ABSTRAK: Pengembangan modul ini didasari oleh bahan ajar yang biasanya dipakai
dalam kegiatan belajar mengajar masih berupa uraian deskriptif, sehingga siswa
kurang mampu belajar secara mandiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan modul biologi berbasis discovery inquiry pada materi sistem
reproduksi dengan harapan dapat mengetahui kelayakan, potensi peningkatan nilai
pretest-posttest, dan kepraktisan produk yang telah dikembangkan. Penelitian
pengembangan ini menggunakan model Thiagarajan (1974) yang hanya mengambil 3
tahap yaitu define, design, dan develop. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil
persentase kevalidan sebesar 98,91%;95,37%;92,71% dari validator ahli media
pembelajaran, ahli materi, dan ahli praktisi lapangan dengan kriteria valid. Potensi
peningkatan nilai pretest dan posttest diperoleh gainscore sebesar 0,77 yang berarti
efektifitas tinggi. Tingkat kepraktisan diperoleh hasil sebesar 3,67 dengan kriteria
praktis. Berdasarkan hasil validasi yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa
modul biologi berbasis discovery inquiry pada materi sistem reproduksi layak untuk
digunakan.
(Hernawan, 2008). Berdasarkan karakteristik kurikulum 2013, jenis bahan ajar yang
seharusnya disusun adalah bahan ajar yang kontruktivis. Bahan ajar yang dapat
digunakan sebagai media belajar di kelas, sekaligus dapat melatih kemandirian siswa
dalam membangun konsepnya sendiri. Hasil wawancara dengan salah satu guru
Biologi kelas XI SMAN 2 Probolinggo yang dilakukan pada 16 Januari 2016
menunjukkan bahwa bahan ajar yang biasanya dipakai dalam kegiatan belajar
mengajar masih berupa uraian deskriptif, sehingga siswa kurang mampu belajar
secara mandiri. Materi sistem reproduksi merupakan salah satu materi yang bersifat
kontekstual atau erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Hasil wawancara
dengan salah satu guru Biologi kelas XI SMAN 2 Probolinggo menunjukkan siswa
masih mengalami kesulitan pada materi sistem reproduksi terutama mengenai struktur
organ reproduksi, macam-macam hormon yang bekerja pada sistem reproduksi, dan
juga proses pembentukan gamet. Penyebab kesulitan yang dialami siswa dikarenakan
pada struktur organ reproduksi sebenarnya dapat didukung dengan pengamatan secara
langsung, akan tetapi hal ini belum pernah diterapkan di sekolah dimana siswa belum
dapat melihat struktur organ reproduksi secara nyata dan siswa hanya sebatas
menghafal berbagai konsep yang ada pada buku teks.
Pemilihan modul sebagai bahan ajar yang dikembangkan disebabkan oleh
modul memiliki karakteristik self instruction, self contained, stand alone, adaptive,
dan user friendly yang menjadi keunggulan modul dibandingkan bahan ajar lain.
Penerapan model pembelajaran discovery inquiry untuk menyusun bahan ajar dipilih
karena sesuai dengan Kurikulum 2013 yang menjelaskan bahwa siswa secara aktif
menemukan pengetahuannya sendiri, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator.
Menurut Amin (1987) discovery adalah suatu kegiatan atau pelajaran yang dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep dan prinsip melalui proses
mentalnya sendiri. Menurut Llewellyn (2013) model pembelajaran inquiry adalah
proses dari eksplorasi aktif menggunakan kemampuan berpikir kritis, logis, dan
kreatif untuk meningkatkan dan melibatkan siswa dalam pertanyaan dari diri sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul biologi berbasis
discovery inquiry materi sistem reproduksi pada Kompetensi Dasar (KD) 3.12 dan
4.13. Produk yang telah dikembangkan selanjutnya diuji cobakan untuk mengetahui
tingkat kevalidan, tingkat kepraktisan, dan mengetahui potensi peningkatan nilai
pretest-posttest.
METODE
Langkah-langkah penelitian ini mengacu pada model penelitian dan
pengembangan 4D oleh Thiagarajan (1974), meliputi 4 tahapan yaitu define
(pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate
(penyebaran). Tetapi penelitian ini hanya akan dilakukan sampai pada tahap develop
(pengembangan) dikarenakan peneliti mengembangkan produk saja, tidak
menyebarluaskan, dan mematenkan produk dalam jumlah banyak.
Prosedur pengembangan modul pembelajaran dalam penelitian akan diuraikan
sebagai berikut.
3
HASIL
1. Hasil Validasi Ahli
Hasil validasi ahli digunakan untuk memperoleh data dan saran dari validator
sehingga diketahui valid atau tidaknya modul pembelajaran yang telah dihasilkan
pada tahap perancangan. Validasi ahli dilakukan oleh 3 validator yaitu ahli media
pembelajaran, ahli materi, dan praktisi lapangan. Hasil validasi ahli disajikan pada
Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 1 Ringkasan Data Hasil Validasi Modul oleh Ahli Media Pembelajaran
No. Aspek yang dinilai Rata-rata (%) Kriteria
1. Desain Sampul Modul (Cover) 100 Sangat Valid
2. Desaian Isi Modul 100 Sangat Valid
3. Kelayakan Bahasa 97,22 Valid
Rata-rata Nilai 98,91 Valid
4
PEMBAHASAN
Produk hasil pengembangan berupa modul materi sistem reproduksi dengan
pembelajaran discovery inquiry yang telah dirancang sesuai dengan model
pengembangan dari Thiagarajan (1974). Tahap pertama define yaitu tahap yang
dilakukan untuk mengetahui pentingnya pengembangan modul berbasis discovery
inquiry materi sistem reproduksi berdasarkan analisa permasalahan pada
pembelajaran, karakteristik peserta didik, kompetensi yang harus dicapai, dan
konsep-konsep pada materi yang dipelajari. Pada tahap design yaitu tahap untuk
mendesign produk yang akan dirancang berdasarkan kriteria pembelajaran, sehingga
dilakukan perancangan awal modul. Tahap ketiga yaitu develop, pada tahap ini
dilakukan pengembangan berdasarkan kriteria dan rancangan yang telah dibuat.
Setelah pembuatan modul, maka dilakukan proses validasi kepada tiga validator yaitu
validator ahli media pembelajaran, validator ahli materi, dan validator ahli praktisi
lapangan. Setelah dilakukan validasi pada ketiga validator maka dilakukan uji
kepraktisan dan uji potensi peningkatan nilai pretest-posttest pada siswa kelas XI
MIA 3 SMAN 2 Probolinggo
Hasil analisis data kuantitatif dari lembar angket ahli media pembelajaran, ahli
materi, dan ahli praktisi lapangan menunjukkan produk modul yang dikembangkan
termasuk dalam kategori valid dan layak digunakan untuk pembelajaran berdasarkan
6
kriteria tingkat kevalidan modul oleh Arikunto (2013). Ahli media pembelajaran
menilai dari aspek kegrafikan dan kebahasaan dari modul yang dikembangkan. Ahli
materi menilai dari aspek kelayakan isi dan penyajian. Aspek yang dinilai oleh ahli
praktisi lapangan adalah aspek kelayakan isi, kelayakan bahasa, dan penyajian.
Seluruh aspek yang telah dinilai oleh validator menunjukkan modul yang
dikembangkan sesuai dengan kriteria modul yang baik menurut BSNP (2014).
Hasil uji kepraktisan menunjukkan bahwa produk modul yang dikembangkan
termasuk dalam kategori praktis dengan nilai 3,67. Hasil tersebut menurut Hobri
(2010) menunjukkan modul yang telah dikembangkan rata-rata mendapatkan respon
positif dari siswa sehingga tidak perlu melakukan uji coba lagi. Modul juga dikatakan
praktis jika terdapat kekonsistenan hasil penilaian persepsi pakar dengan hasil
penerapan, yaitu sama-sama memberikan hasil penilaian yang tinggi. Hasil pretest
dan posttest jika dihitung dengan rumus gain score menghasilkan nilai 0,77; sehingga
dapat dikatakan produk modul yang dikembangkan memiliki potensi peningkatan
nilai pretest dan posttest yang tinggi. Menurut Hake (1999) gain score menunjukkan
peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang
dilakukan guru, sehingga dapat dikatakan siswa mengalami peningkatan pemahaman
konsep yang tinggi setelah dilakukan pembelajaran dengan modul.
Produk modul yang dikembangkan memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari modul yang dikembangkan adalah materi yang ada pada
modul dapat mengkomparasikan pikiran siswa karena terdapat bahasan mengenai
sistem reproduksi mencit yang diarahkan menuju sistem reproduksi manusia; modul
dapat mengoptimalkan seluruh fungsi panca indra siswa karena siswa melakukan
pengamatan sistem reproduksi mencit yang dibandingkan dengan sistem reproduksi
manusia; modul yang dikembangkan berbasis discovery inquiry sehingga dapat
meningkatkan keaktifan dan kemandirian siswa; dan modul yang dikembangkan
membuat persentase ketuntasan belajar klasikal menjadi 100% atau dapat dikatakan
seluruh siswa dalam satu kelas mendapatkan nilai diatas KKM pada materi sistem
reproduksi. Kekurangan dari modul yang dikembangkan adalah pendalaman materi
dibuat singkat, sehingga siswa harus memperdalam materi dengan sumber belajar lain
dan modul belum menyajikan rangkuman atau ringkasan materi pada bagian akhir.
Saran yang diberikan berkaitan dengan hasil penelitian adalah modul materi
sistem reproduksi dengan pembelajaran discovery inquiry dapat digunakan sebagai
bahan ajar selain buku paket siswa; perlu dilakukan uji coba dalam skala luas terlebih
dahulu ke beberapa sekolah, setelah diperoleh hasil yang akurat modul ini dapat
disebarluaskan sesuai dengan kebutuhan pengguna; dan perlu untuk menemukan
materi yang sesuai melalui analisis kebutuhan.
DAFTAR RUJUKAN
BSNP. 2014. Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran Biologi SMA/MA. (Online),
(http://bsnp-indonesia.org), diakses tanggal 17 April 2016.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S., Semmel, M.I. 1974. Instructional Development for
Training Teachers of Exceptional Children. Minnesota: A Sourcebook.