Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai
dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya
disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat
terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam
menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru (Sudarti dan fauzizah,
2013).
Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus
penyakit infeksi akut atau kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, cacat bawaan atau trauma. Asfiksia dalam persalinan
dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri, tekanan kepala anak yang
terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat
pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus),
prolapses (Kristiyanasari.W, 2013).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang
mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan (Nurarif &
Hardhi, 2016).

B. Etiologi
Menurut Nurarif & Hardhi (2016), asfiksia dapat terjadi karena beberapa factor
1. Faktor ibu
Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai
pada gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi,
perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama
atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV), kehamilan postmatur (setelah usia kehamilan 42 minggu),
penyakit ibu.
2. Faktor plasenta
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi
sehingga dapat menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan
tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
3. Faktor fetus
Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang, tali
pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, persalinan ganda.
4. Faktor lama persalinan
Persalinan lama, VE, kelainan letak, operasi Caesar.
5. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan
oleh pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada
ibu yang secara langsung dapat menimbulkan depresi pada pusat
pernapasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa didahului dengan tanda
gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distoria
bahu), kelainan kongenital, air ketuban bercampur mekonium.

C. Klasifikasi Asfiksia

Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :

Tanda Skor
0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada <100 x/m >100 x/m
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tak Menangis kuat
teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas biru Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuart/melawan
Warna kulit Biru/ pucat Tubuh Seluruh tubuh
kemerahan, kemerahan
ekstremitas biru
1. Virgorous baby (Asfiksia ringan) Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi
dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang) APGAR score 4-6
3. Severe asphyksia (asfiksia berat) APGAR score 0-3

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Sukarni &
Sudarti (2013) antara lain:
1. Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat, pernapasan
cuping hidung.
2. Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
3. Tangisan lemah atau merintih
4. Warna kulit pucat atau biru
5. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100 kali per
menit.

Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti dan
Fauziah 2012) antara lain:

1. Pernapasan cuping hidung


2. Pernapasan cepat
3. Nadi cepat
4. Sianosis
5. Nilai APGAR kurang dari 6

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah:
1. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
3. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada,
perut dan punggung.
b. bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth
to mouth
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan
cara : membungkus bayi dengan kain hangat, badan bayi harus dalam
keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan
minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi,
4. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya: bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat,
pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan
pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda
pengenal bayi.

F. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian bayi risiko tinggi : Asfiksia menurut Wong (2008) meliputi :
1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum.
2. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah
sesak napas.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan
apakah spontan, prematur, aterm, letak bayi dan posisi bayi
4. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia
membatasi intake oral karena organ tubuh terutama lambung belum
sempurna, selain itu bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi
pneumoni. Pola eliminasi : umumnya bayi mengalami gangguan BAB
karena organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna. Kerbersihan
diri : perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan terutama saat
BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi sesak
napas.
5. Pemeriksaan fisik :
a. Pengkajian umum : ukur panjang dan lingkar kepala secara
periodik, adanya tanda distres :warna buruk, mulut terbuka, kepala
teranggukangguk, meringis, alis berkerut.
b. Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung),
kesimetrisan, adanya insisi, selang dada, penggunaan otot
aksesoris : pernapasan cuping hidung, atau substernal, interkostal,
atau retraksi subklavikular, frekuensi dan keteraturan pernapasan,
auskultasi dan gambarkan bunyi napas : stridor, krekels, mengi,
bunyi menurun basah, mengorok, keseimbangan bunyi napas
6. Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan adalah
:
a. Darah rutin
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal
biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2
dalam darah sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal
4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi terjadinya infeski. Trombosit pada bayi
preterm dengan post asfiksia cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
b. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD): Nilai analisa gas darah pada
bayi post asfiksia terdiri dari : Ph, Kadar pH cenderung turun
terjadi asidosis metabolic, PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea, kadar PO2 pada bayi post asfiksia
cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
c. Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :Natrium
(normal 134150 mEq/L) . Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L).
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Photo thorax: Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran
normal.
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturisas paru
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke alveoli, alveoli edema.
3. Hipotermia
4. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi yang kurang
5. Resiko sindrom kematian bayi mendadak
6. Risiko cedera
(Nurarif & Hardhi, 2016).

3. Perencanaan keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


NOC NIC
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi status pernafasan
pola nafas keperawatan 3 x 24 jam pasien, catat frekuensi dan
ketidakefektifan pola nafas kedalaman pernafasan.
teratasi dengan kriteria 2. Kaji tingkat kesadaranan
hasil: kondisi pasien.
1. Pasien akan mencapai 3. Catat perubahan pada SaO2,
pola nafas yang efektif CO2, dan GDA
dan normal 4. Lakukan suction sesuai
2. Tidak mengalami dengan kebutuhan untuk
sianosis dan tanda membersihkan sekret
gejala lain hipoksia 5. Pertahankan oksigen aliran
dengan gas darah arteri rendah dengan nasal kanul,
dalam rentang normal masker atau sungkup.
3. Menunjukkan perilaku 6. Tinggikan kepala pasien
koping yang tepat dan atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan
pernafasan.
7. Hindari pemberian makan
berlebihan.

Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji suara paru, frekuesi


pertukaran gas keperawatan selama 3x24 nafas, kedalaman, dan usaha
jam masalah gangguan nafas dan produksi sputum
pertukaran gas teratasi 2. Pantau saturasi O2 dengan
dengan kriteria hasil: oksimeter nadi
1. PaO2, PaCO2, Ph 3. Pantau hasil gas darah
arteri dan saturasi O2 4. Berikan oksigen jika perlu
dalam batas normal 5. Berikan bronkodilator jika
2. Mempunyai fungsi perlu
paru dalam batas 6. Lakukan hygiene oral
normal secara teratur
3. Memiliki ekspansi 7. Atur posisi untuk
paru simetris mengurangi dyspnea
4. Tidak menggunakan 8. Kolaboratif : berika obat
pernafsan bibir yang diresepkan untuk
mencucu mepertahankan
5. Tidak mengalami keseimbangan asam basa
ortopnea 9. Lakukan fisioterapi dada
6. Tidak menggunakan jika perlu
otot bantu nafas
Hipotermia Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau tanda-tanda vital
keperawatan selama 3x24 2. Kaji gejal hipotermia
jam masalah hipotermia (perubahan warna kulit,
teratasi dengan kriteria
menggigil, kelelahan,
hasil:
1. Suhu tubuh dalam kelemahan, apatis)
batas normal (36,6- 3. Pasang alat pemantau suhu
37,5℃) kontinu
2. Bayi akan 4. Untuk hipotermia berat,
menggunakan sikap bantu dengan teknik
menahan panas menghangatkan suhu inti
tubuhnya
tubuh (hemodialysis,
3. Memiliki glukosa
darah dalam btas dialysis peritoneal, dan
normal irigasi kolon)
4. Bayi tidak menggigil 5. Berikan pakaian hangat,
kering, selimut peghangat,
alat-alat pemanas mekanis,
suhu ruangan yang
disesuaikan
6. Jangan berikan obat
intramuscular (IM) atau
subkutan untuk pasien
hipotermik
(Wilkonson,.J.,2016)

DAFTAR PUSTAKA

Kristiyanasari.W. (2013). Neonatus dan asuhan keperawatan anak. Yogyakarta:


Nuha medika
Nurarif, A.H. & Hardhi, K. (2016). Asuhan k eperawatan praktis : berdasarkan
penerapan diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam berbagai kasus. Jogjakarta :
Mediaction.
Sudarti & Fauziah. (2012). Kelainan dan penyakit pada bayi dan anak.
Yogyakarta: Nuha medika
Sukarni & Sudarti (2013). Patologi kehamilan, persalinan, nifas dan neonates
risiko tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika
Surasmi. (2013). Perawatan bayi risiko tinggi. Jakrta:EGC.
Wilkinson, J.M. (2016). Diagnosis keperawatan : diagnosis NANDA-1, intervensi
NIC, Hasil NOC, Ed. 10. Jakarta: EGC
Wong, D.L. (2008). Buku ajar keperawatan pediatric volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai