Defenisi
Defenisi Parkinson menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) adalah penyakit degenerasi otak terbanyak kedua setelah penyakit
Alzheimer. Pada penyakit parkinson terjadi penurunan jumlah dopamin di otak
yang berperan dalam mengontrol gerakan sebagai akibat kerusakan sel saraf di
substansia nigra pars kompakta di batang otak. Penyakit ini berlangsung kronik
dan progresif, dan belum ditemukan obat untuk menghentikan progresifitasnya.
Progresifitas penyakit bervariasi dari satu orang ke orang yang lain (PERDOSSI,
2016).
Penyakit Parkinson adalah penyakit gangguan saraf kronis dan progresif yang
ditandai dengan gemetar, kekakuan, berkurangnya kecepatan gerakan, dan
ekspresi wajah kosong seperti topeng dengan salvias berlebihan. (Prof.Zullies,
2012).
B. Etiologi
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui atau idiopatik. Terdapat beberapa dugaan
diantaranya ialah: infeksi oleh virus, Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak,
tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang
tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan
gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum
jelas benar. Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter
di otak faktor-faktor lainnya seperti (Batticaca, 2012)
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala
penyakit Parkinson.
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik,
toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
C. Faktor resiko
Faktor resiko penyakit Parkinson adalah
Faktor genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun tak di degradasi di ubiquitin proteasomal
pathway. Kegagalan ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel sel SNC
sehingga meningkatkan kematian di sel neuron di SNC.
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
Umur (proses menua)
Pada penderita Parkinson terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron
yang rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal sehingga
disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor resiko yang mempermudah
terjadinya proses degeneratif di SNC.
Cedera kranioserebral
Prosesnya belum jelas, seperti Trauma kepala, infeksi dan tumor di otak.
(Sudoyo,2014).
D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, Parkinson dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
Idiopatik (primer) meliputi penyakit Parkinson dan Juvenile parkinsonism
Simptomatik (sekunder), meliputi penyakit Parkinson yang disebabkan oleh
penggunaan obat (misal antipsikosis, antiemetik, reserpin, tetrabenazin, α-
metildopa, lithium, flunarisi, sinarisin), infeksi dan pasca infeksi, pasca
ensefalitis, disfungsi paratiroid, toksin, trauma kranioserebral, tumor otak,
vaskular, dan siringomelia.
Parkinson plus (multiple system degeneration) meliputi degenerasi ganglion
kortikal basal, sindrom demensia, sindrom atrofi multi sistem.
Parkinson heredodegeneratif, meliputi penyakit hallervoden spatz, penyakit
Huntington, lubag, nekrosis striatal dan sitopati mitokondria. (Syamsudin,2015)
E. Patofisiologi
Faktor predisposisi lesi di substansia nigra: faktor
usia, faktur, aterosklreotik, post ensafalitis, induksi
obat, dan keracunan logam berat
Hambatan
komunikasi Perubahan
verbal persepsi
sensorik
visual
F. Tanda dan Gejala Resiko jatuh
Gejala Parkinson dapat muncul pada usia berapapun, tetapi onset rata-rata gejala terjadi
pada usia 60 tahun dan jarang ditemukan pada usia 30 tahun. Penyakit Parkinson
memiliki gejala klinis sebagai berikut :
Tremor terjadi pada saat istirahat dengan tingkat keparahan relative stabil.
Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan.
Hypokinase (berkurangnya pergerakan)
Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol.
Gangguan saraf otonom (sulit tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik).
Dysathria (kesulitan bicara karena kelumpuhan otot)
Dysphagia (kesulitan menelan)
Perubahan status mental (depresi,demensia,ansietas,apatis,halusinasi/psikosis).
Wajah seperti topeng. (Eudon Muliawan, 2018).
G. Diagnostik Penunjang
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,
hidrosefalua eks vakuo). Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis
yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang.
Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi
pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. (Nurarif, 2015).
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
- Penurunan keterampilan motoric kasar
- Penurunan rentang gerak
- Waktu reaksi memanjang
- Kesulitan membolak-balik posisi
Pengkajian Aktivitas keperawatan tingkat 1
- Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat
bantu mobilitas (Mis, tongkat, walker, kruk, atau kursi
roda).
Aktivitas keperawatan tingkat 2
- Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif
dan pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot.
Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4
- Gunakan ahli terapi fisio dan okupasi sebagai sumber
dalam perencanaan atas perawatan pasien.
- Berikan penguatan positive selama beraktivitas
Faktor Yang Berhubungan - Intoleransi aktivitas
- Ansietas
- Penurunan kekuatan otot
- Penurunan masa otot penurunan ketahanan tubuh
depresi
- Kaku sendi
Alternatif Diagnosa (Saran - Syndrome disuse, risiko
Penggunaan) - Cedera, risiko
- Mobilitas: di tempat tidur hambatan
- Defisit perawatan diri
- Berjalan, hambatan
Nursing Outcome (NOC) Tujuan Jangka Panjang :
setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan klien
mampu bergerak dengan mudah.
Tujuan Jangka Pendek (SMART):
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x7 jam
di harapkan mampu memperlihatkan mobilitas fisik yang
baik.
Kriteria Hasil:
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
- Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar
dengan pengawasan.
- Mampu menyangga berat badan.
- Mampu berpindah dari kursi atau ke kursi roda.
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri dengan alat bantu.
Intervensi (NIC) Heather. 2018-2020. NANDA-I Diagnosa Keperawatan
Defenisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC. Hal. 217
Wilkinson.2016. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Hal 267-269.
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
Tujuan Jangka Pendek : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x7 jam, diharapkan resiko jatuh akan
menurun atau terbatal
Kriteria hasil:
- Keseimbangan baik
- Gerakan terkoordinasi
- Menciptakan lingkuangan yang aman
- Mengidentifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan
terhadap terjatuh
- Menghinndari cidera fisik akibat jatuh
Intervensi Wilkison J.M. 2016. Diagnosa Keperawatan Edisi 10.
Halaman 159 -162
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
- Deficit perawatan diri, total
Nursing outcome (NOC) Tujuan Jangka Panjang: setelah dilakukan tindakan
keperawatan di harapkan mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri
Tujuan Jangka Pendek: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x7 jam di harapkan mampu
melakukan perawatan diri sambil dibantu
Kriteria Hasil:
- Mampu mengambil perlengkapan mandi sendiri
- Mampu memasang pakaian sendiri
- Mampu meletakkan makanan ke pirirng
- Mampu memposisikan diri di toilet atau kursi buang
air.
Intervensi (NIC) Wilkinson.2016. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Hal 361-370
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia definisi dan indicator
diagnostic edisi 1. Jakarta: dewan pengurus pusat
PPNI. Hal 240
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
- Kaji kemampuan untuk berbicara,
mendengar,menulis, membaca dan memahami.
- Kaji kemampuan untuk melakukan komunikasi
dengan staf dan keluarga.
- Berespon terhadap sentuhan, jarak spasial,budaya,
peran pria dan wanita yang dapat mempengaruhi
komunikasi.
Faktor yang berhubungan - Tidak adanya orang terdekat
- Perubahan pada sistem saraf pusat
- Gangguan persepsi
- Defek anatomis
- Penurunan sirkulasi ke otak
- Kelemahan sistem muskuloskletal
Alternative diagnosa (saran - ansietas
penggunaan) - koping, defensif
- harga diri rendah kronis/ situasional
- gangguan persepsi/sensori : penglihata,
pendengaran.
Nursing outcome (NOC) Tujuan Jangka Panjang: setelah dilakukan tindakan
keperawatan di harapkan dapat berkomunikasi dengan
baik.
Tujuan Jangka Pendek: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x7 jam di harapkan tidak terjadi
hambatan komunikasi verbal
Kriteria Hasil:
- pengevaluasi terhadap pesan yang diterima
- bertukar pesan secara akurat
- kemampuan untuk memperoleh informasi
- ekspresi pesan lisan yang sesuai.
Intervensi (NIC) Wilkinson.2016. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Hal 85-87
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
Batasan karakteristik DS: kram abdomen, nyeri abdomen ( dengan atau tanpa
penyakit), menolak makan
DO: - pembuluh kapiler rapuh
- Diare atau steatore
- Kehilangan rambut yang berlebihan
- Bising usus hiperaktif
- Kurangnya minat terhadap makanan
Pengkajian 1. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan
makan
2. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
3. Ketahui makanan kesukaan pasien
4. Pantaukandungan nutrisi dan kalori.
Faktor yang berhubungan - Ketidakmampuan untuk menelan
- Kesulitan mengunyah atau menellan
- Intoleransi makanan
Alternatif Diagnosa (saran Mual
penggunaan) Deficit perawatan diri: makan
Gangguan menelan
Nursing outcome (NOC) Tujuan Jangka panjang: setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi kurang teratasi
Tujuan Jangka pendek: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2x7 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi kurang
berkurang
Kriteria hasil:
- Memperlihatkan status nutrisi yang baik
- Mempertahankan berat badan dalam batas normal
- Mentoleransi diet yang dianjurkan
Intervensi Wilkison J.M. 2016. Diagnosa Keperawatan Edisi 10.
Halaman 282 – 285
I. Analisa Data
No
Data Etiologi Masalah
.
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
1. Data Subjektif : Hambatan Mobilitas Fisik
Kerusakan kontrol
- Klien Mengeluh sulit gerakan foluntar
berjalan yang memiliki
Data Objektif : ketangkasan sesuai
- Tremor pada kedua dan gerakan
tangan otomatis
- Sulit berdiri tegak
- Perubahan cara
Gangguan N. VIII
berjalan
- Kesulitan membolak-
balik posisi
Ragiditas
deserebrasi
Perubahan gaya
berjalan, kekakuan
2 Data Subjektif: Hambatan Komunikasi
Kerusakan kontrol
- Klien mengatakan Verbal
gerakan foluntar
kesulitan dalam
yang memiliki Hambatan
mendengar pesan dari
ketangkasan sesuai mobilitas fisik.
orang lain saat bicara. dan gerakan
Data Objektif : otomatis
- Bicara gagap
- Lambat berespon
terhadap suara Aliran darah
- Bingung jika diajak serebral regional
bicara menurun
- Meminta mengulangi
pesan
Perubahan
kepribadian, psikosis,
demensia, dan konfusi
akut.
Kognitif menurun,
persepsi menurun,
akut menurun.
Gangguan
konvergensi
4 Data Subjektif : Kerusakan kontrol Defisit Perawatan Diri
- Klien mengatakan tidak gerakan foluntar
yang memiliki
dapat melakukan aktivitas
ketangkasan sesuai
sendiri (mandi,berdandan, dan gerakan
otomatis
berpakaian).
Data Objektif :
Gangguan N. VIII
- Ketidakmampuan
mengancingkan
Ragiditas
pakaian deserebrasi
- Hambatan mengenakan
pakaian
- Hambatan mengenakan
Perubahan gaya
pakaian pada bagian berjalan, kekakuan
tubuh bagian atas . dalam beraktifitas.
Defisit
perawatan diri
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
5 Data Subjektif : Kerusakan kontrol ketidakseimbangan nutrisi
- Klien mengatakan gerakan foluntar kurang dari kebutuhan
makanan terasa hambar yang memiliki tubuh
dan tidak nafsu makan. ketangkasan sesuai
dan gerakan
Data Objektif : otomatis
- Hilang sensasi rasa
pada makanan
- Penurunan berat badan Gangguan N.IX,X
Kesulitan
menelan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
keb.tubuh
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
J. Rencana Asuhan Keperawatan
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
menunjukkan tindakan aktivitas pasif dan aktif serta
mobilitas. mengurangi nyeri otot akibat
spasme yang mengakibatkan
kekakuan.
6. Bantu klien melakukan
latihan ROM, perawatan 6. Untuk memelihara fleksibilitas
diri sesuai toleransi. otot.
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan selama 3x komunikasi, seperti 2. Mempertahankan kontak mata akan
pertemuan klien mampu mempertahankan kontak membuat klien interes selama
membuat teknik/ metode mata, pertanyaan dengan komunikasi. Jika klien dapat
komunikasi yang dapat jawaban ya atau tidak, mengerakan kepala, mengedipkan
dimengerti sesuai kebutuhan menggunakan kertas dan mata atau senang dengan isyarat-
dan meningkatkan kemampuan pensil/ bolpoin, gambar isyarat sederhana, lebih baik
berkomunikasi. atau papan tulis, bahasa dengan menggunakan pertanyaan
isyarat, perjelas dari arti ya/ tidak. Kemampuan menulis
Dengan kriteria hasil: komunikasi yang kadang-kadang melelahkan klien,
1. Klien dapat berkomunikasi disampaikan. selain itu dapat mengakibatkan
dengan sumber frustasi dalam memenuhi
kemampuan yang ada. kebutuhan komunikasi. Keluarga
2. Kemampuan untuk dapat bekerjasama untuk membantu
memperoleh informasi 3. Berikan perawatan dengan memenuhi klien.
3. Ekspresi pesan lisan yang sikap yang rileks tidak 3. Meningkatkan motivasi dan
sesuai. terburu-buru dan tidak kepercayaan diri pada pasien
menghakimi.
4. Jelaskan kepada pasien
mengapa ia tidak dapat 4. Meningkatkan pengetahuan pasien
mendengar dengan jelas. tentang kondisi yang dialami.
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
5. Bantu pasien untuk mencari
sumber bantuan untuk 5. Mempermudah akses pasien dalam
memperoleh alat bantu mendapatkan sumber alat bantu.
dengar yang akurat.
3. Resiko Jatuh Tupan : 1. Identifikasi faktor yang 1. Meminimalkan resiko jatuh.
Setelah dilakukan tindakan mempengaruhi kebutuhan
keperawatan resiko jatuh keamanan.
teratasi. 2. Lakukan pengkajian resiko 2. Mengetahui apakah pernah
Tupen : jatuh pada pasien. mengalami jatuh.
Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3x 3. Fasilitasi latihan otot 3. Latihan dapat meningkatkan
pertemuan diharapkan resiko sensitif teratur untuk kemampuan dan kekuatan otot.
jatuh minimal. mempertahankan
meningkatkan kekuatan
Dengan kriteria hasil: otot.
1. Keseimbangan 4. Gunakan aktivitas dan 4. Aktivitas membantu pasien agar
2. Gerakan koordinasi pergerakan untuk tetap seimbang.
3. Pencegahan dari kejadian meningkatkan atau
jatuh. mempertahankan
4. Pengetahuan resiko jatuh. keseimbangan.
5. Meningkatkan pengetahuan pasien
5. Ajarkan bagaimana posisi
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
terjatuh yang dapat tentang pencegahan apabila
meminimalkan cedera. terjatuh.
6. Kolaborasi dengan ahli 6. Membantu pasien meningkatkan
fisioterapi untuk latihan kekuatan otot dan keseimbangan
fisik. tubuh.
4. Defisit perawatan diri Tupan : 1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Kemampuan klien dalam
Setelah dilakukan tindakan melakukan ADL. melakukan ADL menunjukkan
keperawatan klien tidak kemandirian klien dalam merawat
mengalami defisit perawatan diri
diri. 2. Bantu klien bila klien tidak 2. Klien mungkin berkeinginan
dapat memenuhi kebutuhan merawat diri sendiri, namun
Tupen :
ADL secara mandiri ketidakmampuan menyebabkan
Setelah di lakukan tindakan
klien mengalami defisit perawatan
keperawatan selama 3x
diri
pertemuan perawatan diri klien
3. Ajarkan dan dukung klien 3. Dukungan terhadap aktivitas klien,
dapat terpenuhi.
selama beraktivitas. membantu klien meningkatkan
Dengan kriteria hasil:
perawatan diri
1. Klien tampak bersih 4. Modifikasi lingkungan. 4. Lingkungan klien membantu klien
dan rapih
meningkatkan kemampuan
2. Nafas tidak berbau
merawat diri dan mencegah cidera
dalam beraktivitas pemenuhan
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
kebutuhan merawat diri.
5. Kolaborasi: konsulkan dokter 5. Terapi okupasi dapat membantu
untuk terapi aktivitas klien melengkapi kebutuhan
khusus
5. Ketidakseimbangan Nutrisi Tupan : 1. Kaji kemampuan makan 1. Mulut yang kering, penurunan
kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan tindakan klien. refleks batuk dan perubahan
tubuh keperawatan diharapkan tidak otot wajah menyebabkan klien
terjadi gangguan pemenuhan mengalami kesulitan
kebutuhan nutrisi. mengunyah dan menelan.
2. Observasi atau timbang 2. Kekurangan intake nutrisi
Tupen :
berat badan. menunjang terjadinya masalah
Setelah dilakukan tindakan
penurunan berat badan.
keperawatan selama 3x
3. Manajemen kemampuan 3. Meningkatkan kemampuan
pertemuan kebutuhan nutrisi
menelan. klien dalam menelan
klien terpenuhi.
membantu pemenuhan nutrisi
klien secara oral selain itu
Dengan kriteria hasil :
memudahkan masuknya
1. Asupan gizi meningkat.
makanan dan mencegah
2. Asupan makanan
4. Identifikasi faktor yang kelelahan.
meningkat.
mempengaruhi 4. Membantu dan mempermudah
3. Asupan energi
perawat menghindari faktor
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
meningkat. kehilangan selera yang mempengaruhi
4. BB dalam batas normal. makan. kurangnya asupan nutrisi.
5. Ajarkan pasien tentang
makanan yang bergizi. 5. Membantu pasien memahami
kebutuhan nutrisi dan
meningkatkan tentang
makanan bergizi.
6. Kolaborasi lakukan
pemeriksaan 6. Memberikan informasi yang
laboratorium yang tepat tentang keadaan nutrisi
diindikasikan seperti: yang dibutuhkan klien.
serum transferin, BUN/
kreasinin dan glukosa.
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
LAPORAN PENDAHULUAN
PARKINSON
Disusun Oleh:
Lidya S Pattipeilohy
1490119022
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)
DAFTAR PUSTAKA
Zullies. (2012). Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Batticaca, F.B. (2012). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Syamsudin Thamrin, dkk. (2015). Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan
Gangguan Gerak Lainnya. Jakarta : Salemba Medika
Eudon Muliawan, dkk. (2018). Diagnosis Dan Terapi Deep Brain Stimulation Pada Penyakit
Parkinson. Jurnal Sinaps.Vol.1. Halaman 67-84.
Jakarta: EGC.
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung (PPN XXII)