Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hematolik hereiter yang yang
diturunkan secara resesif. Ditandai gengn defisiensi produksi globin pada
hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
(Yuwono, 2012)

Thalasemia merupakan penyakit anemia hematolik dimana terjadi kerusakan


sel darah merah di adalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal
sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur
Hb.
(Nursalam, 2005)

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh


defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.
(Suryadi dan Rita, 2001)

Thalasemia merupakan penyakit anemia hematolik herediter yang diturunkan


secara resesif.
(Arief Manjoer, 2000)

B. Anatomi fisiologi Thalasemia


Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari system transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu
plasma darah dan bagian korpuskul.
Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan
total. Darah berbentuk cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah
merupakan bagian penting dari system transport karena darah mengalir keseluruh
tubuh kita dan berhubungan langsung dengan sel-sel tubuh kita.Warna merah itu
keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya oksigen dan karbondioksida
didalamnya. Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini
sangat berguna pada peristiwa pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh.
Fungsi darah
1. Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2. Mengangkut sari makanan yang diserap dari usus halus keseluruh tubuh.
3. Mengangkut sisa metabolisme menuju alat ekskresi.
4. Berhubungan dengan kekebalan tubuh karena didalamnya terkandung
lekosit,antibodi, dan subtansi protektif lainnya.
5. Mengangkut ekskresi hormon dari organ satu ke organ lainnya.
6. Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7. Mengatur suhu tubuh.
8. Mengatur keseimbangan tekanan osmotic
9. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10. Mengatur keseimbangan ion-ion dalam tubuh
 Pembentukan sel darah (hemopoiesis) terjadi pada awal masa embrional, sebagian

besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa.


 Dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung
dalam 3 tahap, yaitu: 
       a. Pembentukan di saccus vitellinus.
b. Pembentukan di hati, kelenjar limfe, dan limpa
            c. Pembentukan di sumsum tulang  
 Pembentukan sel darah mulai terjadi pada sumsum tulang setelah minggu ke-20
masa embrionik.  Dengan bertambahnya usia janin, produksi sel darah semakin
banyak terjadi pada sumsumtulang dan peranan hati dan limpa semakin berkurang.
Sesudah lahir, semua sel darah dibuat pada sumsum tulang, kecuali limfosit yang
juga dibentuk di kelenjar limfe, tymus, dan lien.
Selanjutnya pada orang dewasa pembentukan sel darah diluar sumsum tulang
(extramedullary hemopoiesis) masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami
kerusakan atau mengalami fibrosis.
 Sampai dengan usia 5 tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat
pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari tulang panjang, kecuali bagian
proksimal humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai
20 tahun.Setelah usia 20 tahun, sel darah diproduksi terutama pada tulang belakang,
sternum, tulang iga dan ileum,  75% sel pada sumsum tulang menghasilkan sel darah
putih (leukosit) dan hanya 25% menghasilkan eritrosit.   Jumlah eritrosit dalam
sirkulasi 500 kali lebih banyak dari leukosit. Hal ini disebabkan oleh karena usia
leukosit dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa hari) sedangkan erotrosit hanya
120 hari.
Mekanisme hemostasis dan pembekuan darah
1.   Vasokontriksi pembuluh darah
Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepaskan
serotonoi dan tromboksan A2 (prostagladin), yang menyebabkan otot polos
dinding pembuluh darah berkontraksi. Hal ini pad awalnya akan mengurangi
darah yang hilang

2.   Sumbatan trombosit
a.  Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut
kolagen dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk sumbatan trombosit.
b.   Trombosit melepaskan ADP untuk mengaktifasi trombosit lain,sehingga
mengakibatkan agregasi trombosit untuk membentuk sumbat 
 Jika kerusakan pembuluh darah kecil,maka sumbatan trombosit mampu

menghentikan perdarahan.
Jika kerusakannya besar, maka kerusakan trombosit dapat mengurangi
perdarahan,sampai proses pembekuan terbentuk.

  Pembekuan darah.

Kerusakan pada pembuluh darah akan mengaktifkan protrombin aktivator.


Protrombin aktivator mengkatalis perubahan protombin menjadi trombin dengan
bantuan ion kalsium. Trombin bekerja sebagai enzim untuk merubah fibrinogen
menjadi fibrin dengan bantuan ion kalsium. Fibri berjalan dalam segala arah dan
menjerat trombosit,sel darah dan plasma untuk membentuk bekuan darah. Protrombin
aktivator dibentuk melalui mekanisme.

a. Mekanisme ekstrisik. Pembekuan darah dimulai dari faktor eksternal pembuluh


darah itu sendiri. Sel-sel jaringan yang rusak atau pembuluh darah, akan melepas
tromboplastin (membran lipoprotein),yang akan mengaktivasi protrombin
activator.
b.  Mekanisme intrinsik. Untuk mengaktivasi protrombin melibatkan 13 faktor

pembekuan, yang hanya ditemukan dalam darah.

ERITROSIT
   

Sel darah merah, eritrosit (bahasa Inggris: red blood cell (RBC), erythrocyte)
adalah jenis sel darahyang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke
jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalamhewan bertulang belakang. Bagian dalam
eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat
oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan
oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. 
Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang
unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum
tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak
terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya
dihancurkan. Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari
Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel).
Jumlah Normal :
1. Dewasa laki-laki : 4.50 – 6.50 (x106/μL)
2. Dewasa perempuan : 3.80 – 4.80 (x106/μL)
3. Bayi baru lahir : 4.30 – 6.30 (x106/μL)
4. Anak usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x106/μL)
5. Anak usia 4-5 tahun : 3.70 – 5.70 (x106/μL)
6. Anak usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80 (x106/μL)
Struktur Eritrosit
Eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5
uM dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah
karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin.
Pembentukan Eritrosit
Eritrosit dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, misalnya di tulang dada,
tulang selangka, dan di dalam ruas-ruas tulang belakang. Pembentukannya terjadi
selama tujuh hari. Pada awalnya eritrosit mempunyai inti, kemudian inti lenyap dan
hemoglobin terbentuk. Setelah hemoglobin terbentuk, eritrosit dilepas dari tempat
pembentukannya dan masuk ke dalam sirkulasi darah.
Eritrosit dalam tubuh dapat berkurang karena luka sehingga mengeluarkan
banyak darah atau karena penyakit, seperti malaria dan demam berdarah. Keadaan
seperti ini dapat mengganggu pembentukan eritrosit.
Masa Hidup Eritrosit
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak
di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan
biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian
hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk
eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak.
Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.
Eritrosit pada manusia
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan ketebalan 2
μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Eritrosit
normal memiliki volume sekitar 9 fL (9 femtoliter) Sekitar sepertiga dari volume diisi
oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul
membawa 4 gugus heme.
Orang dewasa memiliki 2–3 × 1013 eritrosit setiap waktu (wanita memiliki 4-
5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yang
tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka cenderung
untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak). Eritrosit terkandung di darah
dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah yang lain, seperti
misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar 4000-11000 sel darah
putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di setiap mikroliter dalam
darah manusia.
Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk
mengantarkan lebih dari 98% oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya terlarut
dalam plasma darah.
Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi, mewakili
sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia.

Pembentukan sel darah merah (Eritropoesis)


Pembentukan darah dimulai dari adanya sel induk hemopoetik
(hematopoitietic cell). Sel induk yang paling primitif adalah sel induk plurifoten. Sel
induk plurifoten berdiferensia lmenjadi sel induk myeloid dan sel induk lymphoid,
yang selanjutnya melalui proses yang kompleks dan rumit akan terbentuk sel-sel
darah. Sel-sel eritroid akan menjadi eritrosit, granulositik, dan monositik akan
menjadi granulosit dan monosit serta megakariositik menjaditrombosit.Dalam
pembentukan darah memerlukan bahan-bahan seperti vitamin B12, asam folat,
zatbesi, cobalt, magnesium, tembaga (Cu), senk (Zn), asam amino, vitamin C dan B
kompleks. 
Kekurangan salah satu unsure atau bahan pembentuk sel darah merah
mengakibatkan penurunan produksi atau anemia. Eritroblast berasal dari sel induk
primitive myeloid dalam sumsum tulang. Proses diferensiasidari sel primitive menjadi
eritroblast ini distimulasi oleh sel eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal. Jika
terjadi penurunan kadar oksigen dalam darah atau hipoksia maka produksi hormonini
meningkat dan produksi sel darah merah juga meningkat. Eritrosit hidup dan beredar
dalam darah tepi rata-rata 120 hari. Setelah 120 hari akan mengalami prosese
penuaan. Apabila destrusi sel darah merah terjadi sebelum waktunya atau kurang dari
120 hari disebut hemolisis yang biasanya terjadi pada thalasemia
Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah
merah,suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin
dimulai dalam proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium
retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke
dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin
selama beberapa hari berikutnya. Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin.
Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin
untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empatpirol bergabung untuk membentuk
protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul
heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptidapanjang
yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub
unithemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.Terdapat beberapa variasi kecil
pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda,bergantung pada susunan asam amino
di bagian polipeptida. 

C. Etiologi
Adapun penyebab dari Thalasemia adalah faktor genetik (herditer). Faktor
genetik yaitu perkawinan antara 2 heterezigot (carier) yang menghasilkan keturunan
Thalasemia (homozigot).

D. Patofisiologi
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe).
Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan
tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh
digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.
Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu
menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang
menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ
tubuh.Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai
darah merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan,
akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh
lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian
E. Pathways Thalasemia
F. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda klinis Thalasemia :
1. Kelesuan
2. Bibir, lidah, kaki, tangan, dan bagian lain berwarna pucat.
3. Sesak nafas
4. Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen
5. Hemoglobin yang rendah
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1 tahun.
Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan
umur dan berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi
buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati yang di raba.
Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak pasien karna
terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah ruputure karna trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar, dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan
juga karna adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan tengkorak, gambaran
radiologis tulang memperhatikan tulang medulla yang lebar korteks tipis dan
trabekula besar.
Keadaan kulit pucat kuning-kekunningan, jika pasien telah mendapat transfusi
darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan
kulit. Penimbunan besi (hemosiderasis) dalam jaringan tubuh seperti hepar, limfa,
jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat alat tersebut(hemokromatosis).

G. Klasifikasi Thalasmia
Secara molekuler thalasemia dibedakan atas :
1.  Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen).
Sindrom thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom
16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti
gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi
lebih panjang dari kondisi normal.

Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)


Gangguan pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala
bila ia terkena thalassemia.
b.   Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan
terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan
eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.

c. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)


  

Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang
disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya
rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk
tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH
dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit
dapat dihancurkan.Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia
sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.mengalami presipitasi dalam eritrosit
sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.Penderita dapat tumbuh
sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.
d.   Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya
terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya
rantai α sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang
sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb
menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau
HbF.Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam
setelah kelahirannya.

2. Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.


Thalassemia-β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
a.   Thalassemia βo
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak
dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA.
Bayi baru lahir dengan thalasemia β mayor tidak anemis.
Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam
tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa
minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik,
tumbuh kembang anak akan terhambat.
Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang
akibat infeksi. (Kapita selekta kedokteran)
b. Thalassemia β+
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional
namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat
dibentuk walaupun hanya sedikit.
Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1. Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya
kadar hemoglobin dalam darah.Akibatnya, penderita kekurangan darah
merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang
bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya.Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir,namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia.
Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley.Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor,
yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat
sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus
menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar
1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2. Thalasemia Minor.
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup
normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia
minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti anak
menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan.
Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang
hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya.

H. Komplikasi Thalasemia
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah
yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut.
Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan, kematian terutama
disebabkan karna infeksi dan gagal jantung.
Secara umum komplikasi thalasemia antara lain :
1. Fraktur patologi
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan tumbuh kembang
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosideresis
7. Hemokromatosis
8. Infeksi

I. Pemeriksaan Penunjang
1.   Darah tepi :
-  Hb rendah dapat sampai 2-3 g%.

-  Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis

berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi,basophilic


stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih
kurang khas.
- Retikulosit meningkat.
2.  Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis).
-  Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis

asidofil.
-   Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

3. Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20%-90% Hb total.
-  Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

-   Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor

merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).


4.  Pemeriksaan lain :
-   Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end,korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
-  Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.

J.  Penatalaksanaan dan pencegahan


Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek
ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta
persetujuan dari pasien.
Pada pasien anak dapat diberikan terapi:
1. Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum
melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah
terjadi antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3
ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
2. Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk
menentukan jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis
lebih lanjut pada pasien.
3. Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat
transfusi. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi
subcutan, desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl
hydrazone (PIH), dll.
4. Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional
eritropoesis.
5. Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari
selama pemberian kelasi besi.
6. Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU
setiap hari.
7.  Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
8.  Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah
anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis
imunitas tubuh akibat splenektomi.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Hemodinamik Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai O2/
Na ke jaringan
Tujuan NOC : mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan
daya tahan.
Intervensi NIC :
1. Pantau respon kardiorespiratori pasien (misalnya, takikardia, dipsnea,
diaforesis, pucat, tekanan dan frekuensi respirasi)
2. Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk
memfasilitasi relaksasi.
3. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan
meminimalkan konsumsi oksigen.
4. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis


(anemia) yang ditandai dengan kulit bersisik kehitaman padabeberapa tempat
Tujuan NOC : menunjukkan integritas jaringan yang baik
Intervensi NIC :
1. Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, tanda-tanda dehisensi, atau
eviserasi pada daerah insisi.
2. Lakukan pemijatan disekitar luka untuk merangang sirkulasi.
3. Ajarkan keluarga tentang tanda kerusakan kulit
4. Gunakan TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) untuk peningkatan
penyembuhan luka.

3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hemokromatesis.


Tujuan NOC : menunjukkan pola pernapasan efektif
Intervensi NIC :
1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi.
2. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
3. Informasikan kepada keluarga bahwa tidak boleh merokok diruangan
4. Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi
ventilator mekanis

4. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hipoksia jaringan.


Tujuan NOC : mengoptimalkan tumbuh kembang pada anak
Intervensi NIC :
1. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang
2. Pantau tingga dan berat badan gambarkan pada grafik pertumbuhan
3. Dorong aktivitas yang sesuai dengan usia klien 4. Konsultasikan dengan ahli
gizi.
5. Resiko terhadap infeksi berhubungna dengan menurunnya imunitas.
Tujuan NOC : faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh
keadekuatan status imun pasien
Intervensi NIC :
1. Pantau tanda/gejala infeksi
2. Lakukan pemberian transfusi darah.
3. Ajarka kepada keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkan
kepusat kesehatan
4. Konsultasikan kepada dokter tentang pemberian transfusi darah.
DAFTAR PUSTAKA

About thalassemia. Sarawak Thalassaemia Society. 2000.www.thalassaemia.cdc.net


Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2000
Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . dalam Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan
di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .2005
Handayani wiwik et al, 2008, Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
hematologi, Penerbit Salemba medika; Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA

DI SUSUN OLEH :
MELINIA NUR HASNA
2018.25.1775

AKADEMI KEPERAWATAN KARYA BHAKTI NUSANTARA MAGELANG


2019/2020

Anda mungkin juga menyukai