s yarat-s yarat pembelajaran
efektif di atas, pada pelaksanaannya akan menunjukkan tingginya kemampuan pembelajaran
tersebut dalam menyajikan karakteristik atau hakikat pembelajaran IPA di SD. Sebagaimana
telah disinggung di muka, karakteristik tersebut meliputi dimensi (ruang lingkup) proses
ilmiah, produk ilmiah dan sikap ilmiah. Sekedar untuk menegaskan ulang; dimensi proses IPA
dengan ketat menuntut guru untuk melibatkan siswa secara aktif kedalam kegiatankegiatan
dasar yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam upaya memperoleh pengetahuan. Kegiatan
dasar ini sering disebut sebagai metode ilmiah (Scienctific Method) dan keterampilan proses.
Dimensi produk IPA berhubungan dengan sejumlah fakta, data, konsep, hukum, atau teori
tentang fenomena alam semesta yang harus dikuasai siswa sebagaimana tertuang dalam
kurikulum dan berbagai buku ajar pendidikan IPA. Produk IPA membekali siswa dengan
seperangkat pengetahuan dan wawasan IPA, baik untuk kepentingan memahami peristiwa-
peristiwa alam yang ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari, maupun sebagai dasar
akademis bagi siswa dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dimensi
sikap merupakan hasil internalisasi dari akumulasi pengetahuan dan pengalaman siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran IPA. Dalam penjelasan sederhana, dimensi sikap IPA adalah
cara pandang dan tindakan siswa terhadap sesuatu yang dilandasi oleh wawasan dan
pengalaman yang diperolehnya dalam pendidikan IPA. Dimensi sikap ini sering disebut
sebagai sikap ilmiah (Scientific Attitude).
Pembelajaran IPA yang efektif juga dicirikan oleh tingginya kadar ontask (aktivitas
edukatif) dan rendahnya kadar off-task (aktivitas non-edukatif) siswa dalam pembelajaran.
Menurut Horsley (1990:42) salah satu upaya untuk meningkatkan kadar on-task siswa
adalah dengan mengembangkan kegiatan hands-on (psikomotor) dan minds-on (kognitif-
afektif) melalui sejumlah keterampilan (skill) yang dilakukan siswa dalam kelas.
Menurutnya ada empat jenis keterampilan: keterampilan laboratorium (laboratory skills),
keterampilan intelektual (intellectual skills), keterampilan berpikir dasar (generic thinking
skills) dan keterampilan berkomunikasi (communications skills). Keempat jenis keterampilan
ini tidak lain merupakan pengelompokan dari keterampilan proses IPA yang sudah kita
kenal.
Dalam menyelenggarakan pembelajaran IPA dengan pendekatan dan model apa pun
guru harus tetap pro aktif sebagai fasilitator; mau memonitor seberapa besar kadar on-task
siswa, seberapa banyak keterampilan dan sikap ilmiah siswa yang dapat dikembangkan, dan
sejauh mana konsep-konsep IPA dikuasai dan diimplementasikan siswa. Jika semua itu
tercapai secara optimal maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran IPA yang diselenggarakan
guru adalah pembelajaran IPA yang efektif. Salah satu sikap proaktif guru adalah sejak awal
berusaha memahami benar rambu-rambu pembelajaran IPA dalam kurikulum.
5. Rambu-rambu Pembelajaran Sains (IPA) dalam Kurikulum
Dari berbagai buku layanan profesional yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum
Depdiknas (2003) untuk pelaksanaan Kurikulum 2004 atau sekarang disempurnakan menjadi
kurikulum 2006, diperoleh rambu-rambu pembelajaran IPA di SD sebagai berikut.
a. Bahan kajian sains untuk kelas I, II dan III tidak diajarkan sebagai mata pelajaran
yang berdiri sendiri, tetapi diajarkan dengan pendekatan tematis.
b. Aspek kerja ilmiah bukanlah bahan ajar, melainkan cara untuk menyampaikan bahan
pembelajaran yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Pengembangan aspek ini
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak artinya tidak harus seluruh aspek serta
merta ada pada setiap kegiatan. Aspek kerja ilmiah disusun bergradasi untuk kelas I dan
II, kelas III dan IV, serta kelas V dan VI.
c. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA berorientasi pada siswa. Peran guru
bergeser dari menentukan “apa yang akan dipelajari” ke ‘bagaimana menyediakan dan
memperkaya pengalaman belajar siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui
serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan
teman, lingkungan, dan nara sumber lain. Ada 6 pertimbangan yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran IPA yang berorientasi pada siswa, yaitu:
1) Empat pilar pendidikan yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar
untuk melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan
(learning to live together), belajar untuk menjadi dirinya sendiri (learning to be).
2) Inkuiri IPA.
3) Konstruktivisme.
4) Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas).
5) Pemecahan Masalah.
6) Pembelajaran IPA yang bermuatan nilai.
d. Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami
konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah. Keterampilan proses yang digunakan
dalam IPA antara lain: mengamati, menggolongkan, mengukur, menggunakan alat,
mengkomunikasikan hasil melalui berbagai cara seperti lisan, tulisan, dan diagram;
menafsirkan, memprediksi, melakukan percobaan. Agar mampu “bekerja secara ilmiah”
pada para siswa perlu ditanamkan sikap: rasa ingin tahu, bekerja sama secara terbuka,
bekerja keras dan cerdas, mengambil keputusan yang bertanggung jawab, peduli terhadap
makhluk hidup dan lingkungan.
e. Pembelajaran IPA dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pengamatan,
pengujian/penelitian, diskusi, penggalian informasi mandiri melalui tugas baca,
wawancara nara sumber, simulasi/bermain peran, nyanyian, demonstrasi/peragaan model.
f. Kegiatan pembelajaran lebih diarahkan pada pengalaman belajar langsung daripada
pengajaran (mengajar). Guru berperan sebagai fasilitator sehingga siswa lebih aktif
berperan dalam proses belajar. Guru membiasakan memberi peluang seluas-luasnya agar
siswa dapat belajar lebih bermakna dengan memberi respon yang mengaktifkan semua
siswa secara positip dan edukatif.
g. Apabila dipandang perlu, guru diperkenankan mengubah urutan materi asal masih
dalam semester yang sama.
h. Guru dapat memberikan tugas proyek yang perlu dikerjakan serta ditinjau ulang untuk
senantiasa menyempurnakan hasil. Tugas proyek ini diharapkan menyangkut Sains,
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) secara nyata dalam konteks
pengembangan teknologi sederhana, penelitian dan pengujian, pembuatan sari bacaan,
pembuatan kliping, penulisan gagasan ilmiah atau sejenisnya dengan demikian, tujuan
pembelajaran untuk masing masing mata pelajaran serta kompetensi pendidikan yang
diharapkan akan tetap tercapai. Tugas proyek hendaknya dikaitkan dengan kompetensi
mata pelajaran lain di luar IPA, hal ini untuk menghindari pengelapan. Setiap kompetensi
yang berkaitan dengan mata pelajaran lain perlu dinilai dalam kegiatan belajar proyek
tersebut.
i. Penilaian tentang kemajuan belajar siswa dilakukan selama proses pembelajaran. Penilaian
tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintegrasi (tidak
terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari proses,
bukan hanya hasil (produk). Penilaian IPA dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
tes perbuatan, tes tertulis, pengamatan, kuesioner, skala sikap, portofolio, hasil proyek.
Dengan demikian, lingkup penilaian IPA dapat dilakukan baik pada hasil belajar (akhir
kegiatan) maupun pada proses perolehan hasil belaj ar (selama kegiatan belajar). Hasil
penilaian dapat diwujudkan dalam bentuk nilai dengan ukuran kuantitatif ataupun dalam
bentuk komentar deskriptif kualitatif.

C. RANGKUMAN
• Masih terdapat kesenjangan antara pelaksanaan pembelajaran IPA SD dengan tuntutan
pembelajaran IPA berdasarkan kurikulum dan karakteristik pendidikan IPA.
Pembelajaran IPA miskin media dan alat peraga serta ditampilkan dalam bentuk
transfer informasi dari guru atau buku ke dalam otak siswa dengan mereduksi hakikat
pendidikan IPA sebagai proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Pelaksanaan
evaluasi pada pembelajaran IPA di SD masih berorientasi dan didominasi oleh soal-
soal tertulis untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif (penguasaan konsep).
• Tugas guru dalam pembelajaran IPA di SD antara lain menyajikan IPA sesuai dengan
karakteristik pendidikan IPA dan karakteristik anak yang berada pada masa
perkembangan kognitif operasional konkrit. Jika hal ini dilaksanakan dengan tepat maka
pembelajaran IPA di SD akan mampu mefasilitasi perkembangan potensi sikap,
berpikir, berperilaku dan keterampilan dasar scientist yang terdapat pada diri siswa.
• Seperti halnya pada gagasan-gagasan luhur lainnya, pada pembelajaran IPA selalu
ada kesenjangan. Upaya untuk mendekatkan kesenjangan antara keharusan dan
realitas pembelajaran IPA di lapangan terus dilakukan antara lain dengan membenahi
kurikulum, fasilitas yang diperlukan, serta pembinaan profesionalitas para pelaksana.
• Dalam Kurikulum 2004 (yang disempurnakan menjadi Kurikulum 2006) ruang lingkup
Mata Pelajaran IPA meliputi: (1) Kerja Ilmiah dan (2) Penguasaan Konsep dan
Penerapannya.
• Bagaimana pun, pembelajaran IPA yang efektif dan berkualitas di SD hanya dapat
terwujud apabila praktisi dan pengelola lembaga tersebut guru dan kepala SD serta
para pemegang tanggung jawab birokrasi terkait melakukan upaya proaktif untuk
menyelenggarakan pembelajaran IPA yang sesuai dengan karakteristik, tujuan dan
fungsi pendidikan IPA sebagaimana digariskan dalam kurikulum. Bagi guru upaya
ini dapat dilakukan dengan cara yang bersangkutan mengoptimalkan
kemampuannya dalam merancang dan mengoperasionalkan strategi pembelajaran
IPA yang konsisten dengan hakikat pendidikan IPA untuk anak. Untuk itu maka
para guru dan calon guru SD harus memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai
menyangkut sekurang-kurangnya:
(1) Hakikat Pendidikan IPA;
(2) Karakteristik Pembelajaran IPA yang efektif; (3) Karakteristik psikologis
anak sebagai ‘saintis’ kecil;
(3) Strategi membelajarkan siswa dalam IPA; dan
(4) Sistim evaluasi yang tepat bagi pembelajaran IPA.

D. TAGIHAN
1. Tugas dan Latihan Soal
a. Setelah membaca wacana pada bagian I buku ini carilah informasi lebih lanjut
tentang pelaksanaan pembelajaran IPA di SD saat ini. Informasi bisa Anda
peroleh melalui media cetak, internet, wawancara dengan guru SD atau
melakukan observasi langsung ke Sekolah. Berdasarkan hal itu, buatlah artikel
singkat (kira-kira 2.500 kata / 10 halaman) yang mendeskripsikan permasalahan
pembelajaran IPA di SD serta solusi untuk mengatasinya. Artikel Anda dikirim
ke e-mail tonopjjfkipuntan@gmail.com atau ke e-mail yang telah ditentukan
oleh dosen pengampu mata kuliah.
b. Dalam kaitannya dengan karakteristik tumbuh-kembang psikologis siswa SD,
jelaskan manfaat dan pentingnya pembelajaran IPA dilaksanakan sejak dini di SD.
c. Berdasarkan pencermatan terhadap karakteristik pendidikan IPA yang dikemukakan
oleh para akhli, pendidikan IPA dapat dikategorikan ke dalam tiga dimensi. Sebutkan
dan jelaskan dengan singkat dan benar ketiga dimensi tersebut.
d. Kemukakan dengan singkat dua ruang lingkup pembelajaran IPA beserta rinciannya.

Anda mungkin juga menyukai