Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN

“LEGAL ETIK KEPERAWATANDALAM PRAKTIK KEPERAWATAN”


Di Ssusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Keperawatan
Dosen pengampu : Taat Sumedi, S.Kep. NS. MH

Disusun Oleh :
Nama : Herditya Putri Rahma

NIM : P1337420219102

Tingkat : 1C

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktu nya. Shalawat beserta salam tak lupa pula kita hadiahkan kepada nabi besar
kita yakni nya nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa umat nya dari
zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh ilmu pengetahuan yang kita rasakan
pada saat sekarang ini.
Makalah ini penulis buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Etika
keperawatan mengenai kasus yang terjadi dimasyarakat yang berkaitan dengan
malpraktek dengan tindakan perawat.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
menjadi ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua dan supaya kita selalu berada di bawah lindungan Allah SWT.

Purwokerto, 25 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.................................................................................................. 1

B.     Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

C.     Tujuan .............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Deskripsi dari legal etik dalam keperawata...................................................... 3


B. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan etik............... 4
C. Prinsip moral dalam praktek keperawatan........................................................ 7
D. Langkah –langkah penyelesaian masalah dalam dilema etik.......................... 10
E. Tanggung gugat seorang perawat.................................................................... 10
F. Dasar pengambilan keputusa dilema etik........................................................ 12
G. Kerangka acuan pemecahan masalah dilema etik........................................... 13
BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan ................................................................................................... 17

B.     Saran ............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang
mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau dan hukum yang
berlaku di Indonesia. Asuhan keperawatan (askep) merupakan aspek legal
bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai
rumah sakit berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi
keperawatan merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah dilakukan
sebagai bentuk asuhan keperawatan pada pasien, keluarga, kelompok, atau
komunitas. Pendokumentasian sangat penting dalam perawatan kesehatan saat
ini. Edelstein (1990) mendefinisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang
ditulis atau dicetak yang dipercaya sebagai data untuk disahkan orang. Rekam
medis haruslah menggambarkan secara komprehensif dari status kesehatan
dan kebutuhan klien, boleh dikatakan seluruh tindakan yang diberikan untuk
perawatan klien. Pendokumentasian yang baik harus menggambarkan tidak
hanya kualitas dari perawatan tetapi juga data dari setiap pertanggung jawaban
anggota tim kesehatan lain dalam pemberian perawatan. Dokumentasi
keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan
kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat (Fischbach, 1991).
Aspek legal keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin
yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktek
profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di suatu institusi dan
Surat Ijin Praktek Perawat (SIPP) bila bekerja secara perseorangan atau
berkelompok. Kewenangan itu, hanya di berikan kepada orang yang memiliki
kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki
kewenangan. Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat
umum saja yang di atur oleh Departement Kesehatan sebagai penguasa segala
keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan

1
yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu di
serahkan kepada profesi masing-masing. Hal ini juga menyebabkan semua
perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa
memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.

B. Rumusan Masalah
a. Apa deskripsi dari legal etik dalam keperawata?
b. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan
etik?
c. Apa saja prinsip moral dalam praktek keperawatan?
d. Bagaimana langkah –langkah penyelesaian masalah dalam dilema etik?
e. Apa saja tanggung gugat seorang perawat?
f. Apa saja dasar pengambilan keputusa dilema etik?
g. Apa saja kerangka acuan pemecahan masalah dilema etik?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui deskripsi dari legal etik dalam keperawata
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan
keputusan etik
c. Untuk mengetahui prinsip moral dalam praktek keperawatan
d. Untuk mengetahui langkah –langkah penyelesaian masalah dalam dilema
etik
e. Untuk mengetahui tanggung gugat seorang perawat
f. Untuk mengetahui dasar pengambilan keputusa dilema etik
g. Untuk mengetahui kerangka acuan pemecahan masalah dilema etik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Legal Etik Dalam Keperawatan


Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk
ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika
keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.
Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan
kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan
tidak saja membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi
masalah-masalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan.
International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja
kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang
Professional, Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision and
Management dan bidang Professional Development “Setiap profesi pada
dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui
pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam
melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada
masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan UI 2006)
Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang
batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek
keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung
pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi
hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut

3
hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa
yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang
profesional.

B. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengambilan Keputusan Etik


1. Tingkat Pendidikan
Rhodes (1985) berependapat bahwa semakin tinggi latar belakang
pendidikan perawatakan membantu perawat untuk membuat suatu
keputusan etis. Salah satu tujuan dan program pendidikan tinggi bagi
perawat adalah meningkatkan keahlian kognitif dankemampuan membuat
keputusan. (Pardue,1987). Penelitian oleh Hoffman, Donoghue dan
Duffield (2004) menunjukkan bahwa taraf pendidikan dan pengalaman
tidak terkait secara signifikan dengan pembuatan keputusanetis dalam
keperawatan klinis. Faktor yang bertanggung jawab terhadap variabilitas
yang besar dalam pembuatan keputusan etis dalam keperawatan klinis
adalah nilai peran.
2. Pengalaman
Pengalaman sering kali disebut sebagai faktor penting yang
mempengaruhi pembuatankeputusan dan hal ini perlu diperhatikan secara
lebih jauh. Yung (1997) mengusulkan pengalaman yang lalu dalam
menangani dilema etik mempengaruhi mahasiswakeperawatan dalam
mengembangkan pembuatan keputusan etis. Hasil temuan dari sebuah
penelitian yang dilaksanakan Cassels dan Redman ( 1989) tentang perawat
yang sedang menjalani studi tingkat sarjana menunjukkan bahwa
pengalaman yang lalu dalam menangani masalah-masalah etika atau
dilema etik dalam asuhan keperawatandapat membantu proses pembuatan
keputusan yang beretika. Oleh karena itu, penggalian pengalaman lalu
yang lain dari pengalaman keperawatan secara umum memungkinkan
pendekatan yang lebih relevan.

4
3. Faktor Agama Dan Adat Istiadat
Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama
dalam membuatkeputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai
yang diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami
ini dibutuhkan proses. Semakin tua seseorangakan semakin banyak
pengalaman dan belajar, mereka akan lebih mengennal siapa dirinya dan
nilai yang dimilikinya. (Suhaemi, 2003). Selain faktor agama, faktor adat
istiadat juga berpengaruh pada seseorang dalam pembuatan keputusan etik.
Kaitan adat istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampaisaat ini belum
tergali jelas di Indonesia. faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau
pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etik. Misalnya,
setiap rumah sakit di mempunyai aturan menunggu dan persyaratan pasien
yang boleh ditunggu, namun hal ini sering tidak dihiraukan oleh keluarga
pasien dengan alasan rumah jauh atau pasien tidak tenang bila tidak
ditunggu keluargannya, dan lain-lain. Ini sering menimbulkan masalah etik
bagi perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan keluarga
menemani pasien di Rumah sakit. (Suhaemi, 2003).
4. Komisi Etik
Komisi etik merupakan suatu faktor yang mempengaruhi
pembuatan keputusan etis yang dibuat oleh perawat dalam praktiknya
(Ellis dan Hartley, 2001). Sedangkan Ramsey (1999) menjelaskan bahwa
komisi etik keperawatan memberi forum bagi perawat untuk berbagi
perhatian dan mencari solusi pada saat mereka mengalami dilema etik
yang tidak dijelaskan oleh dewan etik kelembagaan. 3omisi etik tidak
hanya memberi pendidikandan menawarkan nasehat melainkan pula
mendukung rekan-rekan perawat dalammengatasi dilema etik yang
ditemukkan dalam praktik sehari-hari. Dengan adanya komisi etik,
perawat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk semakin terlibat
secara formal dalam pengambilan keputusan yang etis dalam organisasi
perawat kesehatan.(Haddad, 1998).

5
5. Faktor Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Pada abad ke-20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkatan
pengetahuan dan teknologi yang meliputi berbagai bidang. Manusia telah
menjelajahi ruang angkasa dan mendarat di beberapa planet selain bumi.
Sistem komunikasi anatara negara dapat dilaksanakan secara langsung dan
tempat yang jaraknya ribuan kilometer. (Suhaemi, 2003). Kemajuan di
bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta mampu
memperpanjang usia manusia dengan ditemukkannya berbagai mesin
mekanik kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan/obat baru. Misalnya
klien dengan gangguan ginjal yang dapat diperpanjang usiannya berkat
adanya mesin hemodialisis. Wanita yang mengalami kesulitan hamil dapat
dibantu dengan inseminasi. Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan yang
berhubungan dengan etika. (Suhaemi, 2003).
6. Faktor Legislasi Dan Keputusan Yuridis
Saat ini, aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang
masalah etik kesehatan sedang menjadi topik yang banyak dibicarakan.
#ukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu dan perundang-
undangan baru yang banyak disusun untuk menyempurnakan perundang-
undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan masalah hokum
kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang praktik
keperawatan dankeputusan menteri kesehatan yang mengatur registrasi
dan praktik perawat. (Suhaemi, 2003). Perubahan sosial dan legislasi
secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosialatau legislasi
menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan
tersebut. Legislasi merupakan jaminan tindakan menuntut hukum sehingga
orang yang bertindak tidak sesuai hukum dapat menimbulkan suatu
konflik. (Ellis, Hartley, 1998 dalam Suhaemi, 2003).

6
C. Prinsip Moral dalam Praktek Keperawatan
Menurut KBBI, prinsip adalah asas kebenaran yang menjadi pokok
dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. Sedangkan moral adalah ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dan sebagainya. Moral sendiri sering disalahartikan dengan etika,
dimana moral biasanya mengacu pada standar pribadi tentang apa yang benar
dan salah dalam peilaku, karakter, dan sikap (Berman, Synder, & Frandsen,
2016). Dari pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa prinsip moral
adalah hal-hal yang mendasari cara berpikir dan bertindak seseorang ketika
akan melakukan sebuah perbuatan. Dalam keperawatan, prinsip moral
mengatur perawat dalam bertindak ketika berhadapan dengan klien dan
melakukan asuhan keperawatan. Prinsip moral diterima secara luas dan
umumnya didasarkan pada aspek kemanusiaan dari masyarakat (DeLaune &
Ladner, 2011).
Pada umumnya, prinsip-prinsip moral ada enam, yaitu autonomy,
beneficence, nonmaleficence, justice, fidelity, dan veracity. Autonomy
mengacu pada hak untuk membuat keputusan sendiri. Perawat yang mengikuti
prinsip ini mengakui bahwa setiap klien adalah unik, memiliki hak untuk
menjadi dirinya sendiri, dan memiliki hak untuk memilih tujuan pribadinya
masing-masing (Registered Nursing, n.d.). Perawat yang menghargai
autonomy klien berarti bahwa perawat tersebut menghormati hak klien untuk
mengambil keputusan bahkan ketika pilihan itu tampaknya bukan untuk
kebaikan klien itu sendiri. Meski begitu, perawat tetap harus memberikan
penjelasan kepada klien yang mengambil keputusan yang dapat memperburuk
keadaannya. Dalam beberapa kasus, perawat tetap harus melindungi klien
yang tidak dapat mengambil keputusan sendiri, misalnya ketika klien dalam
keadaan tidak sadar (Berman, Synder, & Frandsen, 2016). Contoh tindakan
perawat yang melaksanakan prinsip autonomy adalah perawat yang
melakukan informed consent, yaitu meminta persetujuan klien ketika akan
melakukan suatu tindakan. Dengan melakukan informed consent, perawat
berarti telah memberi kesempatan kepada klien untuk membuat keputusan

7
sendiri dimana klien tersebut setuju atau tidak dengan tindakan yang akan
dilakukan (DeLaune & Ladner, 2011).
Beneficence berarti "berbuat baik", dimana perawat wajib menerapkan
tindakan yang menguntungkan klien dan menghindari tindakan yang
merugikan klien. Kesepakatan mengenai prinsip beneficence adalah bahwa
kepentingan terbaik pasien tetap lebih penting daripada kepentingan diri
sendiri (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013). Salah satu perbuatan
beneficence yang kurang disarankan adalah sikap paternalistik, dimana
seseorang memperlakukan orang dewasa yang kompeten seolah-olah mereka
adalah anak-anak yang membutuhkan perlindungan. Contohnya adalah ketika
seorang perawat memutuskan apa yang terbaik untuk klien dan memaksa atau
mendorong klien untuk memilih tindakan tersebut (Berman, Synder, &
Frandsen, 2016). Meski begitu, terkadang sikap paternalistik disarankan untuk
dilakukan. Misalnya, ketika kemampuan seorang klien untuk memilih
tindakan dibatasi oleh ketidakmampuan klien tersebut, paternalisme dapat
dibenarkan (DeLaune & Ladner, 2011).
Nonmaleficence adalah tindakan untuk "tidak membahayakan" atau
"tidak merugikan". Membahayakan dapat berarti dengan sengaja
menyebabkan kerusakan, menempatkan seseorang dalam bahaya, ataupun
secara tidak sengaja menyebabkan kerusakan (Berman, Synder, & Frandsen,
2016). Oleh karena itu, dalam melakukan asuhan keperawatan, penting untuk
mempertimbangkan tindakan dengan pertanyaan "Akankah tindakan ini
menyebabkan lebih banyak bahaya atau kebaikan bagi klien?". Perawat harus
bertindak bijaksana dan hati-hati, serta menimbang potensi risiko dan manfaat
penelitian atau perwatan. Contoh tindakan yang melaksanakan prinsip
nonmaleficence diantaranya mencegah kesalahan pengobatan, menyadari
risiko yang berpotensi akibat modalitas pengobatan, dan menghilangkan
bahaya (DeLaune & Ladner, 2011). Hal yang diharapkan dari perawat yang
profesional adalah mencoba untuk menyeimbangkan risiko dan manfaat
perawatan dengan tetap berjuang untuk melakukan bahaya sesedikit mungkin
(Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013).

8
Prinsip justice didasarkan pada konsep keadilan. Prinsip ini melibatkan
perlakuan yang sama dan adil terhadap setiap individu, kecuali jika ada
pembenaran atas perlakuan yang tidak setara. Dalam profesi keperawatan,
seorang perawat harus mendistribusikan perawatan kepada klien-kliennya
dengan adil dan merata. Contoh tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip
justice adalah melakukan dikriminasi atau perlakuan sewenang-wenang yang
tidak adil, memanfaatkan atau mengambil keuntungan secara tidak adil dari
orang lain, dan membuat pernyataan yang tidak adil tentang orang lain.
Prinsip fidelity berarti setia pada janji. Tentunya klien mempunyai
harapan kepada perawat untuk bertindak demi kepentingan baik mereka.
Dengan begitu, perawat sebagai advokat klien harus menjunjung tinggi prinsip
kesetiaan dan menepati janji untuk memberikan perawatan yang terbaik untuk
kliennya (Berman, Synder, & Frandsen, 2016). Contoh tindakan perawat yang
melaksanakan prinsip fidelity diantaranya mewakili sudut pandang klien
kepada anggota tim kesehatan lain, menghindari pengaruhnya nilai-nilai
pribadi perawat terhadap advokasi mereka untuk klien, dan mendukung
keputusan klien bahkan ketika itu bertentangan dengan preferensi atau pilihan
perawat (DeLaune & Ladner, 2011).
Prinsip veracity mengacu pada mengatakan hal yang sebenarnya atau
berkata jujur. Perawat tidak boleh menyembunyikan suatu kebenaran dari
klien, bahkan ketika hal tersebut dapat menyebabkan klien menjadi stres
(Registered Nursing, n.d.). Prinsip ini penting karena klien membutuhkan
informasi yang lengkap dan relevan untuk membuat pilihan yang sepenuhnya
rasional. Selain itu, klien juga mempunyai hak untuk mengetahui informasi-
informasi yang terkait dengan kondisinya. Tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan prinsip veracity adalah berbohong, pertukaran informasi
yang salah dengan disengaja, ataupun terjadinya misinterpretasi oleh klien
ketika menerima informasi.
Prinsip-prinsip moral memang harus dijadikan landasan oleh perawat
ketika akan melakukan tindakan. Tetapi tidak menutup kemungkinan
terjadinya kasus yang bertentangan dengan prinsip moral sehingga tidak

9
memungkinkan perawat untuk tetap melaksanakan semua prinsip moral
dengan baik dan lengkap. Oleh karena itu, pelaksanaan prinsip moral dapat
mempunyai beberapa pengecualian yang memperbolehkan perawat untuk
tidak melakukan prinsip moral. Salah satu contoh kasusnya adalah ketika
perawat mengalami dilema moral, dimana ada dua atau lebih prinsip moral
yang bertentangan. Pada kejadian seperti itu, biasanya keputusan yang paling
menguntungkan tergantung pada keadaan. Ketika dilema moral terjadi,
perawat harus membuat pilihan antara dua alternatif yang keduanya tidak
memuaskan. Keputusan yang diambil oleh perawat juga tidak menutup
kemungkinan adanya prinsip moral yang "dikorbankan" atau tidak
dilaksanakan demi tercapainya prinsip moral yang lain yang dianggap lebih
menguntungkan bagi klien (DeLaune & Ladner, 2011).

D. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah Dilema Etik


Langkah-langkah penyelesaian masalah dilema etik antara lain :
a. Menghargai dimensi moral
b. Mengidentifikasi semua stakeholder dan bagian yang menarik/penting
c. Berpikir melalui hasil yang disampaikan atau prinsip-prinsip yang terlibat
d. Mempertimbangkan manfaat dan beban
e. Membahas kasus dengan pihak-pihak terkait dan mengumpulkan pendapat
f. Mempertimbangkan aturan-aturan hukum dan organisasi yang terlibat
g. Merenungkan bagaimana kenyamanan pelaku terhadap keputusan tersebut

E. Tanggung Gugat seorang perawat


Istilah tanggung gugat, merupakan istilah yang baru berkembang untuk
meminta pertanggung jawaban seseorang karena kelalaiannya menimbulkan
kerugian bagi pihak lain. Di bidang pelayanan kesehatan, persoalan tanggung
gugat terjadi sebagai akibat adanya hubungan hukum antara tenaga medis
(dokter, bidan, perawat) dengan pengguna jasa (pasien) yang diatur dalam
perjanjian. Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat
dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu

10
konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat
artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan
yang dilakukannya.
Macam-macam jenis tanggung gugat perawat antara lain yaitu:
a. Contractual Liability.
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu
tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya
sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan kontraktual. Dalam
kaitannya dengan hubungan terapetik, kewajiban atau prestasi yang harus
dilaksanakan oleh health care provider adalah berupa upaya (effort), bukan
hasil (result). Karena itu dokter atau tenaga kesehatan lain hanya
bertanggunggugat atas upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau
dengan kata lain, upaya medik yang dapat dikatagorikan sebagai civil
malpractice
b. Liability in Tort
Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang tidak
didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan
melawan hokum. Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada
perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban hukum diri sendiri
atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang berlawanan dengan
kesusilaan yang baik & berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan
dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain
(Hogeraad, 31 Januari 1919).
c. Strict Liability
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa
kesalahan (liability whitout fault) mengingat seseorang harus bertanggung
jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa, baik yang bersifat
intensional, recklessness ataupun negligence. Tanggung gugat seperti ini
biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce, dimana

11
produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat
produk yang dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan
akan kemungkinan terjadinya risiko tersebut
d. Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh
bawahannya (subordinate).Dalam kaitannya dengan pelayanan medik
maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang
dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai sub-
ordinate (employee).

F. Teori Dasar Pembuatan Keputusan Etis


a. TELEOLOGI: (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir).
Merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fonomena berdasarkan
akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Teori ini
menekankan pada pencapaian hasil akhir yang terjadi pencapaian hasil
dengan kebaikan maksimal dan ketidak baiakan sekecil mungkin bagi
manusia.
b. DEONTOLOGI : (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas).
Prinsip toeri ini pada suatu aksi atau tindakan dan menekan pada nilai
moralnya serta tindakan secara moral benar atau salah Perinsip moral
atau yang terkait dengan tugasnya harus bersifat univesal dan tidak
kondisional. Terori ini dikembangkan menjadi 5 perinsip: Kemurahan
hati, Keadilan, Otonomi, Kejujuran dan Ketaatan.
Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai
a. Keputusan strategis, keputusan yang dibuat oleh eksekutif tertinggi.
b. Keputusan administratif, yaitu keputusan yang dibuat manajer tingkat
menengah dalam menyelesaikan masalah yang tidak biasa dan
mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan jalannya kelembagaan.
c. Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin yang mengatur peristiwa
harian yang dibuat sesuai dengan aturan kelembagaan, dan peraturan-
peraturan lainnya.

12
Berdasarkan situasi yang mendorong dihasilkannya suatu keputusan ,
keputusan manajemen dibagi menjadi dua macam:
1. Keputusan terprogram, yaitu keputusan yang diperlukan dalam situasi
menghadapi masalah. Masalah yang biasa dan yang terstruktur
memunculkan kebijakan dan keseimbangan dan peraturan untuk
membimbing pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya keputusan
tentang cuti hamil.
2. Keputusan yang tidak terprogram, yaitu keputusan kreatif yang tidak
terstruktur dan bersifat baru, yang dibuat untuk menangani situasi tertentu.
Misalnya keputusan yang berkaitan dengan pasien.
Berdasarkan proses pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat
dibedakan menjadi dua model:
1. Keputusan model normatif atau model ideal memerlukan proses sistematis
dalam pemilihan satu alternative dan beberapa alternatif; perlu waktu yang
cukup untuk mengenal dan menyukai pilihan yang ada.
2. Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih pragmatis) berdasarkan
pada pengamatan dalam membuat keputusan yang memuaskan ataupun
yang terbaik.

G. Kerangka Pemecahan Masalah Dilema Etik


Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan
pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/pemecahan
masalah secara ilmiah, antara lain :
1. Model pemecahan masalah (Megan,1989)
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil

13
2. Kerangka pemecahan dilema etik (Kozier & Erb, 1989)
a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat
memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi :
 Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan keterlibatannya
 Apa tindakan yang diusulkan
 Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
 Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari
tindakan yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut.
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.

14
4. Model Curtin
a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan
masalah
b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan
c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari npilihan itu
e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan
f. Memecahkan dilemma
g. Melaksanakan keputusan
5. Model Levine – Ariff dan Gron
a. Mendefinisikan dilemma
b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan
c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayanan
 Pasien dan keluarga
 Faktor-faktor eksternal
d. Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
e. Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
f. Identifikasi pengambil keputusan
g. Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
h. Tentukan alternatif-alternatif
i. Menindaklanjuti
6. Langkah-langkah menurut Purtillo dan Cassel (1981)
Purtillo dan Cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan
etik yaitu :
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilemma
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan

15
7. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981) yaitu :
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi issue etik
d. Menentukan posisi moral
e. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
f. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait
g. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada.

16
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya
yang diatur dalam undang-undang keperawatan.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan etik
antara lain : tingkat pendidikan, pengalaman, faktor agama dan adat istiadat,
komisi etik, faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, dan faktor legilasi dan
keputusan yuridis.
Prinsip-prinsip moral, yaitu : Autonomy mengacu pada hak untuk
membuat keputusan sendiri, Beneficence berarti "berbuat baik", dimana
perawat wajib menerapkan tindakan yang menguntungkan klien dan
menghindari tindakan yang merugikan klien, Nonmaleficence adalah tindakan
untuk "tidak membahayakan" atau "tidak merugikan", Justice didasarkan pada
konsep keadilan. Prinsip ini melibatkan perlakuan yang sama dan adil
terhadap setiap individu, kecuali jika ada pembenaran atas perlakuan yang
tidak setara, Fidelity berarti setia pada janji, Veracity mengacu pada
mengatakan hal yang sebenarnya atau berkata jujur.
Langkah-langkah penyelesaian masalah dilema etik antara lain:
menghargai dimensi moral, mengidentifikasi semua stakeholder dan bagian
yang menarik/penting, berpikir melalui hasil yang disampaikan atau prinsip-
prinsip yang terlibat, mempertimbangkan manfaat dan beban, membahas
kasus dengan pihak-pihak terkait dan mengumpulkan pendapat,
mempertimbangkan aturan-aturan hukum dan organisasi yang terlibat,
merenungkan bagaimana kenyamanan pelaku terhadap keputusan tersebut.
Macam-macam jenis tanggung gugat perawat antara lain yaitu:
Contractual Liability, tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar
janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak

17
dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan
kontraktual. Liability in Tort, tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung
gugat yang tidak didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas
perbuatan melawan hokum. Strict Liability, tanggung gugat jenis ini sering
disebut tanggung gugat tanpa kesalahan (liability whitout fault) mengingat
seseorang harus bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-
apa, baik yang bersifat intensional, recklessness ataupun negligence. Vicarious
Liability, tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh
bawahannya (subordinate).
Teori Dasar Pembuatan Keputusan Etis yaitu : TELEOLOGI: (berasal
dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). DEONTOLOGI : (berasal dari bahasa
Yunani deon, berarti tugas). Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang
dipakai yaitu keputusan strategis, keputusan administratif, keputusan
operasional. Berdasarkan situasi yang mendorong dihasilkannya suatu
keputusan , keputusan manajemen dibagi menjadi dua macam yaitu keputusan
terprogram dan keputusan yang tidak terprogram. Berdasarkan proses
pembuatan keputusan, keputusan manajemen juga dapat dibedakan menjadi
dua model yaitu keputusan model normative dan keputusan model deskriptif.
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan
pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/pemecahan
masalah secara ilmiah, antara lain :
a. Model pemecahan masalah (Megan,1989)
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema
etik yaitu :mengkaji situasi, mendiagnosa masalah etik moral, membuat
tujuan dan rencana pemecahan, melaksanakan rencana, mengevaluasi
hasil.
b. Kerangka pemecahan dilema etik (Kozier & Erb, 1989) langkah-nya
yaitu : mengembangkan data dasar, mengidentifikasi konflik yang
terjadi berdasarkan situasi tersebut, Membuat tindakan alternatif
tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan
hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut, menentukan siapa yang

18
terlibat dalam masalah tersebut, mengidentifikasi kewajiban perawat,
membuat keputusan.
c. Model Murphy dan murphy langkah-langkahnya yaitu :
mengidentifikasi masalah kesehatan, mengidentifikasi masalah etik,
siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan, mengidentifikasi
peran perawat, mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang
mungkin dilaksanakan, mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi
untuk setiap alternatif keputusan, memberi keputusan,
mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien, analisa situasi hingga
hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi
tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
d. Model Curtin langkah-langkahnya yaitu : mengumpulkan berbagai latar
belakang informasi yang menyebabkan masalah, identifikasi bagian-
bagian etik dari masalah pengambilan keputusan, identifikasi orang-
orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan, identifikasi semua
kemungkinan pilihan dan hasil dari npilihan itu, aplikasi teori, prinsip
dan peran etik yang relevan, memecahkan dilemma, melaksanakan
keputusan
e. Model Levine – Ariff dan Gron yaitu : mendefinisikan dilemma,
identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan, identifikasi faktor-faktor
bukan pemberi pelayanan, pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu,
identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi, identifikasi
pengambil keputusan, kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik,
tentukan alternatif-alternatif, menindaklanjuti.
f. Langkah-langkah menurut Purtillo dan Cassel (1981) dalam membuat
keputusan etik yaitu : mengumpulkan data yang relevan,
mengidentifikasi dilemma, memutuskan apa yang harus dilakukan,
melengkapi tindakan
g. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981) yaitu :
meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang

19
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual, mengumpulkan
informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi. mengidentifikasi
issue etik, menentukan posisi moral, menentukan posisi moral pribadi
dan professional, mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual
yang terkait, mengidentifikasi konflik nilai yang ada.

B. Saran
Dalam pembuatan maklah penulis menyadari bahwa makalah yang di
buat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran pembaca untuk memotivasi penulis agar bisa melengkapi makalah ini
lebih baik lagi. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

20
Ismani Nila. 2001. Etika keperawatan. Jakarta. Widya Medika

Pengambilan Keputusan Klinik Pada Perawat Keperawatan dan Kebidanan


Poltekes Semarang. Semarang poltekes, 2005.

Purba M Jenny, Pujiastuti, 2010. Dilema Etik Dan Pengambilan Keputusan


Etis.Jakarta.Penerbit:EGC.

Purba, Jenny Marlindawani, Pujiastuti, Rr. Sri Endang, (2010). Dilema Etik &
Pengambilan Keputusan Etis dalam Praktik keperawatan Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.

Yosep Iyus. (2009). Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat dalam Sudut
Pandang etik

21

Anda mungkin juga menyukai