Syelda Titania1, Refi Siwi Handhini2, Izzatul Khusna Dilla3, Frizky Dwi4
Program Studi Hubungan Internasional - Universitas Muhammadiyah Malang
Jawa Timur - Indonesia
Email : syeldaputri98@gmail.com
Dosen Pembimbing : Hafid Adim
PENDAHULUAN
Inggris telah menjadi anggota Uni Eropa selama lebih dari empat puluh tahun.
Hal ini membuat berbagai elemen, seperti pemerintah dan juga masyarakat Inggris
mencoba mengevaluasi kinerja dan manfaat dari bergabungnya Inggris ke dalam Uni
Eropa yang telah dipertimbangkan dari berbagai sektor, seperti sektor ekonomi, sosial,
dan juga politik. Akibat adanya evaluasi kinerja tersebut, muncullah perdebatan dari
aktor-aktor yang berasal dari berbagai kalangan, sehingga terbentuklah kubu pendukung
Brexit (British Exit) dan kubu pendukung Uni Eropa1.
Kubu pendukung Brexit berpendapat jika Inggris keluar dari keanggotaan Uni
Eropa maka Inggris dapat mengatur perekonomian dan masalah domestiknya sendiri
tanpa perlu adanya campur tangan pihak Uni Eropa. Pada akhirnya kelompok pendukung
Brexit tersebut berinisiatif untuk mengadakan referendum untuk mengetahui opini
masyarakat inggris terkait keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa yang diadakan pada 23
Juni 20162. Hasilnya, lima puluh dua persen masyarakat Inggris setuju untuk Inggris
keluar dari keanggotaan Uni Eropa
Disisi lain, kelompok buruh menganggap jika Inggris keluar dari keanggotaan Uni
Eropa maka banyak kemudahan yang sudah diterima Inggris selama empat puluh tahun
menjadi anggota Uni Eropa akan terputus begitu saja, seperti kemudahan dalam
melakukan perdagangan, kemudahan dalam mencari pekerjaan, dan lain sebagainya. Hal
1
Francisca & Trihastuti, “Implikasi Referendum Brexit terhadap Kebijakan Imigrasi United Kingdom”. Diponegoro
Law Journal. Vol. 6 No. 2, 2017, hal 1-2.
2
Faridah & Wiyanarti .2018. Dinamika Inggris dan Uni Eropa; Integrasi hingga Brexit Vol.7, No.2. Factum.
ini tentu menjadi masalah yang serius bagi Uni Eropa karena selama ini pandangan
masyarakat internasional terhadap Uni Eropa ialah sebuah lembaga mitra kerjasama yang
strategis bagi negara-negara maju, ternyata perlahan-lahan melemah dan tingkat
kepercayaan publik terhadap loyalitas Uni Eropa akan menurun. Diplomasi yang berbeda
antara Inggris dan Uni Eropa sama-sama memiliki kepentingan atas apa yang mereka
ajukan karena keduanya sering memiliki pandangan yang berbeda. Situasi diplomatik
Inggris dan Uni Eropa yang sulit ini berusaha untuk membahas suatu kesepakatan pada
waktu Inggris keluar dari blok Uni Eropa, pihak mana yang akan dirugikan dan pihak
mana yang lebih untung. Selanjutnya dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana
diplomasi Inggris-Uni Eropa pasca terjadinya brexit ? Guna mempermudah bahasan
dalam tulisan ini penelitian ini dibagi dalam lima bagian. Pertama, metode penelitian.
Metode penelitian menjadi penting sebagai cara penulis dalam melakukan prosedur dan
teknik penulisan dan mendapatkan data yang akan digunakan dalam penulisan ini. Kedua,
tinjauan literatur. Tinjauan menjadi penting sebagai pembanding dan pembeda dari
penulisan atau penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan data mengenai topik terkait
yang telah ditemukan oleh penulis. Ketiga, kerangka analisis. Kerangka analisis menjadi
hal penting dikarenakan didalam kerangka analisis terdapat konsep atau landasan teori
sebagai pondasi untuk menganalisa permasalahan yang dipilih oleh penulis. Keempat,
pembahasan. Pembahasan menjadi faktor utama dalam penulisan ini sehingga menjadi
sangat penting. Pembahasan menjadi tempat penulis untuk menganalisa isu yang
digunakan, memberikan argumen, dan juga memberikan solusi yang dirangkai dalam
suatu paragraf analisa. Kelima, kesimpulan. Kesimpulan memberikan peran penting juga
dalam penulisan ini dikarenakan akan menentukan kejelasan dari penulisan yang telah
dibuat oleh penulis akan menuju ke arah mana dan tentu kesimpulan merupakan sebuah
garis besar pembahasan dari penulisan ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis dengan langkah-langkah
sebagai berikut. Pertama, heuristik adalah mencari, menemukan dan mengumpulkan data
dan fakta dari berbagai sumber baik berupa buku-buku maupun artikel3 mengenai
diplomasi Inggris dan Uni Eropa dalam studi kasus Brexit. Kedua, kritik sumber, setelah
penulis mendapatkan berbagai sumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang
dikaji, tahap selanjutnya adalah penulis melakukan penilaian dengan memberikan
kritikan terhadap sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari buku, internet, dan hasil
penelitian lainnya4. Dalam melakukan penelitian ini penulis tidak melakukan kritik
eksternal karena sumber yang digunakan adalah sumber sekunder. Kritik yang dilakukan
oleh penulis adalah melalui kajian literatur yaitu membandingkan sumber-sumber yang
telah ditemukan oleh penulis. Hasil perbandingan sumber tersebut, akan diperoleh
kepastian bahwa sumber tersebut bisa digunakan karena sesuai dengan topic dan kajian.
Ketiga, interpretasi atau analisis tentang apa yang diajukan oleh Inggris dan Uni Eropa
melalui upaya diplomasi dalam studi kasus brexit ini. Hal ini merupakan tahap dimana
peneliti melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber
sejarah dan bersamaan dengan konsep-konsep yang telah dipilih dan disesuaikan dengan
fakta kemudian menjadi suatu interpretasi5. Ketiga langkah diatas dilakukan penulis
melalui metode penelitian kualitatif dengan deskriptif analisis.
TINJAUAN LITERATUR
Literatur pertama didapatkan penulis dari Jurnal Online (Fidya Faridah dan Erlina
Wiyanarti. 2018. Vol.7, No.2) yang membahas tentang dinamika hubungan antara Inggris
dengan Uni Eropa. Sebenarnya sikap Inggris dalam menjadi anggota Uni Eropa, apalagi
pandangan politik Inggris terhadap Uni Eropa yang berubah-ubah. Hal tersebut kemudian
membuat Uni Eropa sebagai bahan untuk kampanye setiap partai. Pilihannya tetap di uni
Eropa atau tidak. Juga referendum Brexit menjadi senjata bagi Inggris agar Uni Eropa
mentoleransi Inggris dalam kebijakannya. Brexit diajukan karena masyarakat Inggris
merasa dirugikan atas adanya imigrasi, tentang kedaulatan, dimana Inggris tidak berhak
atas kedaulatannya sendiri karena segala aturan dikendalikan Brussels. Tidak
diherankankan jika pandangan politik Inggris sering terlihat naik turun. Terkadang pro
3
Abdurahman, D. 2007. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.
4
Abdurahman, D. 2007. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.
5
Abdurahman, D. 2007. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.
dan terkadang juga kontra. Hal tersebut terjadi dikarenakan sebelumnya Inggris juga
merasa enggan masuk ke Eropa karena Inggris adalah negara yang independen dalam
segala bidang, bahkan ia adalah negara pencetus revolusi industry yang memiliki
pengaruh kepada sistem ekonomi dunia.
Literatur yang kedua didapatkan penulis dari jurnal online (Andrias Darmayadi.
2018. Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit. Vol VIII
No.1. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi). Dalam jurnal kedua ini membahas tentang
apa yang sebenarnya membuat Inggris menyatakan keluar dari Uni Eropa yang dirasa
hal-hal yang berasal dari Uni Eropa merugikan bagi Inggris. Hal yang dirasa membuat
Inggris keberatan terhadap Uni Eropa adalah mengenai kebijakan ekonomi bersama dan
aturan bagi negara anggota untuk menggunakan mata uang tunggal (euro) yang dipakai
oleh seluruh negara anggota. Saat ini EMU (European Monetary Union) suatu hal yang
legal yang paling dikenal dan signifikan di Eropa Barat. Ada dua motif utama dalam
menuju EMU, yaitu ekonomi dan politik. Kasus ekonomi berdasarkan pada logika yang
sama untuk membangun pasar bersama, hal ini merupakan elemen yang sangat kuat
karena dianggap bahwa penggunaan sumberdaya yang merupakan faktor produksi akan
lebih efisien. Sedangkan atas dasar politik, argument untuk mengintensifkan integrasi
ekonomi adalah dengan memperkuat hubungan ekonomi nasional yang akan
menumbuhkan interaksi dan kerjasama yang lebih besar antar pemerintah nasional. Jadi,
setiap negara harus mentransfer kebijakan moneternya pada bank sentral Eropa dan
tunduk pada peraturan kerangka kerja. Oleh karena itu, dalam periode kontemporer ini,
Brexit sangat berpengaruh sekali pada kredibilitas masa depan Uni Eropa dan kerjasama
kawasan Eropa Barat sehingga Uni Eropa terus melakukan koordinasi-korrdinasi untuk
mempertahankan Inggris supaya tetap dalam satu ikatan di Uni Eropa.
Literatur yang ketiga didapatkan penulis dari jurnal online (Khairur Munzilan, Ali
Muhammad. 2017. Brexit: Eurosceptic Victory in British Referendum in Term of Britain
Membership of European Union. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). Dalam jurnal
yang ketiga ini dibahas tentang bagaimana diplomasi yang sangat kuat yang dilakukan
oleh kelompok kepentingan, “Eurosceptic” sehingga bisa mempengaruhi masyarakat
Inggris untuk memilih Brexit. Pertama, kelompok Eurosceptic berusaha mempengaruhi
masyarakat Inggris melalui latar belakang kela sosial masyarakat. Kelas sosial yang
menjadi focus dari kelompok ini adalah mencakup masyarakat kelas menengah kebawah,
masyarakat dengan umur 60 tahun keatas, pekerja buruh, dan masyarakat dengan
pendidikan rendah. Kedua, kelompok Eurosceptic berusaha mempengaruhi hasil
referendum dengan menggunakan kebangkitan dan penyebaran paham Eurosceptic yang
meluas dalam masyarakat Inggris saat ini. Ketiga, kelompok Eurosceptic memanfaatkan
kepentingan keterikatan sekelompok masyarakat pada suatu partai, untuk emnjadi bagian
dari masyarakat yang memilih agar Inggris keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Kemenangan kelompok Eurosceptic pun tidak terlepas dari dari keberhasilan dalam
menjalankan strategi kampanye. Kelompok euroscpetic memiliki tiga strategi dalam
referendum Brexit ini, pertama, strategi dengan membuat ketakutan pada masyarakat
inggris, sehingga masyarakat menilai bahwa keluar dari Uni Eropa merupakan opsi
terbaik. Kedua, memanfaatkan hubungan emosional masyarakat dalam menjalankan
kampanye kelompok Eurosceptic. Ketiga, pengaruh dari publik figure, strategi dengan
menggunakan peran tokoh terkemuka yang ada di Inggris.
Literatur keempat berjudul “Brexit: Pelajaran bagi ASEAN” ditulis oleh Bima Jon
Nanda dan Inda Mustika Permata, dalam Jurnal Hubungan Internasional Vol.6, No.1
Universitas Brawijaya pada tahun 2017. Tulisan dari literatur keempat membahas tentang
model kerja sama regional Uni Eropa. Dimana dalam tulisan ini juga dibahas bagaimana
Uni Eropa menjadi wadah kerja sama regional yang cukup berhasil dalam melakukan
perluasan keanggotaan. Namun, dengan adanya fenomena Brexit ini menimbulkan suatu
kekhawatiran baru terhadap suatu kerja sama regional. Inggris memutuskan keliar dari
Uni Eropa tentunya mempengaruhi arsitektur dari Uni Eropa. Inggris harus kembali
menegosiasikan setiap aspek yang sudah disepakati ketika Inggris bergabung dengan Uni
Eropa. Namun, fenomena ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi kerja
sama regional lainnya, seperti ASEAN, agar peristiwa keluarnya keanggotaan di suatu
organisasi regional dapat dibendung sehingga tidak terjadi.
Literatur kelima berjudul “Mengapa Brexit? Faktor-faktor di Balik
Penarikan Inggris Dari Keanggotaan Uni Eropa” ditulis oleh Yulyan Maharta
Saviar dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga.
Dalam tulisan ini menjelaskan bahwa ada tiga pokok utama yang menyebabkan
Inggris keluar dari Uni Eropa, pertama, sikap kritis Inggris terhadap aturan atau
perjanjian yang dibuat oleh Uni Eropa terkait permasalahan kedaulatan Inggris
untuk menjaga independensi penerapan aturan dalam negeri. Kedua, timbulnya
beban ekonomi dan sosial yang ditanggung Inggris sebagai negara anggota Uni
Eropa. Ketiga, dinamika politik domestik Inggris yang memberikan kesempatan
bagi kelompok penolak Uni Eropa dalam mempengaruhi pilihan pemilih pada
referendum keanggotaan Inggris di Uni Eropa.
Perbedaan jurnal-jurnal yang telah ditemukan oleh penulis dengan tulisan
penulis ini yaitu, pertama, berbeda dari segi konteks pembahasan Brexit, penulis
lebih menekankan pada diplomasi pasca adanya Brexit antara Uni Eropa dan
Inggris sedangkan jurnal-jurnal lainnya membahas tentang dinamika Brexit,
mengapa Inggris menyatakan keluar dari keanggotaan Uni Eropa, transformasi
Uni Eropa menjadi kerja sama regional yang sukses, dan juga ada pembahasan
megenai Eurosceptic. Kedua, perbedaan terletak pada kerangka analisis yang
digunakan yaitu mengenai konsep atau landasan teori yang digunakan oleh
penulis sebagi pondasi dasar dalam menganalisa. Persamaan tulisan penulis
dengan jurnal-jurnal yang telah ditemukan dalam literatur review ini yaitu, sama-
sama mengangkat tema Brexit dalam tulisannya, menggambarkan dampak yang
ditimbulkan oleh Inggris dan Uni Eropa setelah adanya Brexit.
KERANGKA ANALISIS
Konsep Diplomasi
PEMBAHASAN
Uni Eropa
Keanggotan Inggris di UE
8
Francisca & Trihastuti, “Implikasi Referendum Brexit terhadap Kebijakan Imigrasi United Kingdom”. Diponegoro
Law Journal. Vol. 6 No. 2, 2017, hal 1-2.
9
Jean Breteche, European Union Development Co-operation in Indonesia. Agustus 2007, hal 4.
Proses pengajuan diri Inggris untuk bergabung dengan masyarakat
Eropa cukup rumit, karena Inggris mendapatkankan dua kali veto oleh
Perancis pada tahun 1962, sebab hubungan keduanya di masa lalu. Pada
tahun 1944 Chruchill yang merupakan Perdana Menteri Inggris
mengatakan kepada De Gaulle, Presiden Prancis bahwasannya jika mereka
disuruh memilih antara Eropa dan laut terbuka, mereka akan selalu
memilih laut terbuka, jika untuk memilih De Gaulle dan Roosevelt, ia
akan selalu memilih Roosevelt. Ketakukan Perancis akan Inggris menjadi
jembatan antara Eropa dan Amerika Serikat adalah penyebab dari Veto de
Gaulle. Jika hak itu memang benar De Gaulle berasumsi bahwa Amerika
Serikat akan mengambil alih Eropa, sehingga dikhawatirkan pengaruh
Prancis di Eropa akan diambil pula. namun , permasalahan itu berakhir
saat Presiden Prancis digantikan oleh Georges Popidou pada 1969. Dalam
perkembangannya inggris telah melewati kesulitan yang dihadapi.
Ditunjukkan komponen utama keberhasilan Inggris dalam negosiasi
lingkungan eksternal yang menguntungkan dengan pensiun dan
meninggalnya De Gaulle terdapat pada laporan internal di kantor luar
negeri “Accession of Britain in the European Community”.
Referendum Brexit yang diajukan oleh Inggris sudah membawa hal yang
menjadi penting dan banyak memiliki pengaruh terhadap dunia khususnya
Uni Eropa dan Inggris. Ukuran dari perekonomian negara-negara Eropa
Barat dalam ekonomi global dianggap terlalu kecil dalam mencapai tujuan
stabilitasisai kestabilan keuangan otonom atau faktor ekonomi makro
dengan pengecualian dari Inggris. Setiap negara di Eropa dianjurkan untuk
mengirim kebijakan moneternya pada Bank Sentral Eropa serta patuh
terhadap peraturan kerangka kerja. Dalam kerangka kerja tersebut terpapar
bahwa pilihan fiskal serta anggaran dibatasi, dimana dalam ketentuan
Maastricht dan perebutan akan stabilitas pakta. Pola perdaganagan Inggris
saat ini dapat dikatakan dapat menjamin sebuah pemantauan yang kuat
terhadap kebijakan fiskal negara anggota Europen Union dan strategi
Faridah & Wiyanarti, “Dinamika Inggris dan Uni Eropa: Integrasi hingga Brexit”. FACTUM. Vol. 7 No. 2, Oktober
10
Andrias Darmayati, “Transformasi Uni Eropa: Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit”, Jurnal Ilmu Politik dan
11
Francisca & Trihastuti, “Implikasi Referendum Brexit terhadap Kebijakan Imigrasi United Kingdom”. Diponegoro
12
Faridah & Wiyanarti, “Dinamika Inggris dan Uni Eropa: Integrasi hingga Brexit”. FACTUM. Vol. 7 No. 2, Oktober
13
Mashita Dewi Tidore, Skripsi: “Dinamika Referendum Inggris Di Uni Eropa Studi Kasus: Referendum Brexit”
14
Khairul Munzilin dan Ali Muhammad, “Brexit : Eurosceptic Victory In british Referendum In Term Of Britain
15
Membership Of European Union”. Sosial Politik Humaniora. Vol. 5 No. 1, 2017, hal. 10.
menyuarakan keinginan yang sama dengan Inggris untuk penyelenggaraan
referendum untuk keluar dari Uni Eropa. Pemimpin Partai Nasional
Perancis Marine Le Pen menegaskan pada kampanyenya “Now is the time
to import democracy in our country. The French should have the right to
choose!”. Menurut Marine Le Pen mengenai agenda referendum tersebut
merupakan cerminan sesungguhnya dari sistem demokrasi yang dijunjung
warga Eropa. Sehingga Marine Le Pen berjanji jika ia memenangkan
pemilu 2017, ia akan menyelenggarakan referendum agar masyarakat bisa
memilih untuk bertahan atau keluar dari Uni Eropa. Geert Wilders,
pemimpin Partai Kebebasan Belanda juga melakukan hal sama, dengan
menyerukan referendum keanggotaan Belanda di Uni Eropa. Melalui
pidatonya “We must also liberate ourselves from the europhiles in
Brussles who wipe the floor with our identity, our sovereignity and our
prosperity. We must loner in control of our own money, our own
democracy”.
Mashita Dewi Tidore, Skripsi: “Dinamika Referendum Inggris Di Uni Eropa Studi Kasus: Referendum Brexit”
16
Hal tersebut ditekankan dan ditegaskan oleh pihak Uni Eropa dikarenakan
pemerintah Inggris saat ini semakin tidak tertib dalam menyikapi Brexit, seperti mereka
akan berani mengambil langkah untuk ‘No Deal Brexit’ yaitu keluar tanpa kesepakatan.
Kejadian inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran bagi Uni Eropa. Sehingga hal ini
mendorong Uni Eropa untuk membuat KTT Komisi Eropa dengan menerbitkan pedoman
negosiasi19. Negosiasi yang dimaksud adalah negosiasi paralel terkait dengan kesepakatan
bagaimana perdagangan Uni Eropa-Inggris dimasa depan setelah Inggris benar-benar
Francisca & Trihastuti, “Implikasi Referendum Brexit terhadap Kebijakan Imigrasi United Kingdom”. Diponegoro
17
Mashita Dewi Tidore, Skripsi: “Dinamika Referendum Inggris Di Uni Eropa Studi Kasus: Referendum Brexit”
18
Nanda & Permata. 2017. Brexit: Pelajaran Bagi ASEAN. Jurnal Hubungan Internasional, Vol.6, No.1. FISIP,
19
Universitas Breawijaya.
keluar dari keanggotaan. Semua usaha yang telah dilakukan oleh UNI Eropa tersebut
tentu berlandaskan atas kepentingan nasional organisasi Uni Eropa, mereka tidak ingin
Uni Eropa sebagai mitra kerjasama negara-negara maju di Eropa ternyata bisa mengalami
perpecahan dengan adanya Brexit ini. Selain itu, selama ini saat Inggris menjadi anggota
Uni Eropa, ia adalah negara yang menyumbang paling banyak pemasukan untuk Uni
Eropa. Hal tersebut tentu saja membuat pihak Uni Eropa melakukan perundingan panjang
terhadap Inggris. Brexit sangat berpengaruh sekali pada kredibilitas masa depan Uni
Eropa dan kerjasama kawasan Eropa Barat sehingga Uni Eropa terus melakukan
koordinasi-korrdinasi untuk mempertahankan Inggris supaya tetap dalam satu ikatan di
Uni Eropa.
Pratiwi, Niken. 2017. Pengaruh Tory Political Cabinet Terhadap Keputusan Referendum British Exit (Brexit). FISIP,
20
Ketika nanti brexit sudah terealisasi maka Inggris tidak harus lagi
untuk mengikuti kebijakan Uni Eropa tentang pertanian bersama. Didalam
Nanda & Permata. 2017. Brexit: Pelajaran Bagi ASEAN. Jurnal Hubungan Internasional, Vol.6, No.1. FISIP,
21
Universitas Breawijaya.
Nanda & Permata. 2017. Brexit: Pelajaran Bagi ASEAN. Jurnal Hubungan Internasional, Vol.6, No.1. FISIP,
22
Universitas Breawijaya.
kebijakan tersebut, Inggris sebagai negara anggota wajib menyisihkan satu
miliar poundsterling per tahun untuk membayar petani maupun nelayan
asing sehingga hal tersebut dirasa memberatkan bagi Inggris. Maka
dengan Brexit bahan-bahan pangan bisa menurun drastis. Ketiga, Inggris
bisa dengan bebas menentukan perdagangan pasarnya sendiri. Kebijakan
pajak pertambahan nilai dan biaya perdagangan yang selama ini terjadi
antar negara ternyata telah diatur oleh Uni Eropa23. Sehingga dengan
Brexit ini Inggris bisa melakukan ekspansi perdagangannya sendiri dengan
bebas. Semua yang diinginkan oleh Inggris tersebut merupakan semata-
mata untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Melalui diplomasi politik
yang dilakukan kepada Uni Eropa sehingga sampai saat ini Brexit masih
dalam kerancuan karena berlarut-larut. Suasana internal didalam Inggris
sangat kacau karena terjadi pro dan kontra antara pihak konservatif yang
dipimpin oleh Johnson dengan parlemen yang keduanya berbeda
pandangan. Setelah adanya referendum banyak sekali bermunculan cara
untuk menunda Brexit dan juga cara untuk mempercepat terjadinya Brexit.
Hal inilah yang kemudian membuat Brexit menjadi berlarut-larut. Pihak
Uni Eropa ingin Brexit dilakukan sesuai dengan prosedur namun pihak
Inggris yang sedang dalam situasi kacau menginginkan untuk cepat-cepat
Brexit terealisasi, walaupun itu dengan cara No Deal Brexit.
Munzilin & Muhammad. 2017. Brexit; Eurosceptic Victory n British Referendum in Term of Britain Membership in
23
Kesimpulan
Diplomasi antara kedua belah pihak yaitu Inggris dan Uni Eropa sangat
berlarut-larut dan tidak segera menemui jalan temu sehingga selalu terjadi
perpanjangan waktu lagi dan lagi. Perpanjangan waktu yang tidak segera
menemui titik temu tersebut dikarenakan didalam internal Inggris terjadi
perdebatan pro dan kontra antara pihak parlemen dan pihak dari Boris
Johnson tentang keputusan Brexit. Sedangkan dari pihak Uni Eropa yang
mengajukan banyak prosedur yang harus dipenuhi oleh Inggris ketika
benar-benar ingin brexit. Namun, semua prosedur tersebut tidak dapat
dilaksanakan oleh Inggris dengan baik. Hal itu membuat pihak Uni Eropa
terus mengulur waktu mengenai Brexit ini.
Hardi Alunaza SD dan Virginia Sherin, “Pengaruh Briitish Exit (Brexit) Terhadap Kebijakan Pemerintah Inggris
27
Terkait Masalah Imigran”. Intermestic: Journal International Studies. Vol. 2 No. 2, Mei 2018, hal. 163-164.
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography
Francisca, & Trihastuti. (2017). Implikasi Referendum Brexit terhadap Kebijakan Imigrasi United
Kingdom. Diponegoro Law Journal , Vol.6 No.2, 1-2.
Faridah, & Wiyanarti. (2018). Dinamika Inggris dan Uni Eropa; Integrasi hingga Brexit . FACTUM ,
Vol.7 No.2 , 167-169.
Nanda, & Permata. (2017). Brexit; Pelajaran Bagi ASEAN . Jurnal Hubungan Internasional , vol.6
no.1 .
Munzilin, & Muhammad. (2017). Brexit; Eurosceptic Victory in British Referendum in Term of
Britain Membership of European Union . Sosial Politik dan Humaniora , vol.5 no.1, 10 .
Jackson, & Sorensen. (2009). Pengantar Studi Ilmu Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Pratiwi, N. (2017). Pengaruh Tory Political Cabinet Terhadap Keputusan Referendum British Exit
(Brexit).
Tidore, M. D. (2017). Dinamika Referendum Inggris di Uni Eropa Studi Kasus; Referendum Brexit.
Makassar: Univeristas Hassanudin .
Darmayanti, A. (2018). Transformasi Uni Eropa; Prospek Kerjasama Kawasan Pasca Brexit . Jurnal
Ilmu Politik dan Komunikasi , Vol. 8 No.1, 10.
Breteche, J. (2007). European Union Development Co-operation in Indonesia. p. 4.
Jemadu, A. (2008). Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu .
Mas'oed, M. (1994). Ilmu Hubungan Internasional; Disiplin dan Metodologi. Jakarta: PT. PUstaka
LP3ES.
Mas'oed, M. (1989). Studi Hubungan Internasional Tingkat Analisa dan Teorisasi . Yogyakarta,
Yogyakarta, Indonesia: Pusat Studi Sosial Universitas Gajah Mada.