Hemostasis PDF
Hemostasis PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemostasis
2.1.1. Pengertian
Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan
proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah
kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan
sistem pembuluh darah. Proses yang terjadi secara lokal berfungsi untuk menutup
kebocoran pembuluh darah, membatasi kehilangan darah yang berlebihan, dan
memberi kesempatan untuk perbaikan pembuluh darah (Suharti, 2009).
Otot polos sirkuler yang tersusun pada dinding pembuluh darah akan
berkontraksi dengan segera setelah terjadi kerusakan pada pembuluh darah arteri,
yang disebut vascular spasm. Mekanisme ini akan mengurangi kehilangan darah
selama beberapa menit sampai jam sehingga mekanisme hemostatik lain terjadi.
Spasme ini terjadi mungkin karena kerusakan pada otot polos, disebabkan oleh zat
atau substansi yang dilepaskan dari trombosit teraktivasi (activated platelets) dan
refleks dari reseptor nyeri (Tortora dan Derrickson, 2011).
Bila terjadi kerusakan pada sel endotel, trombosit akan menempel dan hampir
menutupi kolagen pada subendotel yang terpapar. Hal ini memicu terjadinya reaksi
kimia yang mengaktifkan trombosit (Howland dan Mycek, 2006).
Reseptor pada permukaan trombosit yang terlekat diaktifkan oleh kolagen dari
jaringan ikat yang mendasari. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan morfologi di
dalam trombosit, dan terjadi pelepasan mediator kimia dari vesikel trombosit
(Howland dan Mycek, 2006). Fase ini disebut reaksi pelepasan dari trombosit. ADP
yang dilepaskan dan tromboksan A2 memainkan peran utama dengan mengaktifkan
trombosit yang terdekat. Serotonin dan tromboksan A2 berfungsi sebagai
vasokonstriktor, menyebabkan dan mempertahankan kontraksi otot polos pembuluh
darah, yang menurunkan aliran darah pada bagian pembuluh yang rusak (Tortora dan
Derrickson, 2011).
2.2. Trombosis
Trombus vena biasanya dimulai di vena betis yang kemudian meluas sampai
vena proksimal. Trombus biasanya dibentuk pada daerah aliran darah yang lambat
atau yang terganggu. Stasis merupakan predisposisi trombosis karena mencegah
faktor koagulasi aktif dilarutkan oleh darah yang tidak aktif, mencegah klirens faktor
koagulasi aktif, dan mencegah bercampurnya faktor koagulasi aktif dengan
penghambatnya (Tambunan, 2009).
2.3. Aspirin
2.3.1. Definisi
2.3.3. Farmakokinetik
Aspirin diserap dari lambung dan usus kecil. Aspirin memiliki sifat kelarutan
air yang rendah yang merupakan faktor pembatas dalam penyerapan. Aspirin dapat
deasetilasi dengan cepat di dinding usus, hati, plasma, dan jaringan lain untuk
melepaskan asam salisilat yang merupakan bentuk aktif. Aspirin terikat pada protein
plasma sekitar 80% dan memiliki volume distribusi sebesar 0.17 L/kg. Aspirin secara
perlahan memasuki otak, tetapi bebas melintasi plasenta. Kedua aspirin dan asam
salisilat terkonjugasi dalam hati dengan membentuk salicyluric acid dan glucuronic
acid. Beberapa metabolit kecil lainnya juga diproduksi. Metabolit tersebut diekskresi
melalui filtrasi glomerulus serta sekresi tubular. Biasanya, hanya 1/10 diekskresikan
sebagai asam salisilat bebas, tapi dapat ditingkatkan dengan alkalinisasi. Waktu paruh
aspirin adalah 15-20 menit. Namun, proses metabolisme menjadi jenuh selama
rentang terapeutik; waktu paruh obat dengan dosis antiinflamasi mugkin sekitar
delapan sampai dua belas jam sedangkan selama keracunan mungkin sampai 30 jam.
Dengan demikian, proses eliminasi tergantung pada dosisnya (Tripathi, 2008).
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan
saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg.
Penggunaan bersama antasid atau antagonist H2 dapat mengurangi efek tersebut. Obat
ini dapat mengganggu hemostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama
heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko perdarahan (Rosmiati dan
Gan, 1995). Efek samping aspirin, terutama pada saluran pencernaan, yang
bagaimanapun, jelas berhubungan dengan dosis, sehingga dosis rendah (sering 75 mg
sekali sehari) biasanya dianjurkan untuk tromboprofilaksis. Thromboprophylaxis
disediakan untuk orang yang berisiko tinggi menderita penyakit kardiovaskular (Rang
et al., 2012).
2.4. Propolis
2.4.1. Definisi
Propolis adalah hasil campuran dari lilin lebah dan resin yang dikumpulkan
oleh lebah madu dari tanaman, khususnya dari bunga dan kuncup daun. Air liur dan
sekresi lain dari lebah dicampur berserta dengan lilin dalam proses pengumpulan dan
pemodelan resin. Resin ini digunakan oleh lebah untuk melapisi bagian dalam rongga
sarang. Komposisi propolis tergantung pada jenis tanaman yang didatangi oleh lebah
(Krell, 1996).
Propolis merupakan hasil produk lebah resin dengan penampilan fisik yang
bervariasi, tergantung pada beberapa faktor. Warna propolis bervariasi dari kuning,
hijau, sampai coklat gelap (Salatino et al., 2005). Propolis bersifat lembut, lentur, dan
sangat lengket pada suhu 250-450 C. Propolis akan menjadi keras dan rapuh di bawah
suhu 150 C. Sementara di atas suhu 450 C propolis semakin lengket dan akan menjadi
cair pada suhu 600 sampai 700 C. Pelarut yang paling umum digunakan untuk
ekstraksi komersial adalah etanol, glikol dan air (Krell, 1996).
Komposisi propolis sangat kompleks dan lebih dari 300 senyawa telah
diidentifikasi. Komposisinya bervariasi dan tergantung pada musim dan vegetasi di
daerah di mana propolis dikumpulkan (Castro, 2001). Propolis terdiri dari resin
(50%), lilin (30%), minyak esensial (10%), pollen (5%), dan senyawa organik lain
(5%) (Gomez-Caravaca et al., 2006). Polyphenols, termasuk flavonoid, phenolic
acids dan ester merupakan molekul aktif yang utama dalam propolis (Havsteen,
2002). Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) adalah komponen aktif propolis yang
diperoleh dari sarang lebah madu (Chen et al., 2007).
2.5. Madu
2.5.1. Definisi
Madu adalah bahan manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu, Apis
melifera yang berasal dari nektar bunga atau sekresi dari tanaman. Lebah madu
mengumpulkan nektar atau sekresi, mengubahnya dengan kombinasi dari zat-zat
lebah sendiri, dan menyimpannya dalam sarang lebah untuk menjadi matang (Codex
Stan 12-1981).
Madu merupakan cairan yang kental. Viskositas madu tergantung pada jenis
dan komposisi zat terutamanya kadar air yang terkandung dalam madu.
Higroskopisitas adalah salah satu sifat madu yang menggambarkan kemampuan
madu untuk menyerap dan menahan kelembaban dari lingkungan. Madu dengan
kadar air sebanyak 18,8% atau kurang akan menyerap kelembaban dari udara pada
kelembaban relatif di atas 60%. Warna madu bervariasi dari yang tidak berwarna ke
kuning gelap atau hitam tergantung pada jumlah partikel seperti serbuk sari (Olaitan
et al., 2007). Madu memiliki tegangan permukaan rendah sehingga menjadi pelembab
yang sangat baik dalam produk kosmetik. Tegangan permukaan bervariasi dengan
asal madu dan mungkin karena zat koloidnya. Viskositas yang tinggi dan tegangan
permukaan yang rendah bertanggung jawab untuk karakteristik berbusa pada madu.
Madu memiliki kapasitas menyerap panas yang bervariasi dari 0,56-0,73 kal/g/0C
sesuai dengan komposisi dan keadaan kristalisasi (Krell, 1996).
Madu alami mengandung lebih kurang 200 zat termasuk asam amino, vitamin,
mineral, dan enzim (saccharase, amylase, catalase, glucose oxidase), tetapi gula dan
air adalah kandungan utamanya (Eteraf-Oskouei dan Najafi, 2013). Madu terdiri dari
95-99% gula, termasuk fruktosa dan glukosa yang mewakili sebanyak 85-95% dari
totalnya. Madu juga mengandung disakarida (sukrosa dan maltosa) dan beberapa
trisakarida serta oligosakarida dalam jumlah yang kecil. Komponen kedua yang
paling penting dalam madu adalah air (Krell, 1996). Madu mengandung beberapa
enzim, termasuk amylase, α-Glucosidase, glucose oxidase, dan catalase. Kandungan
minor pada madu adalah asam amino, mineral, vitamin, dan polyphenols (Apigenin,
Quercetin, CAPE) (Bogdanov et al., 2008).