Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No.

2 hlm 56-61 Juli - Desember 2005 ISSN : 1410-3354

Pengaruh Pra-Perlakuan Stres pada Kultur Antera Empat


Kultivar Kedelai

Effects of Stress Pre-treatment on Growth and Development of


Soybean Anthers

Zulkarnain
Fakultas Pertanian, Universitas Jambi.Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Telp./Fax (0741) 583051 atau (0741) 582781. Email: doktor_zulkarnain@unja.ac.id

Abstract

This trial was conducted at the Plant Biotechnology Laboratory, Agricultural Faculty, University of
Jambi, from January through to October 2005. This investigation was aimed at studying the effect of stress
pre-treatment on growth and development of anthers of soybean cv. Anjasmoro, Baluran, Merubetiri and
Wilis cultured in vitro. The stress pre-treatment applied were mannitol starvation at 4, 25 and 33 o C for 2, 4,
6, and 8 days in total dark condition. The results indicated that stress pre-treatment was found to inhibit
anther growth, but not mannitol starvation at 4 o C for 2 days applied on anthers isolated from soybean cv.
Wilis. In general, the anthers with no stress pre-treatment (control) prior to culture initiation showed better
response to in vitro condition than those pre-treated with mannitol starvation. Based on this finding, in the
following investigation anthers should be directly cultured onto nutrition medium without any stress pre-
treatment.

Keywords: mannitol, anther culture, soybean, Glycine max, plant breeding.

PENDAHULUAN homolog, sehingga pada saat meiosis berlangsung


kromosom-kromosomnya tidak berpasang-pasangan
Teknologi haploid menawarkan keunggulan seperti halnya pada tanaman normal (diploid).
yang tidak dijumpai pada teknik pemuliaan tanaman Melalui teknik in vitro tanaman haploid dapat
secara konvensional. Dengan teknologi ini akan dapat diregenerasikan secara langsung dari gamet jantan
dikembangkan tanaman-tanaman homozigous hanya mau pun betina tanpa melalui proses pembuahan.
dalam kurun waktu satu generasi. Sedangkan dengan Akan tetapi berbeda dengan tanaman normal
teknologi konvensional, tanaman homozigous baru (diploid), individu-individu haploid bersifat steril.
dapat dihasilkan setelah melalui proses seleksi hingga Apabila komplemen kromosomnya digandakan
5 atau 6 generasi (Taji et al., 2002). Sejumlah sifat- secara buatan, misalnya menggunakan kolkisin atau
sifat unggul, a.l. toleransi terhadap kondisi lingkungan oryzalin, maka tanaman tersebut akan menjadi
yang kurang menguntungkan, seperti kekeringan, doubled-haploid. Sebagaimana dengan induk haploid
suhu rendah, hara rendah atau pun kandungan logam yang homozigous, tanaman doubled-haploid juga
berat yang tinggi di dalam tanah merupakan karakter bersifat homozigous. Bedanya adalah tanaman
resesif yang dapat dideteksi secara dini pada tanaman doubled-haploid bersifat fertil sehingga bisa
haploid. Selain itu, permasalahan yang berkaitan diperbanyak secara seksual.
dengan silang luar dan inkompatibilitas sendiri (self Produksi tanaman haploid mau pun doubled-
incompatibility ) dapat pula diatasi dengan haploid telah berhasil dilakukan pada spesies
pemanfaatan teknologi haploid. tanaman monokotil seperti Oryza sativa (Lentini et
Tanaman haploid dapat diregenerasikan al., 1995; Aryan, 2002) dan Triticum aestivum
lewat embriogenesis mikrospora, baik melalui kultur (Touraev et al., 1996). Teknologi ini juga telah berhasil
antera mau pun kultur mikrospora. Tanaman hap- diterapkan pada tanaman-tanaman dikotil seperti
loid tidak memiliki pasangan kromosom yang Brassica napus (Lichter, 1982), Populus sp. (Hyun
Zulkarnain: Pra-perlakuan stress pada kultur antera kedelai 57

et al., 1986), Malus domestica (Höfer et al., 1999), tanaman. Selanjutnya polybag ditempatkan di tempat
dan Anemone sp., Zantedeschia sp. and terbuka di kebun percobaan Fakultas Pertanian Uni-
Delphinium sp. (Custers et al. , 2001). Juga versitas Jambi, Desa Mendalo Darat. Pemeliharaan
ditemukan adanya laporan tentang regenerasi tanaman mengikuti prosedur kultur teknik yang umum
tanaman haploid dari kultur antera maupun kultur dilakukan, yakni penyiraman air, pemberantasan
mikrospora pada tanaman legum seperti Medicago hama dan penyakit serta pemupukan untuk
sativa (Zagorska et al., 1997), Cajanus cajun (Kaur mendapatkan tanaman yang sehat.
dan Bhalla, 1998), Lupinus spp. (Bayliss et al., 2002) Penanaman bahan induk dilakukan setiap 3
dan sejumlah tanaman legum pohon seperti Albizzia – 4 minggu guna menjamin ketersediaan bahan
lebbeck (Gharyal et al., 1983) and Peltophorum eksplan (tunas bunga) yang cukup selama penelitian.
pterocarpum (Rao dan De, 1987). Namun demikian, Selain itu, pernanaman ini juga sebagai upaya
belum ditemukan adanya laporan penelitian mengenai memperbanyak koleksi benih untuk digunakan
regenerasi tanaman baik haploid mau pun doubled- sebagai bahan perbanyakan berikutnya.
haploid dari kultur antera atau pun mikrospora
tanaman kedelai untuk tujuan pemuliaan tanaman. Medium Kultur
Keberhasilan induksi embriogenesis
mikrospora dipengaruhi oleh banyak faktor, di Medium kultur yang digunakan adalah me-
antaranya adalah pra-perlakuan terhadap antera dium dasar MS (Murashige dan Skoog, 1962) yang
sebelum inisiasi kultur. Sebelum diintroduksikan pada dilengkapi dengan vitamin dan sukrosa. Sebanyak
kondisi lingkungan in vitro, antera dapat diberi pra- 10 mL dari masing-masing larutan stok dimasukkan
perlakuan stress seperti starvasi manitol (mannitol ke dalam gelas piala berisi lebih-kurang 200 mL air
starvation) pada suhu rendah selama periode waktu suling dan aduk secara konstan. Selanjutnya
tertentu (Kyo dan Harada, 1986; Immonen dan ditambahkan sukrosa sebanyak 30 g, dan volume
Anttila, 1999). Dengan pra-perlakuan stres, proses larutan dijadikan 1 L dengan penambahan air suling.
metabolisme pada jaringan akan terhenti untuk Kemasaman medium ditetapkan 5.8 ± 0.02 dengan
sementara, dan setelah periode waktu tertentu menambahkan NaOH 1 M atau HCl 0.5 M. Untuk
jaringan tersebut akan mulai berkembang lagi dengan membuat medium padat digunakan Bacto BitekÔ
lintasan metabolisme yang baru bila dihadapkan pada agar sebanyak 8 g, yang dilarutkan dengan
kondisi lingkungan yang mendukung (Immonen dan pemanasan sebelum medium tersebut dibagi-bagi ke
Anttila, 1999). dalam botol kultur dan disterilkan dengan otoklaf pada
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tekanan 1.1 kg cm-1 (103 kPa) pada suhu 121o C
pengaruh starvasi manitol pada suhu rendah dan suhu selama 20 menit. Sedangkan medium cair tidak
kamar selama periode waktu yang berbeda sebelum menggunakan bahan pemadat agar-agar.
antera diintroduksikan pada medium aseptik di dalam
sistem perbanyakan in vitro. Eksplan

BAHAN DAN METODE Bahan tanaman yang digunakan sebagai


eksplan adalah antera yang diperoleh dari tunas
Persiapan Tanaman Induk bunga muda. Setelah disterilkan dengan alkohol 70%
selama lebih-kurang 10 detik, kelopak dan mahkota
Tanaman induk yang digunakan pada bunga dibuang dengan hati-hati, lalu antera dipisahkan
penelitian ini adalah kedelai varietas budidaya yang dari filamen untuk selanjutnya dikulturkan pada me-
diperoleh dari Balai Penelitian dan Pengkajian dia yang telah disiapkan.
Teknologi Pertanian (BPPTP), Jambi, yang sudah Sementara itu untuk pra-perlakuan stres, tu-
diuji daya adaptasinya di daerah pasang-surut di Desa nas bunga diisolasi dari tanaman induk dimasukkan
Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung jabung Timur, ke dalam botol vial yang berisi medium starvasi.
Propinsi Jambi, dan sudah cukup dikenal oleh petani Bagian bawah tangkai bunga diupayakan terendam
setempat. Kultivar tersebut adalah Anjasmoro, di dalam larutan. Botol-botol tersebut selanjutnya
Baluran, Merubetiri dan Wilis. disimpan pada suhu kamar (25 o C) atau pada suhu
Benih tanaman kedelai dikecambahkan dan rendah (4 o C) dalam keadaan gelap total selama 2,
ditumbuhkan di dalam polybag untuk mempermudah 4, 6 dan 8 hari. Medium starvasi disiapkan menurut
pemeliharaan dan mengendalikan pertumbuhan Kyo dan Harada (1986) yang terdiri atas 1,49 g L-1
Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 56-61 Juli - Desember 2005 58

KCl, 0,12 g L-1 MgSO 4 , 0,11 g L-1 CaCl2 , 0,14 g L-1


KH2 PO4 dan 54,7 g L-1 manitol dengan pH 7,0.
Setelah diberi pra-perlakuan, antera dan
mikrospora selanjutnya diisolasi dari tunas bunga,
dikulturkan dan dipelihara di dalam ruang kultur
dengan suhu 25 ± 1o C. Lama pencahayaan
(fotoperiodesitas) adalah 16 jam per hari yang
diperoleh dari lampu fluorescence dengan intensitas
50 µmol m-2 s-1. Pertumbuhan dan perkembangan Gambar 1. Kalus yang berproliferasi dari antera kedelai
kultivar Wilis pada perlakuan starvasi manitol
kultur diamati selama 8 minggu. pada suhu 4 oC selama 2 hari. A, antera pada
saat inisiasi kultur; B, kultur berumur 18 hari
HASIL DAN PEMBAHASAN (nampak antera dikelilingi oleh massa kalus).

Dari lima kultivar yang diuji, hanya Wilis yang


memperlihatkan adanya pengaruh pra-perlakuan
terhadap antera, yang ditunjukkan oleh adanya
proliferasi kalus pada pra-perlakuan starvasi manitol
pada suhu 4 o C selama 2 hari. Sementara pada pra-
perlakuan lainnya antera, baik yang diisolasi dari
kultivar Wilis, maupun dari empat kultivar lainnya,
tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan, dan
eksplan berubah menjadi pucat (mati) setelah 30 hari
dalam kultur. Sebaliknya, antera yang diisolasi dari
semua kultivar dan langsung dikulturkan (tanpa pra-
perlakuan) justru memperlihatkan respon yang baik
terhadap kultur in vitro. Hal ini diperlihatkan oleh
terjadinya proliferasi kalus pada antera, meskipun Gambar 2. Kalus yang berproliferasi dari antera kedelai
dengan karakteristik yang berbeda. kultivar Anjasmoro (A), Baluran (B),
Merubetiri (C) dan Wilis (D) pada perlakuan
Dalam kurun waktu 7 hari setelah tanam
tanpa starvasi manitol.
belum terlihat adanya perubahan pada eksplan yang
dikulturkan. Perubahan baru terlihat setelah eksplan
memasuki umur 8 hari setelah inisiasi yang
ditunjukkan oleh terjadinya perubahan warna dari
hijau muda menjadi kecoklatan dan/atau putih. Pada
antera yang tidak diberi pra-perlakuan warnanya
cenderung mengarah kepada hijau segar sebelum
terlihat adanya proliferasi kalus yang didahului oleh
pembengkakan jaringan. Sementara itu pada antera
yang diberi pra-perlakuan, perubahan warnanya
cenderung semakin pucat dan akhirnya coklat dan
mati, kecuali pada antera kultivar Wilis yang diberi
pra-perlakuan starvasi manitol pada suhu 4 o C selama
2 hari.
Pada umur 8 hari setelah inisiasi, antera yang Gambar 3. Keadaan tunas bunga yang diperlakukan
dengan starvasi manitol pada berbagai suhu
diisolasi dari kedelai varietas Wilis dan diperlakukan dan lama penyimpanan. A, tanpa pra-
dengan starvasi manitol pada suhu 4 o C selama 2 perlakuan; B, suhu 4 o C selama 2 hari; C,
hari mulai meregenerasikan kalus (Tabel 1, Gambar suhu 25 oC selama 2 hari; D, suhu 33 oC selama
1). Sementara itu, antera yang berasal dari 4 varietas 2 hari.
lainnya yang diuji dan dikulturkan tanpa diberi pra-
perlakuan mulai meregenerasikan kalus pada hari ke- pengaruh negatif terhadap kultur antera kedelai,
10 (Tabel 1, Gambar 2). kecuali pra-perlakuan starvasi manitol pada suhu 4
o
Hasil pada percobaan ini mengindikasikan C selama 2 hari yang diberikan kepada tunas bunga
bahwa pra-perlakuan yang diuji memberikan kedelai kultivar Wilis. Hal disebabkan terutama sekali
Zulkarnain: Pra-perlakuan stress pada kultur antera kedelai 59

Tabel 1. Pembentukan kalus pada antera dari lima kultivar kedelai yang diberi pra-perlakuan starvasi manitol
pada berbagai suhu dan lama perlakuan yang berbeda.
Pembentukan kalus
Kultivar Perlakuan Ó eksplan berkalus Waktu (hst) Warna Tekstur Frekuensi Keterangan

Anjasmoro T0H0 4 10 putih kekuningan kompak + berkalus


T1H1 - - - - - pencoklatan
T1H2 - - - - - pencoklatan
T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan

T0H0 4 10 putih kehijauan kompak +++ berkalus


Baluran T1H1 - - - - - pencoklatan
T1H2 - - - - - pencoklatan
T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan

T0H0 5 15 putih kompak ++++ berkalus


T1H1 - - - - - pencoklatan
T1H2 - - - - - pencoklatan
Merubetiri T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan

T0H0 6 15 hijau kompak ++ berkalus


T1H1 3 8 hijau keputihan kompak +++++ berkalus
T1H2 - - - - - pencoklatan
T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
Anjasmoro
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan
Keterangan:
T0H0 = kontrol, T (suhu: T1 = 4 o C, T2 = 25 o C, T3 = 33 o C), H = lama pra-perlakuan (H1 = 2 hari, H2 = 4 hari, H3 = 6 hari, H4
= 8 hari), + = sedikit sekali, ++ = sedikit, +++ = sedang, ++++ = banyak, +++++ = banyak sekali.
Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 56-61 Juli - Desember 2005 60

oleh kemunduran viabilitas dari serbuk sari dan DAFTAR PUSTAKA


antera di dalam tunas bunga. Diduga pemberian pra-
perlakuan, sekalipun pada suhu rendah dalam waktu Aryan, A. P. 2002. Production of double haploids in
yang relatif singkat (2 hari) telah merubah rice: anther vs. microspore culture, 201-208.
metabolisme serbuk sari dan jaringan antera ke arah Prosiding The Importance of Plant Tissue
yang kurang menguntungkan. Culture and Biotechnology in Plant Sciences.
Secara eksternal, pada lama perlakuan 2 Armidale.
hari, terutama pada suhu 25 dan 33 o C, tunas bunga Bayliss, K. L., J. M. Wroth dan W. A. Cowling.
sudah memperlihatkan tanda-tanda degenerasi 2002. Production of multicellular microspores
(Gambar 3), yakni warnanya mulai menguning. of Lupinus species: first step toward haploid
Sementara pada perlakuan suhu 4 o C, tanda-tanda lupin embrios, 145-157. Prosiding The
degenerasi mulai terlihat secara eksternal setelah 6 Importance of Plant Tissue Culture and
hari penyimpanan. Di amping faktor suhu, diduga Biotechnology in Plant Sciences. Armidale.
konsentrasi manitol yang digunakan juga bertanggung Custers, J., M. Visser, R. Snijder, K. Litovkin dan L.
v. d. Geest. 2001. Model plants pave the way
jawab terhadap terjadinya degenerasi jaringan tunas
to haploid technology; microspore
bunga. Diduga tingkat konsentrasi manitol yang
embriogenesis in ornamentals. Laporan
digunakan pada percobaan ini (54,7 g L-1 )
Penelitian Plant Research International B.V.,
menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel-sel
Wageningen, The Netherlands.
pada jaringan tunas bunga yang masih muda. Gharyal, P. K., A. Rashid dan S. C. Maheshwari.
Menurut Immonen dan Robinson (2000), efektifitas 1983. Production of haploid plantlets in anther
pra-perlakuan yang diberikan kepada antera pada cultures of Albizzia lebbeck L. Plant Cell
kultur in vitro sangat tergantung kepada spesies atau Reports 2: 308-309.
kultivar yang diuji, lamanya perlakuan dan macam Höfer, M., A. Touraev dan E. Heberle-Bors. 1999.
pra-perlakuan yang diberikan. Induction of embriogenesis from isolated
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya laju apple microspores. Plant Cell Reports 18:
viabilitas eksplan pada percobaan ini adalah kecilnya 1012-1017.
ukuran antera kedelai yang dikulturkan. Winata Hyun, S. K., J. H. Kim, E. W. Noh dan J. I. Park.
(1987) mengemukakan bahwa salah satu faktor 1986. Induction of haploid plants of Populus
penting yang mempengaruhi keberhasilan kultur in species. Dalam P. G. Alderson [ed.], Plant
vitro adalah ukuran eksplan; di mana semakin besar Tissue Culture and its Agricultural Application,
eksplan yang dikulturkan, maka peluang untuk hidup 413-418. Butterworths, London.
semakin besar. Tanaman kedelai memiliki ukuran Immonen, S. dan H. Anttila. 1999. Cold pretreatment
antera yang sangat kecil, yakni 0,3 – 0,5 mm, yang to enhance green plant regeneration from rye
jauh lebih kecil dari antera tanaman Swainsona anther culture. Plant Cell, Tissue and Organ
formosa (juga dari famili Fabaceae) yang memiliki Culture 57: 121-127.
antera berukuran 4 – 6 mm (Zulkarnain, 2003), Immonen, S. dan J. Robinson. 2000. Stress treatment
sehingga tingkat keberhasilan untuk mendapatkan and Ficoll for improving green plant
kultur yang viabel sangat tinggi. regeneration in triticale anther culture. Plant
Science 150: 77-84.
Kaur, P. dan J. K. Bhalla. 1998. Regeneration of
KESIMPULAN haploid plants from microspore culture of
pigeon pea (Cajanus cajun L.). Indian
Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini Journal of Experimental Biology 36: 736-
dapat disimpulkan bahwa pra-perlakuan antera 738.
dengan starvasi manitol pada berbagai suhu dan lama Kyo, M. dan H. Harada. 1986. Control of the
penyimpanan tidak memacu perkembangan eksplan, developmental pathway of tobacco pollen in
kecuali pada kultivar Wilis yang diperlakuan dengan vitro. Planta 168: 427-432.
suhu 4 o C selama 2 hari. Proliferasi kalus dari antera Lentini, Z., P. Reyes, C. P. Martínez dan W. M.
kedelai varietas Anjasmoro, Baluran, Merubetiri dan Roca. 1995. Androgenesis of highly
Wilis lebih baik pada antera segar yang tidak recalcitrant rice genotypes with maltose and
menerima pra-perlakuan stres. silver nitrate. Plant Science 161: 677-683.
Zulkarnain: Pra-perlakuan stress pada kultur antera kedelai 61

Lichter, R. 1982. Induction of haploid plants from Touraev, A., A. Indrianto, I. Wratschko dan O.
isolated pollen of Brassica napus. Zeitschrift Vicente. 1996. Efficient microspore
embriogenesis in wheat (Triticum aestivum
für Pflanzenphysiologie 105: 427-434. L.) induced by starvation at high temperature.
Murashige, T. dan F. Skoog. 1962. A revised medium Sexual Plant Reproduction 9: 209-215.
for rapid growth and bio assays with tobacco Winata, L. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat
tissue cultures. Physiologia Plantarum 15: Antar Universitas Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
473-497. Zagorska, N., B. Dimitrov, P. Gadeva dan P. Robeva.
Rao, P. V. dan D. N. De. 1987. Haploid plants from 1997. Regeneration and characterisation of
in vitro anther culture of the leguminous tree, plants obtained from anther culture of
Peltophorum pterocarpum (DC) K. Hayne Medicago sativa L. In Vitro Cellular and
Developmental Biology - Plant. 33.
(Copper pod). Plant Cell, Tissue and Organ
Zulkarnain. 2003. Breeding Strategies in Sturt”s
Culture 11: 167-177. Desert Pea (Swainsona formosa (G.Don)
Taji, A., P. Kumar dan P. Lakshmanan. 2002. In J. Thompson) using In Vitro and In Vivo
Vitro Plant Breeding. Haworth Press, Inc., Techniques. PhD Dissertation, The
New York. University of New England, Armidale,
Australia.
Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 56-61 Juli - Desember 2005 ISSN : 1410-3354

Pengaruh Pra-Perlakuan Stres pada Kultur Antera Empat


Kultivar Kedelai

Effects of Stress Pre-treatment on Growth and Development of


Soybean Anthers

Zulkarnain
Fakultas Pertanian, Universitas Jambi.Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Telp./Fax (0741) 583051 atau (0741) 582781. Email: doktor_zulkarnain@unja.ac.id

Abstract

This trial was conducted at the Plant Biotechnology Laboratory, Agricultural Faculty, University of
Jambi, from January through to October 2005. This investigation was aimed at studying the effect of stress
pre-treatment on growth and development of anthers of soybean cv. Anjasmoro, Baluran, Merubetiri and
Wilis cultured in vitro. The stress pre-treatment applied were mannitol starvation at 4, 25 and 33 o C for 2, 4,
6, and 8 days in total dark condition. The results indicated that stress pre-treatment was found to inhibit
anther growth, but not mannitol starvation at 4 o C for 2 days applied on anthers isolated from soybean cv.
Wilis. In general, the anthers with no stress pre-treatment (control) prior to culture initiation showed better
response to in vitro condition than those pre-treated with mannitol starvation. Based on this finding, in the
following investigation anthers should be directly cultured onto nutrition medium without any stress pre-
treatment.

Keywords: mannitol, anther culture, soybean, Glycine max, plant breeding.

PENDAHULUAN homolog, sehingga pada saat meiosis berlangsung


kromosom-kromosomnya tidak berpasang-pasangan
Teknologi haploid menawarkan keunggulan seperti halnya pada tanaman normal (diploid).
yang tidak dijumpai pada teknik pemuliaan tanaman Melalui teknik in vitro tanaman haploid dapat
secara konvensional. Dengan teknologi ini akan dapat diregenerasikan secara langsung dari gamet jantan
dikembangkan tanaman-tanaman homozigous hanya mau pun betina tanpa melalui proses pembuahan.
dalam kurun waktu satu generasi. Sedangkan dengan Akan tetapi berbeda dengan tanaman normal
teknologi konvensional, tanaman homozigous baru (diploid), individu-individu haploid bersifat steril.
dapat dihasilkan setelah melalui proses seleksi hingga Apabila komplemen kromosomnya digandakan
5 atau 6 generasi (Taji et al., 2002). Sejumlah sifat- secara buatan, misalnya menggunakan kolkisin atau
sifat unggul, a.l. toleransi terhadap kondisi lingkungan oryzalin, maka tanaman tersebut akan menjadi
yang kurang menguntungkan, seperti kekeringan, doubled-haploid. Sebagaimana dengan induk haploid
suhu rendah, hara rendah atau pun kandungan logam yang homozigous, tanaman doubled-haploid juga
berat yang tinggi di dalam tanah merupakan karakter bersifat homozigous. Bedanya adalah tanaman
resesif yang dapat dideteksi secara dini pada tanaman doubled-haploid bersifat fertil sehingga bisa
haploid. Selain itu, permasalahan yang berkaitan diperbanyak secara seksual.
dengan silang luar dan inkompatibilitas sendiri (self Produksi tanaman haploid mau pun doubled-
incompatibility ) dapat pula diatasi dengan haploid telah berhasil dilakukan pada spesies
pemanfaatan teknologi haploid. tanaman monokotil seperti Oryza sativa (Lentini et
Tanaman haploid dapat diregenerasikan al., 1995; Aryan, 2002) dan Triticum aestivum
lewat embriogenesis mikrospora, baik melalui kultur (Touraev et al., 1996). Teknologi ini juga telah berhasil
antera mau pun kultur mikrospora. Tanaman hap- diterapkan pada tanaman-tanaman dikotil seperti
loid tidak memiliki pasangan kromosom yang Brassica napus (Lichter, 1982), Populus sp. (Hyun
Zulkarnain: Pra-perlakuan stress pada kultur antera kedelai 57

et al., 1986), Malus domestica (Höfer et al., 1999), tanaman. Selanjutnya polybag ditempatkan di tempat
dan Anemone sp., Zantedeschia sp. and terbuka di kebun percobaan Fakultas Pertanian Uni-
Delphinium sp. (Custers et al. , 2001). Juga versitas Jambi, Desa Mendalo Darat. Pemeliharaan
ditemukan adanya laporan tentang regenerasi tanaman mengikuti prosedur kultur teknik yang umum
tanaman haploid dari kultur antera maupun kultur dilakukan, yakni penyiraman air, pemberantasan
mikrospora pada tanaman legum seperti Medicago hama dan penyakit serta pemupukan untuk
sativa (Zagorska et al., 1997), Cajanus cajun (Kaur mendapatkan tanaman yang sehat.
dan Bhalla, 1998), Lupinus spp. (Bayliss et al., 2002) Penanaman bahan induk dilakukan setiap 3
dan sejumlah tanaman legum pohon seperti Albizzia – 4 minggu guna menjamin ketersediaan bahan
lebbeck (Gharyal et al., 1983) and Peltophorum eksplan (tunas bunga) yang cukup selama penelitian.
pterocarpum (Rao dan De, 1987). Namun demikian, Selain itu, pernanaman ini juga sebagai upaya
belum ditemukan adanya laporan penelitian mengenai memperbanyak koleksi benih untuk digunakan
regenerasi tanaman baik haploid mau pun doubled- sebagai bahan perbanyakan berikutnya.
haploid dari kultur antera atau pun mikrospora
tanaman kedelai untuk tujuan pemuliaan tanaman. Medium Kultur
Keberhasilan induksi embriogenesis
mikrospora dipengaruhi oleh banyak faktor, di Medium kultur yang digunakan adalah me-
antaranya adalah pra-perlakuan terhadap antera dium dasar MS (Murashige dan Skoog, 1962) yang
sebelum inisiasi kultur. Sebelum diintroduksikan pada dilengkapi dengan vitamin dan sukrosa. Sebanyak
kondisi lingkungan in vitro, antera dapat diberi pra- 10 mL dari masing-masing larutan stok dimasukkan
perlakuan stress seperti starvasi manitol (mannitol ke dalam gelas piala berisi lebih-kurang 200 mL air
starvation) pada suhu rendah selama periode waktu suling dan aduk secara konstan. Selanjutnya
tertentu (Kyo dan Harada, 1986; Immonen dan ditambahkan sukrosa sebanyak 30 g, dan volume
Anttila, 1999). Dengan pra-perlakuan stres, proses larutan dijadikan 1 L dengan penambahan air suling.
metabolisme pada jaringan akan terhenti untuk Kemasaman medium ditetapkan 5.8 ± 0.02 dengan
sementara, dan setelah periode waktu tertentu menambahkan NaOH 1 M atau HCl 0.5 M. Untuk
jaringan tersebut akan mulai berkembang lagi dengan membuat medium padat digunakan Bacto BitekÔ
lintasan metabolisme yang baru bila dihadapkan pada agar sebanyak 8 g, yang dilarutkan dengan
kondisi lingkungan yang mendukung (Immonen dan pemanasan sebelum medium tersebut dibagi-bagi ke
Anttila, 1999). dalam botol kultur dan disterilkan dengan otoklaf pada
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tekanan 1.1 kg cm-1 (103 kPa) pada suhu 121o C
pengaruh starvasi manitol pada suhu rendah dan suhu selama 20 menit. Sedangkan medium cair tidak
kamar selama periode waktu yang berbeda sebelum menggunakan bahan pemadat agar-agar.
antera diintroduksikan pada medium aseptik di dalam
sistem perbanyakan in vitro. Eksplan

BAHAN DAN METODE Bahan tanaman yang digunakan sebagai


eksplan adalah antera yang diperoleh dari tunas
Persiapan Tanaman Induk bunga muda. Setelah disterilkan dengan alkohol 70%
selama lebih-kurang 10 detik, kelopak dan mahkota
Tanaman induk yang digunakan pada bunga dibuang dengan hati-hati, lalu antera dipisahkan
penelitian ini adalah kedelai varietas budidaya yang dari filamen untuk selanjutnya dikulturkan pada me-
diperoleh dari Balai Penelitian dan Pengkajian dia yang telah disiapkan.
Teknologi Pertanian (BPPTP), Jambi, yang sudah Sementara itu untuk pra-perlakuan stres, tu-
diuji daya adaptasinya di daerah pasang-surut di Desa nas bunga diisolasi dari tanaman induk dimasukkan
Rantau Rasau, Kabupaten Tanjung jabung Timur, ke dalam botol vial yang berisi medium starvasi.
Propinsi Jambi, dan sudah cukup dikenal oleh petani Bagian bawah tangkai bunga diupayakan terendam
setempat. Kultivar tersebut adalah Anjasmoro, di dalam larutan. Botol-botol tersebut selanjutnya
Baluran, Merubetiri dan Wilis. disimpan pada suhu kamar (25 o C) atau pada suhu
Benih tanaman kedelai dikecambahkan dan rendah (4 o C) dalam keadaan gelap total selama 2,
ditumbuhkan di dalam polybag untuk mempermudah 4, 6 dan 8 hari. Medium starvasi disiapkan menurut
pemeliharaan dan mengendalikan pertumbuhan Kyo dan Harada (1986) yang terdiri atas 1,49 g L-1
Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 56-61 Juli - Desember 2005 58

KCl, 0,12 g L-1 MgSO 4 , 0,11 g L-1 CaCl2 , 0,14 g L-1


KH2 PO4 dan 54,7 g L-1 manitol dengan pH 7,0.
Setelah diberi pra-perlakuan, antera dan
mikrospora selanjutnya diisolasi dari tunas bunga,
dikulturkan dan dipelihara di dalam ruang kultur
dengan suhu 25 ± 1o C. Lama pencahayaan
(fotoperiodesitas) adalah 16 jam per hari yang
diperoleh dari lampu fluorescence dengan intensitas
50 µmol m-2 s-1. Pertumbuhan dan perkembangan Gambar 1. Kalus yang berproliferasi dari antera kedelai
kultivar Wilis pada perlakuan starvasi manitol
kultur diamati selama 8 minggu. pada suhu 4 oC selama 2 hari. A, antera pada
saat inisiasi kultur; B, kultur berumur 18 hari
HASIL DAN PEMBAHASAN (nampak antera dikelilingi oleh massa kalus).

Dari lima kultivar yang diuji, hanya Wilis yang


memperlihatkan adanya pengaruh pra-perlakuan
terhadap antera, yang ditunjukkan oleh adanya
proliferasi kalus pada pra-perlakuan starvasi manitol
pada suhu 4 o C selama 2 hari. Sementara pada pra-
perlakuan lainnya antera, baik yang diisolasi dari
kultivar Wilis, maupun dari empat kultivar lainnya,
tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan, dan
eksplan berubah menjadi pucat (mati) setelah 30 hari
dalam kultur. Sebaliknya, antera yang diisolasi dari
semua kultivar dan langsung dikulturkan (tanpa pra-
perlakuan) justru memperlihatkan respon yang baik
terhadap kultur in vitro. Hal ini diperlihatkan oleh
terjadinya proliferasi kalus pada antera, meskipun Gambar 2. Kalus yang berproliferasi dari antera kedelai
dengan karakteristik yang berbeda. kultivar Anjasmoro (A), Baluran (B),
Merubetiri (C) dan Wilis (D) pada perlakuan
Dalam kurun waktu 7 hari setelah tanam
tanpa starvasi manitol.
belum terlihat adanya perubahan pada eksplan yang
dikulturkan. Perubahan baru terlihat setelah eksplan
memasuki umur 8 hari setelah inisiasi yang
ditunjukkan oleh terjadinya perubahan warna dari
hijau muda menjadi kecoklatan dan/atau putih. Pada
antera yang tidak diberi pra-perlakuan warnanya
cenderung mengarah kepada hijau segar sebelum
terlihat adanya proliferasi kalus yang didahului oleh
pembengkakan jaringan. Sementara itu pada antera
yang diberi pra-perlakuan, perubahan warnanya
cenderung semakin pucat dan akhirnya coklat dan
mati, kecuali pada antera kultivar Wilis yang diberi
pra-perlakuan starvasi manitol pada suhu 4 o C selama
2 hari.
Pada umur 8 hari setelah inisiasi, antera yang Gambar 3. Keadaan tunas bunga yang diperlakukan
dengan starvasi manitol pada berbagai suhu
diisolasi dari kedelai varietas Wilis dan diperlakukan dan lama penyimpanan. A, tanpa pra-
dengan starvasi manitol pada suhu 4 o C selama 2 perlakuan; B, suhu 4 o C selama 2 hari; C,
hari mulai meregenerasikan kalus (Tabel 1, Gambar suhu 25 oC selama 2 hari; D, suhu 33 oC selama
1). Sementara itu, antera yang berasal dari 4 varietas 2 hari.
lainnya yang diuji dan dikulturkan tanpa diberi pra-
perlakuan mulai meregenerasikan kalus pada hari ke- pengaruh negatif terhadap kultur antera kedelai,
10 (Tabel 1, Gambar 2). kecuali pra-perlakuan starvasi manitol pada suhu 4
o
Hasil pada percobaan ini mengindikasikan C selama 2 hari yang diberikan kepada tunas bunga
bahwa pra-perlakuan yang diuji memberikan kedelai kultivar Wilis. Hal disebabkan terutama sekali
Zulkarnain: Pra-perlakuan stress pada kultur antera kedelai 59

Tabel 1. Pembentukan kalus pada antera dari lima kultivar kedelai yang diberi pra-perlakuan starvasi manitol
pada berbagai suhu dan lama perlakuan yang berbeda.
Pembentukan kalus
Kultivar Perlakuan Ó eksplan berkalus Waktu (hst) Warna Tekstur Frekuensi Keterangan

Anjasmoro T0H0 4 10 putih kekuningan kompak + berkalus


T1H1 - - - - - pencoklatan
T1H2 - - - - - pencoklatan
T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan

T0H0 4 10 putih kehijauan kompak +++ berkalus


Baluran T1H1 - - - - - pencoklatan
T1H2 - - - - - pencoklatan
T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan

T0H0 5 15 putih kompak ++++ berkalus


T1H1 - - - - - pencoklatan
T1H2 - - - - - pencoklatan
Merubetiri T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan

T0H0 6 15 hijau kompak ++ berkalus


T1H1 3 8 hijau keputihan kompak +++++ berkalus
T1H2 - - - - - pencoklatan
T1H3 - - - - - pencoklatan
T1H4 - - - - - pencoklatan
Anjasmoro
T2H1 - - - - - pencoklatan
T2H2 - - - - - pencoklatan
T2H3 - - - - - pencoklatan
T2H4 - - - - - pencoklatan
T3H1 - - - - - pencoklatan
T3H2 - - - - - pencoklatan
T3H3 - - - - - pencoklatan
T3H4 - - - - - pencoklatan
Keterangan:
T0H0 = kontrol, T (suhu: T1 = 4 o C, T2 = 25 o C, T3 = 33 o C), H = lama pra-perlakuan (H1 = 2 hari, H2 = 4 hari, H3 = 6 hari, H4
= 8 hari), + = sedikit sekali, ++ = sedikit, +++ = sedang, ++++ = banyak, +++++ = banyak sekali.
Jurnal Akta Agrosia Vol. 8 No. 2 hlm 56-61 Juli - Desember 2005 60

oleh kemunduran viabilitas dari serbuk sari dan DAFTAR PUSTAKA


antera di dalam tunas bunga. Diduga pemberian pra-
perlakuan, sekalipun pada suhu rendah dalam waktu Aryan, A. P. 2002. Production of double haploids in
yang relatif singkat (2 hari) telah merubah rice: anther vs. microspore culture, 201-208.
metabolisme serbuk sari dan jaringan antera ke arah Prosiding The Importance of Plant Tissue
yang kurang menguntungkan. Culture and Biotechnology in Plant Sciences.
Secara eksternal, pada lama perlakuan 2 Armidale.
hari, terutama pada suhu 25 dan 33 o C, tunas bunga Bayliss, K. L., J. M. Wroth dan W. A. Cowling.
sudah memperlihatkan tanda-tanda degenerasi 2002. Production of multicellular microspores
(Gambar 3), yakni warnanya mulai menguning. of Lupinus species: first step toward haploid
Sementara pada perlakuan suhu 4 o C, tanda-tanda lupin embrios, 145-157. Prosiding The
degenerasi mulai terlihat secara eksternal setelah 6 Importance of Plant Tissue Culture and
hari penyimpanan. Di amping faktor suhu, diduga Biotechnology in Plant Sciences. Armidale.
konsentrasi manitol yang digunakan juga bertanggung Custers, J., M. Visser, R. Snijder, K. Litovkin dan L.
v. d. Geest. 2001. Model plants pave the way
jawab terhadap terjadinya degenerasi jaringan tunas
to haploid technology; microspore
bunga. Diduga tingkat konsentrasi manitol yang
embriogenesis in ornamentals. Laporan
digunakan pada percobaan ini (54,7 g L-1 )
Penelitian Plant Research International B.V.,
menyebabkan terjadinya plasmolisis pada sel-sel
Wageningen, The Netherlands.
pada jaringan tunas bunga yang masih muda. Gharyal, P. K., A. Rashid dan S. C. Maheshwari.
Menurut Immonen dan Robinson (2000), efektifitas 1983. Production of haploid plantlets in anther
pra-perlakuan yang diberikan kepada antera pada cultures of Albizzia lebbeck L. Plant Cell
kultur in vitro sangat tergantung kepada spesies atau Reports 2: 308-309.
kultivar yang diuji, lamanya perlakuan dan macam Höfer, M., A. Touraev dan E. Heberle-Bors. 1999.
pra-perlakuan yang diberikan. Induction of embriogenesis from isolated
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya laju apple microspores. Plant Cell Reports 18:
viabilitas eksplan pada percobaan ini adalah kecilnya 1012-1017.
ukuran antera kedelai yang dikulturkan. Winata Hyun, S. K., J. H. Kim, E. W. Noh dan J. I. Park.
(1987) mengemukakan bahwa salah satu faktor 1986. Induction of haploid plants of Populus
penting yang mempengaruhi keberhasilan kultur in species. Dalam P. G. Alderson [ed.], Plant
vitro adalah ukuran eksplan; di mana semakin besar Tissue Culture and its Agricultural Application,
eksplan yang dikulturkan, maka peluang untuk hidup 413-418. Butterworths, London.
semakin besar. Tanaman kedelai memiliki ukuran Immonen, S. dan H. Anttila. 1999. Cold pretreatment
antera yang sangat kecil, yakni 0,3 – 0,5 mm, yang to enhance green plant regeneration from rye
jauh lebih kecil dari antera tanaman Swainsona anther culture. Plant Cell, Tissue and Organ
formosa (juga dari famili Fabaceae) yang memiliki Culture 57: 121-127.
antera berukuran 4 – 6 mm (Zulkarnain, 2003), Immonen, S. dan J. Robinson. 2000. Stress treatment
sehingga tingkat keberhasilan untuk mendapatkan and Ficoll for improving green plant
kultur yang viabel sangat tinggi. regeneration in triticale anther culture. Plant
Science 150: 77-84.
Kaur, P. dan J. K. Bhalla. 1998. Regeneration of
KESIMPULAN haploid plants from microspore culture of
pigeon pea (Cajanus cajun L.). Indian
Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini Journal of Experimental Biology 36: 736-
dapat disimpulkan bahwa pra-perlakuan antera 738.
dengan starvasi manitol pada berbagai suhu dan lama Kyo, M. dan H. Harada. 1986. Control of the
penyimpanan tidak memacu perkembangan eksplan, developmental pathway of tobacco pollen in
kecuali pada kultivar Wilis yang diperlakuan dengan vitro. Planta 168: 427-432.
suhu 4 o C selama 2 hari. Proliferasi kalus dari antera Lentini, Z., P. Reyes, C. P. Martínez dan W. M.
kedelai varietas Anjasmoro, Baluran, Merubetiri dan Roca. 1995. Androgenesis of highly
Wilis lebih baik pada antera segar yang tidak recalcitrant rice genotypes with maltose and
menerima pra-perlakuan stres. silver nitrate. Plant Science 161: 677-683.
Zulkarnain: Pra-perlakuan stress pada kultur antera kedelai 61

Lichter, R. 1982. Induction of haploid plants from Touraev, A., A. Indrianto, I. Wratschko dan O.
isolated pollen of Brassica napus. Zeitschrift Vicente. 1996. Efficient microspore
embriogenesis in wheat (Triticum aestivum
für Pflanzenphysiologie 105: 427-434. L.) induced by starvation at high temperature.
Murashige, T. dan F. Skoog. 1962. A revised medium Sexual Plant Reproduction 9: 209-215.
for rapid growth and bio assays with tobacco Winata, L. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat
tissue cultures. Physiologia Plantarum 15: Antar Universitas Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
473-497. Zagorska, N., B. Dimitrov, P. Gadeva dan P. Robeva.
Rao, P. V. dan D. N. De. 1987. Haploid plants from 1997. Regeneration and characterisation of
in vitro anther culture of the leguminous tree, plants obtained from anther culture of
Peltophorum pterocarpum (DC) K. Hayne Medicago sativa L. In Vitro Cellular and
Developmental Biology - Plant. 33.
(Copper pod). Plant Cell, Tissue and Organ
Zulkarnain. 2003. Breeding Strategies in Sturt”s
Culture 11: 167-177. Desert Pea (Swainsona formosa (G.Don)
Taji, A., P. Kumar dan P. Lakshmanan. 2002. In J. Thompson) using In Vitro and In Vivo
Vitro Plant Breeding. Haworth Press, Inc., Techniques. PhD Dissertation, The
New York. University of New England, Armidale,
Australia.

Anda mungkin juga menyukai