Anda di halaman 1dari 8

Perjanjian Merupakan Undang Undang bagi Para Pihak

yang Membuatnya

Tugas Aspek Hukum dalam Bisnis


Lutfan Ramadhan
022001901176
Senin, 10.15/AI601
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Suatu
perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh hukum.
Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan
menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah,
pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan
termasuk juga menyangkut tenaga kerja. Perjanjian atau verbintenis mengandung
pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara 2 (dua) atau lebih
pihak yang memberi kekuatan hak pada 1 (satu) pihak untuk memperoleh prestasi dan
sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi. Dari pengertian
singkat tersebut dijumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian,
antara lain: hubungan hukum (rechsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan
antara 2 (dua) orang (persoon) atau lebih yang memberi hak pada 1 (satu) pihak dan
kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Perjanjian adalah hubungan hukum
(rechsbetrekking) yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara
penghubungannya. Oleh karena itu perjanjian mengandung hubungan hukum antara
perorangan/persoon adalah hubungan yang terletak dan berada dalam lingkungan
hukum. Perjanjian atau perikatan diatur dalam buku ke III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata).

Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi tentang perjanjian sebagai suatu
perbuatan, dimana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu)
orang atau lebih. Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya 4
(empat) syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan
mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik (good faith) yang telah dimulai sewaktu para pihak
akan membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian, pembuatan perjanjian harus
dilandasi atas asas kemitraan. Asas kemitraan mengharuskan adanya sikap dari para
pihak bahwa yang berhadapan dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian tersebut
merupakan 2 (dua) mitra yang berjanji, terlebih lagi dalam pembuatan perjanjian
kerjasama, asas kemitraan itu sangat diperlukan.
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi tentang perjanjian sebagai suatu
perbuatan, dimana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu)
orang atau lebih. Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya 4
(empat) syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan
mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik (good faith) yang telah dimulai sewaktu para pihak
akan membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian, pembuatan perjanjian harus
dilandasi atas asas kemitraan. Asas kemitraan mengharuskan adanya sikap dari para
pihak bahwa yang berhadapan dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian tersebut
merupakan 2 (dua) mitra yang berjanji, terlebih lagi dalam pembuatan perjanjian
kerjasama, asas kemitraan itu sangat diperlukan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, agar penelitian menjadi lebih
terarah dan sesuai dengan maksud yang dituju, maka dibatasilah pokok-pokok
pembahasan ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam pembahasan ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian ?
2. Apa yang dimaksud dengan perikatan ?
3. Apa hubungan antara perjanjian dan perikatan ?
4. Perbedaan antara perikatan yang bersumber dari perjanjian dan perikatan yang
bersumber dari undang-undang ? Berikan contoh masing-masing
5. Apa sajakah contoh contoh dari perjanjian dan sebutkan ciri ciri dari masing
masing contoh ?
6. Apa hubungan jual-beli dengan sewa-menyewa dan berikan contohnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang l
ainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Keten
tuan-ketentuan mengenai hal itu diatur dalam Titel II pasal 1313 sampai dengan Pasal
1351 tentang kitab Undang Undang Hukum Perdata. Menurut pasal 1313, yang dimak
sud perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan mana satu orang atau lebih mengikatka
n dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Terjadinya persesuaian kehendak ini dap
at berupa lisan atau tertulis. Dari sini timbul suatu proposal (usul) dan suatu acceptanc
e (penerimaan), sehingga menimbulkan suatu persetujuan yang mengakibatkan timbul
nya ikatan-ikatan bagi masing-masing pihak.

B. Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di
Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang
lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya
jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya
orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak
rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada
dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh
masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang
terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum (legal
relation).
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang
yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam
bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).
C. Hubungan Antara Perjanjian dan Perakitan
Hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya sumber-sumber lain.
Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan
persetujuan) itu adalah sama artinya. Perikatan kontrak lebih sempit karena ditujukan
kepada perjanjian atau persetujuan tertulis.
Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau
dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari
Undang-Undang diadakan oleh Undang-Undang di luar kemauan para pihak yang
bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka
bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum.

D. Perbedaan Perikatan yang Bersumber dari Perjanjian dan Undang Undang


1. Perikatan yang bersumber dari perjanjian :
Perikatan yang lahir dari perjanjian menimbulkan hubungan hukum yang
memberikan hak dan meletakkan kewajiban kepada para pihak yang membuat
perjanjian berdasarkan atas kemauan atau kehendak sendiri dari para pihak yang
bersangkutan yang mengikatkan diri tersebut. Contohnya yaitu perjanjian jual beli,
sewa-menyewa, tukar menukar, dan perjanjian pinjam meminjam.

2. Perikatan yang bersumber dari undang-undang :


Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang merupakan perikatan yang terjadi
karena adanya suatu peristiwa tertentu sehingga melahirkan hubungan hukum yang
menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak yang bersangkutan, tetapi bukan
berasal dari kehendak para pihak yang bersangkutan melainkan telah diatur dan
ditentukan oleh undang-undang. Contohnya yaitu kewajiban bagi orang tua untuk
saling memberikan nafkah bagi anaknya.
E. Contoh Contoh Perjanjian dan Ciri Cirinya
1. Contoh Surat Perjanjian Jual Beli
Merupakan sebuah surat yang berisikan tentang pihak penjual yang wajib
menyerahkan sebuah barang kepada pihak pembeli. Nantinya pihak pembeli juga
wajib menyerahkan sejumlah uang (sebesar harga barang) kepada pihak penjual.
Obyek perjanjian jual beli dapat berupa sebuah barang yang dapat dipindah tempatkan
maupun barang yang dapat bergerak. Contohnya surat perjanjian jual beli tanah, jual
beli motor.
2. Contoh Surat Perjanjian Sewa Beli (Angsuran)
Merupakan surat perjanjian yang didalamnya terdapat ketentuan yaitu
pembayaran dapat dilakukan dengan cara mengangsur. Barang akan diserahkan ke
pembeli setelah surat perjanjian ditandatangani, akan tetapi hak kepemilikan masih
tetap pada pihak penjual sampai cicilan tersebut lunas.
3. Contoh Surat Perjanjian Sewa-Menyewa
Merupakan surat perjanjian yang berisikan tentang persetujuan atau kesepakatan
antara pihak penyewa dengan pihak yang akan menyewa. Dimana nantinya pihak
penyewa akan memberikan sejumlah uang atas pemakaian sebuah barang tertentu
milik pihak yang menyewakan. Barang yang disewa bisa berupa tanah, rumah,
kendaraan dan lain lain.
Ciri Ciri Surat Perjanjian :
1. Isi dari surat perjanjian pasti berdasarkan hukum, kesusilaan serta terikat dengan
kepentingan umum dan ketertiban.
2. Obyek dari sebuah surat perjanjian disebutkan dengan jelas.
3. Penulisan identitas dari pihak-pihak yang terkait ditulis dengan lengkap dan jelas.
4. Terdapat saksi-saksi yang menyaksikan serta menandatangani surat perjanjian.
5. Isi dari surat perjanjian adalah tentang mekanisme penyelesaian bila terjadi
sengketa.
6. Dalam surat perjanjian terdapat penjelasan tentang latar belakang kesepakatan
(retical)
F. Hubungan Jual Beli dengan Sewa Menyewa
Berdasarkan pasal 1576 KUHPerdata, jual beli tidak memutuskan sewa menyewa
yang telah ada. Pasal 1576 KUHPerdata menyatakan; 
“Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya
tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan
barang.” 
Jadi, Anda perlu melihat kembali surat perjanjian sewa menyewa rumah tersebut.
Apabila dalam perjanjian sewa sebelumnya telah diperjanjikan bahwa penjualan
rumah tersebut akan mengakhiri hubungan sewa menyewa antara Anda dan pemilik
rumah, maka penyewaan rumah tersebut berakhir dengan dijualnya rumah tersebut.
Akan tetapi, apabila pengaturan seperti itu tidak ada, berarti Anda masih berhak atas
rumah yang disewakan tersebut. Dalam hal ini, Anda dapat mengajukan gugatan
wanprestasi ke pengadilan.
Perbedaan perjanjian Jual-beli dengan sewa-menyewa adalah bahwa dalam sewa-
menyewa tidak ada penyerahan dalam arti pengalihan hak milik, yang ada hanyalah
penyerahan kekuasaan atas suatu barang untuk dinikmati penyewa, sedangkan dalam
perjanjian jual-beli terdapat penyerahan hak milik dari satu pihak kepada pihak lain.
Dalam sewa-menyewa tidak dituntut atau tidak dipersyaratkan bahwa yang
menyerahkan barang harus pemilik barang, sebagaimana halnya dalam perjanjian
jual-beli atau tukar-menukar. Jadi, meskipun seseorang hanya mempunyai “hak
menikmati hasil” atas suatu barang dan “bukan pemilik” yang bersangkutan sudah
dapat secara sah menyewakan barang tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Jadi, kegiatan perekonomian diatur oleh hukum perdata yang timbul dalam
perikatan yang bersumber dari perjanjian dan Undang-Undang. hukum perikatan
digunakan dalam perbuatan hukum jual-beli, sewa-menyewa, asuransi, perbankan,
surat-surat berharga, perjanjian kerja, pasar modal dan lainnya. Hukum perikatan juga
menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualitas sebagai induk dari
kebebasan para pihak dalam melakukan perikatan. Benda sebagai objek perikatan
disebut objek hukum dalam penyerahan benda bergerak dan tidak bergerak
merupakan salah satu prestasi yang harus dilakukan hak dan kewajibannya kepada
salah satu pihak dalam perikatan.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum diantara dua orang atau dua pihak,
dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak
yang lainnya itu berkewajibanuntuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak
menuntut dinamakan kreditur (si berpiutang), sedangkan pihak lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu dinamakan debitur (si berhutang).
Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH
Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu
hubungan hukum, perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum
itulah yang menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat
dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.

Anda mungkin juga menyukai