Anda di halaman 1dari 13

UJPH 3 (1) (2014)

Unnes Journal of Public Health

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT FILARIASIS

Rizky Amelia 

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko dari penyakit filariasis di Kelurahan Kertoharjo
Diterima September Kota Pekalongan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian adalah
2013 seluruh penderita filariasis berdasarkan rekam medik Dinas Kesehatan Kota Pekalongan berjumlah 34
Disetujui Oktober 2013 orang. Sampel penelitian yaitu 17 kasus dan 17 kontrol. Instrumen penelitian berupa kuesioner . Hasil uji
Dipublikasikan Maret chi-quare sebagai berikut: (1) praktek menutup ventilasi dengan kawat kasa (p=0,034;OR=6,667), (2)
2014 tempat perindukan nyamuk (p=0,015;OR=8,556), (3) kebiasaan keluar rumah malam hari
(p=0,006;OR=11,200), (4) kebiasaan menggunakan obat nyamuk oles (p=0,002; OR=15,167), (5)
kondisi santitasi sekitar rumah (p= 0,015;OR(8,556), (6) tingkat pengetahuan tentang filariasis
Keywords:
(p=0,012;OR=10,714), (7) jenis pekerjaan (p=0,034 ;OR=6,667), (8) kebiasaan menggunakan baju
Faktor
panjang dan celana panjang saat keluar rumah malam hari (p=0,002;OR=15,167), (9) praktek minum
risiko;Filariasis;Nyamuk; obat filariasis (p=0,005; OR= 13,750), (10) keberadaan kandang ternak di sekitar rumah (p=0,720),
Kawat kasa (11) jenis kelamin (p=0,490). Untuk masyarakat disarankan memasang kawat kasa pada ventilasi
rumah atau anti nyamuk sewaktu tidur, memakai pelindung diri (baju dan celana panjang) waktu keluar
rumah pada malam hari.

Abstract

The purposed of this study was to determine about the risk factor of elephantiasis in Kertoharjo
district, Pekalongan. This study used case-control approached. The population of this study was all
of Elephantiasis patients, based on medical recorded by Pekalongan Health Official Department,
amounted 34 people. The sample of this study was 17 cases and 17 controls of elephantiasis
sufferer. The research instrument was questionnaire. The results of chi-square test were: (1) covering
ventilation used gauze wire (p=0,034;OR=6,667), (2) mosquitoes proliferation (p=0,015;OR=8,556),
(3) outdoor activities at night (p=0,006;OR=11,200), (4) using mosquito essence lotion habited
(p=0,002;OR=15,167), (5) sanitation (p= 0,015;OR(8,556), (6) knowledged about elephantiasis
(p=0,012;OR=10,714), (7) occupation (p=0,034;OR=6,667), (8) wearing well-covered clothes
when going outdoor at night (p=0,002;OR=15,167), (9) taking elephantiasis medicine
(p=0,005;OR= 13,750), (10) livestock shed (p=0,764), (11) sex (p=0,267). People are suggested to
set gauze wire on their house’s ventilation or using mosquito essence to protect them when they
are sleeping, wearing well-covering clothes when going out in the night.

© 2014 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6528
Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang,
50229 E-mail: rizkyamelia9067@yahoo.com

1
Rizky Amelia / Unnes Journal of Public Health 3 (1) (2014)

PENDAHULUAN mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2010


jumlah kasus klinis yang ditemukan sebanyak
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah 172 kasus, sedangkan kasus kronis sebanyak 21
penyakit menular yang disebabkan oleh cacing kasus. Pada tahun 2010, kasus filariasis di Kota
filariasis yang menyerang saluran dan kelenjar Pekalongan berjumlah 63 penderita yang
getah bening. Penyakit ini dapat merusak limfe, terdiri dari 55 kasus klinis dan 8 kasus kronis.
menimbulkan pembengkakan pada tangan, Pada tahun 2011 kota pekalongan mengalami
kaki, glandula mammae, dan scrotum, peningkatan jumlah kasus menjadi 117
menimbulkan kecacatan seumur hidup serta penderita yang terdiri dari 110 kasus klinis dan
stigma sosial bagi penderita dan keluarganya. 7 kasus kronis. Pada tahun 2012 jumlah kasus
Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis filariasis menjadi 66 penderita yang terdiri dari
nyamuk ini dapat berdampak pada penurunan 59 kasus klinis dan 7 kasus kronis yang diambil
produktivitas kerja penderita, beban keluarga dari sampel 4 kelurahan yaitu Kelurahan
dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi Kertoharjo, Jenggot, Pabean dan Banyurip.
negara yang tidak sedikit. Pada tahun 2004, (Dinkes Kota Pekalongan, 2012: 26).
filariasis telah menginfeksi 120 juta penduduk Kelurahan Kertoharjo merupakan salah
di 83 negara di seluruh dunia, tertumama satu tempat endemis filariasis. Pada tahun 2009
negara - negara di daerah tropis dan beberapa ditemukan sebesar 17 kasus klinis filariasis dan
daerah subtropiss (Depkes RI, 2009:25). 1 kasus kronis. Pada tahun 2010, di Kelurahan
Filariasis masih merupakan masalah Kertoharjo ditemukan sebesar 16 kasus klinis
kesehatan di Indonesia karena penyebaran filariasis. Pada tahun 2011 di Kelurahan
penyakit tersebut hampir merata di seluruh Kertoharjo ditemukan sebesar 27 kasus klinis
wilayah Indonesia. Di beberapa daerah, filariasis. Pada tahun 2012, di Kelurahan
filariasis mempunyai tingkat endenmis yang Kertoharjo ditemukan sebesar 17 kasus klinis
cukup tinggi. Tingkat endemis filariasis di filariasis..
Indonesia berdasarka hasil survey darah jari Dari hasil survei darah jari tahun 2010
terakhir pada tahun 1999 masih tinggi dengan dilakukan penatalaksanaan kasus positif, selain
mikrofilaria (Mf) rate 3,1 5 (0,5-19,64%). itu juga dilakukan pengobatan massal bagi
Secara keseluruhan jumlah kasus filariasis di kelurahan yang hasil Mf Rate-nya >1 % yaitu di
Indonesia sampai tahun 2008 mengalami Kelurahan Tegalrejo (2.39%), Kelurahan
peningkatan 11.699 penderita (Depkes Pabean (3.39%) , Kelurahan Bandengan
RI,2008:16). (2,39%) dan Kelurahan Kertoharjo (4,18%).
Propinsi Jawa Tengah juga termasuk Pada tahun 2011, diadakan survei darah jari
dalam propinsi yang terbanyak ditemukan dan pengobatan massal. Kelurahan Kertoharjo
kasus filariasis Jumlah kasus Filariasis di hasil Mf Rate-nya >1 % yaitu sebesar 3,5% .
Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun Kelurahan Kertoharjo tetap dinamakan sebagai
semakin bertambah. Secara kumulatif, jumlah daerah endemis karena Mf Ratenya >1 %
kasus Filariasis pada tahun 2011 sebanyak 537 selama 3 tahun berturut-turut.
penderita. Tahun 2011 ada 141 kasus baru yang Daerah Kelurahan Kertoharjo 70%
ditemukan di 9 kabupaten/kota(Dinkes wilayahnya masih kebun dan sawah serta
Provinsi Jawa Tengah, 2011:20). semak-semak yang menjadi tempat perindukan
Kasus filariasis di Kota Pekalongan mulai dan persinggahan nyamuk yang bisa
ditemukan sejak tahun 2002 dan pada tahun menularkan penyakit filariasis. Kondisi sanitasi
2004 mulai dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) lingkungan sekitar yang tidak dijaga dapat
sebagai langkah awal dalam upaya eliminasi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
filariasis di Kota Pekalongan. Berdasarkan Genangan air, parit atau selokan dapat menjadi
survei darah jari (SDJ) yang telah dilakukan
tempat nyamuk (Depkes RI, 2007:24).
perkembangbiakan Insiden filariasis pada
Rizky Amelia / Unnes Journal of Public Health 3 (1) (2014)

laki-laki lebih tinggi e (DEC) dosis 1 tablet


retrospektif, penelitian ini
daripada per tahun selama 5
karena itu terdiri dari sampel
perempuan karena tahun, Namun kegiatan
studi kasus- kasus dan sampel
umumnya laki-laki tersebut masih
kontrol dapat kontrol dengan
lebih sering kontak menemui beberapa
dianggap perbandingan 1:1
dengan vektor kendala, antara lain
sebagai studi yaitu sejumlah 17
karena belum diketahuinya
longitudinal, sampel kasus dan
pekerjaannya faktor-faktor yang
variabel 17 sampel kontrol.
( Ardias, dkk, 2012: mendukung penyebaran
subjek tidak Teknik
201). filariasis di wilayah
hanya pengambilan
Kebiasaan tersebut. Sehingga
diobervasi sampel
menggunakan obat target penurunan Mf
pada satu menggunakan
nyamuk di malam rate secara bertahap teknik total
menjadi <1% di saat tetapi
hari sampling dimana
Kelurahan Kertoharjo diikuti
merupakan semua responden
belum tercapai sampai
usaha untuk yang memenuhi
(Dinkes Kota periode
menghindari diri kriteria
Pekalongan, 2012). waktu
dari gigitan dimasukkan dalam
nyamuk. Berdasarkan latar tertentu
penelitian hingga
Pemakaian obat belakang tersebut (Sudigdo
jumlah responden
nyamuk oles dapat peneliti bermaksud Sastroasmor
yang diperlukan
mengurangi kontak mengkaji ulang o, 2002:51).
terpenuhi (Sudigdo
langsung kulit mengenai Faktor Risiko Popula
Sastroasmoro,
dengan vektor. Kejadian Filariasis Di si dalam
2002:75).
Menurut Astri Kelurahan Kertoharjo penelitian ini
Instrumen yang
Maharani, dkk Kecamatan Pekalongan adalah semua
digunakan dalam
(2006:34) Selatan Tahun 2013. penderita penelitian ini
diketahui bahwa Filariasis adalah
kebiasaan tidak METODE PENELITIAN yang tinggal kuesioner.Uji
menggunakan di Kelurahan statistik yang
obat anti Jenis penelitian Kertoharjo digunakan adalah
nyamuk malam adalah “analitik yang Chi-Square karena
hari adahubungan observasional”. terdaftar untuk mengetahui
dengan kejadian Rancangan penelitian ini dalam hubungan variabel
filariasis adalah kasus kontrol. catatan kategorik dengan
(p=0,004). Pada penelitian ini, rekam medik kategorik.
Upaya-upaya kelompok kasus Dinas
penanggulangan (kelompok yang Kesehatan HASIL DAN PEMBAHASAN
telah dilakukan menderita Filariasis) Kota
terhadap Pekalongan Penelitian ini
dibandingkan dengan
penderita filariasis Kelurahan dilaksanakan di
kelompok kontrol
klinis di Kota Kertoharjo Kelurahan
(kelompok yang tidak
Pekalongan Kota Kertoharjo
menderita Filariasis),
terutama di daerah Pekalongan Kecamatan
kemudian. Pada desain
endemis, antara Tahun 2013 Pekalongan Selatan
ini peneliti melakukan
lain dengan yaitu Kota Pekalongan.
pengukuran variabel
pengobatan sejumlah 34
tergantung, yakni efek, Kelurahan
penderita dengan orang.
sedang variabel Kertoharjo
menggunakan Sampel
bebasnya dicari secara termasuk dalam
diethylcarbamazin dalam
Rizky Amelia / Unnes Journal of Public Health 3 (1) (2014)

wilayah han dan


kerja semak. Mata
Puskes pencaharian
mas masyarakat
Jenggot. sekitar
Kecamat adalah
an petani,
Pekalon konveksi,
gan swasta, dll.
Selatan Penelitian
terdiri mulai
dari 4 dilaksanakan
Kelurah tanggal 22
an yaitu: Juli 2013
Kertoha sampai
rjo, dengan 26
Jenggot, Juli 2013.
Pabean, Penelitian
Banyuri dibantu oleh
p. teman
Kelurah peneliti
an sendiri dan
Kertoha petugas
rjo puskesmas
sebagia (Dinkes Kota
n besar Pekalongan,2
masih 012).
persawa

Tabel 1. Distribusi Responden menurut Umur


No Mean Median Modus
1. 40,76 41,00 41

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui diwawancarai yaitu pada umur 41 tahun


bahwa rata-rata umur responden yaitu 40,76
sebanyak 3 orang.
tahun, nilai tengah dari umur responden yaitu
41,00 tahun, dan responden yang paling banyak

Tabel 2. Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan


No Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase (%)
1 Tidak Tamat SD 3 8,8
2 Tamat SMP 18 52,9
3 Tamat SMA 11 32,4
4 Tamat PT 2 5,9
Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui yang paling sedikit adalah PT berjumlah 2


bahwa dari 34 responden sebagian besar tamat orang (5,9%).
SMP berjumlah 18 orang (52,9%), sedangkan

Tabel 3. Tabulasi Silang antara Praktek Menutup Ventilasi Menggunakan Kawat Kasa dengan
Kejadian Filariasis
Praktek Menutup Kejadian Filariasis
Ventilasi dengan Kasus Kontrol Total P OR 95%CI
Kawat Kasa dengan N % N % N %
Kejadian Filariasis
82, 21
Tidak 14 7 41,2 61,8
4
17, 13 0,034 6,667 1,377-32,278
Ya 3 10 58,8 38,2
6
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


Dari hasil penelitian di lapangan
value sebesar 0,034 karena p value < 0,05 didapatkan bahwa sebagian besar responden
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara
tidak meutup ventilasi rumahnya dengan kawat
Praktek Menutup Ventilasi dengan Kawat Kasa
kasa. Responden kasus (penderita filariasis)
dengan Kejadian Filariasis di Kelurahan
yang tidak menutup ventilasi rumahnya dengan
Kertoharjo Kota Pekalongan. Perhitungan risk
ventilasi sebanyak 14 orang (82,4%) dan yang
estimate didapatkan OR 6,667 (OR>1) dengan
menutup ventilasi rumahnya dengan kawat
95%CI=1,377-32,278 menunjukkan bahwa
kasa sebanyak 3 orang (17,6%). Sedangkan
responden yang tidak menutup ventilasi rumah
responden kontrol (bukan penderita filariasis)
dengan kawat kasa mempunyai risiko 6,667 kali
yang tidak menutup ventilasi rumahnya dengan
lebih besar menderita filariasis daripada
ventilasi sebanyak 7 orang (41,2%) dan yang
responden yang menutup ventilasi dengan
menutup ventilasi rumahnya dengan kawat
kawat kasa.
kasa sebanyak 10 orang (58,8%).

Dalam penularan suatu penyakit hal yang manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan
tidak bisa diabaikan adalah interaksi antara disekitar manusia yang memiliki potensi menyebabkan
penyakit. Kawat kasa yang dipasang pada
Sehingga dengan upaya pemasangan kawat
semua ventilasi rumah dapat berfungsi sebagai
kasa dapat mengurangi kontak antara nyamuk
screening untuk mencegah nyamuk masuk ke
dengan penghuni yang ada dalam rumah.
dalam rumah.
Berdasarkan hal tersebut disarankan kepada
tiap warga agar memasang kawat kasa pada
semua ventilasi rumah (Ardias, dkk, 2012:
204).

Tabel 4. Tabulasi Silang Keberadaan Kandang Ternak di Sekitar Rumah dengan Kejadian Filariasis

Keberadaan Kandang Ternak di Kejadian Filariasis


Sekitar Rumah dengan Kejadian Kasus Kontrol Total p
Filariasis N % N % N %
Ada 5 29,4 7 41,2 12 35,3
Tidak ada 12 70,6 10 58,8 22 64,7 0,720
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


Menurut Lasbudi,P (2006:97), bahwa
value sebesar 0,720 karena p value > 0,05 kepadatan nyamuk banyak ditemukan dalam
maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan
kandang ternak karena memiliki suhu dan
antara Keberadaan Kandang Ternak di Sekitar
kelembaban serta pencahayaan yang optimal
Rumah dengan Kejadian Filariasis di Kelurahan
bagi perkembangan nyamuk sehingga
Kertoharjo Kota Pekalongan.
berpotensi terjadinya kejadian Filariasis. Bila di
Perbandingan antara jumlah responden
sekitar rumah terdapat kandang ternak, berarti
kasus (penderita filariasis) terdapat kandang
faktor risiko terhadap penyakit filariasis
ternak di sekitar rumahnya sebanyak 5 orang
menjadi semakin bertambah. Pencegahan
(29,4%) dan yang tidak terdapat kandang
filariasis dapat dilakukan dengan pengendalian
ternak di sekitar rumahnya sebanyak 12 orang
vektor dan tempat perindukan serta
(70,6%). Sedangkan responden kontrol (bukan
perisitirahatannya. Keberadaan kandang ternak
penderita filariasis) yang terdapat kandang
merupakan tempat peristirahatan nyamuk,
ternak di sekitar rumahnya sebanyak 7 orang
dimana sebaiknya kandang ternak tidak berada
(35,3%) dan yang tidak terdapat kandang
di dalam rumah atau jaraknya kurang dari
ternak di sekitar rumahnya sebanyak 10 orang
100m dari rumah (Yulius Sarungu, dkk, 2012:
(58,8%).
79).

Tabel 5. Tabulasi Silang antara Tempat Perindukan Nyamuk dengan Kejadian Filariasis
Tempat Kejadian Filariasis
Perindukan Kasus Kontrol Total p OR 95%CI
Nyamuk N % N % N %
1 82, 20
Ada 6 35,3 58,8
4 4
17, 1 14
Tidak ada 3 64,7 41,2 0,015 8,556 1,736-42,169
6 1
1 1 34
Total 100 100 100
7 7

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara Tempat
value sebesar 0,015 karena p value < 0,05 Perindukan Nyamuk dengan Kejadian Filariasis di
Kelurahan Kertoharjo Kota Pekalongan.
tempat perindukan nyamuk sebanyak 3 orang
Perhitungan risk estimate didapatkan OR 8,556
(17,6%). Sedangkan responden kontrol (bukan
menunjukkan bahwa responden yang dekat
penderita filariasis) yang ada tempat
dengan tempat perindukan nyamuk
perindukan nyamuk sebanyak 6 orang (35,3%)
mempunyai risiko 8,556 kali lebih besar
dan yang tidak ada tempat perindukan nyamuk
menderita filariasis daripada responden yang
sebanyak 11 orang (64,7%).
tidak dekat dengan tempat perindukan nyamuk.
Tempat perindukan nyamuk sebaiknya
Dari hasil penelitian di lapangan
ditiadakan dengan cara selalu menjaga
didapatkan bahwa responden kasus (penderita
kebersihan lingkungan. Secara rutin
filariasis) yang ada tempat perindukan nyamuk
membersihkan selokan, tidak membiarkan
sebanyak 14 orang (82,4%) dan tidak ada
sampah menumpuk, dan minimal seminggu
sekali sebaiknya melakukan kegiatan
membersihkan lingkungan dengan gotong
royong. Hal ini juga merupakan upaya kegiatan
pengendalian vektor nyamuk (Widoyono ,2008:
141).

Tabel 6. Tabulasi Silang antara Kebiasaan Keluar Malam hari dengan Kejadian Filariasis
Kejadian
Kebiasaan Keluar Filariasis
Malam Hari Kasus Kontrol Total p OR 95%CI
N % N % N %
82, 29, 19
Ya 14 5 55,9
4 4
17, 70, 15 0,006 11,200 2,204-56,925
Tidak 3 12 44,1
6 6
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


mansonia menggigit pukul 20.00 sampai pukul
value sebesar 0,006 karena p value < 0,05 21.00 (Depkes RI, 2007:14).
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara Kebiasaan responden untuk keluar
Kebiasaan Keluar Malam Hari dengan Kejadian rumah pada malam hari saat nyamuk
Filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kota
Anopheles aktif menggigit akan meningkatkan
Pekalongan. Perhitungan risk estimate risiko kejadian filariasis. Faktor tersebut terkait
didapatkan OR 11,200 menunjukkan bahwa erat dengan spesies nyamuk yang ada. Dimana
responden yang sering keluar rumah malam berdasarkan hasil survei vektor yang dilakukan
hari mempunyai risiko 11,200 kali lebih besar bahwa puncak kepadatan nyamuk terjadi pada
menderita filariasis daripada responden yang pukul 20.00 – 21.00. Aktivitas keluar rumah
tidak keluar rumah malam hari. yang tinggi pada malam hari akan membuka
Kebiasaan keluar malam hari sangat peluang yang lebih besar untuk kontak dengan
berisiko untuk tergigit nyamuk anopheles, hal nyamuk Anopheles sehingga berisiko
ini karena tumbuh kembang nyamuk jam 20.00. menderita filariasis. Responden sebaiknya
Untuk nyamuk mansonia aktifitas menggigit di membiasakan diri memakai baju panjang dan
luar rumah mulai terjadi pada pukul 18.00 celana panjang serta memakai obat nyamuk
sampai pukul 03.00, sedangkan di dalam rumah oles , hal ini untuk meminimalkan resiko
terjadi mulai pukul 18.00 sampai pukul 05.00. tergigit nyamuk saat beraktivitas di luar rumah
sedangkan puncak kepadatan nyamuk pada malam hari (Reyke Uloli, 2008: 49).
Tabel 7. Tabulasi Silang antara Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Oles
Kebiasaan Kejadian Filariasis
Menggunakan Obat Kasus Kontrol Total p OR 95%CI
Nyamuk Oles N % N % N %
Tidak 14 82,4 4 23,5 18 52,9
Ya 3 17,6 13 75,6 16 47,1 0,002 15,167 2,837-81,095
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


melindungi diri dari gigitan nyamuk. Dengan
value sebesar 0,002 karena p value < 0,05 cara mencegah kontak antara tubuh manusia
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara
dengan nyamuk. Penggunaan anti nyamuk ini
Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Oles
tidak akan berarti apa-apa jika kebiasaan
dengan Kejadian Filariasis di Kelurahan
masyarakat masih sering keluar pada malam
Kertoharjo Kota Pekalongan. Perhitungan risk
hari dengan tidak menggunakan pelindung diri.
estimate didapatkan OR 15,167 menunjukkan
Mengingat hal tersebut diatas diharapkan
bahwa responden yang tidak menggunakan
warga menggunakan obat nyamuk secara rutin
obat nyamuk oles mempunyai risiko 15,167 kali
untuk menghindari kontak dengan nyamuk.
lebih besar menderita filariasis daripada
Prinsip utama agar terhindar filariasis adalah
responden yang menggunakan obat nyamuk
menghidarkan diri dari gigitan nyamuk vektor
oles.
infektif atau berusaha seminimal mungkin
Berdasarkan hasil tersebut diketahui
kontak dengan nyamuk. Responden sebaiknya
bahwa responden tidak mengetahui bahwa
selalu membiaskan diri memakai obat nyamuk
menggunakan obat nyamuk oles merupakan
oles saat beraktivitas di luar rumah pada malam
metode perlindungan diri oleh individu atau
hari maupun sebelum tidur (Soeyoko, 2002 :
kelompok kecil pada masyarakat untuk
145).

Tabel 8. Tabulasi Silang antara Kondisi Sanitasi Sekitar dengan Kejadian Filariasis dengan Kejadian
Filariasis
Kejadian Filariasis
Kondisi Sanitasi Kasus Kontrol Total p OR 95%CI
Sekitar N % N % N %
35, 20
Buruk 14 82,4 6 58,8
3
65, 14 0,015 8,556 1,736-42,169
Baik 3 17,6 11 41,2
7
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


sekitarnya buruk mempunyai risiko 8,556 kali
value sebesar 0,015 karena p value < 0,05 lebih besar menderita filariasis daripada
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara
responden yang kondisi lingkungan sekitarnya
Kondisi Sanitasi Lingkungan Sekitar dengan
baik.
Kejadian Filariasis di Kelurahan Kertoharjo
Dari hasil penelitian di lapangan
Kota Pekalongan. Perhitungan risk estimate
didapatkan bahwa responden kasus (penderita
didapatkan OR 8,556 menunjukkan bahwa
filariasis) yang kondisi sanitasi lingkungannya
responden yang kondisi sanitasi lingkungan
buruk sebanyak 14 orang (82,4%) dan yang

kondisi sanitasi rumahnya baik sebanyak 3 orang (17,6%). Sedangkan responden kontrol (bukan
penderita filariasis) yang kondisi sanitasi
kebersihan di lingkungan rumah dengan
lingkungannya buruk sebanyak 6 orang
membersihkan tempat-tempat yang dapat
(35,3%) dan yang kondisi sanitasi rumahnya
dijadikan sarang nyamuk, mulai dari jambangan
baik sebanyak 6 orang (65,7%).
bunga, kaleng-kaleng ataupun potongan
Keadaan lingkungan sangat berpengaruh
bamboo berisi hujan sampai pada reservoir air
terhadap keberadaan dan tranmisi penyakit
bersih yang tidak tertutup juga pengelolaan air
filariasis. Serangkaian kegiatan untuk menjaga
limbah yang baik (Juli Soemirat Slamet, 2002:
101).

Tabel 9. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan Tentang Filariasis Dengan Kejadian Filariasis

Tingkat Kejadian Filariasis


Pengetahuan Kasus Kontrol Total p OR 95%CI
tentang Filariasis N % N % N %
Rendah 15 88,2 7 41,2 22 64,7
Tinggi 2 11,8 10 58,8 12 35,3 0,012 10,714 1,837-62,491
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


Sedangkan responden kontrol (bukan penderita
value sebesar 0,012 karena p value < 0,05 filariasis) tingkat pengetahuan tentang
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara filariasisnya rendah sebanyak 7 orang (41,2%)
tingkat pengetahuan tentang filariasis dengan
dan yang tingkat pengetahuan tentang
kejadian filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kota
filariasisnya tinggi sebanyak 10 orang (58,8%).
Pekalongan. Nilai OR=10,714 menunjukkan
Pengetahuan mengenai penyakit filariasis
bahwa responden yang tingkat pengetahuan
sangat penting sebagai penunjang berhasilnya
tentang filariasisnya rendah mempunyai risiko
upaya pemberantasan penyakit filariasis yang
10,714 kali lebih besar menderita filariasis
dilakukan. Upaya pencegahan yang dilakukan
daripada responden yang tingkat pengetahuan
dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang filariasisnya tinggi.
melalui kegiatan penyuluhan yang aplikatif dan
Dari hasil penelitian dilapangan
sederhana dilakukan seperti menghindari
didapatkan responden kasus (penderita
kontak dengan vektor penyakit filariasis yaitu
filariasis) yang tingkat pengetahuan tentang
nyamuk, diantaranya menggunakan kelambu,
filariasisnya rendah sebanyak 15 orang
menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa,
(88,2%) dan yang tingkat pengetahuan tentang
dan menggunakan anti nyamuk (Yudi Syuhada,
filariasisnya tinggi sebanyak 2 orang (11,8%).
dkk, 2012: 99).

Table 10. Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Filariasis
Kejadian Filariasis
p
Jenis Kelamin Kasus Kontrol Total
Dari hasil uji Chi-square, % p bahwa
N diperoleh N tidak % ada hubunganN antara %jenis kelamin dengan
value sebesar
Laki-laki 0,490 karena p 8value > 0,05
47,1 kejadian
11 penyakit
64,7 filariasis
19 (p=0,315).
55,9Jenis kelamin tidak
maka Ho diterima artinya tidak 9ada hubungan
Perempuan 52,9 termasuk
6 faktor
35,3risiko 15 44,1 0,490
Jenis
TotalKelamin dengan Kejadian17Filariasis
100di 17 100 34 100
Kelurahan Kertoharjo Kota Pekalongan.
Menurut hasil penelitian Arry
Kurniyanti (2008:129) yang meneliti tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian filariasis di Desa Bringin Kecamatan
Juwana Kabupaten Pati, memperoleh hasil
filariasis karena jenis kelamin laki- tergantung dalam perilaku sehari-hari dalam
laki maupun perempuan dianggap upaya pencegahan penyakit filariasis
mempunyai risiko yang sama besar Pencegahan Filariasis salah satunya dengan
untuk tertular filariasis. perilaku yang sehat dalam kehidupan sehari-
Laki-laki maupun hari. Laki-laki maupun perempuan harus sama-
perempuan sama menjaga perilaku yang sehat dan sama-
mempunyai risiko yang sama besar sama melakukan tindakan pencegahan (Merge
dalam penularan filariasis. Hal ini koblinsky, dkk, 1997:96).

Tabel 11 : Tabulasi Silang antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Filariasis


Kejadian Filariasis
Jenis Pekerjaan Kasus Kontrol Total P OR 95%CI
N % N % N %
14 82, 7 41, 21
Berisiko 61,8
4 2
3 17, 10 58, 13 0,034 6,667 1,377-32,278
Tidak berisiko 38,2
6 8
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


responden kontrol (bukan penderita filariasis)
value sebesar 0,034 karena p value < 0,05 yang berisiko sebanyak 7 orang (41,2%) dan
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara yang tidak berisiko sebanyak 10 orang (58,8%).
jenis pekerjaan dengan kejadian filariasis di
Pekerjaan yang dapat dikategorikan sebagai
Kelurahan Kertoharjo Kota Pekalongan. Nilai
pekerjaan yang berisiko adalah
OR=6,667 menunjukkan bahwa responden
pekerjaan yang lebih banyak dilakukan pada
yang pekerjaannya berisiko mempunyai risiko
malam hari seperti petani yang beraktifitas
6,667 kali lebih besar menderita filariasis
dimalam hari di sawah dan pekerja konveksi.
daripada responden yang pekerjaanya tidak
Menurut hasil penelitian diketahui bahwa
berisiko.
pekerjaan merupakan salah satu faktor risiko
Dari hasil penelitian dilapangan
dari penyakit filariasis. Pekerjaan yang berisiko
didapatkan bahwa responden kasus (penderita
terutama pekerjaan yang dilakukan pada
filariasis) yang pekerjaannya berisiko air
malam hari dimana saat nyamuk aktif
sebanyak 14 orang (82,4%) dan tidak berisiko
beraktifitas menggigit.
sebanyak 3 orang (17,6%). Sedangkan
Tabel 12 : Tabulasi Silang antara Kebiasaan Menggunakan Baju Panjang dan Celana Panjang Saat
Keluar Malam Hari dengan Kejadian Filariasis
Kebiasaan Kejadian Filariasis
Menggunakan Baju Kasus Kontrol Total
Panjang dan Celana OR 95%CI
p
Panjang Saat keluar N % N % N %
Malam Hari
Tidak 14 82,4 4 23,5 18 52,9
Ya 3 17,6 13 75,6 16 47,1 0,002 15,167 2,837-81,095
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


Kebiasaan menggunakan baju panjang
value sebesar 0,002 karena p value < 0,05 dan celana panjang saat keluar rumah saat
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara malam hari sewaktu di luar rumah merupakan
Kebiasaan Menggunakan Baju Panjang Dan usaha untuk meminimalkan kontak dengan
Celana Panjang Saat Keluar Malam Hari dengan
nyamuk. Dengan demikian risioko untuk
Kejadian Filariasis di Kelurahan Kertoharjo
tertular filariasis dapat dicegah. Responden
Kota Pekalongan. Perhitungan risk estimate
sebaiknya mulai membiasakan diri
didapatkan OR 15,167 menunjukkan bahwa
menggunakan baju panjang dan celana panjang
responden yang tidak menggunakan baju
saat keluar rumah saat malam hari sebagai
panjang dan celana panjang saat keluar malam
upaya pencegahan penyakit Filariasis (Yulius
hari mempunyai risiko 15,1267 kali lebih besar
Sarungu, dkk, 2012: 79).
menderita filariasis daripada responden yang
menggunakan baju panjang dan celana panjang
saat keluar malam hari.

Tabel 13 : Tabulasi Silang antara Praktek minum obat filariasis Dengan Kejadian Filariasis
Kejadian Filariasis
Praktek minum obat
filariasis Kasus Kontrol Total p OR 95%CI
N % N % N %
15 88, 6 21
Tidak minum 35,3 61,8
2
2 11, 11 13 0,005 13.750 2.320-81.487
Minum 64,7 38,3
8
Total 17 100 17 100 34 100

Dari hasil uji Chi-square, diperoleh p


Dari hasil penelitian dilapangan
value sebesar 0,005 karena p value < 0,05 didapatkan bahwa responden kasus (penderita
maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara filariasis) yang tidak minum obat filariasis
Praktek minum obat filariasis dengan kejadian sebanyak 15 orang (88,2%) dan minum obat
filariasis di Kelurahan Kertoharjo Kota
filariasis sebanyak 2 orang (11,8%). Sedangkan
Pekalongan. Nilai OR= 13,750 dengan
responden kontrol (bukan penderita filariasis)
menunjukkan bahwa responden yang tidak
tidak minum obat filariasis sebanyak 6 orang
minum obat filariasis mempunyai risiko 13,750
(35,3%) dan minum obat filariasis sebanyak 11
kali lebih besar menderita filariasis daripada
orang (64,7%).
responden yang minum obat filariasis.

Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan minum obat responden kurang.
Responden tidak minum obat dikarenakan
Depkes RI, 2007, Modul pemberantasan Vektor,
takut efek samping obat filariasis. Efek samping Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
obat yang paling banyak dirasakan adalah sakit Depkes RI, 2008, Epidemiologi Filariasis , Jakarta:
kepala dan mula. Selain itu responden tidak Departemen Kesehatan RI.
minum obat filariasis karena malas dank arena Depkes RI, 2009, Pedoman Program Eliminasi
tidak segera tidak diminum maka obat tersebut Filariasis Di Indonesia, Jakarta: Departemen
hilang. Pengobatan filariasis selain untuk Kesehatan RI.
Dinkes Kota Pekalongan, 2012 Laporan P2P Dinas
mengobati penyakit filariasis juga digunakan
Kesehatan Kota Pekalongan. Pekalongan:
untuk mencegah penyebaran penyakit filariasis
Dinas Kesehatan Kota Pekalongan.
yang lebih luas Apabila masyasrakat tidak Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2011. Profil
patuh dalam minum obat maka penularan Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun
filariasis akan lebih mudah. (Depkes RI, 2008). 2008. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi
Dati I Jateng.
SIMPULAN Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan,
Bandung, UGM.
Ada hubungan antara praktek menutup Lasbudi,P. 2006. Studi Komunitas Nyamuk di Desa
Sebubus (Daerah Endemis Filariasis)
ventilasi dengan kawat kasa, tempat
Sumatera Selatan, Jurnal Ekologi Kesehatan,
perindukan nyamuk , kondisi sanitasi
Vol. 5 No.1, April 2006, hlm. 368-375, diakses
lingkungan sekitar, keluar rumah malam hari, Juni 2013,
kebiasaan memakai obat nyamuk oles, (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/a
kebiasaan menggunakan baju panjang dan rticle/view/4147
celana panjang saat keluar rumah malam hari, Merge Koblinsky, dkk. 1997. Kesehatan Wanita:
jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan tentang Sebuah Perspektif Global. Terjemah Adi
filariasis, minum obat filariasis dengan kejadian Utarini. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Filariasis. Tidak ada hubungan antara
Reyke Uloli, 2008, Analisis Faktor-Faktor Risiko
keberadaan kandang ternak di sekitar rumah,
Kejadian Filariasis, Volume 24, No. 1, Maret
dan jenis kelamin responden dengan kejadian 2008, hlm. 44-50, diakses 2 Juni 2013,
Filariasis. (http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.p
hp/BPK/article/viewFile/2158/1120).
DAFTAR PUSTAKA Soeyoko, 2002, Filariasis malayi di wilayah
Puskesmas Cempaka Mulia, Sampit,
Ardias, dkk, 2012, Faktor Lingkungan dan Perilaku Kalimantan Tengah, Volume XIV,No.3, hlm.
Masyarakat yang Berhubungan dengan 143 –148, diakses Juni 2013,
Kejadian Filariasis di Kabupaten Sambas, (http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/a
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol. rticle/view/4146
II, No 2, Oktober 2012, hlm 199-207, diakses Sudigdo Sastroasmoro, 2002, Dasar-Dasar
2 Juni 2013, (http://www.ejournal.undip Metodologi Penelitian Klinis . Jakarta: .
.ac.id/ index.php/jkli/article/view/5032. Binarupa Aksara.
Arry Kurniyanti, 2008, Faktor Risiko Kejadian Yulius Sarungu, dkk. 2012. Faktor Risiko
Filariasis di Kecamatan Juwana Kabupaten Lingkungandan Kebiasaan Penduduk
Pati, Skripsi: Universitas Negeri Semarang. Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di
Astri Maharani, dkk, 2006, Studi Faktor Risiko Distrik Windesi Kabupaten Kepulauan Yapen
Filariasis Di Desa Sambirejo, Kecamatan Tirto Provinsi Papua. Jurnal Kesehatan
Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah, Lingkungan Indonesia. Vol II, No, 1, April
Rinbinkes. BPVRP- Salatiga. 2012, hlm 76-
81, diakses Juni 2013,
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/a
rticle/view/4144).
Yudi Syuhada, dkk, 2012, Studi Kondisi Lingkungan
Rumah dan Perilaku Masyarakat Sebagai
Faktor Risiko Kejadian Filariasis di
Kecamatan Buaran dan Tirto Kabupaten
Pekalongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
Vol. II, No 1, April 2012, hlm. 96-101, diakses
2 Juli 2013,(
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/ar
ticle/view/4147).
Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi
Penularan Pencegahan
dan Pemberantasannya,
Semarang. Gelora Aksara Pratama

Anda mungkin juga menyukai