Tujuan : Menegakkan diagnosis dan pengobatan yang tepat bagi bayi neonatal jaundice
Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Membahas Diskusi Presentasi Email Pos
dan diskusi
Data Pasien : Nama : By.Sakila Afika No.RM : 066 21 58
Telp : - Terdaftar Sejak : 05-7-2019
Data Utama Untuk Bahan diskusi
Diagnosis / Gambaran Klinis neonatal joundice kulit bayi berwarna kekuningan
1. Richard E., et al. 2003. Nelson Textbook of Paediatrics 17th edition. Philadelpia :
WB Saunders Company
2. Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo-Surabaya
3. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Mansjoer, A. Dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
5. Arianti R. 2009. Ikterik pada Bayi Baru Lahir. Padang : Poltekes
6. Sudigdo, dkk. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta : HTA Indonesia
7. WHO.2003. Managing Newborn Problems : A Guide For Doctors, Nurses, And
Midwives. Department of Reproductive Health and Research. Geneva : World
Organization Health.
8. Suraatmaja, S. Soettjiningsih 2000. Ikterus Neonatorum dalam Pedoman Diagnosis
dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah, Denpasar ; Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah
9. Kosim, M.S dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
10. American Academy of Pediatrics. 2004. Clinical Practice Guideline. Management
of Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation.
Pediatrics 114:297-316
1. Subjektif
Bayi perempuan usia 8 hari dari Pengadang datang dengan badan kekuningan. Pasien
dikeluhkan kulit berwarna kekuningan muncul sejak lahir. Awalnya hanya sekitar muka
namun akhirnya semakin turun ke seluruh badan. Sejak baru lahir, ibu mengaku tidak
pernah menjemur bayinya di bawah sinar matahari. Riwayat demam (-), muntah (-). sesak
(-), kebiruan (-), kejang (-). Pasien juga dikeluhkan belum BAB sejak 2 hari yang lalu,
terakhir BAB warna kuning konsistensi lunak. BAK (+) sering, bisa mencapai > 7x/hari.
Pasien kuat menyusu, namun sejak lahir pasien diberikan susu formula (SGM) karena ASI
ibu belum keluar, namun sejak kemarin pasien sudah mulai mendapatkan ASI perah dari
ibunya.
Saat hamil ibu bayi mengaku tidak pernah menderita penyakit berat. Riwayat minum
jamu-jamuan atau obat-obatan yang dijual bebas selama hamil (-). Pasien dilahirkan di
RSD Cut Nyak Dhine SC , langsung menangis dengan AS:5-7 dan berat badan lahir 2.500
gr, panjang badan 47 cm, anus (+), caput (-), tanda-tanda trauma (-), kelainan congenital
(-).
2. Objektif
Status Present
Identitas Pasien
Nama : By.Sakila Afika
Tanggal lahir : 05-07-2019
Jenis kelamin : Perempuan
Cara persalinan : SC
BBL : 2.500 gr
Alamat : Kp.Baru Langsa Lama
Identitas Keluarga:
Ibu Bapak
ANAMNESA :
Keluhan utama : kulit bayi berwarna kekuningan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bayi dikeluhkan kulit berwarna kekuningan yang muncul sejak hari ke 2. Awalnya
hanya sekitar muka namun akhirnya semakin turun ke badan. Sejak baru lahir, ibu
mengaku tidak pernah menjemur bayinya di bawah sinar matahari. Riwayat demam (-),
mual (-), muntah (-). sesak (-), kebiruan (-), kejang (-). Pasien juga dikeluhkan belum BAB
sejak 2 hari yang lalu, terakhir BAB warna kuning konsistensi lunak. BAK (+) sering, bisa
mencapai > 7x/hari. Pasien kuat menyusu, namun sejak lahir pasien diberikan susu formula
(SGM) karena ASI ibu belum keluar, namun sejak kemarin pasien sudah mulai
mendapatkan ASI perah dari ibunya.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : Composmentis
1. Tanda Vital :
Suhu : 37.1 C
DJJ : 140 x/menit
Respirasi : 32 x/menit
Tek. Darah : Tidak dievaluasi
CRT : < 2 detik
2. Menilai Pertumbuhan :
Berat Badan : 2.500 gram
Panjang Badan : 47 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
3. Penampakan Umum :
Aktivitas : baik
Warna kulit : kekuningan
Cacat bawaan yang tampak : (-)
4. Kepala
Bentuk kepala : simetris, lecet (-), ubun-ubun besar terpisah, ubun-ubun cembung
(-), sutura melebar (-), craniosynostosis (-), caput sucendaneum (-), dan
cephalhematom (-).
Mata:
Pupil: reflex cahaya (+/+), isokor (+), miosis (-), midriasis (-)
Sekret mata: (-/-), sclera: ikterus (+/+)
Konjungtiva: anemis (-/-), edema palpebra (-/-)
Telinga: dbn
Hidung: dbn
Tenggorok: tidak di nilai
Mulut: sianosis (-)
5. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), hematoma pada musculus SCM (-), pembesaran
kelenjar Tiroid (-), leher pendek (-), Rooting refleks (+).
6. Thoraks
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-), kekeuningan (+)
Palpasi : Gerakan diding dada simetris
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-),
Paru: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), massa (-), kelainan congenital (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Massa (-), soepel (+), hepar-lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+) diseluruh lapang abdomen
8. Umbilicus
Umbilicus mengering, tanda-tanda radang (-)
9. Anggota Gerak :
Tungkai atas Tungkai bawah
Kelainan bentuk (-/-) (-/-)
Tonus otot Normal normal
Edema (-/-) (-/-)
Ikterus
(+/+) (+/+)
Refleks fisiologis (+/+) (+/+)
Refleks patolosis (-/-) (-/-)
10. Kulit :
Ikterus (+) pada seluruh tubuh dan ekstremitas (derajat kramer V), pustula (-), ruam
(-), petechie (-)
Turgor kulit : normal
kelainan kulit lainnya (-)
11. Uro-genital
Kelainan bawaan : (-)
RESUME
Bayi perempuan usia 8 hari dari Pengadang datang dengan badan kekuningan. Pasien
dikeluhkan kulit berwarna kekuningan muncul sejak lahir. Awalnya hanya sekitar muka
namun akhirnya semakin turun ke seluruh badan. Sejak baru lahir, ibu mengaku tidak
pernah menjemur bayinya di bawah sinar matahari. Riwayat demam (-), muntah (-). sesak
(-), kebiruan (-), kejang (-). Pasien juga dikeluhkan belum BAB sejak 2 hari yang lalu,
terakhir BAB warna kuning konsistensi lunak. BAK (+) sering, bisa mencapai > 7x/hari.
Pasien kuat menyusu, namun sejak lahir pasien diberikan susu formula (SGM) karena ASI
ibu belum keluar, namun sejak kemarin pasien sudah mulai mendapatkan ASI perah dari
ibunya.
DIAGNOSA
Ikterus Neonatorum (Kramer V)
TINDAKAN
Observasi KU dan TTV serta berat badan setiap hari.
Fototerapi
Cek lab : GDS, Bilirubin total, Bilirubin direk, Darah rutin
Untuk ibu menyusui lebih sering minimal 2 jam sekali
Pada masa transisi setelah lahir hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga
proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan
menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru
lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal,
tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga
bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian, dan bila bayi
tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis.
Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus
yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitoring apakah
mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirunemia yang berat.1
Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus pada bayi baru lahir. Ikterus adalah
pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya
kadar bilirubin dalam darah. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5 mg/dL
atau disebut dengan hiperbilirubinemia, yang dapat menjurus ke arah terjadinya kern
ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan.1,2
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar (80%) bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
(20%) dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas. Zat ini sulit larut
dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi
dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin
tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar
terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan
masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan
ligandin (protein Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum
endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.1
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan feses sebagai sterkobilin. Dalam usus
sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi
enterohepatik.1
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-
hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup
eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian
kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7,
kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak
melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang
bulan, pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya
disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu
berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga terakumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh,
misal kerusakan sel otak yang akan menyebebabkan gejala sisa di kemudian hari.4,5
Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena :
- Fungsi hepar yang belum sempurna sehingga terjadi penurunan ambilan dalam
hati dan penurunan konjugasi oleh hati
- Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik meningkat karena masih
berfungsinya enzim glukoronidase di usus, penurunan motilitas usus halus, dan
penurunan bakteri flora normal.
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau frekuensi menyusu yang sering dan
bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang
rendah untuk terjadinya ikerus fisiologis. Pada bayi yang diberi minum susu formula
cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari pertama
kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar
bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang terlambat
mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis.1
Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early
yang berhubungan dengan breast feeding dan late berhubungan dengan ASI. Bentuk early
onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset diyakini
dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan eksresi
bilirubin. Faktor spesifik dari ASI tersebut kemungkinan adanya peningkatan asam lemak
unsaturated yang menghambat proses konjugasi atau adanya beta glukorunidase yang
menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.1
Gambar 3. Distribusi level maksimal bilirubin selama 1 minggu pertama pada bayi
yang mendapat ASI dan susu formula
Faktor Risiko
a. Faktor maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI
b. Faktor perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Infeksi (bakteri, virus)
c. Faktor neonatus
Prematuritas
Faktor genetik
Polisitemia
Obat (sterptomisin, kloramfenikol, benzyl alkohol, sulfisoxazol)
Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia
Klasifikasi Ikterus Neonatorum4,5,6
1. Ikterus fisiologis
a. Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Tidak mempuyai dasar patologis
c. Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau tidak berpotensi menjadi
kern ikterus
d. Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi
e. Ikterus tampak jelas pada hari kelima dan keenam dan menghilang pada hari
kesepuluh
2. Ikterus patologik
Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah ;
Penegakan Diagnosis
Ikterus dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan lanjut tidak menunjukkan
dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern ikterus.3
Tabel 2. Hubungan kadar bilirubin (mg/dl) dengan daerah ikterus menurut Kramer
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat,
aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kern
ikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi sehat, dapat dilakukan beberapa
cara berikut :4
Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada
ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.
Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin
dapat diganti dengan plasma dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan
sebelum transfusi tukar dilakukan karena albumin akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih
mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk
konjugasi hepar sebagai sumber energi.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan
transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra
dan pasca transfusi tukar. Indikasi terapi sinar adalah :9
- Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar albumin lebih dari 10
mg/dl
- Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin lebih dari 15 mg/dl
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus menerus, istirahat 12 jam, bila
perlu dapat diberikan dosis kedua selama 24 jam.
Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :9
- Kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl
- Kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg/dl dan Hb kurang dari 10 mg/dl
- Peningkatan bilirubin lebih dari 1 mg/dl
Tabel 3. Bagan penatalaksanaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin
Bilirubin
< 24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
serum(mg/dl)
Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama
bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
Pulangkan bayi jika terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS
Strategi pencegahan yang dapat dilakukan meliputi :6
a. Pencegahan primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali/hari
untuk beberapa hari pertama
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada
bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi
b. Pencegahan sekunder
Wanita hamil harus diperiksa golongan darah AB0 dan rhesus serta
penyaringan serum utnuk antibodi isoimun yang tidak biasa
Memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai
saat memeriksa tanda-tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam
Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi
sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk
4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut
dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu.
Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran
cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih
cepat meninggalkan usus halus. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada
semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan
proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada
penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan
sesudah transfusi dikerjakan.2
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon
yang diletakkan secara paralel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar bayi
mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak
tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk
menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap
2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain
pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut
berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi 2
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-
luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-
8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup
namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin
bayi dipantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL
(<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian atau
peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi
sinar.2
Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia,
dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini
biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara
keadaan yang menyertainya diperbaiki.2
Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat
bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang
telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun
transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang
mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada
indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin,
juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin.10
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan
diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang
terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah
darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses
aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila
keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel
dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan
titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar
berkisar antara 140-180 cc/kgBB. 10
‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 %mengganti Hb
bayi.
‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65 % Hb bayi.
‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.
Komplikasi
Pada bayi sehat yang menyusu, kern ikterus terjadi saat kadar bilirubin lebih dari
30 mg/dl dengan rentang antara 21-50 mg/dl. Onset umumnya pada minggu pertama
kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 miggu.
a. Bentuk akut
Fase 1 (hari 1-2) : menetek tidak kuat, hipotonia, kejang
Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstesor, opistotonus,
retrocollis, demam
Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni
b. Bentuk kronis
Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck
reflexes, keterampilan motorik yang lambat
Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),
gangguan pendengaran
Oleh karena itu, pada bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak
lanjut sebagai berikut :1
Mengetahui,
Pendamping Pendamping