Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS

DISCOVERY INQUIRY PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI


UNTUK SISWA KELAS XI SMA

Bima Dwi Pranata, Susriyati Mahanal, Umie Lestari


FMIPA Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang
E-mail: bima.dwi.pranata.123@gmail.com, susriyati.mahanal.fmipa@um.ac.id,
umie.lestari.fmipa@um.ac.id

ABSTRAK: Pengembangan modul ini didasari oleh bahan ajar yang biasanya dipakai
dalam kegiatan belajar mengajar masih berupa uraian deskriptif, sehingga siswa
kurang mampu belajar secara mandiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan modul biologi berbasis discovery inquiry pada materi sistem
reproduksi dengan harapan dapat mengetahui kelayakan, potensi peningkatan nilai
pretest-posttest, dan kepraktisan produk yang telah dikembangkan. Penelitian
pengembangan ini menggunakan model Thiagarajan (1974) yang hanya mengambil 3
tahap yaitu define, design, dan develop. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil
persentase kevalidan sebesar 98,91%;95,37%;92,71% dari validator ahli media
pembelajaran, ahli materi, dan ahli praktisi lapangan dengan kriteria valid. Potensi
peningkatan nilai pretest dan posttest diperoleh gainscore sebesar 0,77 yang berarti
efektifitas tinggi. Tingkat kepraktisan diperoleh hasil sebesar 3,67 dengan kriteria
praktis. Berdasarkan hasil validasi yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
modul biologi berbasis discovery inquiry pada materi sistem reproduksi layak untuk
digunakan.

Kata kunci: pengembangan modul, discovery inquiry, sistem reproduksi, Thiagarajan

ABSTRACT: The development of this module is based on teaching materials are


generally used for teaching and learning activities are still in the form of descriptive
terms, so that disadvantaged students learn independently. The purpose of this study
was to develop biology module based discovey inquiry on the material reproductive
system in hopes determine the feasibility, potential increase in the value pretest-
posttest and practicality of the product that has been developed. Procedure of
development adapts model of development Thiagarajan (1974) which only consist of 3
steps: define, design, and develop. Based on the results of the data analysis, it is
concluded that the validity percentages are 98,91%; 95,37%; 92,71% of the validator
instructional media experts, subject matter experts, and field practitioner with a valid
criteria. Potential increase in the value pretest and posttest obtained a gainscore of 0,77
which means high effectiveness. The level of practicality results of 3,67 with practical
criteria. Based on data of validation it can be conclude that biology module based
discovery inquiry on the material reproductive system is feasible to use in the learning
process.

Keywords: developing module, discovery inquiry, reproductive system, Thiagarajan

Bahan pembelajaran dalam konteks pembelajaran merupakan salah satu


komponen yang harus ada, karena bahan pembelajaran merupakan suatu komponen
yang harus dikaji, dicermati, dipelajari, dan dijadikan bahan materi yang akan
dikuasai oleh siswa dan sekaligus dapat memberikan pedoman untuk mempelajarinya
1
2

(Hernawan, 2008). Berdasarkan karakteristik kurikulum 2013, jenis bahan ajar yang
seharusnya disusun adalah bahan ajar yang kontruktivis. Bahan ajar yang dapat
digunakan sebagai media belajar di kelas, sekaligus dapat melatih kemandirian siswa
dalam membangun konsepnya sendiri. Hasil wawancara dengan salah satu guru
Biologi kelas XI SMAN 2 Probolinggo yang dilakukan pada 16 Januari 2016
menunjukkan bahwa bahan ajar yang biasanya dipakai dalam kegiatan belajar
mengajar masih berupa uraian deskriptif, sehingga siswa kurang mampu belajar
secara mandiri. Materi sistem reproduksi merupakan salah satu materi yang bersifat
kontekstual atau erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Hasil wawancara
dengan salah satu guru Biologi kelas XI SMAN 2 Probolinggo menunjukkan siswa
masih mengalami kesulitan pada materi sistem reproduksi terutama mengenai struktur
organ reproduksi, macam-macam hormon yang bekerja pada sistem reproduksi, dan
juga proses pembentukan gamet. Penyebab kesulitan yang dialami siswa dikarenakan
pada struktur organ reproduksi sebenarnya dapat didukung dengan pengamatan secara
langsung, akan tetapi hal ini belum pernah diterapkan di sekolah dimana siswa belum
dapat melihat struktur organ reproduksi secara nyata dan siswa hanya sebatas
menghafal berbagai konsep yang ada pada buku teks.
Pemilihan modul sebagai bahan ajar yang dikembangkan disebabkan oleh
modul memiliki karakteristik self instruction, self contained, stand alone, adaptive,
dan user friendly yang menjadi keunggulan modul dibandingkan bahan ajar lain.
Penerapan model pembelajaran discovery inquiry untuk menyusun bahan ajar dipilih
karena sesuai dengan Kurikulum 2013 yang menjelaskan bahwa siswa secara aktif
menemukan pengetahuannya sendiri, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator.
Menurut Amin (1987) discovery adalah suatu kegiatan atau pelajaran yang dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep dan prinsip melalui proses
mentalnya sendiri. Menurut Llewellyn (2013) model pembelajaran inquiry adalah
proses dari eksplorasi aktif menggunakan kemampuan berpikir kritis, logis, dan
kreatif untuk meningkatkan dan melibatkan siswa dalam pertanyaan dari diri sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul biologi berbasis
discovery inquiry materi sistem reproduksi pada Kompetensi Dasar (KD) 3.12 dan
4.13. Produk yang telah dikembangkan selanjutnya diuji cobakan untuk mengetahui
tingkat kevalidan, tingkat kepraktisan, dan mengetahui potensi peningkatan nilai
pretest-posttest.

METODE
Langkah-langkah penelitian ini mengacu pada model penelitian dan
pengembangan 4D oleh Thiagarajan (1974), meliputi 4 tahapan yaitu define
(pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate
(penyebaran). Tetapi penelitian ini hanya akan dilakukan sampai pada tahap develop
(pengembangan) dikarenakan peneliti mengembangkan produk saja, tidak
menyebarluaskan, dan mematenkan produk dalam jumlah banyak.
Prosedur pengembangan modul pembelajaran dalam penelitian akan diuraikan
sebagai berikut.
3

1. Tahap Pendefinisian (Define)


Kegiatan awal pengembangan dengan model 4D ialah dengan melakukan
analisis kebutuhan produk pengembangan. Tahap ini merupakan tahap untuk
menetapkan dan mendefiniskan syarat-syarat pembelajaran. Adapun tahap
pendefinisian meliputi analisis tujuan awal, analisis siswa, analisis tugas, analisis
konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran.

2. Tahap Perancangan (Design)


Tahap perancangan dilakukan untuk mendesain suatu produk yang akan
dikembangkan. Langkah-langkah tahap perancangan adalah penyusunan tes,
pemilihan media, pemilihan format, dan rancangan awal.

3. Tahap Pengembangan (Develop)


Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengubah rancangan dasar produk hingga
mencapai versi akhir untuk digunakan. Langkah-langkah dalam tahap ini adalah
sebagai berikut.
a. Validasi Ahli (Expert Appraisal)
Validasi ahli dilakukan untuk menilai kelayakan rancangan produk, dalam
kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Validator dalam penelitian
ini adalah Drs. Triastono Imam Prasetyo, M.Pd selaku ahli media pembelajaran, Dra.
Susilowati, M.S selaku ahli materi, dan Yusia Agustini, S.Pd selaku ahli praktisi
lapangan.
b. Uji Coba (Developmental Testing)
Uji coba dilakukan setelah produk direvisi sesuai saran validator. Uji coba
produk dilakukan dengan menerapkan modul yang sudah divalidasi dan sudah
direvisi sebelumnya pada pembelajaran sistem reproduksi. Uji coba pengembangan
dilaksanakan pada siswa kelas XI MIA 3 SMAN 2 Probolinggo yang berjumlah 31
siswa. Tahap uji coba pengembangan dilakukan untuk mengetahui kepraktisan dan
potensi peningkatan nilai pretest dan posttest suatu produk yang dibuat.

HASIL
1. Hasil Validasi Ahli
Hasil validasi ahli digunakan untuk memperoleh data dan saran dari validator
sehingga diketahui valid atau tidaknya modul pembelajaran yang telah dihasilkan
pada tahap perancangan. Validasi ahli dilakukan oleh 3 validator yaitu ahli media
pembelajaran, ahli materi, dan praktisi lapangan. Hasil validasi ahli disajikan pada
Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1 Ringkasan Data Hasil Validasi Modul oleh Ahli Media Pembelajaran
No. Aspek yang dinilai Rata-rata (%) Kriteria
1. Desain Sampul Modul (Cover) 100 Sangat Valid
2. Desaian Isi Modul 100 Sangat Valid
3. Kelayakan Bahasa 97,22 Valid
Rata-rata Nilai 98,91 Valid
4

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah tercantum pada Tabel 1 diperoleh


rata-rata hasil penilaian oleh ahli media pembelajaran yaitu 98,91%. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa produk hasil pengembangan termasuk dalam kriteria valid dan
layak digunakan untuk pembelajaran.

Tabel 2 Ringkasan Data Hasil Validasi Modul oleh Ahli Materi


No. Aspek yang dinilai Rata-rata (%) Kriteria
1. Kesesuaian materi dengan KI dan KD 100 Sangat Valid
2. Keakuratan materi 91,67 Valid
3. Kemutakhiran materi 93,75 Valid
4. Mendorong Keingintahuan 87,5 Valid
5. Teknik Penyajian 100 Sangat Valid
6. Pendukung Penyajian 95,83 Valid
7. Penyajian Pembelajaran 100 Sangat Valid
8. Koherensi dan Keruntutan Alur Pikir 100 Sangat Valid
Rata-rata Nilai 95,37 Valid

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah tercantum pada Tabel 2 diperoleh


hasil rata-rata penilaian oleh ahli materi yaitu 95,37%. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa produk pengembangan modul materi sistem reproduksi termasuk dalam
kriteria valid dan layak digunakan untuk pembelajaran.

Tabel 3 Ringkasan Data Hasil Validasi Modul oleh Praktisi Lapangan


No. Aspek yang dinilai Rata-rata (%) Kriteria
1. Kesesuaian Uraian Materi 100 Sangat Valid
dengan KI dan KD
2. Kelayakan Bahasa 83,33 Valid
3. Teknik Penyajian 100 Sangat Valid
4. Pendukung Penyajian 100 Sangat Valid
5. Penyajian Pembelajaran 100 Sangat Valid
6. Koherensi dan Keruntutan Alur 87,5 Valid
Pikir
Rata-rata Nilai 92,71 Valid

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah tercantum pada Tabel 3 diperoleh


hasil penilaian oleh praktisi lapangan yaitu 92,71%. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa produk pengembangan modul materi sistem reproduksi termasuk dalam
kriteria valid dan layak digunakan untuk pembelajaran.

2. Hasil Uji Kepraktisan Produk


Uji kepraktisan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon siswa
setelah dilakukan pengajaran menggunakan modul. Uji kepraktisan dilakukan dengan
cara memberikan angket yang berisi pernyataan kepada 31 siswa kelas XI MIA 3
SMAN 2 Probolinggo. Hasil uji kepraktisan disajikan pada Tabel 4 berikut.
5

Tabel 4 Ringkasan Data Hasil Uji Kepraktisan Modul


No. Aspek yang dinilai Rata-rata Persentase (%) Kriteria
1. Kemudahan dalam penggunaan dan 3,67 91,63 Praktis
kemenarikan modul

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah tercantum pada Tabel 4 diperoleh


hasil penilaian oleh siswa yaitu sebesar 3,67. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
produk pengembangan modul materi sistem reproduksi memiliki kriteria praktis
digunakan oleh siswa dan tidak memerlukan revisi.

3. Hasil Potensi Peningkatan Nilai Pretest dan Posttest


Potensi peningkatan nilai pretest dan posttest siswa diketahui berdasarkan
adanya kecenderungan peningkatan skor tes kognitif berdasarkan pretest dan posttest.
Peningkatan kemajuan skor tes terutama hasil belajar kognitif dapat diketahui dengan
cara dilakukan pretest dan posttest selama kegiatan pembelajaran. Hasil nilai pretest
dan posttest siswa dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Tabel 5 Hasil Pretest dan Posttest Siswa


No. Tes Rata-rata Gain Score Keterangan
1. Pre-test 46,35 0,77 Efektifitas tinggi
2. Post-test 87,71

Berdasarkan Tabel 5 dapat terlihat bahwa potensi peningkatan nilai pretest


dan posttest dari siswa setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus gainscore
diperoleh hasil 0,77 dan masuk dalam efektifitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
modul sudah baik untuk digunakan dalam pembelajaran.

PEMBAHASAN
Produk hasil pengembangan berupa modul materi sistem reproduksi dengan
pembelajaran discovery inquiry yang telah dirancang sesuai dengan model
pengembangan dari Thiagarajan (1974). Tahap pertama define yaitu tahap yang
dilakukan untuk mengetahui pentingnya pengembangan modul berbasis discovery
inquiry materi sistem reproduksi berdasarkan analisa permasalahan pada
pembelajaran, karakteristik peserta didik, kompetensi yang harus dicapai, dan
konsep-konsep pada materi yang dipelajari. Pada tahap design yaitu tahap untuk
mendesign produk yang akan dirancang berdasarkan kriteria pembelajaran, sehingga
dilakukan perancangan awal modul. Tahap ketiga yaitu develop, pada tahap ini
dilakukan pengembangan berdasarkan kriteria dan rancangan yang telah dibuat.
Setelah pembuatan modul, maka dilakukan proses validasi kepada tiga validator yaitu
validator ahli media pembelajaran, validator ahli materi, dan validator ahli praktisi
lapangan. Setelah dilakukan validasi pada ketiga validator maka dilakukan uji
kepraktisan dan uji potensi peningkatan nilai pretest-posttest pada siswa kelas XI
MIA 3 SMAN 2 Probolinggo
Hasil analisis data kuantitatif dari lembar angket ahli media pembelajaran, ahli
materi, dan ahli praktisi lapangan menunjukkan produk modul yang dikembangkan
termasuk dalam kategori valid dan layak digunakan untuk pembelajaran berdasarkan
6

kriteria tingkat kevalidan modul oleh Arikunto (2013). Ahli media pembelajaran
menilai dari aspek kegrafikan dan kebahasaan dari modul yang dikembangkan. Ahli
materi menilai dari aspek kelayakan isi dan penyajian. Aspek yang dinilai oleh ahli
praktisi lapangan adalah aspek kelayakan isi, kelayakan bahasa, dan penyajian.
Seluruh aspek yang telah dinilai oleh validator menunjukkan modul yang
dikembangkan sesuai dengan kriteria modul yang baik menurut BSNP (2014).
Hasil uji kepraktisan menunjukkan bahwa produk modul yang dikembangkan
termasuk dalam kategori praktis dengan nilai 3,67. Hasil tersebut menurut Hobri
(2010) menunjukkan modul yang telah dikembangkan rata-rata mendapatkan respon
positif dari siswa sehingga tidak perlu melakukan uji coba lagi. Modul juga dikatakan
praktis jika terdapat kekonsistenan hasil penilaian persepsi pakar dengan hasil
penerapan, yaitu sama-sama memberikan hasil penilaian yang tinggi. Hasil pretest
dan posttest jika dihitung dengan rumus gain score menghasilkan nilai 0,77; sehingga
dapat dikatakan produk modul yang dikembangkan memiliki potensi peningkatan
nilai pretest dan posttest yang tinggi. Menurut Hake (1999) gain score menunjukkan
peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang
dilakukan guru, sehingga dapat dikatakan siswa mengalami peningkatan pemahaman
konsep yang tinggi setelah dilakukan pembelajaran dengan modul.
Produk modul yang dikembangkan memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari modul yang dikembangkan adalah materi yang ada pada
modul dapat mengkomparasikan pikiran siswa karena terdapat bahasan mengenai
sistem reproduksi mencit yang diarahkan menuju sistem reproduksi manusia; modul
dapat mengoptimalkan seluruh fungsi panca indra siswa karena siswa melakukan
pengamatan sistem reproduksi mencit yang dibandingkan dengan sistem reproduksi
manusia; modul yang dikembangkan berbasis discovery inquiry sehingga dapat
meningkatkan keaktifan dan kemandirian siswa; dan modul yang dikembangkan
membuat persentase ketuntasan belajar klasikal menjadi 100% atau dapat dikatakan
seluruh siswa dalam satu kelas mendapatkan nilai diatas KKM pada materi sistem
reproduksi. Kekurangan dari modul yang dikembangkan adalah pendalaman materi
dibuat singkat, sehingga siswa harus memperdalam materi dengan sumber belajar lain
dan modul belum menyajikan rangkuman atau ringkasan materi pada bagian akhir.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk berupa modul
pembelajaran biologi berbasis discovery inquiry pada materi sistem reproduksi.
Proses pengembangan menggunakan model 4D yang dikembangkan oleh Thiagarajan
(1974) yang dibatasi sampai tahap develop. Berdasarkan hasil penelitian, modul telah
memenuhi kriteria kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran setelah dilakukan
penilaian oleh validator. Ditinjau dari aspek potensi peningkatan nilai pretest dan
posttest , modul efektif dalam meningkatkan hasil belajar kognitif siswa, hal tersebut
dibuktikan dengan nilai gainscore sebesar 0,77. Modul pembelajaran juga praktis
digunakan dalam pembelajaran, hal ini dilihat dari hasil respon siswa terhadap modul,
yakni mendapatkan nilai sebesar 3,67, artinya siswa memberikan respon yang sangat
positif terhadap modul.
7

Saran yang diberikan berkaitan dengan hasil penelitian adalah modul materi
sistem reproduksi dengan pembelajaran discovery inquiry dapat digunakan sebagai
bahan ajar selain buku paket siswa; perlu dilakukan uji coba dalam skala luas terlebih
dahulu ke beberapa sekolah, setelah diperoleh hasil yang akurat modul ini dapat
disebarluaskan sesuai dengan kebutuhan pengguna; dan perlu untuk menemukan
materi yang sesuai melalui analisis kebutuhan.

DAFTAR RUJUKAN

Amin, M. 1987. Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan


Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

BSNP. 2014. Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran Biologi SMA/MA. (Online),
(http://bsnp-indonesia.org), diakses tanggal 17 April 2016.

Hake, R. R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. (Online),


(http://physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf), diakses tanggal
17 Januari 2016.

Hernawan, A H., Permasih & Dewi, L. 2008. Pengembangan Bahan Ajar.


(Online),dalam (http://.file.upi.edu), diakses tanggal 25 November 2015.

Hobri. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan. Jember: Pena Salsabila.

Llewellyn, D. 2013. Teaching High School Science Through Inquiry and


Argumentation. California : Corwin Press, Inc.

Thiagarajan, S., Semmel, D.S., Semmel, M.I. 1974. Instructional Development for
Training Teachers of Exceptional Children. Minnesota: A Sourcebook.

Anda mungkin juga menyukai