Anda di halaman 1dari 8

1.

Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi ekonomi yang cukup


tinggi. Hal ini disebabkan karena di laut lebih banyak menyimpan
berbagai macam keanekaragaman organisme dan berbagai ekosistem yang
indah. Salah satu potensi ekonomi laut yang dimanfaatkan masyarakat
pesisir adalah melalui perikanan. Masyarakat yang menangkap ikan atau
biasa disebut nelayan meproduksi ikan dalam kategori sedikit atau kecil,
karena alat yang digunakan serta perahu atau wadah untuk menyimpan
ikan-ikan tersebut tidak memadai. Sehingga, menyebabkan perekonomian
masyarakat pesisir masih tergolong lemah atau miskin. Selain itu,
masyarakat hanya terfokus pada pengelolaan pada organisme hewan dan
lebih sedikit untuk pengelolaan tumbuhan laut. Selain itu, masalah
kemiskinan di wilayah pesisir karena masayarakat juga kurang kreatif
dalam mengembangkan potensi alam yang tersedia. Misalnya, masayrakat
dapat membuat beberapa usaha yang lebih menguntungkan dibanding
hanya menangkap ikan atau lebih tepatnya dalam membantu produksi ikan
seperti untuk membuat atau membeli kapal dan alat bantu yang lebih besar
dan terbaik dengan cara memodifikasi pertama adalah lingkungannya.
Masyarakat dapat memberi sedikit seni pada lingkungan kampung sampai
di wilayah pesisir atau bahkan sampai di daerah bawah laut sehingga
dapat memperoleh tambahan biaya melalui pariwisata. Kemudian,
masyarakat dapat mengelola keanekaragaman di laut seperti terumbu
karang, ubur-ubur, bulu babi, sponge, rumput laut dan lain sebagainya
untuk di produksi sendiri menjadi berbagai spot seperti kuliner, material
bangunan, material pembuatan mobil, dan pengganti bahan bakar
kemudian dapat di ekspor ke berbagai negara. Sebenarnya, dalam
mengembangkan perekonomian di wilayah pesisir harus diimbangi dengan
pengetahuan masyarakatnya sehingga dapat menelitinya kemudian
mengembagkannya. Oleh karena itu, pemerintah juga seharusnya
menunjang akademik masyarakat dengan memfasilitasi segala kebutuhan
pendidikannya agar dapat terus mengembangkan potensi-potensi sumber
daya alam yang tersedia di Indonesia terutama di wilayah maritim.
2. Perbedaan kemaritiman, kelautan dan bahari. Maritim berasal dari bahasa
inggris yaitu maritime, yang berarti navigasi, dari kata ini kemudian
lahirlah maritime power yaitu negara dengan kekuatan maritim atau negara
dengan kekuatan di laut. Kemaritiman menurut masayarakat umum
merujuk pada kegiatan di laut yang berhubungan dengan pelayaran dan
perdagangan sehingga kegiatan di laut yang menyangkut eksplorasi,
eksploitasi atau penangkapan ikan bukan merupakan kegitan kemaritiman.
Istilah lain kemaritiman adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu
pada pelayaran, pengangkutan laut, perdagangan, navigasi, keselamatan
pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhan
baik nasional maupun internasional, industri dan jasa maritim, termasuk
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi didalamanya. Kelautan berarti segala
sesuatu yang berhubungan dengan laut namun hanya dilihat dari segi fisik
saja, seperti air laut, pulau, biota laut, coral, dan sebagainya. Jadi
maksudnya adalah laut hanya dilihat dari segi fisiknya saja dan belum di
manfaatkan untuk kepentingan manusia. Bahari adalah segala sesuatu
tentang laut yang dapat dilihat dari segi keindahan serta budayanya.
Seperti, keindahan bahwa laut yang dijadikan sebagai pusat wisata,
kearifan budaya lokal yang dapat dijadikan sebagai warisan buadaya,
musim yang menentukan aktifitas nelayan. Bahari juga erat kaitannya
dengan pariwisata karena bahari memanfaatkan keindahan alam terutama
laut sebagai objek wisatanya. Oleh karena itu, kita harus menjaga
kelestarian laut dan organismenya dengan cara tidak merusak
lingkungannya seperti menangkap ikan dengan cara di bom, setrum, racun,
trael dan lain-lain. Selain itu, tidak membuang sampah sembarangan
seperti sedotan dan nahan plastik lainnya yang sulit untuk terurai.
Ketentuannya telah di atur pada UU No. 13 tahun 2004 tentang UU
perikanan yaitu bagi siapa saja yang melanggarnya maka akan dipenjara
maksimal 2 tahun dengan denda 1 milyar. Oleh karena itu, kita harus lebih
mencintai alam dan tidak terlalu terobsesi dengan uang dan harta atau
pekerjaan yang serba instan.
3. Syair :
Nenek moyangku s’orang pelaut.
Gemar mengarungi luas samudera
Diterjang ombak
Tiada takut
Menerjang badai
Sudah biasa
Angin bertiup layar berkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani bangkit sekarang
Kelaut kita beramai-ramai.

Karakter yang diciptakan dalam syair tersebut adalah seorang pelaut


zaman dahulu yang memiliki tekad yang kuat serta berani. Adapun pesan
yang tersampaikan adalah agar generasi muda di Indonesia pertama harus
memiliki jiwa yang kuat, percaya diri, berani dan mengutamakan gotong
royong. Selain itu, pesan yang tersampaikan dalam makna lain adalah kita
jika dihadapkan dalam suatu konflik kehidupan yang kadang naik turun,
harus mengahadapinya dengan berani dan membiasakan diri untuk tidak
terlalu menekan pikiran-pikiran negatif atau harus memiliki pemikiran
yang positif karena masalah ada dalam hidup seperti pasang surut yang
dapat berubah sewaktu waktu, tergantung kita bagaimana menyikapinya
bahkan menikmatinya. Kedua, semakin kita mencari tau atau semakin
berkembang pengetahuan dan skill yang dimiliki maka semakin besar pula
kesempatan untuk memajukan Indonesia. Pesan ketiga, agar pemuda
bangkit dari kemalasan serta dapat mengembangkan potensi laut dengan
bekerjasama atau bergotong royong melalui wawasan yang luas.
4. Nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa Austronesia yang
kedatangannya ke kepulauan Nusantara ini mulai sejak kira-kira 2000
tahun sebelum masehi. Masa kedatangan mereka itu termasuk dalam
jaman neolitikum yang memiliki dua sub kebudayaan dan dua jalur
penyebaran. Pertama, cabang kapak persegi yang penyebarannya bermula
dari daratan Asia melalui jalur barat, dengan bangsa Austronesia sebagai
pendukung kebudayaan tersebut. Kedua, kebudayaan kapak lonjong, yang
penyebarannya melalui jamur Timur, dengan bangsa Papua-Melanesoide
sebagai bangsa pendukung kebudayaan tersebut. Penyebaran kedua
kebudayaan ini merupakan gelombang pertama perpindahan bangsa
Austronesia (termasuk Papua Melanesia) yang akhirnya melebur menjadi
Austronesia) ke berbagai daerah atau pulau-pulau di Indonesia.
Gelombang perpindahan bangsa Austronesia terjadi pada jaman logam
yang membawa jenis kebudayaan baru yang disebut dengan istilah
kebudayaan Dongson. Hasil penelitian menginformasikan luasnya bahasa
Austronesia, (dari Madagaskar di barat dan Pulau Paska di timur, dan dari
Formosa di utara sampai Selandia Baru di Selatan), sehingga dapat
disimpulkan, wilayah Indonesia merupakan etape kedua dari perpindahan
bangsa Austronesia selanjutnya. Lebih dari itu, jika penyebaran nenek
moyang bangsa Indonesia bias mencapai pulau-pulau yang berjarak
sangat jauh dari asal bangsa itu, dan juga terpisahkan oleh lautan yang
luas, dapat dipastikan mereka mempunyai peralatan yang dipergunakan
menyebrangi laut, yaitu perahu. Dengan kata lain, nenek moyang bangsa
Indonesia adalah bangsa pelaut, yang tentu saja memiliki budaya maritime
sebagai produk. Sebagai contoh, mereka memiliki pengetahuan yang
cukup tinggi tentang laut, angina, musim, bahkan ilmu falak
(perbintangan) sebagai pengetahuan untuk bernavigasi. Salah satu benda
prasejarah yang bisa diperkirakan sebagai petunjuk bahwa bangsa
Indonesia terbiasa melakukan aktivitas pelayaran antar pulau, bahkan juga
perdagangan, adalah nekara perunggu. Dari hasil penelitian Heger
diketahui adanya berbagai jenis nekara tipe local dan tipe yang terdapat di
daerah daratan Asia Tenggara. Dari hasil penelitian itu diperkirakan bahwa
nekara tersebut berasal dari Asia Tenggara yang dibawa oleh suku-suku
pendatang yang memasuki berbagai kepulauan di Indonesia. Namun juga
bisa sebaliknya, bahwa sebagian dari nekara itu memang dibuat di
Indonesia kemudian dibawa atau diperdagangkan ke daratan Asia
Tenggara. Bukti mengenai itu adalah dengan diketemukannya berbagai
cetakan yang dipergunakan untuk pengecoran perunggu, termasuk untuk
membuat nekara. Jika demikian, maka dapat disimpulkan bahwa
kepulauan Indonesia merupakan bagian dari jaringan lalu lintas pelayaran
dan perdagangan Asia Tenggara. Sebagai daerah produsen ataupun
konsumen, demikian juga sebagai jaringan pelayaran dan
perdaganganAsia Tenggara, di Indonesia pada waktu itu, tentu sudah
berkembang kelompok masyarakat dengan pranata sosialnya yang
berfungsi sebagai alat pengatur pergaulan bermasyarakat.
5. Bencana mempunyai definisi yang bermacam-macam. Definisi bencana
sebagai sebuah dampak kegiatan yang memberikan efek negatif terhadap
manusia. UU No 27 Tahun 2007 menjelaskan secara umum bencana
pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan orang
yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan atau hayati pesisir yang
mengakibatkan korban jiwa, harta, dan kerusakan di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Berbagai bencana yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia dalam
beberapa kurun waktu terakhir ini telah melahirkan kebijakan baru dalam
konteks manajemen bencana. Dalam lingkaran manajemen bencana
terdapat tiga komponen besar yang dilakukan yaitu kegiatan prabencana,
tanggap darurat saat terjadi bencana dan kegiatan pasca bencana. Jika
selama ini manajemen bencana lebih menitikberatkan pada aspek
penanganan tanggap darurat dan pasca bencana yang ternyata terdapat
banyak kelemahan, maka ke depannya manajemen bencana lebih
menitikberatkan kegiatan prabencana yaitu kegiatan mitigasi bencana
dalam kerangka mengurangi risiko dan dampak bencana.
Beberapa bentuk kerusakan yang kemudian di kategorikan sebagai
bencana di wilayah pesisir adalah: pencemaran, kerusakan hutan
mangrove, kerusakan terumbu karang dan lamun, abrasi, perubahan tata
guna lahan, algae blooming, kematian ikan. Penyebab kerusakan tersebut
adalah: penebangan hutan mangrove, pengeboman ikan di sekitar karang,
buangan limbah di kawasan perairan, pembangunan yang menyebabkan
degradasi lingkungan, Bencana alam.
UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana pasal 35d dan 39
mengamanatkan pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan
pembangunan. UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang penjelasan
pasal 5 ayat (2) menjelaskan penataan ruang harus memasukkan kawasan
rawan bencana, lebih lanjut UU No. 27 tahun 2007 pasal 7 ayat 3
mengamanatkan Pemerintah Daerah wajib menyusun perencanaan zonasi
wilayah pesisir yang berbasis mitigasi bencana. Mitigasi bencana
merupakan proses mengupayakan berbagai tindakan preventif dalam
penanggulangan bencana, karena kegiatan ini dilakukan sebelum
terjadinya bencana yang dimaksudkan agar dampak yang ditimbulkan
dapat dikurangi (Nurhasanah dan Aprizal, 2007). Masyarakat sangat besar
perannya dalam penanggulangan bencana sehingga perlu ditingkatkan
kesadaran, kepedulian dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan
hidup serta kedisiplinannya terhadap peraturan yang ada. Selain itu juga
perlu dipikirkan penerapan pengelolaan pesisir terpadu (integrated coastal
management) untuk mitigasi bencana. Pendekatan ini ditujukan untuk
memanfaatkan sumberdaya dan daya dukung lingkungan suatu wilayah
pesisir yang mencakup suatu kesatuan dalam perencanaan, penggunaan
lahan, pemeliharaan, kontrol, evaluasi, rehabilitasi, pembangunan dan
konservasi lingkungan pesisir. Hutan mangrove juga menjadi salah satu
komponen yang mampu menghambat laju gelombang laut menuju darat.
Beberapa daerah di timur sumatera seperti di Lampung Timur, Sumatera
Selatan, Riau mengalami tekanan gelombang yang kuat saat musim timur.
Namun berkat adanya mangrove lokasi tersebut relatif tahan terhadap
abrasi pantai. Makin tebal mangrove yang ada di kawasan tersebut, maka
makin tinggi juga kekuatan untuk menahan laju pergerakan gelombang,
arus, dan sedimen. Ekosistem mangrove juga dapat menjadi pelindung
secara alami dari bahaya tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan di Teluk
Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan adanya ekosistem
mangrove telah mereduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340, dan
perubahan energi gelombang sebesar (E) = 19635,26 joule. Kehadiran
sistem pertahanan pantai alamiah dapat mengurangi kekuatan gelombang
tsunami yang melanda ke daratan, sehingga dapat mempersempit luas
areal yang terganggu. Pengamatan di Taman Nasional Yala dan Bundala di
Sri Lanka menunjukkan bahwa terumbu karang, mangrove, bukit pasir dan
berbagai ekosistem lain seperti rawa gambut dapat memberikan
perlindungan terhadap daratan pesisir dari gelombang tsunami dengan
mengurangi energi gelombang tsunami.
TUGAS UJIAN FINAL WAWASAN KEMARITIMAN

OLEH :

NASYIATUL AISYIAH NUR KAHIRAH UMMAH


F1D118016

KELAS :B
DOSEN PENGUJI : Prof. Dr. Jamili, M.Si.

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

Anda mungkin juga menyukai