Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ULUMUL HADITS

TENTANG

PENERIMAAN & PENYEBARAN HADIS PADA MASA NABI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

 SONYA JUWITA (119.031)


 ARI GUNAWAN (119.005)

DOSEN PEMBIMBING:

Darosni, S.Ag.,MA

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)-YDI

TAHUN 202
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan
kesempatan dalam menyusun makalah kami ini sehingga kami dapat
menyelesaikan tepat pada waktunya.

Perjalanan hadis pada tiap-tiap periodenya mengalami berbagai persoalan yang


antara satu periode dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan
sejarah persoalannya perlu diajukan ciri-ciri khusus dan persoalan-persoalan
tersebut. Terlepas dari periodesasi yang dikemukakan diatas, yang perlu diuraikan
pada makalah ini, ialah masa Rasul SAW.

Dalam pembuatan makalah kami ini kiranya ada kekurangan kami minta maaf
karena makalah kami ini jauh dari sempurna seperti yang diharapkan pembaca.
Terimakasih kepada mahasiswa/I yang telah berpartisipasi dalam penyempurnaan
makalah kami ini.

Lubuksikaping, 6 April 2020

Penulis
3

DAFTAR ISI
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadis diharapkan


dapat mengetahui sikap dan tindakan umat islam terhadap Hadis serta
usaha pembinaan dan pemeliharaan pada setiap periode Hadis hingga
pada akhirnya muncul kitab-kitab hasil pembukuan secara sempurna yang
dalam islam dikenal dengan istilah tadwin. Studi tentang keberadaan Hadis
ini selalu semakin menarik untuk dikaji seiring dengan perkembangan
analisis dan nalar berpikir manusia

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu metode pengajaran islam ?


2. Bagaimana penerimaan hadis bagi sahabat ?
3. Bagaimana penyebaran hadis di kalangan sahabat ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah yang diharapkan oleh penulis sekaligus


pembaca adalah sebagai berikut:
5

1. Untuk mengetahui metode pengajaran islam


2. Untuk mengetahui penerimaan hadis bagi sahabat
3. Untuk mengetahui penyebaran hadis di kalangan sahabat

BAB II

PEMBAHASAN

B. Penerimaan hadist bagi sahabat

Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa
lainnya. Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis
dari Rasul SAW, sebagai sumber hadis. Antara Rasul SAW, dengan mereka
tidak ada jarak atau hijab yang dapat menghambat atau mempersulit
pertemuannya. Dan para sahabat tidak menyia-nyiakan keberadaan Rasulullah
ini. Mereka secara proaktif berguru dan bertanya kepadanya tentang segala
sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya baik dalam urusan dunia maupun
akhirat. Mereka mentaati semua yang dikatakannya, bahkan menirunya.
Ketaatan itu sendiri dimaksudkan agar keberagamannya dapat mencapai
tingkat kesempurnaan.

Periode pertama berlangsung selama rentang hidup Nabi Muhammad SAW


hingga sepanjang abad pertama Hijriah. Pada masa ini, Rasulullah hidup,
bergaul dan berbicara dengan masyarakat dan para sahabat, baik di masjid,
rumah, pasar, maupun saat berjumpa dengan musafir. Apa yang disampaikan
oleh Nabi SAW senantiasa diperhatikan secara saksama oleh para sahabat
yang menjadi periwayat hadis
6

Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau


meninggalkan dua pegangan sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-
Qur’an dan Hadits yang harus dipegangi bagi pengaturan seluruh aspek
kehidupan umat. Setelah Nabi saw wafat, kendali kepemimpinan umat
Islam berada di tangan sahabat Nabi. Sahabat Nabi yang pertama
menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar as- Shiddiq ( wafat 13
H/634 M) kemudian disusul oleh Umar bin Khatthab (wafat 23 H/644
M), Utsman bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib
(wafat 40 H/661 M). keempat khalifah ini dalam sejarah dikenal dengan
sebutan al-khulafa al-Rasyidin dan periodenya biasa disebut juga dengan
zaman sahabat.1
Dan yang cukup besar peranannya dalam periwayatan hadits Nabi
saw ialah ‘A’isyah istri Nabi (wafat 57 H/578 M), Abu Hurairah (wafat
58 H/678 M), ‘Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M), Abdullah bin
Umar bin al-Khatthab (wafat 73 H/692 M), dan Jabir bin Abdullah (wafat
78 H/697 M).2
Mereka berhati-hati dalam meriwayatkan hadits dari Nabi saw.
karena khawatir berbuat kesalahan dan takut as-Sunnah yang suci tiu
ternodai oleh kedustaan atau pengubahan. Oleh karena itu mereka
menempuh segala cara untuk memelihara hadits, mereka lebih memilih
bersikap “sedang dalam meriwayatkan hadits” dari Rasulullah., bahkan
sebagian dari mereka lebih memilih bersikap “sedikit dalam
meriwayatkan hadits”.3 Periode sahabat disebut dengan “’Ashr al-
Tatsabut wa al-Iqlal min al-riwayah” yaitu masa pemastian dan
menyedikitkan riwayat. Dalam prakteknya, cara shahabat meriwayatkan
hadits ada dua, yakni:4

1
M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits (Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), Hlmn 41.
2
M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits (Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), 41.
3
Akrom Fahmi, Sunnah Qabla Tadwin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 124.
4
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 46.
7

a. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari
Nabi saw yang mereka hafal benar lafazhnya dari Nabi saw.
b. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya
bukan dengan lafazhnya karena tidak hafal lafazhnya asli dari Nabi
saw.
Berikut ini dikemukakan sikap al-Khulafa al-Rasyidin tentang
periwayatan hadits Nabi.
a. Abu Bakar al-Shiddiq
Abu Bakar merupakan shahabat Nabi yang pertama-tama menunjukkan
kehati-hatiannya dalam meriwayatkan hadits
a. Umar bin al-Khatthab

periwayatan hadits pada zaman Umar bin al-Khatthab telah


lebih banyak dilakukan oleh umat Islam bila dibandingkan dengan
zaman Abu Bakar. Hal ini bukan hanya disebabkan karena umat
islam telah lebih banyak menghajatkan kepada periwayatan hadits
semata, melainkan juga karena khalifah Umar telah pernah
memberikan dorongan kepada umat islam untuk mempelajari hadits
Nabi. Dalam pada itu para periwayat hadits masih agak “terkekang”
dalam melakukan periwaytan hadits, karena Umar telah melakukan
pemeriksaan hadits yang cukup ketat kepad para periwayat hadits.
Umar melakukan yang demikian bukan hanya bertujuan agar
konsentrasi umat Islam tidak berpaling dari al-Qur’an, melainkan
juga agar umat Islam tidak melakukan kekeliruan dalam periwayatan
hadits. Kebijakan Umar yang demikian telah menghalangi orang-
orang yang tidak bertanggung jawab melakukan pemalsuan-
pemalsuan hadits.

b. Usman bin Affan

Secara umum, kebijakan ‘Usman tentang periwayatan hadis


tidaklah setegas langkah ‘Umar bin Khatthab. Usman melalui
khutbahnya telah menyampaikan kepada umat Islam berhati-hati
8

dalam meriwayatkan hadits. Akan tetapi seruan itu tidak begitu besar
pengaruhnya terhadap para perawi tertentu yang bersikap “longgar”
dalam periwaytan hadits. Hal tersebut terjadi karena selain pribadi
‘Usman tidak sekeras pribadi ‘Umar, juga karena wilayah Islam
telah makin luas. Luasnya wilayah Islam mengakibatkan
bertambahnya kesuliatan pengendalian kegiatan periwayatan hadits
secara ketat.

c. Ali bin Abi Thalib.

Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan
sikap para khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadits. Secara
umum, Ali barulah bersedia menerima riwayat hadits Nabi setelah
periwayat hadits yang bersangkutan mengucapkan sumpah, bahwa
hadits yang disampaikannya itu benar-benar dari Nabi saw. hanyalah
terhadap yang benar-benar telah diparcayainya.

c. Penyebaran hadist dikalangan sahabat

Ada beberapa cara Rasul SAW, menyampaikan hadis kepada para sahabat,
yaitu:
1. melalui para jama’ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis
al-‘Ilmi. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk
menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan
diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi SAW.
Para sahabat begitu antusias untuk tetap bisa mengikuti kegiatan di majlis ini,
ini ditunjukkannya dengan banyak upaya. Terkadang diantara mereka
bergantian hadir, seperti yang dilakukan oleh Umar ibn Khattab. Ia sewaktu-
waktu bergantian hadir dengan Ibnu Zaid (dari bani Umayah) untuk
menghadiri majlis ini, ketika ia berhalangan hadir. Ia berkata: “Kalau hari ini
aku yang turun atau pergi, pada hari lainnya ia yang pergi, demikian aku
melakukannya.” Terkadang kepala-kepala suku yang jauh dari Madinah
mengirim utusannya ke majlis ini, untuk kemudian mengajarkannya kepada
9

suku mereka sekembalinya dari sini.


2. Dalam banyak kesempatan Rasul SAW, juga menyampaikan hadisnya
melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang
lain. Hal ini karena terkadang ketika ia mewurudkan hadis, para sahabat yang
hadir hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasul SAW,
sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang
saja, bahkan hanya satu orang, seperti hadis-hadis yang ditulis oleh Abdullah
ibn Amr ibn Al-‘Ash.
Untuk hal-hal yang sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan
kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut hubungan suami istri), ia
sampaikan melalui istri-istrinya. Bagitu juga sikap para sahabat, jika ada hal-
hal yang berkaitan dengan soal diatas, karena segan bertanya kepada Rasul
SAW, seringkali ditanyakan melalui istri-istrinya.
3. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika Haji Wada’
dan Futuh Makkah. 2 Perbedaan Para Sahabat
Diantara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada
yang memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini
tergantung kepada beberapa hal:
a. perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul SAW,

b. perbedaan dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain.


c. perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak
tempat tinggal dari masji Rasul SAW.
Ada beberapa orang sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak
menerima hadis dari Rasul SAW, dengan beberapa penyebabnya. Mereka
itu antara lain:
a. Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sâbiqûn Al-Awwalûn (yang
mula-mula masuk Islam), seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman
ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib dan ibn Mas’ud. Mereka banyak menerima
hadis dari Rasul SAW., Karena lebih awal masuk Islam dari sahabat-
sahabat lainnya.
10

b. Ummahât Al-Mukminîn, seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah.


Mereka secara pribadi lebih dekat dengan Rasul SAW daripada sahabat-
sahabat lainnya. Hadis-hadis yang diterimanya, banyak yang berkaitan
dengan soal-soal keluarga dan pergaulan suami istri.
c. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasul SAW, juga
menuliskan hadis-hadis yang diterimanya, seperti Abdullah Amr ibn
Al-‘Ash.
d. Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasul SAW, akan tetapi
banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh,
seperti Abu Hurairah.
e. Para sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majlis Rasul
SAW, banyak bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang
hidup lebih lama dari wafatnya Rasul SAW, seperti Abdullah ibn Umar,
Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas5.

http;//referensiagama.blogspot.com/2011/01/hadis-pada-masa-rasul-saw-dan-
4.
sahabat.html?m=1,pada tanggal 05 April pukul 15.46.
11

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya


dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan, dan pengakuan
atau penetepan Rasulullah SAW. Sehingga apa yang
disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka dengar,
lihat, dan saksikan merupakan pedoman. Rasullah adalah
satu-satunya contoh bagi para sahabat, karena Rasulullah
memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda
dengan manusia lainnya.
12

DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Akrom. 1999, Sunnah Qabla Tadwin. Jakarta: Gema Insani Press..
Saryono.2011.hadis pada masa rasul saw dan
sahabat.http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/hadis-pada-masa-rasul-saw-
dan-sahabat.html?m=1(05 April 2020)
Ismail, M. Syuhudi. 1995, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits. Jakarta:
Bulan Bintang.
Soetari, H. Endang. 1997, Ilmu Hadits. Bandung: Amal Bakti Press.

Anda mungkin juga menyukai