Anda di halaman 1dari 46

Ingenida Hadning

 Adalah sediaan cair yang mengandung partikel


padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair
(Farmakope Indonesia Edisi 4, 1994)

 Beberapa suspensi dapat langsung digunakan,


sedangkan yang lain berupa campuran padat yang
harus direkonstitusi terlebih dahulu dengan
pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
 Suspensi oral → ditujukan untuk penggunaan oral
 Suspensi topikal (lotio) → ditujukan untuk
penggunaan pada kulit
 Suspensi tetes telinga → ditujukan untuk
diteteskan pada telinga bagian luar
 Suspensi optalmik (steril) → ditujukan untuk
penggunaan pada mata
 Suspensi untuk injeksi (steril) → sediaan berupa
suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan
tidak disuntikan secara intravena atau ke dalam
saluran spinal
 Dapat meningkatkan stabilitas kimia obat
tertentu.
Ex : Procain penisilin G
 Lebih cepat berefek dari pada sediaan padat
seperti tablet, kapsul
 Jangka waktu dan onset kerja dapat dikendalikan.
Ex : Protamine Zinc-Insulin suspensi
 Suspensi dapat menyembunyikan rasa tidak enak
obat
Ex : Kloramfenikol
 Stabilitassedimentasi, fisik dan pemadatan
dapat menyebabkan masalah
 Perawatan yang harus dilakukan cukup besar
selama penanganan dan transportasi
 Keseragaman dosis sukar dicapai kecuali
suspensi yang dikemas dalam unit sediaan
 Acasia : 5 – 15 %
 Tragacanth : 0.5 – 1 %
 Na Alginat : 1 – 2 %
 Methylcellulose 1500 – 4000 cps (2% dalam
air, 20°C)
 Carboxy methyl cellulose : 1 – 2 %
 Bentonit : 2 %
 Veegum : 1,5 – 2 %
 Kombinasi : metil paraben 0,12 % : propil
paraben 0,05 %
 Asam benzoat 0.1 %
 Natrium benzoat 0.1 %
 Metode dispersi :
zat atau obat ditambahkan ke dalam
musilago yang sudah terbentuk lalu
diencerkan.
 Metode presipitasi :
zat atau obat di larutkan dalam pelarut
organik kemudian ditambahkan larutan
pensuspensi dalam air lalu terbentuk
endapan halus tersuspensi.
Pelarut organik : etanol, propilen glikol, PEG
(poli etilen glukol).
 Sistem flokulasi
Partikel flokuasi terikat lemah, cepat
mengendap dan pada penyimpanan tidak
terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
 Sistem deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan,
membentuk sedimen, terjadi agregasi dan
akhirnya terbentuk cake yang keras dan
sukar tersuspensi kembali.
 Partikel merupakan agregat yang bebas.
 Sedimentasi terjadi cepat.
 Sedimen terbentuk cepat.
 Sedimen tidak membentuk cake yang keras
dan mudah terdispersi kembali seperti
semula.
 Wujud suspensi kurang bagus sebab
sedimentasi terjadi cepat dan di atasnya
terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.
 Partikel suspensi dalam keadaan terpisah
satu dengan yang lain.
 Sedimentasi yang terjadi lambat, masing
masing partikel mengendap terpisah dan
partikel berada dalam ukuran paling kecil.
 Sedimen terbentuk lambat.
 Akhirnya sedimen membentuk cake yang
keras dan sukar terdispersi kembali.
 Wujud suspensi bagus karena zat mengendap
dalam waktu yang relatif lama. Terlihat
bahwa ada endapan dan cairan atas
berkabut.
 Volume sedimentasi
Perbandingan antara volume sedimentasi
akhir (Vu) terhadap volume mula mula (Vo)
sebelum mengendap.
 Derajat flokulasi
Perbandingan antara volume sedimentasi
akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap
volume sedimentasi akhir suspensi
deflokulasi (Voc).
 Metode reologi
 Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara freeze-thaw cycling.
 Ukuran partikel
 Kekentalan
 Jumlah partikel (konsentrasi)
 Sifat atau muatan partikel
V = kecepatan sedimentasi (cm/ detik)
d = garis tengah partikel (cm)
g = konstanta gravitasi (980,7 cm/setik2)
p1 = kerapatan partikel (g/ml)
p2 = kerapatan cairan (g/ml)
n = viskositas medium (poise)
 mengendap secara lambat, terdispersi
kembali bila di kocok
 suspensoid tetap konstan pada penyimpanan
 harus dapat dituang dengan cepat dan
homogen
 Acasia  pengendapan
Jika di campur dengan : logam berat, tanin,
natrium borat, asam kuat, alkohol > 35%
 Tragacanth  alkohol > 35%
 Sodium alginat  logam berat dan asam
 Methylcellulose  ion polivalen, tanin,
alkohol > 70%
 Bentonit dan Veegum  basa dan asam kuat
 gelatinisasi
 Adalahsistem dua fase, yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil (Farmakope
Indonesia edisi IV, 1994)

 Sediaan yang mengandung bahan obat cair


atau cairan obat terdispersi dalam cairan
pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok.
 Fase internal / fase disperse / fase discontinue /
fase terdispersi / fase dalam → zat cair yang
terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat
cair lain.
 Fase eksternal / fase continue / fase pendispersi /
fase luar → zat cair dalam emulsi yang berfungsi
sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi
tersebut.
 Emulgator → zat yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik,
misalnya colouris, preservatif (pengawet),
antioksidant.

 Preservatif → metil dan propil paraben, asam


benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol,
benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dll.

 Antioksidan → asam askorbat, L.tocoperol, asam


sitrat, propil gallat dan asam gallat.
 OW / Oil in Water (minyak dalam air) → emulsi
yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke
dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air
fase eksternal.
 WO / Water in Oil (air dalam minyak) → emulsi
yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke
dalam minyak. Air sebagai fase internal sedangkan
fase minyak sebagai fase eksternal.
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / peroral →
umumnya emulsi tipe O/W.
2. Dipergunakan sebagai obat luar → bisa tipe
O/W maupun W/O → tergantung banyak
faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi
yang dikehendaki.
 Adanya penambahan emulgator dapat
menstabilkan suatu emulsi karena emulgator
menurunkan tegangan permukaan secara
bertahap.
 Semakin rendah energi bebas pembentukan
emulsi maka emulsi akan semakin mudah
terbentuk. Tegangan permukaan menurun karena
terjadi adsorpsi oleh emulgator pada permukaan
cairan dengan bagian ujung yang polar berada di
air dan ujung hidrokarbon pada minyak.
• Daya kerja emulgator disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat baik dalam minyak
maupun dalam air. Emulgator membungkus butir-
butir cairan terdispersi dengan suatu lapisan tipis,
sehingga butir-butir tersebut tidak dapat
bergabung membentuk fase kontinyu.
• Zat pengemulsi atau emulgator juga dikenal
sebagai koloid pelindung, yang dapat mencegah
terjadinya proses pemecahan emulsi.
 Emulgator alam
a. Tumbuh-tumbuhan
antara lain : akasia (gom), tragakan, agar-
agar, khondrus, pectin
b. Protein hewani
antara lain : kuning telur, gelatin
c. Tanah dan mineral
antara lain : Veegum / Magnesium Aluminium
Silikat
 Sabun  tujuan pemakaian luar (sabun
kalium, sabun kalsium)
 Tween 20, 40, 60, 80.
 Span 20, 40, 60, 80.
Dapat dikelompokkan :
 Anionic : sabun alkali Na-lauril sulfat
 Kationik : senyawa ammonium kuartener
 Nonionic : tween, span
 Amfoter : protein
 Teori Tegangan Permukaan
 Oriented-wedge Theory (teori orientasi
bentuk baji)
 Plastic-or interfacial-film theory (teori film
plastic)
 Electric double layer theory (lapisan listrik
rangkap)
 Daya Kohesi (tarik menarik molekul yang sejenis) setiap
zat tidak selalu sama, sehingga pada permukaan suatu
zat cair (bidang batas antara air dan udara) akan terjadi
perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan daya kohesi.
 Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut
dinamakan tegangan permukaan.
 Penambahan emulgator akan menurunkan
/menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang
batas antara kedua zat cair, dan menyebabkan mudah
bercampurnya kedua zat tersebut.
 Setiap molekul emulgator dapat dibagi menjadi 2
kelompok :
- Kelompok hidrofilik
- Kelompok Lipofilik
 Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat
cair yang disenanginya, dengan demikian seolah-olah
emulgator tersebut merupakan tali pengikat antara air
dengan minyak
 Antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu
keseimbangan dalam setiap jenis emulgator.
 Angka yang menunjukkan perbandingan antara
kelompok hidrofil dengan kelompok lipofil.
 Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak
kelompok yang suka pada air sehingga emulgator
tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian
pula sebaliknya.
Harga HLB Kegunaan
1–3 Anti Foaming Agent
4 -6 Emulgator Tipe W/O
7–9 Wetting Agent
8 – 18 Emulgator Tipe O/ W
13 – 15 Detergent
15 - 18 Solubilizing Agent
 Emulgator akan diserap pada batas antara air dan
minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase terdispersi.
 Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha
antara partikel yang sejenis untuk penggabungan
menjadi terhalang. Sehingga fase terdispersi menjadi
stabil.
 Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi
lunak
 Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan
partikel fase terdispersi
 Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan
dapat menutup semua permukaan partikel dengan
segera
 Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang
langsung berhubungan dengan permukaan minyak
akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan
berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan
dengan lapisan di depannya.
 Dengan demikian seolah-olah setiap partikel minyak
dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang
berlawanan.
 Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari
partikel minyak yang akan mengadakan
penggabungan menjadi satu molekul yang besar,
karena susunan yang sama.
 Dengan demikian antara sesama partikel akan tolak-
menolak, stabilitas emulsi akan bertambah.
1. Terjadi ionisasi dari molekul pada permukaan
partikel
2. Terjadi absorbsi ion oleh partikel dari cairan di
sekitarnya
3. Terjadi gesekan partikel dengan cairan di
sekitarnya
 Metode gom kering (PGA+minyak)
 Metode gom basah (suspendingnya dulu yang
dibuat)
 Metode botol (digojok di botol)
 Disebut pula metode continental dan metode
4;2;1. Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi
minyak dengan ½ jumlah volume air dan ¼
jumlah emulgator. Sehingga diperoleh
perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan
1 bagian emulgator.
 Pertama-tama gom didispersikan kedalam
minyak, lalu ditambahkan air sebagian dan
diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga
terbentuk korpus emulsi. Setelah terbentuk
korpus emulsi kemudian sisa air ditambahkan
sedikit demi sedikit hingga habis sambil diaduk.
Metode Gom Basah

 Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk


penyiapan emulsi dengan musilago atau
melarutkan gum sebagai emulgator, dan
menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti
metode gom kering.
 Metode ini dipilih jika emulgator yang digunakan
harus dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu ke
dalam air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom
ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk, dan minyak
ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus
diaduk dengan cepat.
Metode Botol
 Disebut pula metode Forbes. Metode ini digunakan
untuk emulsi dari bahan-bahan menguap dan
minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah.
 Metode ini merrupakan variasi dari metode gom
kering atau metode gom basah. Emulsi terutama
dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian
diencerkan dengan fase luar.
 Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼
dari jumlah minyak. Ditambahkan dua bagian air
lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama
banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi
sedikit sambil terus dikocok, setelah emulsi utama
terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai
volume yang tepat.
 Pengenceran = Dilutiont Test
Setiap emulsi dapat diencerkan dengan fase
eksternalnya.
 Pewarnaan = dye Solubility test
zat warna akan tersebar rata kedalam emulsi apabila zat
tersebut larut kedalam fase eksternal dari emulsi
tersebut.
 Creaming Test
memisahkan emulsi karena fase internal dari emulsi
tersebut melakukan pemisahan sehingga tidak tersebar
ke dalam emulsi.
 Conductivity test
Fase eksternal dari emulsi dapat dilalui aliran listrik.
Elektroda dicelupkan, jika lampu indikator nyala berarti
fase eksternalnya air.
 Dengan pengenceran fase
a. o/w  air
b. w/o  minyak
 Dengan pewarnaan
a. Emulsi + larutan metilen blue  biru  o/w
b. Emulsi + larutan Sudan III  merah  w/o
 Dengan kertas saring atau tisu
a. Basah  o/w
b. Noda  w/o
 Dengan konduktivitas listrik
K ½ watt neon ¼ watt (lampu neon nyala  o/w
tapi apabila mati  w/o)
 Creaming
yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan,
dimana yang satu mengandung fase dispers lebih
banyak daripada lapisan yang lain. Creaming
bersifat reversibel artinya bila dikocok perlahan-
lahan akan terdispersi kembali.
 Koalesen dan cracking (breaking)
yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butir minyak akan koalesen
(menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa
diperbaiki).
 Koalesen dan craking disebabkan :
- Peristiwa kimia ; penambahan alkohol,
perubahan pH, penambahan CaO / CaCl2
- Peristiwa fisika ; pemanasan, penyaringan,
pendinginan, dan pengadukan.
- Inversi yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-
konyong tipe emulsi W/O menjadi O/W atau
sebaliknya
 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (terjemahan)
Howard C. Ansell, UIP – Jakarta (2005)
 Dispensing Of Medication
Robert E. King, Ph.D., Mack Publishing Company –
Pennsylvania (1984)
 Remington’s Pharmaceutical Sciences 18th
Alfonso R. Gennaro, Mack Publishing Company –
Pennsylvania (1990)
 Teori dan Praktek Farmasi Industri (terjemahan)
Leon Lachman et.all., UIP – Jakarta (1994)

Anda mungkin juga menyukai