Anda di halaman 1dari 60

BAHAN AJAR

COST OF ILLNESS
(BEBAN EKONOMI PENYAKIT
DALAM PEMBANGUNAN
KESEHATAN )

OLEH :

PUTU AYU INDRAYATHI


RINI NOVIYANTI
KATA PENGANTAR

Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi pembangunan di sektor kesehatan


dan pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf
pendidikan seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Pada saat ini,
pemerintah fokus dalam permasalahan kesehatan karena rendahnya permasalahan
kesehatan mendorong terciptanya manusia produktif sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Demikian pula dengan pembangunan kesehatan, sesuai dengan
program pemerintah yang ingin menciptakan Indonesia sehat sebagai salah satu
pendorong yang bersinergi dengan pembangunan ekonomi maka banyak dilakukan
perubahan – perubahan baik di ruang lingkup skala daerah dan nasional. Pembangunan
kesehatan lebih terfokus ke preventive serta mengedepankan pendekatan persuasif.
Serta adanya perbaikan – perbaikan sistem kesehatan yang ada di Indonesia.
Dalam dunia kesehatan, ilmu ekonomi dapat dipergunakan untuk mengetahui
perilaku pemberi pelayanan kesehatan yang kemudian dicocokkan dengan perilaku
masyarakat sebagai pembeli atau penerima subsidi pelayanan kesehatan. Dengan
pemahaman seperti ini maka pelayanan kesehatan sebenarnya dapat disebut sebagai
suatu komoditi yang harus diperlakukan secara hati-hati. Bahan ajar ini akan
memberikan pemahaman kepada mahasiswa konsep Cost of Illness yang diterapkan
pada sektor kesehatan. Bahan ajar ini dibuat sebagai pedoman mahasiswa dalam
mengikuti semua kegiatan pembelajaran dari mata kuliah ini. Semoga bahan ajar ini
dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menunjang pembelajaran di Program
Studi Kesehatan Masyarakat.

Denpasar, Desember 2016

Tim Pengajar

1
DAFTAR ISI

 KATA  PENGANTAR  ......................................................................................................................  0  


DAFTAR  ISI  ..................................................................................................................................  2  
PENDAHULUAN  ...........................................................................................................................  3  
PENELITIAN  EVALUATIF  ...............................................................................................................  7  
b.   Biaya  ...................................................................................................................................  9  
d.   Jenis Jenis Cost  .................................................................................................................  12  

2
PENDAHULUAN

Sehat adalah sebuah kondisi maksimal, baik dari fisik, mental dan sosial sehingga dapat
melakukan suatu aktifitas yang menghasilkan sesuatu. Kondisi tubuh yang sehat pada manusia dapat
kita lihat dari kebugaran tubuh. Dalam sebuah lingkungan masyarakat terkadang mengalami beberapa
masalah kesehatan, baik yang muda, tua, wanita maupun pria. Kesehatan dapat diartikan sebuah
investasi penting untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam
upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan
Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Tujuan dasar pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkaitan dengan
kualitas hidup masyarakat. Pembangunan sering dikaitkan oleh pertumbuhan ekonomi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan United National Development Program, terdapat
3 (tiga) indikator pembangunan manusia yaitu dengan mengukur kesehatan, pendidikan dan
kemampuan ekonomi. (UNDP, 2003-2006)
Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi pembangunan di sektor kesehatan dan
pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf pendidikan
seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Pada saat ini, pemerintah fokus dalam
permasalahan kesehatan karena rendahnya permasalahan kesehatan mendorong terciptanya manusia
produktif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Demikian pula dengan pembangunan kesehatan, sesuai dengan program pemerintah yang
ingin menciptakan Indonesia sehat sebagai salah satu pendorong yang bersinergi dengan
pembangunan ekonomi maka banyak dilakukan perubahan – perubahan baik di ruang lingkup skala

3
daerah dan nasional. Pembangunan kesehatan lebih terfokus ke preventive serta mengedepankan
pendekatan persuasif. Serta adanya perbaikan – perbaikan sistem kesehatan yang ada di Indonesia.

Tujuan dasar pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkaitan dengan
kualitas hidup masyarakat. Pembangunan sering dikaitkan oleh pertumbuhan ekonomi yang dapat
meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan United National Development Program, terdapat
3 (tiga) indikator pembangunan manusia yaitu dengan mengukur kesehatan, pendidikan dan
kemampuan ekonomi. (UNDP, 2003-2006)
Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi pembangunan di sektor kesehatan dan
pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf pendidikan
seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Pada saat ini, pemerintah fokus dalam
permasalahan kesehatan karena rendahnya permasalahan kesehatan mendorong terciptanya manusia
produktif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Demikian pula dengan pembangunan kesehatan, sesuai dengan program pemerintah yang
ingin menciptakan Indonesia sehat sebagai salah satu pendorong yang bersinergi dengan
pembangunan ekonomi maka banyak dilakukan perubahan – perubahan baik di ruang lingkup skala
daerah dan nasional. Pembangunan kesehatan lebih terfokus ke preventive serta mengedepankan
pendekatan persuasif. Serta adanya perbaikan – perbaikan sistem kesehatan yang ada di Indonesia.

Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dari tahun ke tahun sudah merupakan hal yang
umum diketahui, dan industri penyedia pelayanan kesehatan sudah berupaya mengendalikannya utuk
tetap bisa bertahan. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan ini diikuti suasana perubahan struktur
pengeluaran pembiayaan pelayanan kesehatan dalam hal sumber dan penggunaannya. Perubahan
yang nyata adalah pergeseran pembiayaan pemeliharaan kesehatan dari - pembiayaan perorangan
sistim out-of-pocket dan pembiayaan pemerintah bagi masyarakat kurang mampu sampai miskin -
kearah asuransi kesehatan sosial (social health insurance) (Villaverde & Manog, 2004). Pergeseran
beban pembiayaan pemeliharaan kesehatan dari out-of-pocket dan pembiayaan anggaran pemerintah
menjadi asuaransi kesehatan sosial diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
secara lebih adil dan merata. Melalui asuransi kesehatan sosial, dharapkan sikaya dan sedang sehat
akan mensubsidi simiskin dan sedang sakit yang akan menghasilkan suatu jaminan sosial disektor
kesehatan (Villaverde& Manog, 2004).

4
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan komponen paling mahal dalam sistim
pelayanan kesehatan (the most expensive component of the health care system). Tingginya biaya
infrastruktur, pengembangan teknologi dan biaya operasional dan besarnya jumlah staf di
rumahsakit, rumahsakit akan menyerap jumlah terbesar anggaran pemerintah yang akan
mempengaruhi sistim pelayanan kesehatan. Pada tahun 1999 Philippine National Health Accounts,
kombinasi pengeluaran RS Pemerintah Daerah dan Pusat menyerap hampir 50 % pengeluaran
pemerintah disektor pelayanan kesehatan. Bahkan RS Daerah menyerap hampir 68 percent alokasi
biaya kesehatan daerah. Hal ini menyebabkan komponen sistim pelayanan kesehatanlainnya seperti
public health, health regulation, and other support services – mejadi seperti tertingal (Villaverde&
Manog, 2004).
Melakukan reformasi untuk transformasi RS Pemerintah menjadi otonom secara finansial
akan memungkinkan pemerintah untuk mensosialisasikan dan mengutip biaya pemanfaatan
pelayanan kesehatan, mengupayakan sumber pemasukan, membuat suatu drug revolving funds,
rasionalisasi penetapan pelayanan yang dikenai biaya dan kebijakan tarif. Mekanisme ini akan
mengurangi ketergantungan RS Pemerintah pada subsidi dan anggaran langsung dari pemerintah.
Jumlah uang dan sumberdaya yang terbebaskan karena mekanisme ini akan dapat dipakai untuk
disektor public health programs, local health systems development, health regulation and quality
assurance. Namun tidak dapat dipungkiri adanya tekanan mengikuti tatanan safety net, seperti
mengadakan social health insurance, sebagai strategi melindungi kelompok miskin dan kurang
mampu terutama kelompok yang sangat tergantung pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Oleh karenanya perlu memngikuti tatanan ini dengan menyelenggarakan suatu pembiayaan
pelayanan kesehatan yang lebih adil dan merata yang mensubsidi pelayanan rumahsakit atau melalui
suatu social health insurance.(Villaverde& Manog, 2004)
Kebutuhan penghematan karena peningkatan biaya pemeliharaan kesehatan merupakan
tantangan utama yang dihadapi sistim pelayanan kesehatan dewasa ini. Sering menjadi perdebatan
bahwa kontrol biaya merupakan tools yang efektif mengurangi baik level mapun kecepatan
peningkatan pengeluaran biaya kesehatan. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa penghematan
merupakan sebagian kecil dari volume peningkatan. Peningkatan biaya biasanya terjadi pada pemberi
pelayanan kesehatan, terutama oleh dokter, yang cenderung menyediakan bahan – bahan pelayanan
kesehatan dan pelayanan dalam upayanya meningkatkan pemasukan atau menarik kembali
pemasukan yang hilang (recapture lost revenues). Fenomena ini dikenal sebagai the behavioral offset

5
or volume response (Nguyen, 1995). Perkembangan perilaku ini menghasilkan banyak implikasi
pada sistim pembiayaan pelayanan kesehatan diberbagai negara. Karena keterbatasan data, tidak
selalu mungkin menganalisis dampak kontrol biaya terhadap perilaku pemberi pelayanan kesehatan.
Lebih spesifik, dapat dilihat reaksi perilaku dokter terhadap pengurangan biaya pada level praktek
pelayanan dokter pada Medicare program for 1989 and 1990. Dapat diamati bahwa kontrol biaya saja
tidak cukup menahan peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang berarti perlu tools tambahan
untuk melakukan upaya penghematan biaya (Nguyen, 1995).
Penyelenggaraan program kesehatan masyarakat, selalu terkait dengan efektifitas program
(outcome assessment), efisiensi (economic evaluation), akses (reachability of services) dan rasa
keadilan (equal provision for equal needs). Evaluasi ekonomi memberikan informasi objektif
menyangkut jumlah biaya yang diserap program (Lim, 1999).

6
PENELITIAN EVALUATIF

Meningkatnya perhatian terhadap evaluasi menjadikan terciptanya suatu jenis riset yang
disebut penelitian evaluatif (evaluation research). Jenis penelitian ini relatif baru. Ada dua penyebab
ketertarikan terhadap jenis penelitian evaluatif ini. Pertama, evaluasi diharapkan menyertai setiap
program sosial. Kedua, terdapat suatu kebutuhan suatu keberhasilan program yang didasarkan atas
suatu proses yang sistematik dan objektif.
Salah satu definisi penelitian evaluatif menjelaskan sebagai sebuah proses penerapan applying
scientific procedures untuk mengumpulkan bukti yang dapat dipercaya dan sahih yang dengannya
suatu kegiatan khusus menghasilkan suatu efek atau outcomes (Rutman 1977). Sesuai dengan definisi
lain, suatu penerapan teknik ilmu sosial dalam pendekatan program kegiatan sosial disebut sebagai
evaluation research (Wright 1967). Penelitian dimaksud disini termasuk epidemiology dan penelitian
disektor kesehatan Susser (1975) dalam Trisnantoro (1993) tetapi tidak termasuk pada laboratorium,
biologi atau penelitian yang tidak melibatkan manusia lainnya (nonhumans).

Pada awal tahun 1970, artikel tentang economic evaluation diterbitkan. Disusul terbitnya
artikel tetang perlunya economic evaluation di sektor pelayanan kesehatan pada 1974 oleh Alan
Williams dari York University, Toronto, Ontario. Menyusul publikasi Drummond et.al (1987) yang
menerbitkan buku tentang evaluasi ekonomi dengan tujuan konsumsi akademisi. Fokus health care
economic evaluations mulai bergeser karena beberapa keputusan beberapa pemerintah negara
mengharuskan perlunya evaluasi ekonomi bagi beberapa obat sebelum ditetapkan anggarannya. Dari
perspektif sosial, unsur – unsur sumberdaya yang termasuk biaya langsung dalam biaya pelayanan
kesehatan harus dimasukkan dalam perhitungan adalah: biaya langsung pelayanan, biaya pelayanan
sosial, dan biaya pasien beserta biaya keluarganya (direct patient costs, time costs and productivity
costs). Dalam kenyataan, belum ada ksepakatan umum biaya apa saja yang harus dicantumkan dalam
perhitungan biaya pelayanan kesehatan (nonhealth care cost benefits of new technologies) dan
bagaimana biaya dihitung (indirect costs). Pengukuran outcome manakah yang harus digunakan?
Specific outcome menentukan jenis teknik analisis yang digunakan (cost effectiveness, cost benefit

7
or cost utility analysis). Outcomes bisa saja klinis, biaya atau pemanfaatan pelayanan (clinical, costs
or utilities). Meskipun quality of life sudah merupakan bagian dari industri pelayanan kesehatan,
evaluasi dan pengukurannya sering menjadi masalah karena minimnya instrumen yang ada. Faktor
terkait pada kesehatan yang mana dalam quality of life yang akan disertakan pada suatu economic
evaluation? Apakah quality-adjusted life years (QALY) dapat dianggap sebagai suatu gold standard?
Sering jawabannya tergantung pada ekonom kesehatan yang melakukan analisis (Menon, 2001).

Policy research dan evaluation research sangat terkait erat. Menurut Majchrzak (1984) dalam
Trisnantoro (1996), policy research adalah suatu proses yang menuntun penelitian, atau suatu analisis
masalah sosial yang mendasar dalam memungkinkan para pembuat keputusan menghasilkan
rekomendasi yang pragmatis dan action oriented untuk mengatasi masalah yang ada.
Policy research merupakan riset empirik yang dilakukan untuk menjelaskan beberapa aspek
hubungan dalam membuat dan melaksanakan kebijakan.

KOMPONEN EVALUASI EKONOMI

Drummond et al (1987) hearts Trisnantoro (1996) mengidentifikasi empat komponen dalam


evaluasi pelayanan kesehatan programmer yaitu: khasiat, efektivitas, ketersediaan, dan efisiensi. ahli
lainnya mengusulkan istilah "ekuitas" sebagai komponen penting dari evaluasi program kesehatan.
a.   Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi merupakan suatu analisis perbandingan alternatif kegiatan baik biaya
maupun dampaknya (Drummond et al. ,1997). Disektor yang lebih spesifik seperti sektor pelayanan
kesehatan, analisis ekonomi mengamati hubungan dan membandingkan biaya dengan konsekuensi
pada penerapan teknologi baru dalam hal memilah, mendiagnosa,mengobati dan upaya rehabilitasi
pasien (Poulsen). Analisis ekonomi dengan demikian dilakukan bertujuan untuk menjawab
pertanyaan apakah teknologi kesehatan yang baru lebih cost-effective dibandingkan dengan yang
digunakan saat ini yang semestinya dapat digunakan untuk menggantikan (CCOHTA 1997).
Banyak pengertian tujuan dilakukannya evaluasi ekonomi di sektor pelayanan kesehatan.
Williams in 1985 menyebutkan tujuan evaluasi ekonomi adalah untuk menarik manfaat sebanyak
mungkin dari penggunaan sumber daya pada upaya pelayanan kesehatan. Drummond, (1987)
mendefinisikan evaluasi ekonomi sebagai identifikasi, pengukuran, penilaian dan membandingkan

8
biaya dan outcome pengobatan atau proses pengobatan yang akan dipertimbangkan. Evaluasi
ekonomi ini juga dapat ditinjau dari berbagai perspektif: sosial, pasien dan ICU yang berakibat
perbedaan penggunaan metode evaluasi (Edbrooke). Peran evaluasi ekonomi dalam pelayanan
intensive care dimasa depan akan sangat tergantung pada komitmen para intensivists, industri
pelayanan kesehatan dan pemerintah. Banyak metode penelitian standar yang dapat dipakai
pelayanan. Penggunaan proxies for costing, seperti severity of illness ataupun workload scoring
systems tidak cukup memadai untuk mengamati biaya pelayanan perorangan. Penelusuran
metodologi lebih lanjut dibutuhkan untuk menghasilkan economic tools dalam penerapan cost-
effectiveness study di ICU.
b.   Biaya
Secara definisi, biaya dipahami sebagai konsumsi atas sumber daya (nilai sumber daya yang
dikonsumsi). Konsumsi sumber daya dalam kaitannya dengan aktivitas dalam sektor pelayanan
kesehatan membutuhkan sumber daya kesehatan, sumber daya non kesehatan, waktu caregivers
informal yang diberikan oleh keluarga dan teman, penggunaan waktu pasien dalam hubungannya
dengan aktivitas mereka sendiri, juga lost production sebagai akibat dari penyakit dan kematian
(Luce et al. 1996, Drummond et al. 1997) dalam (Poulsen). Jika dikaitkan dengan teknologi yang
ada, semua penggunaan sumber daya ini harus diukur dalam economic analysis dengan perspektif
sosial. Sebagai contohnya, apakah suatu analisis dengan perspektif rumah sakit hanya memfokuskan
pada penggunaan sumber daya di rumah sakit? Sehingga, perspektif yang terpilih untuk economic
analysis menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan penggunaan sumber daya, sehingga biaya,
dapat diidentifikasi dan dihitung. Segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan penggunaan sumber
daya bukan merupakan cost sehingga tidak dimasukkan dalam economic analysis. Dalam terminologi
economic analysis pengeluaran sama dengan cost, karena biasanya berkaitan dengan budget dan tidak
mengungkapkan opportunity cost untuk suatu kegiatan (Poulsen). Inilah sebabnya kegiatan
perawatan dibagi atas tiga jenis biaya: Start-up cost, Point cost; dan Interval cost (Edbrooke).
Ongkos rata-rata untuk rawat inap seringkali tidak memperdulikan kenyataan bahwa cost biasanya
bervariasi selama tinggal di rumah sakit, dimana hari-hari terakhir seringkali menjadi yang termurah
(Brooks 1996).
Penting untuk diingat bahwa analisis biaya dapat diatasi dari perspektif yang berbeda.
Misalnya, Greenhalgh (1997) menawarkan sudut pandang model perawatan kesehatan yang didanai
pemerintah di Inggris dengan menyatakan "Dari titik Treasury pandang, intervensi kesehatan biaya

9
yang paling efektif adalah salah satu yang mengembalikan semua warga segera status wajib pajak
dan, ketika Status ini tidak lagi dapat dipertahankan, menyebabkan langsung, kematian mendadak.
Tabel 1. Deskripsi Jenis Biaya Berdasarkan Perspektif

Perspektif Jenis Biaya Contoh


Perspektif Sektor Rumah Direct cost di Staf perawatan kesehatan, obat-
Sosial Pelayanan Sakit Rumah Sakit obatan, tes, biaya modal (peralatan
Kesehatan dan bangunan), rawat inap tinggal
(htel), kunjungan rawat jalan, biaya
overhead (e. g. makanan, cahaya,
panas), (penelitian dan pendidikan)
Direct cost di Kunjungi untuk kunjungan dokter
sektor private umum, spesialis swasta, fisioterapis,
dll; obat resep (pangsa dibayar oleh
asuransi kesehatan masyarakat),
skrining program.
Direct cost di Perawatan rumah dan perawatan di
sektor lainnya rumah, pengaturan sosial (dukungan
keuangan untuk obat-obatan dari
pemerintah kota, bantu dan alat).
Direct cost untuk Pembayaran pengguna (obat-obatan,
pasien dan dokter gigi), biaya perjalanan, biaya
keluarganya waktu karena waktu pasien digunakan
untuk pengobatan, keluarga atau
teman-teman (dibayar), penggunaan
waktu pasien
Produktivitas Ketidakhadiran sementara pasien dari
yang hilang pekerjaan karena sakit, mengurangi
kapasitas kerja karena sakit dan
kecacatan, atau kehilangan produksi
akibat kematian dini

10
Biaya kesehatan Biaya perawatan kesehatan yang
dimasa yang akan tidak terkait masa depan yang
datang. disebabkan oleh obat dari pasien
dengan pengobatan ini

EVALUASI FARMAKOEKONOMI

a. Pengertian Farmakoekonomi

Farmakoekonomi adalah deskripsi dan analisis biaya terapi menggunakan obat untuk
memelihara fungsi kesehatan dan sosial. Penelitian farmakoekonomi adalah proses identifikasi,
mengukur, dan membandingkan harga (yang akan dikeluarkan konsumen) dengan konsekuensi
(klinik, ekonomi, humanistic) dari produk dan pelayanan kefarmasian (Bootman, 2005).

b. Kategori Biaya

1)   Biaya medis langsung (direct medical cost) adalah biaya yang harus dibayarkan untuk
pelayanan kesehatan. Biaya ini meliputi biaya pengobatan, tenaga medis, biaya tes
laboraturium, dan biaya pemantauan efektivitas dan efek samping (Budiharto & Soewarta,
2008).
2)   Biaya medis tidak langsung (direct non medical cost) adalah biaya yang harus dikeluarkan
secara langsung yang tidak terkait langsung dengan pembelian produk atau jasa pelayanan
kesehatan. Biaya yang termasuk didalamnya adalah biaya transportasi dari dan ke rumah
sakit, makanan untuk keluarga pasien (Budiharto & Soewarta, 2008).
3)   Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien
maupun keluarga, kehilangan pendapatan karena tidak biasa bekerja akibat sakit, kehilangan
waktu (Budiharto & Soewarta, 2008).
4)   Biaya tidak teraba (intangible cost) adalah biaya yang berhubungan dengan rasa sakit pasien
dan penderitaannya, khawatir tertekan, efek nya pada kualitas hidup. Kategori ini tidak bias

11
diukur dalam matar uang, namun sangat penting bagi pasien maupun dokter (Budiharto &
Soewarta, 2008).
c.   Perspektif Analisis

Perspektif adalah sudut pandang mana yang diambil peneliti dalam melakukan evaluasi
farmakoekonomi. Perspektif analisis terbagi menjadi empat, yaitu :

1)   Perspektif pasien yaitu pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dengan biaya yang murah
2)   Perspektif penyedia pelayanan kesehatan yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang
diperlukan masyarakat.
3)   Perspektif pembayar (perusahaan asuransi) yaitu membayarkan biaya terkait dengan
pelayanan kesehatan yang digunakan peserta asuransi selama pelayanan kesehatan yang
digunakan peserta termasuk dalam tanggungan perusahaan bersangkutan. Menyusun program
pelayanan kesehatan yang lebih efektif sehingga nantinya dapat memberikan keuntungan bagi
perusahaan.
4)   Perspektif masyarakat yaitu masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan untuk mencegah
terjangkitnya berbagai penyakit, seperti program pencegahan penyakit dengan imunisasi
(Anny, 2007).

d.   Jenis Jenis Cost


Tergantung perspektif yang dipilih, seluruh biaya yang terkait harus diikutkan dalam
analisis (Poulsen). Biaya bahan habis pakai/obat/bahan farmasi dan (kadang-kadang) insentif
karyawan. Komposisi biaya ini akan berbeda bila di RS Swasta yang sudah menerapkan unit
cost analysis secara lebih konsekuen dimana sudah menambahkan unsur profit dan discounted
price dalam price setting nya.

12
Tabel 2. Perilaku biaya dan Komponen biaya
Dicount List
Profit Price
Indirect Biaya/Harga Jual
Cost Biaya Overhead
Fixed
Peralatan Selling
Cost Total
Medik/Sarana Manuf Price
Direct Cost
Gaji/Insentif/Dokter Cost
cost Variable
Bahan Habis Pakai
Cost
Obat/Farmasi

Pelayanan Kesehatan memiliki banyak bentuk-bentuk yang nyata yang mengandung:


ketidakpastian, asuransi, masalah-masalah informasi, usaha non-profit, batasan dalam
kompetisi, peran kebutuhan; dan, intervensi pemerintah melalui subsidi dan bantuan
masyarakat (Martinez-Giralt).
Sektor pelayanan kesehatan terutama menyangkut pembiayaan, tidak hanya perspektif
penyelenggara, perspspektif lain misalnya pelanggan mesti dipertimbang kan (Edbrooke).
Perspective merupakan sudut pandang ekonomi suatu analisis dilakukan, dan menentukan
jenis elemen biaya yang terlibat (Smith), luasnya analisis; dan, konsekuensi dan manfaat apa
yang dapat dihasilkan dari analisis untuk bahan pengambilan (Poulsen). Alternatif perspektif
termasuk society, public payers, insurance companies, providers, and patients. Hubungan
perspektif dengan elemen biaya terilustrasi pada tabel:-2, yang menunjukkan bahwa elemen
biaya dipertimbangkan dari perspektif society, the provider/payer, and the patient (Smith).
Perspektif yang paling komprehensif adalah yang berkaitan dengan sosial, dimana semua
biaya terkait dan konsekuensinya dari teknologi kesehatan harus diidentifikasi, diukur dan
dinilai, tidak perduli biaya dan konsekuensinya berdampak pada siapa. Akan tetapi,
seringkali, analisa ekonomi dilakukan dari perspektif yang sempit, seperti perspektif sektor
pelayanan kesehatan, perspektif rumah sakit saja; atau perspektif pasien saja (Poulsen). Lebih
sempit lagi adalah bila evaluasi ekonomi dilakukan dari sudut kepentingan kebijakan
pengambilan keputusan penetapan anggaran; misalnya oleh pemerintah atau asuransi
kesehatan nasional. Melakukan analisa ekonomi sebaiknya dilakukan dari perspektif yang

13
terluas, dan memiliki perspektif budget. Jika suatu ekonomi analisis digunakan untuk
memprioritaskan pada suatu tingkat sosial tertentu, agar prioritas menjadi optimal; analisis
yang ada harus dilakukan berdasarkan perspektif sosial. Hal ini untuk menghindarkan situasi
dimana teknologi ditunjukkan cost effective dari perspektif yang sempit, tetapi tidak cost-
effective dari perspektif sosial (Coyle).
.
Tabel 3. Cost elements under alternative perspectives
Cost Elemen Societal Veteran Affairs Patient and Patient’s
Family
Medical care (total cost) All costs All covered costs Out-of-pocket
payments
Pateint time for treatment All costs None Atient’s opportunity
costs
Paid caregiving All costs All covered costs Out-of-pocket
payments
Unpaid caregiving All costs Opportunity costs of
caregiver time
Transportation and non All costs All covered costs (if Al costs
medical services any)
Sick/disability leave, Administrative Amount paid + Amount received
transfer payments cost only administrative costs (negative cost)
Source: Luce et al. (1996) dalam Smith et al

Karena adanya ketidakpastian dalam memperkirakan penggunaan sumber daya dan


effectiveness, analisa sensitivitas yang lengkap harus diterapkan untuk menilai seberapa sensitif hasil
penelitian dapat diubah dalam hal parameter atau anggapan inti (Coyle).
Evaluasi pelayanan kesehatan harus memberi jawaban menyangkut efficacy, effectiveness dan
availability dari program. Efikasi disini berarti; apakah program bermanfaat dan terlaksana
semestinya. Effectiveness dari program menjawab pertanyaan mutu dan relevansinya, dan menilai
availability menjawab apakah program menyentuh populasi target. Jika ketiga pertanyaan ini
terjawab positif, masih harus dinilai secara ekonomis (economically oriented questions), untuk

14
menjawab pertanyaan apakah biaya dan sumber daya yang dikeluarkan program yang sekarang lebih
pantas dibandingkan program alternatif. Para ahli ekonomi menyebut hal ini sebagai opportunity cost
dari program (Martinez-Giralt).
Empat jenis utama metode analisis adalah: costminimization analysis, CEA, CUA dan CBA. Keempat
jenis ini dalam penerapannya berbeda datam outcome yang diestimasi, begitu juga rekomendasi
untuk pengambilan keputusan yang dihasilkan (Shea-Lewis, 2000) (Poulsen).

1.   Cost Minimzation Analysis (CMA)


CMA merupakan jenis khusus EE (Zierler, 2000). Penggunaan analisis ekonomi jenis ini
adalah dengan pemahaman yang nyata bahwa kedua program atau teknologi yang dibandingkan
menghasilkan dampak (health outcome) yang sama atau ekivalen; berupa efektivitas yang sama,
setara secara klinis dan statistik; berbeda dalam biaya, oleh karenanya jenis analisis ini hanya
menyoroti dan memperhitungkan biaya saja dengan kata kunci yang harus diperhatikan yaitu
"equivalent outcome" (Shea-Lewis, 2000) (Zierler, 2000) (Poulsen) (Coyle) (WHO)(Balekdjian,
2002). Analisis jenis ini sangat berguna bagi manajer rumah sakit ketika akan memutuskan rasio
perawat dan pasien. Kombinasi ketenagaan paramedik keperawatan, pembantu perawat, paramedik
non perawatan, dan teknisi; untuk hasil yang sama, akan tebih murah biayanya bila petayanan
keperawatan hanya diselenggarakan oleh paramedik keperawatan saja (Shea-Lewis, 2000).

2.   Cost–Effectiveness Analysis (CEA)

Dalam CEA, effectiveness pembanding diukur dengan single outcome. Perbandingan yang
dibuat dengan tambahan cost sumber daya yang dibutuhkan untuk mendapatkan unit effectiveness
tambahan (Coyle). Outcome diukur dalam hasil bentuk natural; misalnya berapa tahun umur
bertambah oleh penerapan teknologi kesehatan tersebut. (Gyrd-Hansen et al. 1998). Sama halnya
dengan CMA; CEA merupakan jenis evaluasi yang paling jarang digunakan dalam pengambilan
keputusan. Hanya mungkin menyimpulkan kondisi cost-effective dan seberapa besarnya nilai
costeffectiveness-nya (Drummond et al. 1987). CEA dapat dilakukan bila tujuan evaluasi ada(ah
untuk membandingkan beberapa alternatif strategi dengan both different cost and different
effectiveness. Tujuannya adalah melihat strategi mana yang lebih murah biayanya per unit output

15
atau memberi output terbanyak untuk sejumlah biaya yang tersedia (the lowest cost per unit of output,
or alternatively the strategy that delivers the highest output for a given fixed budget).
Dalam cost-effectiveness analysis, indikator yang dibandingkan haruslah sama dengan
pengukuran yang lazim digunakan pada sektor pelayanan kesehatan (WHOICDS/TB12002. 305 a).
CEA digunakan untuk menetapkan biaya dan manfaat suatu program pengobatan untuk mencari
program yang paling memberi manfaat untuk sejumlah biaya tertentu (Russell, Gold, Siegel, Daniels
& Weinstein, 1996). Cost effectiveness analysis berusaha untuk menunjukkan benefit yang relatif
terhadap intervensi medis versus beberapa intervensi atau benefit yang relatif terhadap satu treatment
dengan yang lain. Hal ini merupakan cost analysis yang paling sering digunakan dalam pelayanan
kesehatan. (Shea-Lewis, 2000).
3.   Cost-utility analysis (CUA)
Analisis jenis ini mencakup biaya dan pengukuran quality of life sebagai outcome
pengukuran. Sebagai hasil, cost-utility analysis memungkinkan doctors dan manajer untuk
membandingkan pilihan investasi bagi berbagai upaya penyembuhan dengan berpatokan kepada
skala "Quality-Adjusted Life" (Edbrooke).
CUA berbeda dari CEA dalam hal outcome yang diukur yaitu dalam bentuk quality-adjusted
life-years (QALY). Selain pertambahan umur dan mutu penambahan umur, penurunan insidens
morbidity dan mortality, juga penting menilai penggunaan teknologi kesehatan itu pada penderita
kronis. Pada cost-utility analysis pertambahan umur dikaitkan dengan mutu tahun-tahun sehat
kehidupan (Poulsen). CUA adalah kategori analisa pharmacoeconomic yang paling kontroversial,
karena merupakan inti dari penghitungan quality of life (QoL). Karena quality of life sulit dinilai,
metode ini jarang dilakukan kecuali pada penelitian khusus pasien kanker (Shea-Lewis, 2000).
Dengan penekanan pada persepsi dan perasaan individu, studi seperti ini dapat digunakan untuk
kasus-kasus yang membutuhkan outcome yang lebih konkrit seperti kanker dan AIDS stadium lanjut
(Balekdjian, 2002). CUA lebih merupakan pendekatan komprehensif karena perbandingan nilai
ekonomisnya adalah outcome yang dinilai pada suatu populasi atau cohort hipotetis, diukur sejak
awal program sampai akhir periode observasi (Zierler, 2000). Seperti halnya dengan CEA, CUA
relevan dilakukan jika tujuan adalah membandingkan pelayanan kesehatan yang terkait dengan biaya
berbeda dan outcome yang berbeda pula; inilah sebabnya sering juga dianggap sebagai suatu bentuk
CEA. Hal yang membedakan adalah bahwa CUA lebih mengukur utilitas pada berbagai program.
Secara umum utility berarti kegunaan (usefulness). (WHO/CDSITBI2002. 305 a).

16
4.   CBA (CBA)
CBA mengukur biaya dan outcome dalam bentuk moneter mengacu perbandingan langsung
biaya dan outcome dalm unit yang sama. Langkahlangkah yang umum ditempuh adalah sebagai
berikut (Edbrooke):
a)   Identifikasi sifat biaya dan manfaat
b)   Mengukur biaya dan manfaat dalam nilai moneter (uang)
c)   Kalkufasi nilai awal dari biaya dan manfaat
d)   Membandingkan nilai awal biaya dan manfaat dan menginterpretasikannya hasilnya untuk
membantu pengambilan keputusan. CBA kurang luas digunakan di ICU karena sulitnya
menilai kehidupan (life) dalam nilai uang.
CBA membandingkan beberapa program, menghitung total biaya program, mengestimasi
manfaat dan membandingkan total biaya dengan manfaat (Shea-Lewis, 2000). Kebaikan anilisis jenis
ini adalah bahwa biaya dan outcome diukur dalam bentuk nilai uang yang memungkinkan net benefit
dapat dihitung, dan menilai teknologi yang diukur dibutuhkan atau tidak dan apakah manfaat lebih
tinggi dari biaya yang dikeluarkan (Poulsen). Pengukuran ini tidak hanya terkait dengan biaya (cost)
merawat suatu penyakit tetapi juga benefit (manfaat) keuangan didapatkan berdasarkan outcome
kesehatan yang meningkat. Laporan disajikan sebagai benefit keuangan secara keseluruhan atau
sebagai suatu perbandingan: savings per dollar yang dihabiskan (Balekdjian, 2002),
(WHOICDSITB/2002.305 a). Program atau intervensi disebut "cost-beneficial' jika nilai manfaat
(benefits) melebihi biaya (cost) yang dikeluarkan. Akan tetapi, tehnik untuk menempatkan nilai
keuangan pada intangible outcome pelayanan kesehatan seringkali tidak dapat diterima, sehingga
CBAs menjadi jarang digunakan (Coyle).

17
Tabel 4. Pilihan Jenis Analisis Ekonomi
Jenis Analisis
Jenis Analisis Ekonomi Spesifik Keterangan
Ekonomi
Bila teknologi yang dibandingkan setara
1 CMA Hanya membutuhkan data biaya
(equally effective
Bila teknologi yang dibandingkan berbeda Biaya yang berbeda dinilai untuk
(different) effektifitas an berbeda
2 CEA Salah satu teknologi mendominasi yang lain
Aktifitas-aktifitas memiliki tujuan yang sama, Kemungkinan lebih efektif dan
effektifitas dibandin kan lebih murah dari an lain

Bila quality of life penting sebagai hasil


3 CUA keluaran
Bila aktifitas lintas spesialisasi dibandingkan
Bila effek non-health juga penting
Bila hanya satu teknologi an di assess
Proses pengobatan dan informasi
4 CBA Bila kehidupan individu dinilai secara moneter
utilisasi
Bila aktifitas sosial lintas sosial
diperbandingkan

Jenis analisis lain adalah cost of illness analysis (COI) yang mengkaitkan biaya penyakit ini
terhadap kehidupan sosial; misalnya outcome dan biaya yang dikeluarkan masyarakat terhadap
penyakit sakit pungung (back pain) disuatu negara. Jenis analisis ini tidak membandingkan teknologi
kesehatan, hanya menghitung total biaya yang dikeluarkan masyarakat; juga tidak memberikan
informasi tentang opportunity cost sehingga sering dianggap bukan jenis analisis ekonomi
(Drummond et al. 1997). (Poulsen).
Evaluasi ekonomi merupakan analisis perbandingan pilihan atas beberapa alernatif baik biaya
maupun konsekuensinya (Martinez-Giralt). Dikenal dua komponen dalam evaluasi ekonomi yaitu:
biaya dan outcome.

Terkait dengan pelayanan kesehatan, dikenal biaya-biaya: cost dokter, rumah sakit, obat (c1), kepada
pasien dan keluarganya termasuk biaya cost of lost production dan waktu senggang (c2) dan sektor

18
lain (c3). Pada sisi konsekuensi, ditandai dengan tiga kategori: identifikasi (identification),
pengukuran (measurement) dan valuasi (valuation). Pertama, ditetapkan lebih dahulu bahwa status
kesehatan pasien akan meningkat sebagai konsekuensi dari pelaksanaan program. Ini bisa diukur
dalam bentuk efek pertambahan umur kehidupan dan hari kecacatan yang berkurang (life-years
gained, disability days reduced) dan kita bisa menilai juga efek tersebut dalam bentuk utility, u,
(health state preferences) atau dalam nilai maneter, w, (willingness-to-pay). Kedua, program
pelayanan kesehatan dapat mengarah pada nilai yang lain (v) seperti informasi tentang kesehatan
seseorang, treatments alternatif. Akhirnya, program kesehatan dapat menghemat sumberdaya di
sektor pelayanan kesehatan (s1), kepada pasien dan keluarga (s2), dan sektor lain (s3). Tergantung
alternatif program, biaya dan konsekuensi selalu terkombinasi, yang membedakan ciri evaluasi
ekonomi yang diterapkan (see Drummond et al, 1997)
CMA hanya berkaitan dengan cost tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Sehingga, haf
ini merupakan sebagian bentuk evaluasi ekonomi. Dalam hal evaluasi ekonomi yang dijelaskan
sebelumnya, hal ini akan membandingkan cost savings dalam suatu program: (c1 + c2 + c3) - (s1 +
s2 + s3).
CEA tidak hanya mempertimbangkan cost tetapi juga outcome peningkatan kesehatan: [(c1 +
c2 + c3) - (s1 + s2 + s3)]/e. Sama halnya, CUA berkaitan dengan cost penilaian status kesehatan ((c1
+ c2 + c3) - (s1 + s2 + s3)]/u.
Akhirnya, CBA dapat memastikan jumlah total seseorang mau untuk membayar program
tertentu, dan membandingkannya secara langsung dengan cost untuk menilai apakah programnya
berharga untuk dilakukan: (w+v+s1+s2+s3) - (c1+c2+c3). Untuk membedakan beberapa teknik
evaluasi ekonomi ini adalah sebagai berikut:
CEA menilai cost-effectiveness ratio. Hasilnya adalah berupa sejumlah nilai uang untuk setiap
tahun kehidupan yang bertambah (per life-year gained). CEA berguna biia alternatif program yang
dibandingkan diukur effeknya dalam unit yang sama, tidak bermanfaat bila dilakukan dalam suatu
program tunggal dimana tidak bisa dilakukan cost-effectiveness ratio. CUA adalah bentuk khusus
CEA untuk mengukur setiap effek penambahan QALYs. Kelebihan CUA terhadap CEA adalah
menggunakan unit pengukuran yang umum sehingga mudah membandingkan beberapa program
alternatif, tetapi CUA baik dilakukan bila quality of life merupakan isu utama dari pelaksanaan
program. CBA melihat manfaat sosial dari program. Penetapan keputusannya sederhana: semua
program yang memberikan manfaat sosial yang positif pantas dilaksanakan. Panduan sederhana

19
tentang ketiga tehnik analisis yang berbeda ini juga informasi yang dibutuhkan dapat ditemukan di
Jacobs (1997).

20
COST OF ILLNESS

Analisis Cost of Illness (COI) merupakan bentuk evaluasi ekonomi yang paling awal di sektor
pelayanan kesehatan. Tujuan utama COI adalah untuk mngevaluasi beban ekonomi dari suatu
penyakit pada masyarakat, meliputi seluruh sumber daya pelayanan kesehatan yang dikonsumsi.
Studi COI dapat menggambarkan penyakit mana yang membutuhkan peningkatan alokasi sumber
daya untuk pencegahan atau terapi, tetapi mempunyai keterbatasan dalam menjelaskan bagaimana
sumber daya dialokasikan, karena tidak dilakukan pengukuran benefit. Selain itu, dalam studi ini
dikembangkan berbagai metode, yang dapat membatasi perbandingan dari hasil studi. Studi dapat
bervariasi berdasarkan sudut pandang, sumber data yang digunakan, kriteria biaya tidak langsung,
dan kerangka waktu untuk menghitung biaya.
Studi COI yang komprehensif meliputi baik biaya langsung maupun tidak langsung. Biaya
langsung mengukur opportunity cost dari sumber daya yang digunakan untuk mengatasi penyakit
tertentu, sedangkan biaya tidak langsung mengukur nilai sumber daya yang hilang karena penyakit
tertentu. Meskipun beberapa studi juga memasukkan intangible cost dari nyeri atau sakit, biasanya
pada pengukuran kualitas hidup, kategori biaya tidak dihitung karena kesulitan menghitung biaya
secara tepat. Biaya medik langsung meliputi pengeluaran pelayanan kesehatan untuk diagnosis,
terapi, terapi pemeliharaan, dan rehabilitasi, sedangkan biaya non-medik langsung adalah sumber
daya sumber daya yang tidak terkait langsung dengan pelayanan kesehatan, misalnya transportasi
dari atau ke tempat pelayanan kesehatan, pengeluaran untuk keluarga, dan waktu dari anggota
keluarga untuk merawat pasien. Istilah biaya tidak langsung digunakan untuk menilai produktivitas
yang hilang terkait dengan penyakit atau kematian. Istilah ini tidak sama artinya jika dilihat dari sudut
pandang yang berbeda. Dalam akuntasi, biaya tidak langsung mengacu pada aktivitas tambahan atau
pendukung yang dibutuhkan unit pengguna, oleh karena itu disarankan untuk menggunakan istilah
biaya produktivitas yang terkait dengan morbiditas dan mortalitas.
Studi COI dapat dilakukan dari beberapa sudut pandang yang berbeda, dimana masing-
masing sudut pandang biaya yang dihitung berbeda. Berdasarkan sudut pandang (perspektif) tersebut
dapat diukur biaya masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, pihak ketiga, pemerintah, atau pasien.

21
Tipe Cost of Illness
Studi cost of illness dapat dilakukan berdasarkan data epidemiologi, yaitu pendekatan prevalensi atau
insidensi, metode yang dipilih untuk menghitung biaya, yaitu top down atau bottom up, dan hubungan
antara awal penelitian dan pengumpulan data, yaitu studi retrospektif dan prospektif.
a.   Pendekatan Prevalensi vs Insidensi
Studi COI dapat didasarkan pada prevalensi atau insidensi. Studi prevalensi mengacu pada
jumlah total dari kasus pada periode tertentu (biasanya dalam satu tahun), sedangkan insidensi
mengacu pada jumlah kasus baru yang muncul dalam periode waktu tertentu. Pendekatan
prevalensi memperkirakan biaya penyakit atau kelompok penyakit pada semua kasus yang
terjadi dalam periode satu tahun, baik biaya langsung maupun produktivitas yang hilang.
Pendekatan insidensi memperkirakan biaya seumur hidup kasus baru dari suatu keadaan atau
kelompok keadaan dalam periode tertentu.
Analisis COI yang didasarkan pada prevalensi dapat bermanfaat jika tujuan studi
adalah :
1.   Memberikan gambaran kepada pembuat keputusan pada suatu keadaan dimana
pengeluaran tidak sesuai dengan biaya riil. Karena terdapat perbedaan numerik antara
pendekatan prevalensi dan insidensi, tujuan dari pendekatan prevalensi lebih baik
daripada insidensi.
2.   Merencanakan kebiajakn cost containment, karena studi ini memberikan gambaran
kepada pembuat keputusan pengeluaran secara menyeluruh dan lebih penting lagi
komponen biaya utama.
Analisis COI yang iddasarkan insidensi khususnya bermanfaat jika tujuannya adalah:
1.   Penilaian terhadap pencegahan. Analisis ini memperkirakan penghematan yang dapat
diperoleh jika dilakukan tindakan pencegahan.
2.   Menganalisa manajemen penyakit dari awal terjadinya penyakit sampai sembuh atau
meninggal. Pendekatan insidensi menganalisis stage atau keparahan penyakit sehingga
menggambarkan bagaimana biaya didistribusikan jika penyakit berkembang. Hal ini dapat
membangkitkan, misalnya pengembangan pedoman klinik atau terapi untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi baik manajemen penyakit secara keseluruhan dan
untuk setiap tahapan dari clinical pathway.

22
Studi COI yang didasarkan pada prevalensi lebih sering dilakukan karena data yang
diperlukan lebih sedikit dan asumsi yang digunakan lebih kecil dibandingkan dengan insidensi. Data
yang diperlukan cukup data satu tahun dan tidak diperlukan asumsi mengenai survival rate dan lama
sakit. Lifetime cost dapat dihitung dari biaya per tahun, asumsi steady state insidensi penyakit,
perkembangan penyakit, survival rate, dan terapi; tetapi perkiraannya mungkin tidak tepat seperti
jika digunakan data riil dari terapi (data longitudinal) pada penyakit tersebut karena kemungkinan
dilakukan perubahan terapi.
Metode khusus untuk menghitung lifetime cost menggunakan data biaya per tahun berbeda,
pendekatan dasar untuk masing-masing metode adalah menggunakan data satu tahun sebagai cross-
section dari bagaimana biaya didistribusikan berdasarkan umur. Asumsinya adalah biaya secara cros-
sectional pada usia yang berbeda menggambarkan perkembangan dari penyakit. Metode ini dapat
digunakan untuk memperkirakan perbedaan biaya karena adanya penyakit dan tanpa penyakit
berdasarkan usia. Metode ini menggambarkan tambahan per person cost berdasarkan usia, yang dapat
digabungkan dengan data jumlah pasien dengan penyakit yang diperkirakan survive pada masing-
masing usia untuk memperkirakan lifetime cost. Metode lain untuk memperkirakan lifetime cost
adalah dengan mengalikan data biaya per unit dalam 1 tahun dengan opini ahli mengenai kurun waktu
penyakit. Metode yang ketiga adalah menggunakan data presentase biaya pada tahun pertama untuk
memperkirakan lifetime cost total.
Studi COI khususnya berguna untuk mengukur penghematan potensial dari kasus yang bisa
dicegah dari suatu penyakit. Lebih jauh lagi dapat digunakan sebagai data untuk melakukan analisis
efektivitas-biaya, analisis cost-benefit atau analisis pencegahan penyakit. Untuk penyakit akut
dimana hanya biaya dalam satu tahun yang dihitung, maka pendekatan berdasarkan prevalensi dan
insidensi akan memberikan hasil yang sama. Untuk penyakit kronis dimana biaya bisa lebih dari satu
tahun, maka studi yang didasarkan pada insidensi memberikan informasi lebih mengenai biaya dari
kasus yang bisa dicegah. Studi berdasarkan prevalensi dapat dilakukan untuk penyakit kronis, tetapi
perlu interpretasi sebagai gambaran dari biaya dalam satu tahun, daripada biaya yang dapat dihemat
jika semua kasus penyakit dapat dicegah.
b.   Pendekatan Top Down vs Bottom-up

Perbedaan lain antara kedua pendekatan di atas adalah bahwa pada pendekatan insidensi
analisis dilakukan secara bottom up, meliputi semua biaya penyakit selama hidup. Data yang

23
diperlukan lebih detail dibandingkan pendekatan prevalensi. Pendekatan prevalensi dilakukan secara
top down, mengalokasikan total biaya untuk masing-masing kategori penyakit secara umum.
Pada pendekatann bottom up, perkiraan biaya dapat dibagi menjadi 2 langkah. Langkah
pertama, adalah memperkirakan jumlah input yang diperlukan dan langkan kedua adalah
memperkirakan unit cost dari input yang digunakan. Biaya diperhitungkan dengan mengalikan unit
cost dengan jumlahnya. Data yang diperlukan akan bervariasi, tergantung dari cakupan penelitian.
Pada studi yang komprehensif, biasanya dilakukan survei secara nasional sehingga dapat disajikan
data yang sesungguhnya dari sumber daya yang digunakan. COI top down dapat menyebabkan
alokasi biaya kurang tepat, pertama disebabkan pengeluaran biaya pelayanan kesehatan nasional bisa
lebih rendah atau lebih tinggi dari biaya langsung total. Kedua, eksklusi dari kategori biaya tidak
dipertimbangkan (misalnya biaya transportasi atau pelayanan informal), sehingga akan menyebabkan
bias karena perkiraan biaya berdasarkan kategori penyakit, kategori penyakit yang berbeda dapat
menyebabkan perbedaan biaya non medik. Ketiga, biaya total menggambarkan diagnosis primer. Hal
ini akan menyebabkan masalah jika pasien mengalami multiple diagnosis.
c.   Cost of Illness Prospektif vs Retrospektif

COI dapat dilakukan secara prosfektif dan retrospektif tergantung dari hubungan antara waktu
penelitian dilakukan dan pengumpulan data. Pada studi COI retrospektif, saat studi dilakukan, semua
kejadian yang relevan sudah terjadi. Proses pengumpulan data mengacu pada data yang sudah ada,
sedangkan pada studi SOI prospektif kejadian yang relevan belum terjadi saat penelitian dilakukan.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti pasien setiap waktu. COI berdasarkan
prevalensi maupun insidensi dapat dilakukan secara prospektif atau retrospektif.
Kelebihan dari COI retrospektif adalah lebih murah dan waktu yang diperlukan lebih pendek
dibandingkan dengan prospektif karena data yang diperlukan sudah tersedia saat penelitian
dilakukan. Desain retrospektif lebih efisien terutama untuk penelitian pada penyakit yang durasinya
panjang dan memerlukan waktu beberapa tahun untuk mencapai end point nya. COI retrospektif bisa
dilakukan jika data yang diperlukan tersedia. Sebaliknya, pada COI prospektif, peneliti dapat
merancang sistem pengumpulan data yang diperlukan. Data penyakit dan penggunaan sumber daya
pelayanan kesehatan dapat diperoleh data yang lengkap untuk setiap intervensi yang dilakukan.
Kedua, kepada pasien dapat diberikan buku harian untuk mendapatkan data biaya yang belum tercatat
oleh organisasi pelayanan kesehatan. Dengan cara ini dengan mudah dapat dilakukan pengukuran
biaya non medik langsung, seperti biaya transportasi. Perkiraan waktu tidak bekerja bisa diperkirakan

24
dengan lebih tepat. Namun demikian, jika penyakit memerlukan waktu yang sangat lama untuk
mencapai end point misalnya penyakit hepatitis C yang memerlukan waktu terapi 30 sampai 40 tahun
maka kalau dilakukan COI prospektif akan memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang sangat
lama. Pada kasus ini, COI retrospektif lebih efisien untuk mengukur beban penyakit.
d.   Evaluasi biaya dalam Cost of Illness

COI diperkirakan dnegan mengidentifikasi komponen biaya dan menilai dalam unit moneter.
Kategori biaya yang dihitung dalam memperkirakan biaya total dari COI adalah biaya langsung dan
produktivitas yang hilang.
Metode yang digunakan untuk menghitung biaya pelayanan adalah dengan pendekatan micro-costing
atau gross-costing. Pada metode micro-costing, biaya pelayanan dinilai dengan menjumlahkan
masing-masing komponen biaya-biaya kunjungan ke rumah sakit, maka dilakukan identifikasi ,
pengukuran, dan evaluasi terhadap sumber daya seperti misalnya personel, terapi, dan test
laboratorium. Dengan kata lain bahwa micro-costing menggunakan pendekatan bottom up yaitu
perhitungan komponen biaya produksi (input) untuk mendapatkan output. Sebaliknya, dengan
pendekatann gross-costing, biaya pelayanan (misalnya kunjungan ke rumah sakit) dinilai secara top
down, yaitu dengan cara membagi total biaya pelayanan dengan jumlah total pelayanan yang
dihasilkan dalam periode waktu tertentu.
Kedua pendekatan ini tujuannya adalah untuk menghitung unit cost dari pelayanan, namun
demikian tingkat ketepatan dari kedua metode tersebut sedikit berbeda. Hasil dari pendekatan micro-
costing menggambarkan biaya pelayanan yang aktual sedangkan pendekatan gross-costing
menghasilkan nilai rata-rata. Pendekatan micro-costing sangat akurat dan merupakan gold standard
untuk penilaian biaya, namun demikian pendekatan ini memerlukan biaya yang mahal dan waktu
lebih lama. Pendekatan micro-costing direkomendasikan jika tujuan dari analisis adalah untuk
menegaskan perbedaan biaya dari suatu pelayanan kesehatan.
Sudi COI merupakan salah satu pendekatan yang penting dalam ekonomi kesehatan sebagai
alat untuk membuat keputusan. COI berbeda dengan evaluasi ekonomi yang lain karena tidak
membandingkan biaya dan outcome.
e.   Tujuan utama dari COI adalah:

1.   Untuk menilaai beban ekonomi suatu penyakit dalam masyarakat. Hasil studi dapat digunakan
sebagai informasi tentang jumlah sumber daya yang digunakan karena penyakit dan

25
berdasarkan data epidemiologi morbiditas dan mortalitas dapat diketahui peringkat penyakit
berdasarkan beban ekonominya.

2.   Untuk mengidentifikasi komponen biaya utama dan biaya total berdasarkan insidensi. Hal ini
dapat membantu pembuat kebijakan untuk menetapkan dan/atau membatasi:

a.   Kebijakan penetapan biaya pada komponen yang memberikan porsi terbesar dari total
biaya.

b.   Mengontrol implementasi nyata dari kebijakan kesehatan sebelumnya.

3.   Untuk mengidentifikasi manajemen klinik dari suatu penyakit pada tingkat nasional. Hasil
evaluasi COI dapat membantu pembuat keputusan dan manajer untuk menganalisa fungsi
produksi yang digunakan untuk menghubungkan input dan/atau pelayanan intermediate untuk
mencapai output. Pedoman klinik merupakan salah satu contoh hasil akhir pada kasus ini,
dapat digunakan untuk identifikasi manajemen penyakit terutama jika dinilai tidak efektif atau
sangat beragam.

4.   Menjelaskan variasi biaya. Pada kasus ini dapat dilakukan analisis statistik untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan antara variasi biaya dan variabel penyakit ( misalnya keparahan),
pasien (misalnya variabel demografi) atau penyelenggara pelayanan kesehatan (misalnya
rumah sakit pendidikan dibandingkan rumah sakit daerah). Hasil penelitian ini akan
membantu manajer untuk membuat perencanaan dengan informasi yang lebih akurat untuk
menentukan pelayanan ke depan. Pola dari sumber daya yang digunakan dalam pelayanan
sangat penting untuk merencanakan pelayanan kesehatan.

Studi COI mengukur beban ekonomi dari suatu penyakit dan memperkirakan nlai maksimum
yang dapat dihemat atau diperoleh jika penyakit dapat disembuhkan. Pengetahuan COI dapat
membantu pembuat kebijakan untuk memutuskan penyakit apa yang diprioritaskan untuk ditentukan
kebijakan pelayanan kesehatan dan pencegahannya. Selain itu, studi ini dapat menjelaskan regimen
terapi mana pada suatu penyakit yang dapat menurunkan beban penyakit tersebut. Bagi pemegang
kebijakan, studi COI dapat menggambarkan pengaruh finansial dari suatu penyakit pada program
kesehatan di masyarakat. Bagi manajer, dapat diketahui penyakit apa yang mempunyai pengaruh
besar pada biaya. Studi COI menyediakan informasi yang penting untu cost-effectiveness analysis
dan cost benefit analysis, memberikan kerangka kerja untuk perkiraan biayanya.

26
Analisis Biaya

Analisis biaya (cost analysis) menilai biaya - biaya dalam penyelenggaraan pelayanan,
program atau intervensi. Dilakukan untuk menilai jenis biaya apa saja yang terlibat dalam
mengembangkan atau mengontrak suatu pelayanan tertentu, atau program yang diterapkan. Analisis
biaya tidak sampai jauh memperhitungkan effectiveness program, sehingga tidak dapat mengatakan
sesuatu tentang apa yang dimasukkan dalam pembiayaan. Pelayanan Kesehatan memiliki banyak
bentuk-bentuk yang nyata yang mengandung: ketidakpastian, asuransi, masalah-masalah informasi,
usaha non-profit, batasan dalam kompetisi, peran kebutuhan; dan, intervensi pemerintah melalui
subsidi dan bantuan masyarakat (Martinez-Giralt).
Pertama, cost yang langsung berkaitan dengan sektor kesehatan dalam bentuk sumber daya
rumah sakit berupa: treatment, bed days, out-patient attendance, overheads dan sumber daya
perawatan komunitas: kunjungan visite dokter dan perawat, ambulans. Kedua, perlu dipertimbangkan
cost secara langsung oleh pasien dan keluarganya. Disini, perlu dipertimbangkan treatment dan cuti,
waktu untuk keluarga perawat, menemani pasien di rumah sakit, dan pengeluaran dengan uangnya
sendiri seperti biaya transportasi, makanan di rumah sakit, dll. Akhirnya, sumber daya sektor lain
dapat juga dimasukkan seperti kunjungan pekerja sosial, bantuan nursing home, waktu untuk
volunteers, dll. (Martinez-Giralt).

Pengukuran Biaya:

Banyak cara pengumpulan data biaya, salah satunya adalah melalui rekaman catatan dari
pemberi pelayanan kesehatan (Evers). Beberapa masalah dapat muncul dengan menggunakan cara
ini. Pertama, sangat sulit merekam seluruh konsumsi medik karena pemberi pelayanan kesehatan
maupun perusahaan asuransi hanya mencatat sebagian biaya terkait sistim pelayanan kesehatan
tertentu saja. Kedua, menggunakan sumber data tersebut tidak akan memungkinkan mengukur biaya
pasien dan keluarganya. Ketiga, informasi hanya tersedia pada tingkat rerata biaya, tidak pada level
perpasien. Untuk mengukur informasi biaya pada level pasien hanya dapat dilakukan dengan
mengamati biaya perpasien. Cara ini sering digunakan beberapa peneliti dengan menggunakan
instrument yang dirancang khusus. Cara lain adalah dengan menghubungi seluruh pemberi pelayanan

27
kesehatan, penanggung biaya fasilitas pelayanan dengan melihat bllling dan medical records mereka
(Evers). Sering cara lain digunakan terutama dalam menghitung cost-of illness.

Jika seseorang ingin mendapatkan gambaran penuh dari biaya dan terutama jika seseorang
ingin menyertakan out-of-saku biaya dan biaya tidak langsung, seseorang dapat mewawancarai
pasien dan / atau keluarga pasien atau mengirim kuesioner kepada mereka (Evers). Sejumlah peneliti
dilengkapi data biaya yang telah mereka peroleh sendiri dengan mengadaptasi data dari penelitian
lain atau dengan membuat model untuk menemukan seberapa besar biaya yang. Jika data tidak
tersedia dari sumber-sumber ini, seseorang dapat memperkirakan biaya. Sejumlah penelitian tidak
menjelaskan bagaimana biaya benar-benar diukur (Evers).
Valuasi biaya: Hanya beberapa penelitian menghitung harga biaya yang sebenarnya. Seperti
umum di Evaluasi studi Ekonomi, biaya yang digunakan sebagai proxy untuk biaya dalam banyak
studi. Biaya yang tidak dikenakan biaya melainkan 'negosiasi harga'. Dalam pasar yang sempurna,
harga sama dengan biaya peluang. Di pasar perawatan kesehatan, harga terdistorsi oleh berbagai
kekuatan, termasuk subsidi silang dan costhifting. Oleh karena itu biaya bukan merupakan cara yang
tepat memperkirakan biaya. Banyak penelitian juga digunakan biaya rata-rata. Untuk atribut nilai
moneter untuk item biaya, berbagai sumber yang tersedia, seperti survei, waktu dan gerak penelitian,
statistik nasional, penelitian lain dan klaim asuransi (Evers).

Marjinal Biaya Dan Kesempatan Biaya:

Dua concept Utama Yang menjiwai analisis Ekonomi adalaha: analisis marjinal Dan biaya
kesempatan. Dalam analisis marjinal, Manfaat Investasi tambahan Tambahan PADA sumeberdaya
Yang ADA also diamati sebagai engamatan Terhadap mencakup biaya Tambahan Dan penghematan.
Biaya kesempatan dari suatu kegiatan adalah nilai usaha alternatif yang mungkin telah dilakukan
dengan sumber daya yang sama (Evers). Sebagian besar keputusan yang dibuat dalam konteks
anggaran: tidak setiap intervensi dapat dilakukan, sehingga memilih salah satu alternatif memerlukan
memboikot manfaat yang mungkin telah berasal dari alternatif terbaik berikutnya (Evers). evaluasi
ekonomi penuh yang dibangun di atas konsep ekonomi dasar biaya kesempatan dan kesepakatan
dengan biaya ini setidaknya secara implisit (Evers).

28
Secara keseluruhan tampak bahwa klien menerima perawatan fasilitas yang biaya yang lebih
besar kepada pemerintah dari klien menerima rumah / komunitas perawatan berbasis. Namun, ada
variasi yang signifikan dengan tingkat perawatan. Ada juga biaya perbedaan antara klien yang tetap
dalam jenis yang sama dan tingkat perawatan untuk waktu yang cukup lama dan mereka yang
memiliki perubahan status selama periode waktu. Ini harus, bagaimanapun, harus diingat bahwa ada
komponen gaji swasta untuk sebagian besar layanan perawatan penerus. biaya pengguna akan perlu
dimasukkan dalam analisis biaya yang lebih lengkap.
Contoh ekstrim dari implikasi dari berat relatif pembayaran oleh individu terhadap
pembayaran oleh pemerintah adalah bahwa di Atlantic Kanada fasilitas perumahan klien mungkin
pendapatan diuji dan mungkin harus membayar sampai biaya penuh perawatan. Dengan demikian,
individu kaya mungkin membayar biaya penuh perawatan di fasilitas tapi mungkin menerima
perawatan di rumah subsidi pemerintah jika mereka di masyarakat. Dengan demikian, bagi individu
tersebut perawatan di rumah akan merupakan biaya yang lebih besar kepada pemerintah dari
perawatan perumahan.
Penghasilan kena pajak admisi untuk review erawatan Pertama, mencakup biaya Dan utilisasi
cenderung menurun SETIAP kalinya. Ada perbedaan tajam antara klien rumah / masyarakat dan
klien perumahan dalam penggunaan pelayanan rumah sakit. rumah klien / masyarakat menggunakan
pelayanan rumah sakit kurang sebelum perawatan pertama mereka tetapi menggunakan pelayanan
rumah sakit lebih dari klien fasilitas setelah dimulainya perawatan. Ini adalah karena penurunan yang
sangat tajam dalam pemanfaatan rumah sakit setelah klien dirawat fasilitas perawatan jangka
panjang. biaya pharmacare cenderung memiliki sedikit peningkatan dari waktu ke waktu dan tidak
menunjukkan biaya dan "puncak" Pemanfaatan saat masuk peduli. Pola-pola ini adalah konsisten di
tiga kohort dipelajari dan di tingkat perawatan. Penurunan berat pada hari rumah sakit untuk klien
fasilitas keseluruhan, dan khususnya di tingkat perawatan diperpanjang, harus dicatat. Tampaknya
bahwa fasilitas dapat merawat klien dengan cara seperti untuk mengurangi penerimaan ke rumah
sakit. Untuk klien perawatan diperpanjang, mereka sudah di rumah sakit dan ada kemungkinan
bahwa mereka akan menerima perawatan lebih, sesuai kebutuhan, di bangsal perawatan diperpanjang
daripada ditransfer ke sayap lain dari rumah sakit perawatan akut. Temuan ini tampaknya
menunjukkan bahwa sebagian besar orang-orang mengaku perawatan berkelanjutan tampaknya telah
memiliki insiden pencetus, atau krisis kesehatan, yang mungkin telah menyebabkan penerimaan

29
mereka untuk melanjutkan perawatan, bukannya mengaku peduli karena kerusakan bertahap status
fungsional mereka.
Ini adalah kebiasaan untuk melakukan analisis sensitivitas hasil Ekonomi Evaluasi. Analisis
sensitivitas dapat dilakukan pada asumsi yang melekat dalam penelitian dan pada asumsi tentang data
seperti perkiraan biaya satuan. Kedua jenis asumsi akan ditinjau dalam bagian ini. Tujuan dari analisis
dalam penelitian ini adalah untuk melakukan analisis biaya komparatif rumah klien / masyarakat
versus klien perumahan.
Mencakup biaya Pelayanan di Rumahsakit LEBIH Murah dibandingkan rawat rumah.
Tampaknya bahwa ketika klien masuk ke fasilitas perawatan jangka panjang biaya fasilitas mereka
naik tapi pemanfaatannya layanan lainnya, termasuk pelayanan rumah sakit, menurun. Mengingat
tingginya proporsi biaya untuk klien perawatan rumah dicatat oleh perawatan di rumah sakit, ada
dasarnya adalah trade-off biaya antara perawatan di rumah sakit dan perawatan perumahan sebagai
klien berpindah dari perawatan rumah untuk perawatan perumahan. Temuan dalam penelitian ini
agak sensitif, untuk klien perawatan di rumah, ke rumah sakit per diem tingkat yang dipilih dan
jumlah rata-rata hari klien perawatan di rumah menghabiskan waktu di rumah sakit, terutama untuk
klien di tingkat perawatan yang lebih tinggi. Secara umum, peningkatan 50 persen dalam biaya unit
rumah sakit atau dalam pemanfaatan akan meningkatkan biaya keseluruhan untuk klien perawatan di
rumah sekitar 25 persen. Sebuah proporsi yang signifikan dari diferensial yang dicatat dengan jumlah
yang lebih besar dari hari di rumah sakit yang digunakan oleh klien perawatan diperpanjang dalam
kelompok itu. Dalam hal perawatan fasilitas, hasilnya cukup sensitif terhadap tingkat per diem
perawatan fasilitas seperti mereka account untuk sebagian besar biaya untuk klien fasilitas. Perencana
dan pembuat kebijakan akan ingin mempertimbangkan biaya perawatan fasilitas sebagai bagian dari
analisis mereka untuk melihat apakah perawatan di rumah memang alternatif costeffective untuk
perawatan perumahan. Ini adalah masalah yang signifikan karena Hollander (1994) menemukan
variasi dalam biaya per diem perawatan fasilitas di Kanada untuk fasilitas pemerintah menjalankan,
tidak-untuk-profit sarana dan fasilitas milik. Dia juga menemukan bahwa fasilitas yang sangat kecil
(yaitu, sekitar 15 tempat tidur atau kurang) umumnya memiliki jauh lebih rendah per diem daripada
fasilitas lain, yang lebih besar. Harus diingat bahwa relatif efektivitas biaya perawatan di rumah tidak
hanya tergantung pada biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan untuk klien perawatan di
rumah, tetapi juga pada biaya perawatan fasilitas. Ada jauh lebih banyak ruang untuk membuat

30
substitusi hemat biaya di daerah dengan fasilitas yang relatif lebih tinggi per diem, dengan asumsi
biaya perawatan di rumah tidak juga secara proporsional lebih tinggi.

Analisis Biaya: Analisis di mana hanya biaya alternatif dibandingkan.

Biaya-Minimalisasi Analisis: Analisis di mana biaya alternatif dibandingkan dan konsekuensi


dari layanan yang dianggap setara, misalnya, pencarian untuk alternatif biaya terendah. Analisis
Biaya-Efektivitas: Sebuah analisis di mana biaya dan konsekuensi dari program diukur dalam
sebanding, sesuai, unit fisik alami, misalnya, biaya yang berkaitan dengan efek tunggal yang mungkin
berbeda dalam besarnya di seluruh alternatif.
Biaya-Utilitas Analisis: Analisis di mana biaya dan konsekuensi dari program yang diukur dalam
satuan waktu disesuaikan bobot utilitas kesehatan, misalnya, biaya yang terkait dengan satu atau lebih
efek, yang belum tentu umum untuk setiap alternatif, oleh standar mengukur utilitas seperti hidup
tahun kualitas yang disesuaikan. Analisa Cost-Benefit: Analisis di mana biaya dan konsekuensi dari
program yang baik dihargai dalam hal moneter, misalnya, biaya yang terkait dengan satu atau lebih
efek, yang belum tentu umum untuk setiap alternatif, dengan ukuran standar uang.

Economic Outcome
Economic outcome tidak mudah dikaitkan dengan pengeluaran intervensi kesehatan pada
tingkat pelayanan kesehatan yang berbeda. Sebaliknya, figur seperti ini seringkali disediakan oleh
provider, payer atau pemerintahan. Di masa lalu, utilisasi pelayanan kesehatan digunakan sebagai
bukti status kesehatan. Akan tetapi, sulit untuk mengartikan standard kesehatan karena perbedaan
akses pelayanan dan faktor lain yang berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan di
masyarakat. Faktor-faktor kebudayaan dan ekonomi di masyarakat mungkin dapat mengubah
hubungan antara kesehatan dan penggunaan informasi (Zollner). Economic outcome yang
merefleksikan nilai keuangan manfaat kesehatan atau ukuran-ukuran status kesehatan dan pilihan
pasien (quality-adjusted life years) adalah inti dari metode evaluasi ekonomi yang berbeda. Semua
metode evaluasi ekonomi menguji satu intervensi atau lebih dan membandingkan sumber daya yang
penting untuk menjalankan intervensi (input) dengan konsekuensi atau manfaatnya (output). Metode
evaluasi ekonomi cost-minimization analysis, cost-effectiveness analysis, cost-utility analysis and
cost-benefit analysis - yang bermacam-macam berbeda dalam hal memperinci dan menilai input dan

31
konsekuensinya. Meskipun penilaian input dan konsekuensi mengikuti pendekatan yang sama - (i)
identifikasi input dan konsekuensi, (ii) mengukur dengan menggunakan unit fisik yang sesuai, dan
(iii) penilaiannya. Beberapa pembiayaan intervensi pelayanan kesehatan dapat disembunyikan atau
tidak diketahui. Tidak seluruh input dan outcome dapat dievaluasi dalam satuan yang tepat, misalnya
outcome intangible berupa: berkurangnya rasa sakit karena penyembuhan fungsi fisik (Zollner).
Menilai input dan konsekuensinya adalah aspek yang paling sulit dalam melaksanakan evaluasi
ekonomi. Hal ini karena ukuran standar nilai dan harga hanya muncul di real market, dan hal ini
hanya mengcover minoritas input dan konsekuensi kesehatan.
Salah satu tugas prinsip pengambil keputusan kesehatan adalah memutuskan bagaimana
menterjemahkan pengeluaran kesehatan dengan manfaat (benefit) yang lebih. Pengambil keputusan
menanyakan bahwa setiap pengeluaran tambahan dapat dibuktikan berdasarkan outcome yang
diharapkan. Penilaian outcome pada tingkat yang lebih luas menggunakan morbidity dan mortality -
meskipun tersedia dari sumber data nasional - seringkali tidak sensitif untuk menghitung outcome
intervensi kesehatan tertentu, terutama peningkatan target dalam fungsi fisik, mental dan sosial.
Sebaliknya, pengukuran mencakup bidang kesehatan yang multiple, seperti pengukuran umum atau
kondisi yang khusus, membutuhkan sumber daya yang penting ketika diterapkan dalam skala yang
lebih luas. Hal ini dapat mengarah kepada diseminasi yang luas (Zollner).

Gambaran Evaluasi Ekonomi (Zierler, 2000)


Untuk suatu sumberdaya pada tingkat yang tersedia, tujuannya dalam memaksimalkan
outcome kesehatan total diasumsikan bahwa peningkatan dalam status kesehatan dapat dicapai
melalui intervensi klinis yang memiliki beberapa pembiayaan yang dapat diukur, dengan
menyediakan cost effectiveness yang dapat dinilai dengan baik (Zierler, 2000). Salah satu analisa
formal cost adalah bahwa anggapan eksplisit benefits harus diantisipasi dengan suatu intervensi dan
dilakukan untuk mencapainya. Beberapa alternatif treatment dapat dibandingkan dalam hal perkiraan
cost dan outcome dan penilaian penjualan dibuat dengan dikaitkan etikal, politikal dan keputusan-
keputusan lain yang relevan. Bentuk dasar cost analysis yang komparatif adalah perbandingan
pembiayaan yang sederhana yang semata-mata menanyakan tentang seberapa banyak biaya
intervensi yang harus dibandingkan.
Tahap pertama ini mungkin dapat membantu menunjukkan apakah investigasinya terjamin
(Zierler, 2000). Akan tetapi, hasil analysis seperti ini tidak dapat diartikan secara penuh tanpa

32
informasi klinis atas suatu pendekatan; a procedure not worth doing is not worth doing well (yaitu,
secara efisien). Sehingga, perbandingan simple cost menunjukkan departure points rather than
destinations (Zierler, 2000). Cost-effectiveness analysis dan cost-benefit analysis adalah dua
pendekatan yang secara bersama-sama mempertimbangkan cost dan outcome terapi. Kebingungan
tentang penggunaan terminologi ini menjadi semakin luas, dan studi yang diberi label analisa cost-
effectiveness seringkali merupakan kenyataan CBA, dan kebalikannya. Cost-benefit dan cost-
effectiveness analysis adalah sama karena keduanya menghitung monetary cost intervensi klinis.
Perbedaan utama antara dua pendekatan ini adalah CBA mengharuskan cost dan benefits untuk
digambarkan dalam unit monetary (utamanya, mata uang) dan cost-effectiveness analysis
menjatuhkan tidak adanya persyaratan dalam ekspresi benefits (Zierler, 2000). Meskipun cost-
effectiveness analysis juga mengukur cost dalam unit monetary, outcome klinik seringkali tertinggal
dalam unit yang natural daripada yang telah diconvert pada mata uang tertentu. Pendekatan cost-
effectiveness menghindari penilaian outcome tertentu dalam hal mata uang tetapi terbatas pada
perbandingan dengan tujuan yang dapat diungkapkan dalam unit yang sama (contohnya, perubahan
yang berdampak pada mortality yang diharapkan) (Zierler, 2000). Dokter dan pembuat keputusan
secara implisit menetapkan nilai-nilai monetary pada outcome dengan cara memilih menyediakan
pelayanan klinis yang khusus. Contohnya, keputusan untuk menjalankan terapi yang dapat
meningkatkan rata-rata kelangsungan hidup dengan 1 tahun untuk setiap uang $50,000 yang
dihabiskan berarti life-year nya paling sedikit $50,000. Jika intervensi yang tersedia dengan 1
tambahan life-year dapat menghemat $500,000, hal ini akan mengarah pada kesimpulan bahwa
pengambil keputusan yang tidak mempertimbangkan outcome ini akan menjadi berharga dengan
pengeluaran yang diharapkan. Akan tetapi, keputusan ini tidak selalu dibuat konsisten, dengan
beberapa intervensi biaya per life-year lebih tinggi yang dapat disediakan dan yang lain dengan cost
per life-year saved lebih rendah bukan (Zierler, 2000).

Mengumpulkan Cost Data

Pada setiap tingkat Pengambilan Keputusan, data yang kegunaan mencakup biaya
menyangkut Tujuh kategori telkom (tugas): (1) anggaran, (2) penilaian varians, (3) profitabilitas, (4)
peningkatan efisiensi (baik efisiensi alokatif dan teknis), (5) ekspansi atau kontraksi jasa, (6) kontrak
layanan di luar, dan (7) meningkatkan efektivitas biaya (misalnya membandingkan pendekatan

33
alternatif seperti operasi vs rawat inap rawat jalan untuk mengendalikan kondisi medis tertentu)
(Shepard). Achallenging unsur analisis efektivitas biaya adalah pengukuran yang tepat biaya. data
biaya biasanya datang dari dana catatan keuangan dari penyedia atau asuransi, namun data
administrasi tersebut tidak cukup akurat untuk semua studi. Misalnya, biaya ditanggung oleh pasien
dan perawat yang belum dibayar tidak terwakili. Data administrasi juga tidak memberikan biaya
perawatan inovatif dan mungkin tidak sensitif terhadap perubahan penggunaan sumber daya yang
disebabkan oleh intervensi. Selain itu, penyedia data fromone atau perusahaan asuransi tidak
menangkap kegiatan penyedia lain dan asuransi (Smith).

Mencakup biaya terdiri dari Bagian Utama; biaya langsung, biaya tidak langsung Biaya
Langsung adalah pengeluaran untuk merawat penyakit sendiri dengan biaya yang dikeluarkan.
Beberapa contoh biaya adalah pengobatan yang nyata, peralatan untuk review pengantaran obat,
masa tinggal di rumah sakit, waktu bagi dokter dan perawat, tes-tes, perawatan untuk review efek
samping, dan transportasi darurat. Biaya tidak langsung menempatkan nilai biaya pada moneter yang
bukan merupakan bagian dari proses perawatan. Hal ini termasuk kehilangan pendapatan, kurangnya
kewaspadaan, kelemahan, dan equity berbaring kualitas hearts hidup pasien. Biaya ini merupakan
suatu tantangan untuk review menjelaskan apa yang sesuai untuk review untuk memasukkan
penghitungan biaya. Praktikal dan etikal adalah kuncinya. Tetapi untuk review banyak hal, biaya
dikembangkan dengan model using aktivitas berdasarkan yang beroperasi sistematis bisa mencakup
biaya peralatan dan waktu. Sehingga termasuk didalamnya pengantaran obat untuk review pembuluh
darah akan memiliki biaya yang diatur dari perusahaan farmasinya sendiri, waktu untuk review
perawat, penggunaan ruangan di rumah sakit, pengantaran peralatan-kateter, tubing, desinfektan,
pembuangan biohazards, dan pemantauan Peralatan. (Balekdjian, 2002).

Konsep Pembangunan
Pengertian pembangunan menurut Siagian (1994) suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara
dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).
Pengertian pembangunan menurut Ginanjar Kartasasmita (1994) yaitu suatu proses perubahan
ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.

34
Deddy T. Tikson (2005) menyatakan bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi
menuju arah yang diinginkan.
Dengan demikian, pembangunan adalah proses perubahan yang terencana dalam segi
pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan manusia yang
lebih baik. Manusia merupakan pelaku terciptanya pertumbuhan ekonomi diukur dari pertumbuhan
pendapatan penduduk per kapita yang akan menentukan pembangunan dalam meningkatkan kualitas
hidup manusia tersebut. Kegagalan dalam sistem pembangunan terjadi dilihat dari tingginya angka
pengangguran, kesenjangan social dan meningkatnya kemiskinan.
Konsep Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi
merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan
oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan
dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Menurut Adam Smith (Suryana, 2000),
pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan
teknologi. Profesor Simon Kuznets (Jhingan, 2000), pembangunan ekonomi adalah kenaikan jangka
panjang dalam kemampuan (teknologi) suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis
barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Profesor Meier (Adisasmita, 2005) mendefinisikan
pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu
yang panjang.
Pembangunan ekonomi (Sirojuzilam: 2005) dipandang sebagai suatu proses yang
menyebabkan naiknya pendapatan per kapita masyarakat dalam suatau masyarakat untuk jangka
panjang, maka pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting yaitu :
1.   Suatu proses, yang berarti terjadinya perubahan secara teru menerus.
2.   Adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.
3.   Kenaikan pendapatan masyarakat tersebut terjadi dalam jangka waktu yang panjang.

Maka pembangunan ekonomi adalah proses pertumbuhan ekonomi di ikuti dengan perubahan-
perubahan pada kegiatan ekonomi (pendapatan perkapita dan pendapatan nasional) dengan
memanfaatkan sumber daya (alam dan manusia) dan kemajuan teknologi. Salah satu faktor
pertumbuhan ekonomi yaitu kemajuan teknologi yang dibagi menjadi dua bentuk, yaitu inovasi
produk dan inovasi proses. Inovasi produk berkaitan dengan produk-produk baru yang sebelumnya

35
tidak ada atau pengembangan produk-produk sebelumnya sedangkan inovasi proses
merupakan penggunaan teknik-teknik baru yang lebih murah dalam memproduksi produk-produk
yang telah ada.
Konsep Pembangunan Kesehatan
Tjiptoherijanto (1993) menyatakan bahwa kesehatan dapat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi melalui beberapa cara, seperti perbaikan kesehatan seseorang akan menyebabkan
pertambahan dalam partisipasi tenaga kerja, perbaikan kesehatan dapat pula membawa perbaikan
dalam tingkat pendidikan yang kemudian menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi, ataupun
perbaikan kesehatan menyebabkan bertambahnya penduduk yang akan membawa tingkat partisipasi
angkatan kerja.
Mills dan Gillson (1999) mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan teori, konsep
dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tujuan pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan yang tinggi. Salah satu program pemerintah dalam mewujudkan derajat kesehatan
bagi seluruh penduduk adalah peningkatan pelayanan kesehatan yang didukung oleh sarana dan
prasarana kesehatan yang memadai di tiap daerah. Penyediaan pelayanan kesehatan pelayanan
kesehatan yang disampaikan kepada pasien oleh kombinasi antara tenaga pelayanan kesehatan dan
fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik dan laboratorium klinis). Beberapa faktor yang mempengaruhi
pelayanan kesehatan, yaitu:
1.   Sumber daya manusia seperti dokter (umum atau spesialis), bidan, perawat dan
sebagainya.
2.   Biaya yang muncul dalam penyediaan seperti biaya operasional dan lain-lain.
3.   Logistik pelayanan kesehatan seperti obat, alat suntik dan sebagainya.
4.   Standar operasional pada fasilitas pelayanan kesehatan seperti tindakan medis.
5.   Peralatan yang digunakan dalam penyediaan layanan kesehatan seperti peralatan medis
dan lain-lain.
6.   Wilayah pelayanan kesehatan
7.   Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan

36
8.   Waktu yang digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan
9.   Informasi terkait pelayanan kesehatan seperti internet atau famplet.

Maka pembangunan kesehatan adalah kesehatan yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
ekonomi karena manusia yang sehat menciptakan manusia yang produktif dan mampu meningkatkan
derajat kesehatan dirinya sendiri. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
kesehatan, pemerintah membuat program untuk pembangunan kesehatan seperti Millennium
Development Goals (MDGs). Millennium Development Goals (MDGs) bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki tujuan yang terbatas dan target terukur.
Terdapat 8 (delapan) tujuan Millennium Development Goals (MDGs), yaitu :
1.   Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.
2.   Mencapai pendidikan dasar untuk semua.
3.   Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
4.   Menurunkan kematian anak.
5.   Meningkatkan kesehatan ibu.
6.   Mengendalikan hiv dan aids, malaria dan penyakit menular lainnya (tb).
7.   Menjamin kelestarian lingkungan hidup.
8.   Mengembangkan kemitraan pembangunan di tingkat global.

Kebijakan umum untuk pembangunan kesehatan dikelompokkan menjadi, sebagai berikut :


1.   Peningkatan Kerjasama Lintas Sektor.

Untuk optimalisasi hasil pembangunan berwawasan kesehatan, kerjasama lintas


sektor berupa sosialisasi masalah-masalah kesehatan pada sektor lain perlu dilakukan
secara intensif dan berkala. Kerjasama lintas sektor harus mencakup tahap perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian serta melandaskan pembangunan kesehatan.
2.   Peningkatan perilaku, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Swasta.

Masyarakat berperan aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan melalui


berbagai kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran
dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3.   Peningkatan Kesehatan Lingkungan.

37
Kualitas lingkungan yang sehat mewujudkan keadaan lingkungan yang bebas
dari bahaya resiko dan keselamatan.
4.   Peningkatan Upaya Kesehatannya.

Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan


berkesinambungan, melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pennyembuhan penyakit dan peyuluhan kesehatan serta upaya khusus melalui
pelayanan kemanusiaan dan darurat atau kritis.
Pemerintah bertanggung jawab terhadap biaya pelayanan kesehatan untuk
masyarakat miskin pada sektor ekonomi. Status kesehatan masyarakat ditingkatkan
melalui pencegahan dan panganguran morbiditas, mortalitas, dan kecacatan dalam
masyarakat terutama pada bayi, anak balita, dan wanita hamil, melahirkan dan masa
nifas, melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular serta pengobatan penyakit dan rehabilitas..
5.   Peningkatan Sumber Daya Kesehatan

Pengembangan sumber daya kesehatan (tenaga kesehatan) bertujuan untuk


meningkatkan pemberdayaan atau daya guna tenaga dan penyediaan jumlah serta mutu
tenaga kesehatan dari masyarakat dan pemerintah yang mampu melaksanakan
pembangunan kesehatan.
6.   Peningkatan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan.

Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan perlu makin ditingkatkan


terutama melalui peningkatan secara strategis dalam kerjasama antara sektor kesehatan
dan sektor lain yang yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara
para pelaku dalam pembangunan kesehatan sendiri.
7.   Peningkatan Ilmu Pengetahuan dan teknologi Kesehatan.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong untuk


meningkatkan pelayanan kesehatan, gizi, penyalahgunaan obat dan pemberatasan
penyakit dan perbaikan lingkungan. Penelitian yang berkaitan dengan ekonomi
kesehatan dikembangkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pembiayaan kesehatan
dari pemerintah dan swasta. Penelitian bidang sosial budaya dan perilaku sehat

38
dilakukan untuk mengembangkan gaya hidup sehat dan mengurangi masalah
kesehatan masyarakat yang ada.
8.   Peningkatan Lingkungan Sosial Budaya.

Selain berpengaruh positif, globalisasi juga menimbulkan perubahan


lingkungan sosial dan budaya masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap
pembangunan kesehatan. Misalnya perubahan gaya hidup yang tidak sehat akan
timbul penyakit degeneratif seperti hipertensi atau diabetes.
Hubungan Antara Ekonomi Dan Kesehatan Dalam Konsep Pembangunan
Aspek ekonomi seperti pendapatan merupakan syarat utama untuk dapat menikmati fasilitas
kesehatan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kesehatan antara lain, tersedianya sarana kesehatan, keadaan lingkungan yang memadai dan
mutu makanan yang di konsumsi. Penanganan faktor tersebut harus dilakukan terarah dan terpadu
dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi yang berkaitan (Rahmi, 2008).
Keadaan faktor sosial ekonomi juga berpengaruh dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang tersedia, seperti pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh rumah
tangga (Yulia, 2009).
Hubungan antara kesehatan dan pembangunan ekonomi berdasarkan tingkat, yaitu :
a.   Pada tingkat mikro yaitu tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi
produktivitas kerja dan kapasitas untuk mendapatkan pendidikan. Tenaga kerja yang
sehat secara fisik dan mental akan lebih produktif dan mendapatkan penghasilan yang
tinggi.
b.   Pada tingkat makro yaitu penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan
masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan
pembangunan ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung
oleh terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit dan
peningkatan gizi. Pada tingkat makro ekonomi menjelaskan bahwa kondisi kesehatan
dan pendidikan yang rendah, mengalami tantangan dalam mencapai pertumbuhan
berkelanjutan jika dibandingkan dengan kesehatan dan pendidikan yang tinggi. Angka
harapan hidup yang tinggi dapat meningkatan kesejahteraan ekonomi.

39
Cesario, Simon dan Kinne 1980 (dalam Tjiptoherijanto, 1993) menjelaskan hubungan antara
program gizi dan pertumbuhan ekonomi, menyatakan bahwa :
a.   Perbaikan di dalam status gizi akan menurunkan tingkat kematian dan kesakitan,
khususnya bagi penduduk usia kerja, sehingga dapat meningkatkan partisipasi bagi yang
belum kerja dan meningkatkan hari kerja bagi yang sedang melakukan kegiatan kerja.
b.   Perbaikan dalam status gizi dan kesehatan tenaga kerja akan meningkatkan efisiensi kerja
melalui peningkatan kemampuan individualnya. Pengaruh dari program kesehatan serta
gizi terhadap penduduk usia muda akan terlihat pada peningkatan GNP( Gross National
Product) melalui pertumbuhan ekonomi, yakni dengan bertambahnya tingkat partisipasi
angkatan kerja dan secara tidak langsung melalui tingkat partisipasi dalam dunia
pendidikan.

Pendapatan perkapita penduduk juga dapat mempengaruhi status gizi karena jika pendapatan
yang tinggi maka status gizi menjadi baik sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Sebaliknya. pendapatan yang rendah akan menimbulkan status gizi yang buruk sehingga
meningkatnya angka kesakitan dan kematian biasanya hal ini terjadi pada penduduk miskin.
Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menghambat dalam pembangunan ekonomi
dan kesehatan. Penduduk miskin memiliki beban penyakit yang tinggi karena terbatasnya akses
terhadap air bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Selain itu biaya yang cukup tinggi untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan membuat penduduk miskin lebih memilih pengobatan alternatif
serta rendahnya pendidikan membuat keterbatasan pengetahuan dalam menghadapi suatu penyakit.
Komunikasi kesehatan adalah suatu cara yang dilakukan pelayanan kesehatan untuk mengajak
penduduk miskin untuk merubah perilaku dan memperbaiki kesehatan mereka.

Interaksi Antara Ekonomi Dan Kesehatan

Kesehatan hanya memiliki value in use dan bukannya value in exchange (Mills : 1909).
Berarti kesehatan bukanlah suatu komoditi sedangkan pelayanan kesehatan adalah suatu komoditi.
Dari sudut pandang supply (persediaan) produksi yang terpenting dari pelayanan kesehatan adalah
kesehatan dan sekaligus akan menghasilkan output lainnya. Dari sudut pandang demand (permintaan)
masyarakat ingin memperbaiki status kesehatannya, sehingga perlu pelayanan kesehatan sebagai

40
salah satu cara untuk mencapai status kesehatan yang lebih tinggi karena adanya keinginan untuk
dapat menikmati hidup sebaik mungkin dibandingkan bila mengalami gangguan kesehatan.
Demand diukur dengan tingkat keterpakaian tempat tidur, jumlah kunjungan, jumlah tes
diagnostik, dan sebagainya. Demand terhadap pelayanan kesehatan secara dominan sangat
dipengaruhi beberapa faktor yaitu harga, penghasilan pasien dan preferensi pasien.
Need (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan yang secara objektif dipandang
terbaik untuk digunakan memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Need biasanya ditentukan oleh
dokter, tetapi kualitas pertimbangan dokter tergantung pendidikan, peralatan, dan kompetensi dokter.
Wants (keinginan) adalah pelayanaan yang diinginkan pasien dianggap terbaik bagi mereka
(misalnya, obat yang bekerja cepat). Wants bisa sama atau berbeda dengan need.

41
.
PENUTUP

Kesimpulan

1.   Evaluasi ekonomi membantu penyedia pelayanan kesehatan dan pembuat kebijakan


dalam meupaya mengalokasikan sumberdaya melalui perbandingan praktik pelayanan,
teknologi, efisiensi dan manfaat yang diperoleh (Evers). Prinsip dasar evaluasi ekonomi
adalah bahwa pilihan – pilihan dilakukan antara sumberdaya alternatif dan keputusan
yang harus diambil menyangkut biaya dan outcome. Evaluasi tidak harus dilakukan
menyeluruh (full evaluation) (Evers). Beberapa evaluasi hanya membatasi pada biaya
saja, atau hanya outcome saja seperti yang dilakukan pada level perorangan (a case-
study) atau pada kelompok (cost-of-illness study) (Evers). Hanya saja, meskipun
evaluasi dilakukan untuk meng-assess biaya, evaluasi jenis ini bukan termasuk evaluasi
ekonomi yang lazim. Suatu studi cost-of-illnessu kondisi penyakit disuatu negara
tertentu pada tahun tertentu. (Evers)
2.   Jika pertimbangan ekonomi menjadi kemestian, maka suatu full economic evaluation
harus membandingkan paling tidak dua alternatif. Evaluasi dapat dilakukan pada
beberapa alternatif termasuk: prosedur diagnostic, kebijakan publik, program
pencegahan penyakit dan rehabilitasi. Dalam beberapa kasus adalah membandingkan
pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, community care, day-care, intermediate care
for acute situations, drug therapy, non-pharmaceutical therapies, comparing different
therapies, pengaruh surat rujukan ada pada kegiatan praktik dokter (Evers).
3.   Menurut Drummond et al, ADA empat dalam Beroperasi uatama evaluasi ekonomi
penuh Yaitu:. Analisis biaya-minimisasi (CMA), analisis efektivitas biaya (CEA),
analisis biaya-manfaat (CBA) dan analisis costutility (CUA). Ulasan ini termasuk salah
satu CMA, yang membandingkan 'singkat' dengan 'standar' rawat inap. yang paling
sering digunakan evaluasi ekonomi penuh dalam review kami adalah CEA. Salah satu
keterbatasan utama dari CEA adalah bahwa hal itu tidak mengizinkan perbandingan
dengan intervensi dievaluasi dalam penelitian lain, bahkan di sektor perawatan
kesehatan mental, sebagai ukuran hasil yang tidak sama. Sebuah CUA, bagaimanapun,

42
tidak peningkatan kesehatan mengungkapkan dalam satu ukuran seragam, kualitas
disesuaikan kehidupan-tahun (QALY) yang diperoleh. Sebuah QALY adalah ukuran
hasil yang komprehensif tunggal yang menggabungkan kedua efek dari segi kualitas
hidup dan efek dalam hal kelangsungan hidup (life-tahun naik). Drummond et al.
digunakan ukuran QALY untuk menilai kualitas perawatan-pemberi kehidupan, sebagai
bagian dari Evaluasi Ekonomi dari program dukungan untuk perawatan-pemberi dari
orang tua gila. Akhirnya, CBA mencoba untuk mengungkapkan peningkatan kesehatan
dalam istilah moneter. Biaya dan manfaat kemudian diukur dalam satuan yang sama dan
satu dapat melihat langsung apakah manfaat lebih besar daripada biaya.
4.   Pembangunan adalah proses perubahan yang terencana dalam segi pertumbuhan
ekonomi, sosial, dan budaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan manusia yang
lebih baik. Pertumbuhan pendapatan penduduk per kapita yang akan menentukan
pembangunan dalam meningkatkan kualitas hidup manusia tersebut.
5.   Pembangunan ekonomi adalah proses pertumbuhan ekonomi di ikuti dengan perubahan-
perubahan pada kegiatan ekonomi (pendapatan perkapita dan pendapatan nasional)
dengan memanfaatkan sumber daya (alam dan manusia) dan kemajuan teknologi.
6.   Pembangunan kesehatan adalah kesehatan yang dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan ekonomi karena manusia yang sehat menciptakan manusia yang produktif
dan mampu meningkatkan derajat kesehatan dirinya sendiri, program pembangunan
kesehatan yaitu Millennium Development Goals (MDGs).
7.   Hubungan antara ekonomi dan kesehatan berkaitan dengan pendapatan penduduk, status
gizi, tingkat kemingkinan, dan pendidikan.
8.   Interaksi antara ekonomi dan kesehatan berawal dari keinginan untuk meningkatkan
derajat kesehatan, kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan permintaan untuk sembuh
dari penyakit.

43
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita. H.R.. 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Jakarta: Graha Ilmu


Alwiah,A. & Habsi. (2001). Kerugian Ekonomi (ECONOMIC LOST ) Pasien Rawat Inap
Usia Produktif Pada Lima Penyakit Utama di Kota Palu.
Andayani TM. 2013. Farmakoekonomi: Prinsip dan Metodelogi. Jakarta: Bursa Ilmu
Anny VP. 2007. Perspektif Internasional Penelitian Farmakoekonomi dan Outcome,
Simposium Farmakoekonomi Badan Litbang Kesehatan.
Ascobat G. 2000. "Current and Future Issues" dalam Ceramah Umum tentang
Desentralisasi Bidang Kesehatan. Jakarta : Magister Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan, Program Pasca Sarana Universitas Indonesia.
Balekdjian, D and Russo, M. 2002. Outcome Based Access: Raising the Bar.
Pharmaceutical Executive. www. PharmExec. com
Bejo. 2010. Pembiayaan Kesehatan. http://bejocommunity.blogspot.com
Bootman JL. 2005. Principles of Pharmaeconomics, W Harvey Whitney Books
Company.
Budiharto, Martuti, Soewarta Kosen. 2008. Peranan Farmakoekonomi dalam Sistem
Pelayanan Kesehatan Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan Vol 11: 337-
340.
Chandra, B. 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Edbrooke, D. L. , Hibbert, C L. , Timme. , R Tintore, M. 2000. Intensive Care and
Costing Methodologies. Drager Medizin-technikGmbH. ISBN 3-926762-51-9
Evers, S. M. A. A. , Van Wijk, A. S. , Ament, A. J. H. A. 1997. Economic Evaluation Of
Mental Health Care Interventions. A Review. Health Economics, Vol. 6: 161–
177
Evers, S. M. A. A. , Van Wijk, A. S. , Ament, A. J. H. A. 1997. Economic Evaluation Of
Mental Health Care Interventions. A Review. Health Economics, Vol. 6: 161–
177.
Hollander, M. J. 1999. Substudy 1: Comparative Cost Analysis Of Home Care And
Residential Care Services Preliminary Findings: A Report Prepared for the
Health Transition Fund, Health Canada. National Evaluation of the Cost-

44
Effectiveness of Home Care. 308 - 895 Fort Street, Victoria, BC, V8W 1H7. Lim, T. O. et al.
1999. Cost Effectiveness Evaluation of the Ministry of Health Malaysia Dialysis
Programme. Published in Med J Malaysia 1999; 4-2
Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencana, Penerjemah Guritno, Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Kartasasmita, Ginanjar. 1994. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang.
Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.
Lutfan Lazuardi. 2001. Besarnya Kerugian Ekonomi Akibat Masalah Kesehatan.
Diakses melalui http://desentralisasi-kesehatan.net/, 09 Januari 2017
Maidin & Wawan. 2000. Kerugian ekonomi pasien rawat inap usia produktif terhadap
10 penyakit utama di Rumah Sakit Umum Dr Wahidin Sudirohusodo kota
Makassar.
Maidin, Alimin. 2002. Pembiayaan Sektor Kesehatan. Makassar : Laboratorium
Komputer AKK, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Mansyur. 2001. Kerugian Ekonomi (Economic Lost) Pasien Rawal Inap Usja Produktif
pada Lima Penyakit Utama di RSU Labuang Baji Kola Makassar. Skripsi.
Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Martinez-Giralt, Xavier. 1999. Market and Non-Market Values in Cost-(Benefit)
Analysis. CODE and Departament d'Economia, Universitat Aut'onoma de
Barcelona. 08193 Bellaterra Spain.
Masri, B. E. , Gabra, N. et al. 1997. Cost Analysis and Efficiency Indicators for Health
Care. Report Number 2. Summary Output for Suez General Hospital 1993-94
Masri, B. E. , Gabra, N. et al. 1997. Cost Analysis and Efficiency Indicators for Health
Care. Report Number 2. Summary Output for Suez General Hospital 1993- 94
Menon, D. 2001. The science of health technology assessment – The economic
perspective. Can J Clin Pharmacol vol 8(Suppl A): A-20A. Development of
Methodology And Reporting Guidelines
Mills, Anne. 1990. Ekonomi Kesehatan untuk Negara-negara Sedang berkembang.
Jakarta: Dian Rakyat
Mills, JS. 1909. Principles of Political Economy. Longman, Green and Co : London

45
Nguyen, Xuan. 1995. Human Resources Development and Operations Policy Working
Paper no. 46: Physician Behavioral Response to Price Control. Electronic
Newsletter on Population, Health and Nutrition Issues. Population, Health and
Nutrition (PHN) Department, World Bank.
Poulsen, P. B. , Kristensen, F. B. , Mogens Horder, M. , Poulsen, P. B. 2001. Health
Technology Assessment Handbook: 1st edition. Danish Institute for Health
Technology Assessment 2001
Sayuti, A. 2001. Kerugian Ekonomi (Economic Lost) Pasien Rawat Inap Usia Produktif
pada Tiga Penyakit Utama di Kabupaten Maros.
Shea-Lewis, A. 2000. Cost Analysis in the Healthcare Arena. American Nurses'
Credentialing Center's Commission on Accreditation.
Shepard, D. S. , Hodgkin, D. , Anthony, Y. 1998. Analysis Of Hospital Cost: A Manual
For Managers. Health Systems Development Program. World Health
Organization. Geneva, Switzerland
Sirojuzilam. 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional.
Sita, SR. 2001. Kerugian Ekonomi (Economic Loss) Pasien Rawat Inap Usia Produktif
Terhadap Sepuluh Penyakit Utama Di Rsud Lakipadada Kabupaten Tana
Toraja. Skripsi. Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS.
Smith, M. W. and Barnett, P. G. 2003. Direct Measurement of Health Care Cost. Medical
Care Research and Review, Vol. 60 No. 3, (Supplement to September 2003)
74S-91 S
Splett, P. L. 1996. The Practitioner's Guide To CEA Of Nutrition Interventions. Maternal
and Child Health Interorganizational Nutrition Group (MCHING)
Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Edisi Pertama,
Jakarta: Salemba Empat.
Tjiptoherijanto, Prijono. 1994. Ekonomi Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Undang – Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Pembangunan Kesehatan
Velix,T. Sima dan Umar,S. 2000. Kerugian Ekonomi (Economic Lost) Pasien Rawat
Inap Usia Produktif Terhadap 10 Penyakit Utama di Kota Makassar. Skripsi.
Makassar : FKU UNHAS.

46
Villaverde, Mario. C & Manog, Thiel B. Manaog. 2004. The National Health
Accounts (NHA) Projections: 1999-2004: An Exploratory Study for Estimating the National
Health Expenditures for CY 2004 based on the Health Sector Reform Agenda
(HSRA) Target
WHO. 2002. Guidelines for cost and CEA of tuberculosis control: Introduction, Important
Economic Concepts, Protocols, And Useful References. World Health
Organization, 2002. WHO/CDS/TB/2002. 305 a.
Wirdaningsih. 2001. Kerugian Ekonomi (Economic Lost) pasien Rawat Inap Usia
Produktif pada Beberapa Penyakit Infeksi di Kabupaten Mejene. Skripsi.
Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS.
Zierler, B. K. , Gray, D. T. 2000. Clinical Review Article: The principles of
cost-effectiveness analysis and their application. The Society for Vascular
Surgery and The American Association for Vascular Surgery. 23
Zollner, H. Stoddart, G and Smith, C. S. 2003. Learning to live with Health Economics:
Chapter V Useful economic tools. WHO Regional Office for Europe.
Copenhagen.

47
Lampiran
___________________________________________________________________________
Contoh Jurnal Mengenai Beban Ekonomi
Jurnal AKK, Vol 1 No 1, September 2012, hal 1-55

KERUGIAN EKONOMI (ECONOMIC LOSS) PASIEN RAWAT INAP USIA PRODUKTIF


PADA LIMA PENYAKIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAMUJU

PENDAHULUAN
Dalam melakukan perencanaan pembangunan kesehatan perlu dilakukan identifikasi masalah
kesehatan dengan indikator positif yaitu angka hari produktif akibat kesakitan atau kematian, maka
akan menimbulkan kerugian ekonomi. Derajat kerugian ekonomi mencakup pula hilangnya waktu
produktif akibat sakit disamping biaya-biaya lainnya.
Misalnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), selama tahun 1998 menurut data susenas 1998 telah hilang
sebanyak 29.100.584 hari produktif, atau sama dengan 79,728 tahun. Kalau diasumsikan sepertiga
dari hari/tahun produktif atau berasal dari kelompok usia produktif dengan upah minimum harian
sebesar Rp 5.000, maka kerugian karena sakit di NTT adalah sebesar Rp 49,8 miliar (36% dari PAD
NTT). Kerugian itu belum memperhitungkan biaya kesehatan yang sudah dikeluarkan oleh
masyarakat dan pemerintah, yang masing-masing mencapai Rp 61 miliar. Jika jumlah ini semuanya
ditambahkan, jelas telah melampaui PAD Kerugian ekonomi di Kabupaten Maros akibat penyakit
sebesar Rp 35.336.900,00 untuk kasus diare, kasus tifoid sebesar Rp 93.310.875,00 untuk kasus
penyakit TB Paru yaitu sebesar Rp 62.726.400,00 dengan total kerugian ekonomi untuk 3 penyakit
tersebut adalah Rp 191.374.175,00. Hal ini membuktikan bahwa perlunya pemerintah segera
memprioritaskan masalah tersebut untuk ditangani. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
total beban ekonomi pada 5 (lima) penyakit di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten
Mamuju.

48
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian
Penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan deskriptif.

Populasi dan Sampel


Populasi adalah pasien rawat inap yang tercatat sebagai penderita 5 (lima) penyakit di RSUD
Kabupaten Mamuju Tahun 2011. Sampel pasien rawat inap usia produktif yang tercatat sebagai
penderita 5 (lima) penyakit di RSUD Kabupaten Mamuju Tahun 2011, penarikan sampel dilakukan
dengan cara Simple Random Sampling.

Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui kuesioner penelitian dan wawancara dengan pasien atau
dengan keluarga pasien yang terpilih menjadi sampel. Data sekunder diperoleh melalui rekam medik,
profil kesehatan Kab, RS, Dinkes, BPS, artikel di internet dan sejumlah literatur yang berhubungan
dengan objek penelitian.
Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan komputer program SPSS, dengan
menghitung nilai rata-rata biaya langsung dan tidak langsung pengobatan 5 (lima) penyakit dan nilai
kerugian ekonomis akibat sakit pada lima penyakit.
HASIL
1.   Karakteristik Umum Responden
Persentase kelompok umur tertinggi berada pada umur 25 – 34 tahun yaitu 20 orang (26,7%)
sedang terendah kelompok umur 45 – 54 tahun yaitu 10 orang (13,3%), responden perempuan
lebih banyak yaitu 39 orang (52,0%) dibanding laki-laki yaitu 36 orang (48,0%). Pendidikan
responden tertinggi adalah SD dengan 23 responden (30,7%) dan terendah adalah diploma
yaitu 3 responden (4,0%). pekerjaan responden terbanyak adalah IRT yaitu 24 orang (32,0%)
sedang terendah adalah wiraswasta yaitu 1 orang (1,3%). Responden dirawat di kelas III yaitu
40 responden ( 53,3%), dan paling sedikit dirawat di kelas VIP yaitu 3 orang (4,0%). Lama

49
rawat responden umumnya 1 – 3 hari yaitu 44 orang (58,7%) sedang terendah dirawat lebih
dari 9 hari yaitu 4 orang (5,3%).

2.   Biaya Langsung (Direct Cost)

Dari tabel 2 terlihat bahwa tarif rawat inap kelas VIP yaitu Rp. 135.000, kelas I sebesar Rp
95.000, kelas II sebesar Rp75.000 dan kelas III sebesar Rp. 57.000. Biaya administrasi meliputi biaya
registrasi ( pendaftaran dan UGD). Besar biaya registrasi kartu dan UGD untuk semua kelas adalah
Rp. 7.500.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pengeluaran pasien rawat inap untuk biaya obat dan bahan
berdasarkan lama hari, maka rata – rata pengeluaran tertinggi pada penyakit Tb paru sebesar Rp.
10.131.000 dan terendah adalah penyakit malaria sebesar Rp. 2.905.000. Rata-rata pengeluaran

50
pasien paling banyak pada penyakit TB paru yaitu Rp. 633.188 dan paling sedikit dispepsia yaitu
Rp.320.000,-

Tabel 4 menunjukkan biaya untuk pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pengeluaran pasien
untuk pemeriksaan penunjang sebesar tertinggi pada pasien TB paru sebesar Rp. 1.268.500 dengan
rata – rata Rp. 79.281 per pasien, sedang pengeluaran terendah pada pasien malaria yaitu Rp. 308.000
dengan rata – rata Rp. 44.000.

Tabel 5 berikut menunjukkan bahwa total biaya langsung pasien sebesar Rp. 40.911.900
dengan rata – rata Rp. 545.492 perhari. Untuk total pengeluaran maka penyakit yang paling besar
biaya langsungnya adalah pasien TB paru yaitu Rp. 11.833.000, jadi rata – rata pasien TB paru
mengeluarkan biaya langsung sebanyak Rp. 739.563. Sedang pengeluaran untuk biaya langsung

51
termurah pada penyakit malaria yaitu Rp. 3.410.500 dengan lama rawat 4 hari. Rata – rata pasien
malaria mengeluarkan biaya langsung sebesar Rp. 487.214.

3.   Biaya tak langsung

Tabel 6 berikut menunjukkan bahwa total biaya tidak langsung pasien rawat inap sebesar Rp.
50.672.000 dengan rata – rata Rp. 3.462.916 per pasien. Untuk pengeluaran tidak langsung ini biaya
tertinggi dikeluarkan oleh pasien TB paru sebesar Rp. 15.410.000 dengan rata – rata pengeluaran per
pasien Rp. 963.125. sedang pengeluaran terendah pada pasien malaria yaitu Rp. 5.120.000,- 4. Biaya
Akibat Waktu Produktif Yang Hilang

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah biaya yang hilang berdasarkan upah minimum propinsi
sebanyak Rp 90.000.000. Biaya yang hilang tertinggi pada pasien TB paru sebesar Rp. 78.720.000
dan terendah pasien malaria Rp. 8 400.000,-

52
Total Cost

Tabel 8 menunjukkan total cost sebesar Rp91.583.900. Total cost tertinggi TB paru
pengeluaran per hari (selama 123 hari) Rp 13.843. Terendah penyakit malaria Rp. 8.530.500 dengan
rata – rata Rp. 40.621 per hari. 6. Total Kerugian Ekonomi

Tabel 9 menunjukkan total kerugian ekonomi pasien rawat inap sebesar Rp. 181.583.900
dengan rata – rata kerugian ekonomi perhari Rp. 80.704. kerugian ekonomi tertinggi adalah TB Paru
sebesar Rp. 105.963.000 dengan rata – rata kerugian Rp. 53.843 / hari. Sedang kerugian terendah
penyakit malaria Rp. 16.930.500 dengan rata – rata kerugian per hari Rp. 80.621.
4.   YLL (Years of life lost) jumlah tahun yang hilang karena penduduk mati sebelum mencapai
usia hidup rata-rata atau Life Expectancy (LE).

53
Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah kematian TB paru sebanyak 10 orang, dengan jumlah
tahun yang hilang akibat kematian sebesar 1.670 tahun, penyakit dispepsia sebanyak 2 orang dengan
jumlah tahun yang hilang akibat kematian sebesar 204 tahun dan GEA /Diare sebanyak 4 orang
dengan jumlah tahun yang hilang akibat kematian sebesar 812 tahun. B.

Pembahasan
1.   Biaya Langsung

Biaya langsung pada pasien rawat inap yaitu biaya yang harus ditanggung oleh seorang pasien
selama rawat inap di rumah sakit. Biaya langsung, tersebut meliputi biaya rawat inap, biaya
pemeriksaan penunjang, biaya tindakan medik,obat serta biaya administrasi. Berdasarkan data yang
diperoleh tentang tarif rawat inap kelas VIP yaitu sebesar Rp. 135.000, kelas I sebesar Rp 95.000,
kelas II sebesar Rp75.000 dan kelas III sebesar Rp. 57.000
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran pasien rawat inap untuk biaya obat dan bahan
berdasarkan lama hari, maka rata – rata pengeluaran tertinggi pada penyakit Tb paru sebesar Rp.
10.131.000 dan terendah adalah penyakit malaria sebesar Rp. 2.905.000. Rata-rata pengeluaran
pasien paling banyak pada penyakit TB paru yaitu Rp. 633.188 dan paling sedikit dispepsia yaitu
Rp.320.000. Hal ini disebabkan jumlah hari rawat pasien TB paru lebih lama dibandingkan pasien
Dispepsia dan pasien TB paru masuk RS dengan lebih banyak dengan komplikasi sehingga biaya
langsung maupun tidak langsung lebih mahal. Pengeluaran pasien untuk pemeriksaan penunjang
tertinggi pada pasien TB paru sebesar Rp. 1.268.500 dengan rata – rata Rp. 79.281 per pasien, sedang

54
pengeluaran terendah pada pasien malaria yaitu Rp. 308.000 dengan rata – rata Rp. 44.000.
Pengeluaran seluruh pasien untuk laboratorium sebesar Rp. 3.913.930 dan pemeriksaan dengan
Rontgen Rp. 2.759.000. Jadi total pengeluaran untuk biaya pemeriksaan sebesar Rp. 6.672.930 Total
biaya langsung pasien sebesar Rp. 40.911.900 dengan rata – rata Rp. 545.492 perhari. Untuk total
pengeluaran maka penyakit yang paling besar biaya langsungnya adalah pasien TB paru yaitu Rp.
11.833.000, jadi rata – rata pasien TB paru mengeluarkan biaya langsung sebanyak Rp. 739.563.
Sedang pengeluaran untuk biaya langsung termurah pada penyakit malaria yaitu Rp. 3.410.500
dengan lama rawat 4 hari. Rata – rata pasien malaria mengeluarkan biaya langsung sebesar Rp.
487.214 Penelitian tentang Kerugian Ekonomi (Economic Lost) Pasien Rawat Inap Usia Produktif
Terhadap Sepuluh Penyakit Utama di Kota Makassar khusus rawat inap, kelas III didapatkan bahwa
beban biaya langsung yang ditimbulkan oleh penyakit diare sebesar Rp. 305.828.250 sedangkan
penyakit demam tifoid sebesar Rp. 98.116.250 Penelitian yang dilakukan pada lima penyakit (diare,
pneumonia, TB paru, demam typoid, abortus) di RSU Labuang Baji Kota Makassar didapatkan bahwa
beban biaya langsung yang tertinggi disebabkan oleh deman typoid yaitu. sebesar Rp. 54.729.600.
berbeda dengan penelitian ini yang mana beban biaya langsung untuk penyakit demam typoid sebesar
Rp. 404.000. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah kasus (96 kasus), lama rawat (16
hari), biaya tindakan (Rp. 3.850) demam typoid yang lebih tinggi di RSU Labuang Baji Kota
Makassar.

2.   Biaya Tak langsung

Biaya tak langsung adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien yang mempunyai fungsi atau
aktifitas yang tidak berhubungan langsung dengan proses pengobatan/penyembuhan. Biaya tak
langsung pasien rawat inap terdiri dari biaya transport pergi - pulang rumah sakit, biaya makanan
ekstra pasien dan penunggu pasien. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan bahwa biaya
transportasi keluarga pasien berkisar antara Rp. 20.000 - 600. 000. Biaya makanan ekstra berkisar
antara Rp. 80.000 - Rp. 2.000.000. Sedangkan untuk biaya penunggu berkisar Rp. 200.000 - Rp.
1.320.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya tidak langsung pasien rawat inap sebesar
Rp. 50.672.000 dengan rata – rata Rp. 3.462.916 per pasien. Untuk pengeluaran tidak langsung ini
biaya tertinggi dikeluarkan oleh pasien TB paru sebesar Rp. 15.410.000 dengan rata – rata

55
pengeluaran per pasien Rp. 963.125. Sedang pengeluaran terendah pada pasien malaria yaitu Rp.
5.120.000.

3.   Biaya untuk Waktu Produktif Yang Hilang

Biaya (pendapatan) yang hilang berhubungan langsung dengan waktu produktif yang hilang
karena menderita suatu penyakit dan kasus yang dirawat di rumah sakit. Lama waktu perawatan
sampai dia pulih dan dapat bekerja kembali disebut waktu produktif yang hilang karena selama sakit
dan tidak berproduksi sehingga kehilangan uang/penghasilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah biaya yang hilang berdasarkan upah minimum propinsi (Rp. 40.000/ hari) sebanyak Rp
90.000.000. Biaya yang hilang tertinggi pada pasien TB paru sebesar Rp. 78.720.000 dan terendah
pasien malaria Rp. 8 400.000. Biaya (pendapatan) yang hilang akibat waktu produktif yang hilang
sangat dipengaruhi oleh lama hari rawat inap, banyaknya jumlah kasus penyakit yang terjadi dan
besarnya UMP yang ditetapkan disuatu daerah. Semakin lama hari rawat inap dan semakin tinggi
UMP disuatu daerah maka semakin besar pula pendapatan yang hilang atau kerugian yang
ditimbulkan oleh suatu penyakit. Penelitian mengenai kerugian ekonomi (Economic Loss) pasien
rawat inap usia produktif terhadap lima penyakit utama di Kota Palu Sulawesi Tengah didapatkan
bahwa biaya (pendapatan) yang hilang akibat waktu produktif yang hilang untuk kasus diare sebesar
Rp 26.577.600,00 dan kasus Bronchitis sebesar Rp10.878.000,00. Semakin tinggi UMP disuatu
daerah maka semakin besar pula pendapatan yang hilang atau kerugian yang ditimbulkan oleh suatu
penyakit. Penelitian mengenai kerugian ekonomi (Economic Loss) pasien rawat inap usia produktif
terhadap lima penyakit utama di Kota Palu Sulawesi Tengah didapatkan bahwa biaya (pendapatan)
yang hilang akibat waktu produktif yang hilang untuk kasus diare sebesar Rp 26.577.600,00 dan
kasus Bronchitis sebesar Rp10.878.000,00.
4.   Total Kerugian Ekonomi (Total Economic Loss)

Total Kerugian Ekonomi (Total Economic Loss) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan
selama rawat inap yaitu biaya langsung + biaya tak langsung (total cost) + dengan biaya/pendapatan
yang hilang akibat waktu produktif yang hilang. Total kerugian ekonomi pasien rawat inap sebesar
Rp. 181.583.900 dengan rata – rata kerugian ekonomi perhari sebesar Rp. 80.704. Total kerugian
ekonomi untuk penyakit tertinggi adalah TB Paru sebesar Rp. 105.963.000 dengan rata – rata

56
kerugian ekonomi Rp. 53.843 / hari. Sedang kerugian ekonomi terendah adalah penyakit malaria Rp.
16.930.500 dengan rata – rata kerugian ekonomi per hari Rp. 80.621. Menurut hasil penelitian di
Rumah Sakit Umum Dr Wahidin Sudirohusodo didapatkan total kerugian ekonomi pasien rawat inap
usia produktif terhadap 10 penyakit utama di kota Makassar adalah Rp 24,46 milyar, Di Sulawesi
Selatan, Economic loss yang dipikul rumah tangga akibat sakit diperkirakan mencapai 415,15 milyar
selama tahun 1998 yang terdiri dari biaya kesehatan Rumah Tangga sebesar Rp 184,2 milyar dan
hilangnya waktu produktif karena sakit sebesar 231,2 milyar. Penelitian mengenai kerugian ekonomi
pasien rawat inap usia produktif terhadap tiga penyakit utama di Kabupaten Maros didapatkan bahwa
biaya akibat waktu produktif yang hilang untuk kasus diare sebesar Rp2.976.000,00 dan kasus TB
Paru sebesar Rp5.832.000,00.
Besarnya Total Economic Loss suatu penyakit sangat ditentukan oleh lama hari rawat dan jumlah
kasus suatu penyakit, semakin lama seseorang dirawat, semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan
untuk menanggulangi biaya serta semakin banyak pula pendapatan yang hilang.

KESIMPULAN
1.   Besarnya biaya langsung untuk pasien rawat inap di RSUD Mamuju sebesar Rp. 40.911.900
dengan rata – rata Rp. 545.492 perhari. Untuk total pengeluaran maka penyakit yang paling
besar biaya langsungnya adalah pasien TB paru yaitu Rp. 11.833.000, jadi rata–rata pasien
TB paru mengeluarkan biaya langsung sebanyak Rp. 739.563, hal ini disebabkan karena
jumlah hari rawat pada pasien TB paru lebih lama dan biasanya masuk RS di sertai komplikasi
dengan penyakit yang lain.
2.   Besarnya biaya tak langsung pasien rawat inap sebesar Rp. 50.672.000 dengan rata – rata Rp.
3.462.916 per pasien. Untuk pengeluaran tidak langsung ini biaya tertinggi dikeluarkan oleh
pasien TB paru sebesar Rp. 15.410.000 dan terendah pada pasien malaria yaitu Rp. 5.120.000.
Biaya tidak langsung ditentukan lama hari rawat dan jumlah penunggu pasien.
3.   Besarnya biaya (pendapatan) yang hilang akibat waktu produktif yang hilang sebesar Rp
90.000.000. Biaya yang hilang tertinggi pada pasien TB paru sebesar Rp. 78.720.000 dan
terendah pasien malaria Rp. 8 400.000. Biaya yang hilang akibat tidak produktif karena sakit
dipengaruhi oleh lama hari rawat, tingkat keparahan penyakit, penyakit penyerta dan
penghasilan responden.

57
4.   Total kerugian ekonomi pasien rawat inap sebesar Rp. 181.583.900. Total kerugian ekonomi
untuk penyakit tertinggi adalah Total kerugian ekonomi untuk penyakit tertinggi adalah TB
Paru sebesar Rp. 105.963.000 dan terendah adalah penyakit malaria Rp. 16.930.500.

SARAN
Disarankan agar masyarakat dapat menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan dengan
menerapkan PHBS di rumah tangga. Pemerintah Daerah agar mengalokasikan anggaran untuk
kegiatan promotif preventif. Untuk penyakit menular perlu perbaikan sanitasi lingkungan,perubahan
perilaku dan immunisasi. Menerapkan perilaku sehat seperti diet menu seimbang,olah raga teratur,
tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang untuk mencegah penyakit tidak
menular. Asuransi kesehatan termasuk Jamkesmas dseharusnya menjadi program prioritas
pemerintah untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat karena sakit.

58
59

Anda mungkin juga menyukai