Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS INTERNA

SDR. YA, USIA 23 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat


Kepaniteraan Klinik Bagian SMF Interna
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Pembimbing :

dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD

Disusun Oleh :

Yara Cantika

1810221028

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN SMF INTERNA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS INTERNA

SDR. YA, USIA 23 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas

Bagian SMF Interna

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Oleh :

Yara Cantika

1810221028

Ambarawa, 2018

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Dokter pembimbing

dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
penyayang, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Sdr, YA, Usia 23 tahun dengan
Demam Tifoid”. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
kepaniteraan klinik bagian SMF Interna.

Penulis mendapatkan banyak bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai


pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. B.Susanto Permadi, Sp.PD selaku pembimbing
dan seluruh teman kepaniteraan klinik SMF Interna atas kerjasamanya selama
penyusunan laporan kasus ini.

Penulis mengharapkan tanggapan, kritik, dan saran. Semoga laporan kasus


ini dapat bermanfaat baik bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang
berkepentingan.

Ambarawa, 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan jumlah


kasus sebanyak 22 juta per tahun di dunia dan menyebabkan 216.000–600.000
kematian (Purba, 2016). Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di
USA dan Eropa dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik
yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang. Secara
keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan
216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus per
100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara,
dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000
populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali
Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000
populasi per tahun) di bagian dunia lainnya (Nelwan, 2012).
Di Indonesia, tifoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak,
karena penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat.
Permasalahannya semakin kompleks dengan meningkatnya kasus-kasus karier
(carrier) atau relaps dan resistensi terhadap obat-obat yang dipakai, sehingga
menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan. Tifoid dapat menurunkan
produktivitas kerja, meningkatkan angka ketidakhadiran anak sekolah, karena masa
penyembuhan dan pemulihannya yang cukup lama, dan dari aspek ekonomi, biaya
yang dikeluarkan tidak sedikit (Purba, 2016).
Berdasarkan penjelasan diatas maka saya membuat laporan kasus tentang
demam tifoid.
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 Identitas Pasien


Nama : Sdr. YA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 23 Tahun
Alamat : Derekan 1/2 Pringapus Kab. Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Tanggal Masuk RS : Sabtu, 24 November 2018
Cara Masuk : Melalui IGD

II.2 Subjektif
II.2.1 Keluhan Utama
Muntah-muntah
II.2.2 Keluhan Penyerta
Mual, kepala nyeri, demam sejak 12 jam SMRS, BAK agak pekat, badan
pegal-pegal, ulu hati terasa penuh, perut kanan atas terasa sakit, dan kadang perih.
II.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan muntah-muntah sejak 1 hari SMRS. Ulu hati pasien
juga terasa penuh dan kadang perih. Muntah terjadi setiap pasien diberi makan.
Ketika makanan masuk ulu hati bertambah nyeri lalu pasien muntah. Mual (+).
Pasien juga mengeluhkan demam, demam terasa naik mulai dari kemarin malam.
BAB (+) normal. BAK (+) pekat, pasien mengaku kurang minum. Kepala pasien
nyeri dan terasa pusing dan setiap berdiri terasa seperti mau terjatuh. Badan pasien
terasa pegal-pegal.
II.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi, DM, dan menderita penyakit yang sama disangkal.
II.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dan riwayat penyakit dan
keganasan lainnya disangkal.
II.2.6 Sosial Ekonomi
1. Pekerjaan : Swasta
2. Pendidikan : SMU
3. Gaya Hidup : Merokok (+)
4. Cara Bayar : Umum - Dahlia Klas II

II.3 Objektif
II.3.1 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5
3. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 118/60 mmHg
b. Heart Rate : 133 x/menit
c. Respiratory Rate : 18 x/menit
d. Temperature : 39,4°C
e. SPO2 : 98%
4. Status Generalis :
a. Kepala : Mesocephal, Nyeri Kepala (+)
b. Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
c. Hidung : Nasal Discharge (-/-), Nafas Cuping Hidung (-/-)
d. Mulut : Bibir Pucat (-), Bibir Sianosis (-)
e. Telinga : Discharge (-/-)
f. Leher : Pembersaran KGB (-)
g. Thoraks :
 Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)
 Perkusi
o Pulmo : seluruh lapang pulmo sonor
o Cor : batas cor dan pulmo
i. kiri atas SIC II linea parasternal sinistra
ii. kanan atas SIC II linea parasternal dextra
iii. kiri bawah SIC IV linea parasternal sinistra
iv. kanan bawah SIC V linea midclavicula sinistra
 Palpasi : vocal fremitus simetris, thrill ictus cordis (-)
 Auskultasi
o Pulmo : suara dasar vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/-
o Cor : suara I dan II reguler, murmur (-) gallop (-)
h. Abdomen :
 Inspeksi : Datar, Darm Contour, (-) Darm Steifung (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
 Palpasi : Supel, Nyeri Tekan (+) Epigastrium dan
hipokondrium dextra
 Perkusi : Timpani (+), Pekak Hepar (+)
i. Genitalia : dalam batas normal
j. Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Anemis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Capillary refill <1 detik <1 detik
II.3.2 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin dan IgM Salmonella
LABORATORIUM DARAH
25 November 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 13,6 g/dl 13,2-17,5
Leukosit 4.400 sel/uL 3.600-11.000
Trombosit 151.000 sel/uL 150.000-440.000
Eritrosit 5,29 juta sel/uL 4,4 juta – 5,0 juta
Hematokrit 42,3 % 35-47
Indeks Eritrosit
MCH 25,6 (L) Pg 26-34
MCV 79,8 (L) fL 80-100
MCHC 32,1 g/dL 32-36
Hitung Jenis
Limfosit 0,82 (L) 103 1,0-4,5
Monosit 0,35 103 0,2-1,0
Neutrofil 3,21 103 1,8-7,5
3
Eosinofil 0,02 (L) 10 0,04-0,8
Basofil 0,01 103 0-0,2
Kimia Klinik
SGPT 59 (H) mg/dl 0-50
Serologi
Anti Salmonella IgM 7 ≤ 2 : Negatif
3 : Boderline
4-5 : Positif Lemah
≥ 6 Positif Kuat
2. Urin Rutin
LABORATORIUM URIN
25 November 2018
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Urin Lengkap
Warna Kuning
Kekeruhan Jernih
Protein Urin Negatif g/L Negatif
Glukosa Urin Negatif mmol/L Negatif
pH 6,0 5-9
Billirubin Urin Negatif Umol/L Negatif
Urobilinogen 1+2 Umol/L Negatif
Berat Jenis Urin 1.020 1.000-1.030
Keton Urin Negatif mmol/L Negatif
Leukosit Negatif Sel/mL Negatif
Eritrosit Negatif Sel/mL Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Sedimen
 Eritrosit 48,0 uL <6,4
 Lekosit 10,2 uL <5,8
 Epitel 22,8 uL <3,5
 Silinder 0,48 uL <0,47
 Bakteri 22,8 uL <23
 Kristal 0,48 Negatif
 Yeast 0,0 Negatif
 Epitel Tubulus 17,3 Negatif
II.4 Diagnosis Kerja
Tifoid Fever
II.5 Plan
1. Inf. RL 20 tpm
2. Inj Ondansentron 3x1
3. Inj. Ranitidin 2x1
4. Inj. Ceftriaxone 1A/12jam
5. Paracetamol 3x1
6. Diet Lambung I
II.6 Catatan Perkembangan Pasien
Sabtu, 24 November 2018 Pukul 21.00
Subjektif Objektif Assesment Plan
 Pasien Merasa KU/Kes: sakit sedang/CM Obs. Febris H2  Inf. RL 40 tpm  20 tpm
Gelisah Tanda Vital  Inj. Ranitidin 2x1
 Mual dan Muntah TD: 110/90 mmHg HR: 109x/menit reguler  Inj Ondansentron 3x1
 Demam RR: 21x/menit S: 39,5oC  PO. Paracetamol 3x5 mg
 Nyeri perut atas Status Generalis  Inf. Paracetamol 500 mg (Extra)
 Pusing Abdomen: Datar, BU (+) normal, Nyeri tekan (+) di  DL I
 BAB (+) Normal epigastrium dan hipokondrium dextra, Timpani (+)
 BAK (+) Normal
Minggu, 25 November 2018 Pukul 06.00
Subjektif Objektif Assesment Plan
 Mual dan Muntah KU/Kes: sakit sedang/CM Obs. Febris H3  Inf. RL 20 tpm
 Demam turun Tanda Vital  Inj. Ranitidin 2x1
 Nyeri perut atas TD: 90/70 mmHg HR: 100x/menit reguler  Inj Ondansentron 3x1
 Pusing RR: 22x/menit S: 36oC  PO. Paracetamol 3x5 mg
 BAB (+) Normal Status Generalis  Cek DR/UR/IgM Salmonella
 BAK (+) Normal Abdomen: Datar, BU (+) normal, Nyeri tekan (+) di  DL I
epigastrium dan hipokondrium dextra, Timpani (+)
Minggu, 25 November 2018 Pukul 16.00
Subjektif Objektif Assesment Plan
 BAB Cair 3x KU/Kes: sakit sedang/CM Obs. Febris H3 + Diare  Inf. RL 20 tpm
 Mual dan Muntah Tanda Vital  Inj. Ranitidin 2x1
 Demam naik TD: 80/60 mmHg HR: 89x/menit reguler  Inj Ondansentron 3x1
 Nyeri perut atas RR: 22x/menit S: 38,3oC  PO. Paracetamol 3x5 mg
 Pusing Status Generalis  PO Diaform 3x2tab jika diare
 BAK (+) Normal Abdomen: Datar, BU (+) normal, Nyeri tekan (+) di  DL I
epigastrium dan hipokondrium dextra, Timpani (+)
Senin, 26 November 2018 Pukul 05.30
Subjektif Objektif Assesment Plan
 Mual (+) KU/Kes: sakit sedang/CM Demam Tifoid H4  Inf. RL 20 tpm
 Muntah (-) Tanda Vital  Inj. Ranitidin 2x1
 Demam naik TD: 110/80 mmHg HR: 80x/menit reguler  Inj Ondansentron 3x1
 Nyeri perut atas RR: 20x/menit S: 39oC  PO. Paracetamol 3x5 mg
 Pusing Status Generalis  PO Diaform 3x2tab jika diare  stop
 BAB (+) Normal Abdomen: Datar, BU (+) normal, Nyeri tekan (+) di  Inj. Ceftriaxone 1A/12jam
epigastrium dan hipokondrium dextra, Timpani (+)
 BAK (+) Normal  DL I  DL II
Pemeriksaan Anti Salmonella IgM : 7 Positif Kuat

 Selasa, 27 November 2018 Pukul 06.00


Subjektif Objektif Assesment Plan
 Mual (+) KU/Kes: sakit sedang/CM Demam Tifoid H5  Inf. RL 20 tpm
 Muntah (-) Tanda Vital  Inj. Ranitidin 2x1  inj. Omeprazole
 Demam naik TD: 100/70 mmHg HR: 87x/menit reguler 1A/12Jam
 Nyeri perut atas RR: 20x/menit S: 38,6oC  Inj Ondansentron 3x1
 Pusing Status Generalis  PO. Paracetamol 3x5 mg
 BAB (+) Normal Abdomen: Datar, BU (+) normal, Nyeri tekan (+) di  PO. CPZ 3x50mg
 BAK (+) Normal epigastrium dan hipokondrium dextra, Timpani (+)  Inj. Ceftriaxone 1A/12jam
 DL II
 Rabu, 28 November 2018 Pukul 06.00
Subjektif Objektif Assesment Plan
 Mual (+) KU/Kes: sakit sedang/CM Demam Tifoid H6  Inf. RL 20 tpm
 Muntah (-) Tanda Vital  Inj. Omeprazole 1A/12Jam
 Demam turun TD: 110/90 mmHg HR: 56x/menit reguler  Inj Ondansentron 3x1
 Nyeri perut atas (-) RR: 20x/menit S: 36,6oC  PO. Paracetamol 3x5 mg
 Pusing (-) Status Generalis  PO. CPZ 3x50mg
 BAB (+) Normal Abdomen: Datar, BU (+) normal, Nyeri tekan (-),  Inj. Ceftriaxone 1A/12jam
Timpani (+)
 BAK (+) Normal  DL II
 Tidak ada keluhan BLPL

Kamis, 29 November 2018 Pukul 06.00


Subjektif Objektif Assesment Plan
 Mual (+) KU/Kes: sakit sedang/CM Demam Tifoid H7  Inf. RL 20 tpm
 Muntah (-) Tanda Vital  Inj. Omeprazole 1A/12Jam
 Demam (-) TD: 110/80 mmHg HR: 51x/menit reguler  Inj Ondansentron 3x1
 Nyeri perut atas (-) RR: 20x/menit S: 36,6oC  PO. Paracetamol 3x5 mg
 Pusing (-) Status Generalis  PO. CPZ 3x50mg
 BAB (+) Normal Abdomen: Datar, BU (+) normal, Nyeri tekan (-),  Inj. Ceftriaxone 1A/12jam
 BAK (+) Normal Timpani (+)  DL II  DL III
 BLPL
Obat Pulang
 PO. Sharox 2x1
 PO. Lanzoprazole 2x1
 PO. Mobafer 2x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Anatomi Sistem Digestif
Terdapat dua grup organ yang menyusun sistem digestif yaitu saluran
gastrointestinal suatu tuba mulai dari mulut hingga ke anus melewati rongga thoraks
dan rongga perut. Organ-organnya terdiri dari mulut, faring, esofagus, lambung,
usus halus, dan usus besar. Panjang dari saluran gastrointestinal sekita 5-7 meter
pada orang yang hidup ketika otot dinding saluran digestif dalam keadaan tonus
(atau berkontraksi terus-menerus). Lebih panjang pada kadaver (sekitar 7-9 meter)
karena hilangnya tonus otot setelah kematian. Selanjutnya organ-organ digestif
aksesori termasuk gigi, lidah, kelenjar ludah, hati, kandung empedu, dan pankreas.
Gigi melakukan penghancuran makanan secara fisik dan lidah membantu dalam
mengunyah dan menelan. Organ-organ aksesorius lainnya tidak pernah bersentuhan
secara langsung dengan makanan. Mereka membuat atau menyimpan sekresi yang
akan mengalir melalui saluran ke kanal digestif, sekret ini membantu penghancuran
kimiawi dari makanan (Tortora et al., 2014).
III.2 Fisiologi Sistem Digestif
Saluran digestif yang berisi makanan dari waktu masih dimakan hingga
diceran dan diserap atau dibuang. Kontraksi otot dari dinding saluran
gastrointestinal secara mekanik menghancurkan makanan dengan cara mengaduk
dan mendorong makanan melalui saluran. Dari esoofagus hingga ke anus.
Kontraksi juga membantu melarutkan makanan dengan cara mencampur dengan
cairan yang disekresikan ke saluran. Enzim yang disekresiskan dari organ-organ
aksesorius digestif dan sel-sel sepanjang saluran akan menghancurkan makanan
secara kimiawi. Secara keselurahan saluran digestif melakukan 6 proses dasar
(Tortora et al., 2014).

1. Ingesti
Proses ini melibatkan mengambil makanan dan cairan ke dalam mulut.
2. Sekresi
Tiap hari, sel-sel sepanjang saluran digestif dan kelenjar organ aksesori
digestif mensekresikan sekitar 7 liter dari air, asam, buffer, dan enzym ke
dalam lumen saluran digestif.
3. Mengaduk dan Mendorong
Kontraksi dan relaksasi bergantian dari otot polos pada saluran digestif
mengaduk makanan dan sekresi maju ke arah anus. Kemampuan dari
saluran digestif untuk mencampur dan mendorong material ini disebut
motilitas.
4. Digesti
Proses mekanik dan kimiawi untuk menghancurkan makanan ke molekul
kecil. Pada pencernaan mekanis gigi memotong dan menggiling makanan
sebelum ditelan, dan otot polos dari lambung dan usus halus akan mengaduk
makanan untuk membantu lebih lanjut proses. Sebagai hasil, molekul
makanan menjadi larut dan secara keseluruhan tercampur dengan enzim
digestif. Pada pencernaan kimiawi karbohidrat, lipid, protein, asam nukleat
pada makanan dibagi menjadi molekul yang lebih kecil melalui hidrolisis.
Enzim digestif diproduksi oleh kelenjar ludah, lidah, lambung, pankreas,
dan usus halus yang dikatalisasi dengan reaksi katabolik. Beberapa
substansi pada makanan dapat diserap tanpa digesti kimiawi. Ini termasuk
vitamin, ion-ion, kolesterol, dan air.
5. Absorpsi
Masuknya bahan makanan yang dicerna dan cairan yang disekresi, ion-ion,
dan produk dari pencernaan ke dalam sel-sel epitelial dalam lumen saluran
cerna disebut absorpsi. Substansi yang diserap masuk ke darah atau limfa
dan bersikulasi ke sel-sel tubuh.
6. Defekasi
Hasil akhir, dan substansi yang sudah dicerna, bakteria, sel-sel yang
terkelupas dari saluran cerna, dan materi yang dicerna namun tidak di
absorpsi melalui saluran digestif meninggalkan tubuh melalui anus dalam
proses yang disebut defekasi. Material yang dibuang disebut feses.

III.3 Demam Tifoid


III.3.1 Definisi
Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
enterik serotipe typhi atau paratyphi. Tifoid karier adalah seseorang yang
kotorannya (feses atau urin) mengandung S.typhi setelah satu tahun pascademam
typhoid tanpa gejala klinis (Tanto et al., 2014).
III.3.2 Epidemiologi
Demam tifoid merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan jum;ah
kasus sebanyak 22 juta per tahun di dunia dan menyebabkan 216.000-600.000
kematian. Pada tahun 2008, angka kesakitan tifoid di Indonesia sebesar 91,7 per
100.000 penduduk dengan sebaran menurut kelompok umur 0,0/100.000 penduduk
(0-1 tahun), 148,7/100.000 penduduk (2-4 tahun), 180,3/100.000 (5-15 tahun), dan
51,2/100.000 (16 tahun). Angka ini memperlihatkan penderita terbanyak pada
kelompok usia 2-15 tahun. Terdapat peningkatan jumlah kasus tiap tahunnya
dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan kematian sekitar 0,6-5%
(Purba et al., 2016). Prevalensi tifoid klinis banyak ditemukan pada kelompok usia
sekolah (5-14 tahun) sebesar 1,6% dan relatif lebih tinggi di wilayah perkotaan
dibanding perdesaan. Tifoid juga cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan
pendidikan menengah (Tamat SMP) (Riskesdas, 2007).
III.3.3 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
bioserotipe A, B, atau C. kedua spesies ini berbentuk batang, berflagel peritrik,
aerobik, dan Gram negatif.

Salmonella memiliki 3 antigen utama yaitu H atau antigen flagel, O atau


antigen somatik, dan Vi antigen kapsular. Antigen H memiliki dua bentuk yaitu fase
1 dan fase 2. Terdapat lebih dari 1800 serotipe yang diketahui dalam klasifikasi
terkini yang dipertimbangkan menjadi spesies-spesies terpisah. Organisme ini
cenderung untuk berubah dari satu fase ke fase lainnya. Antigen O terdapat pada
permukaan dari membran terluar dan ditentukan oleh urutan spesifik gula pada
permukaan sel. Vi antigen adalah antigen terluar yang menutupi antigen O. antigen
ini terdapat pada beberapa serotipe, yang terpenting terdapat pada Salmonella typhi,
dan juga terdapat pada Salmonella paratyphi C dan Salmonella Dublin (Bio-Rad).
III.3.4 Patogenesis dan Patofisiologi
S. typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan (telur dan ayam) dan air
yang tercemar. Sebagian kuman dihancurkan asam lambung dan sebagian masuk
ke usus halus, mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang
hipertrofi. S. typhi memiliki fimbria khusus yag dapat menempel ke lapisan epitel
plak peyeri sehingga bakteri dapat difagositosis.setelah menempel bakteri
mengekspresikan protein yang membuat endositosis sehingga terbentuk vakuola
yang akan melapisi bakteri. Bakteri dalam vesikel ini akan menyebrang melewati
sitoplasma sel usus dan dipresentasikan ke makrofag (Tanto et al., 2014).

Makrofag akan membawa bakteri ke kelenjar getah bening mesentrika


kemudian akan masuk ke aliran darah melalui duktus torasikus sehingga terjadi
bakteremia primer yang asimtomatik. Bakteri ini akan bersarang di limpa dan hati.
Dimana kuman akan berkembang biak dan masuk ke sirkulasi darah lagi sehingga
terjadi bakteremia sekunder dengan gejala sistemik. S.typhi akan mengeluarikan
endotoksin yang akan merangsang pelepasan zat pirogen dan leukosit jaringan
sehingga timbul demam dan gejala sistemik lainnya (Tanto et al., 2014).
III.3.5 Manifestasi Klinis
1. Minggu Pertama
Muncul tanda infeksi akut seperti demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak
nyaman pada perut, demam yang terjadi berpola seperti anak tangga dengan
suhu yang meningkat dari hari ke hari, lebih rendah pada pagi hari dan tinggi
pada sore hari (Tanto et al., 2014).

2. Minggu Kedua
Gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardi relatifm lidah
tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung berwarna merah, disertai tremor),
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran, dan yang
lebih jarang roseolae (jarang pada orang indonesia) (Tanto et al., 2014).
III.3.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Keterangan Sensitivitas Spesifisitas
Pemeriksaan Darah Leukosit, Anemia,
Perifer Trombositopenia, LED,
SGOT dan SGPT
Widal Pembentukan aglutinin
O > 1:320 mulai pada akhir minggu
H > 1:640 pertama. Diawali oleh O
diikuti H. O menetap 4-6
bulan dan H menetap 9-
12 bulan.
TUBEX Positif menunjukan Sensitivitas 75-80%
infeksi Salmonella Spesifisitas 75-90%
serogroup D dan tidak
spesifik pada S.typhi.
Infeksi S.paratyphi
negatif.
Typhidot Deteksi IgM dan IgG Sensitivitas 98%
pada S.typhi. hasil positif Spesifisitas 76,6%
diperoleh 2-3 hari
setelah infeksi.
IgM dipstick Deteksi khusus IgM Sensitivitas 65-77%
spesifik S.typhi. Spesifisitas 95-100%
dilakukan 1 minggu
setelah muncul gejala.
Kultur darah Hasil positif memastikan
diagnosis. Hasil negatif
tidak menyingkirkan

Skor penilaian Tubex <2 negatif, 3 boderline (tidak dapat disimpulkan), 4-5 Positif
(infeksi aktif), >6 positif (indikasi kuat infeksi).
III.3.7 Penatalaksanaan
1. Istirahat dan perawatan untuk mencegah komplikasi
2. Diet lunak dan terapi suportif (antipiretik, antiemetik, cairan yang adekuat)
3. Antibiotik dengan pilihan antara lain :
Antibiotik Golongan Mekanisme Kerja Dosis
Kloramfenikol Kloramfenikol Hambat sintesis protein 4x500mg/hari
Tiamfenikol Gram (+) dan (-) aerob 4x500mg
anaerob.
Kotrimoksazol Sulfonamid dan Hambat enzim 2x960 mg (2mgg)
trimetoprim metabolisme Folat Gram
(-) aerob. Salmonella
Ampisilin dan Penisilin Hambat sintesis dan rusak 50-150mg/KgBB
Amoksisilin dinding sel. Gram (+) dan (2mgg)
(-)
Seftriakson Sefalosporin Hambat sintesis dan rusak 3-4 gram dalam
Generasi III dinding sel. Gram (+) dan dekstrosa 100cc selama
(-) setengah jam perinfus
sekali sehari (3-5 hari)
Norfloksasin Fluorokuinolon Mempengaruhi Sintesis 2x400mg/hari (14hari)
Siprofloksasin atau Metabolisme Asam 2x500mg/hari (6 hari)
Ofloksasin Nukleat. Salmonella. 2x400mg/hari (7 hari)
Sumber : Menkes, 2011 ; Tanto et al., 2014
Kombinasi antibiotik diberikan pada tifoid toksik, peritonitis atau perforasi,
syok septik. Pada kehamilan : ampisilin, amoksisilin, seftriakson.
III.3.8 Komplikasi
1. Intestinal : Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik
2. Kardiovaskular : syok, miokarditis, trombosit, tromboflebitis
3. Darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi
intavaskulardiseminata, sindrom uremia hemolitik.
4. Paru : pneumonia, empiema, pleuritis
5. Hepar : Hepatitis, Kolelitiasis
6. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
7. Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis
8. Neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
sindrom Guillain-Barre, psikosis, sindrom katatonia
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosis sebagai demam tifoid. Demam tifoid disebabkan
oleh bakteri Salmonella. Setelah bakteri masuk melalui saluran cerna terjadilah
bakteremia primer yang akan membuat bakteri sampai ke hepar dan lien. Hal ini
mungkin dapat membuat komplikasi hepatitis typhosa. Maka dari itu dapat terjadi
peningkatan kadar SGPT dan kadar urobilinogen urin. Namun, kurangnya gejala
pada pasien dan hasil laboratorium lain yang menunjang, maka diagnosis hepatitis
typhosa tidak dapat tegak. Pada pasien ini, terapi awal yang dilakukan untuk
melegakan gejala simtomatik pasien. Setelah diagnosis kerja tegak dan ditunjang
pemeriksaan anti Salmonella IgM pemberian antibiotik dilakukan. Setelah
dilakukan perawatan selama 6 hari di rumah sakit keadaan pasien membaik dan
diijinkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA

Bio-Rad, Bacterial Serotyping Guide for Salmonella, Bio-Rad Laboratories, Inc.


Menkes, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nelwan RHH, 2012, ‘Tata Laksana Terkini Demam Tifoid’, CDK, 39(4), pp.247-
250
Purba, IE, et al., 2016, ‘Program Pengendalian Demam Tifoid di Indonesia :
tantangan dan peluang’, Media Litbangkes, 26(2), pp.99-108
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2007, Badan Litbangkes, Jakarta : Depkes RI
Tanto, C, et al., 2014, Kapita Selekta Kedokteran, Ed. Ke-4, Jakarta : Media
Aesculapius
Tortora, GJ dan Derrickson, B 2014, Principles of anatomy & physiology, 14th ed,
Wiley, USA

Anda mungkin juga menyukai