Anda di halaman 1dari 9

1.

Patogenesis dari limfadenitis


Jawaban:

Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Tubuh
kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya di
daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang
sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk
pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari
pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe
akan mengalir ke kelenjar getah bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati
oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah
bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk
mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti
limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel
peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening
(limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite
macrophage (gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar
getah bening maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan
terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar getah bening. Benjolan,
bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar
getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di ujudaerah
leher, ketiak, dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan
kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai penyaring bila
ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru
sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar didaerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan
mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak
sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di kelenjar
tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau
keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi.
Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda
dengan yang disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah
di sekitar benjolan ditekan,terasa sakit.
Peningkatan ukuran kelenjar getah bening disebabkan
1. Multiplikasi sel-sel di dalam node, termasuk limfosit, sel plasma, monosit,
histiosit
2. Infiltrasi sel dari luar nodus seperti sel ganas atau neutrofil
3. Pengeringan infeksi (misalnya abses) ke kelenjar getah bening lokal.
PATOFISIOLOGI

Limfadenitis TB
Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup mikobakterium
tuberculosis, setelah melalui barrier mukosilier saluran napas, basil TB akan
mencapai alveoli. Paru merupakan pintu utama masuknya kuman tuberkulosis ke
dalam tubuh. Kuman yang bersarang di paru bisa menimbulkan infeksi lokal atau
sarang primer. Sarang primer ini bisa tmbul di bagian mana saja dalam paru.
Kuman menyebar melalui aliran limfe menuju ke kelenjar getah bening hilus,
terjadi proses limfangitis lokal.

Peradangan ini diikuti pembesaran kelenjar getah bening di hilus


(limfadenitis regional). Komposisi ini disebut dengan komplek primer .Jika
infeksi tidak dapat diatasi oleh sistem imun lokal, kuman dapat menyebar
perkontinuatum, bronkogen, limfogen dan hematogen. Kuman dalam makrofag
yang lemah menyebar menuju jaringan dan organ tubuh lainnya. Kuman yang
mencapai aliran darah dapat menyebar ke paru bagian atas atau organ lainnya
seperti ginjal, otak dan tulang. Beberapa organ ini merupakan tempat ideal bagi
kuman karena tekanan oksigen yang ideal dan rendahnya perfusi aliran darah

Sumber:
Sari,I,Y.,Kusmiatie.2015. TB MDR Primer Dengan Limfadenitis TB Pada Wanita
SLE.Jurnal Respirasi.Vol 1(3).Viewed On 24 April 2019.From https://e-
journal.unair.ac.id/JR/article/view/12602/723n
Kumar.2015.Buku Ajar Patologi Robbins.Singapur:Elsevier

2. Epidemiologi Limfadenitis
Jawaban:
Epidemiologi Limfadeniti Dari studi di belanda terdapat 2.556 kasus limfadenitis,
10% dirujuk kepada subspesialis, 3.2% membutuhkan biopsy dan 1.1%
mwngalami keganasan. Studi kedokteran keluarga di Amerika Serikat tiga dari
238 pasien limfadenitis yang mengalami komplikasi yang berat.Penderita
limfadenitis di RSUP H.Adam Malik Sumatera Utara pada tahun 2011 dengan
rentang 20 – 50 tahun, yaitu 74 dengan jenis kelamin terbanyak adalah wanita.
Dari hasil penelitian ini juga diperoleh bahwa sebagian besar limfadenitis ada
mengalami gejala sistemik. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan 13 orang
memiliki pembesaran kelenjar berdiameter ≥ 2cm, 12 orang memiliki pembesaran
kelenjar yang multiple, 17 orang memiliki pembesaran kelenjar dengan
konsistensi kenyal, 16 orang memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya
ulkus, dan 12 orang memiliki pembesaran kelenjar tanpa disertai adanya nyeri.

Pada anak, limfadenitis dilaporkan paling banyak terjadi pada nodus limf
servikal, aksila, dan inguinal. Limfadenitis merupakan gambaran klinis yang
paling sering ditemukan pada penderita tuberkulosis ekstra paru. Gambaran ini
ditemukan pada 30-40% kasus tuberkulosis ekstra paru dan paling banyak
dijumpai pada bagian servikal.Limfadenitis tuberkulosis (limfadenitis TB) paling
banyak dialami oleh wanita dan berhubungan erat dengan reaktivasi infeksi
tuberkulosis laten. Penelitian yang dilakukan di Denmark menunjukkan angka
kejadian limfadenitis tuberkulosis sebesar 9,4-15,7% per tahun dengan mayoritas
penderita berusia 25-44 tahun. Selain disebabkan oleh tuberkulosis, limfadenitis
juga dapat disebabkan oleh bakteri mikobakteria non-tuberkulosis (non-
tuberculosis mycobacteria atau NTM).

Limfadenitis yang disebabkan oleh NTM paling banyak terjadi pada anak
imunokompeten berusia < 4 tahun. Angka kejadian dilaporkan berkisar 0,6-4,5 per
100.000 anak dan paling banyak mempengaruhi regio servikofasial. Hingga saat
ini, belum ada data yang dapat menunjukkan angka kejadian limfadenitis secara
nasional di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso
pada tahun 2010-2013 menunjukkan bahwa limfadenitis merupakan manifestasi
terbanyak tuberkulosis ekstra paru pada penderita tuberkulosis dengan koinfeksi
HIV, dengan prevalensi sebesar 91,11%.

Sumber:
Hect,S.,Jaggi,P.,Walz,P.2019. Pediatric Cervical Lymphadenitis.Journal of
Pediatric Infectious Disease.Vol 14(2).Diakses pada 8 April 2020.Diakses dari
https://www.thieme-connect.com/products/ejournals

Mathiasen,V,D.,Eiset,A.H.,Andersen,P,H.2019. Epidemiology of tuberculous


lymphadenitis in Denmark: A nationwide register-based study.Journal PLoS ONE
14(8).diakses pada 8 April 2020.Diakses dari . https://doi.org/10.1371/journal.pone.0221232

3. Perbedaan limfadenitis dan limfadenopati


Jawaban:

Limfadenitis Limfadenopati
Gejala Klinis
Etiologi
Patofisiologi
Sumber:
4. Patofisiologi limfadenopati.
Jawaban:
Secara umum,
limfadenopati
dibagi menjadi
limfadenopati
lokal
(localized/jika
hanya satu regio)
atau
limfadenopati
generalisata
(generalized/jika
lebih dari satu
regio).
Patofisiologi
limfadenopati
melalui beberapa
mekanisme,
diantaranya
terjadi replikasi
sel-sel nodus
limfe sebagai
respon terhadap
stimulus antigen
atau sebagai hasil
dari transformasi
keganasan,
masuknya sel-sel
eksogen misalnya
neutrofil atau sel
metastasis,
deposisi materi
asing pada sel-sel
histiosit nodus
limfe,
pembesaran
vaskuler dan
edema akibat
sekunder dari
pelepasan sitokin
lokal atau terjadi
supurasi akibat
nekrosis jaringan.
Sumber:
PB IDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta:
InternaPublishing
5. Jelaskan komponen sistem imun yang bekerja pada kelenjar limfe
Jawaban:
 Sel limfosit, SD, makrofag dan sel lainnya juga dapat masuk melalui dinding
tipis sel endotel yang longgar dari pembuluh limfe primer dan masuk ke dalam
arus limfe. Antigen asing yang masuk ke dalam jaringan akan ditangkap oleh sel
system imun dan dibawa ke berbagai jaringan limfoid regional yang teroganisasi
seperti KGB. Jadi system limfatik juga berperan sebagai alat transport limfosit
dan antigen dari jaringan ikat ke jaringan limfoid yang teroganisasi, tempat
limfosit diaktifkan.
            Keuntungan dari resirkulasi limfosit ialah bahwa sewaktu terjadi infeksi
non-spesifik, banyak limfosit akan terpajan dengan antigen/kuman. Keuntungan
lain dari resirkulasi limfosit ialah bahwa bila ada organ limfoid misalnya limfa
yang deficit limfosit karena infeksi, radiasi atau trauma. Limfosit dari jaringan
limfoid lainnya melalui sirkulasi akan dapat dikerahkan kedalam organ limfoid
tersebut dengan mudah.
            Sel T naïf (Sel matang yang belum terpajan dengan antigen dan belum
berdiferensiasi) cenderung meninggalkan sirkulasi darah dan menuju kelenjar
getah bening dalam daerah sel T. SD/APC dari berbagai bagian tubuh yang
membawa antigen juga berimigrasi dan masuk ke dalam kelenjar getah bening
dan mempresentasikan antigen ke sel T. sel T yang diaktifkan SD/APC tersebut
keluar dari kelenjar limfoid dan melalui aliran darah bergerak ke tempat infeksi
dan bekerja sebagai sel efektor. Tidak seperti leukosit, limfosit terus menerus di
resirkulasikan melalui darah dan limfe ke berbagai organ limfoid.

1.      HEV-tempat ekstravasasi limfosit


Beberapa tempat di endotel  vascular dalam venul poskapilar berbagai organ
limfoid terdiri  atas sel khusus, gemuk dan tinggi yang disebut HEV. Sel-selnya
berlainan sekali dengan sel endotel yang gepeng yang membatasi kapiler lainnya.
Setiap organ limfoid sekunder, kecuali limpa mengandung HEV.
      HEV mengekspresikan sejumlah besar molekul adhesi. Seperti sel endotel
vascular lainnya, HEV mengekspresikan CAM family selektin (selektin E dan P),
family musin (GlyCAM-1 dan CD34) dan superfamily immunoglobulin (ICAM-
1, ICAM-2. ICAM-3, VCAM-1 dan MAdCAM-1) beberapa molekul adhesi
disebut adresin vascular, oleh karena berperan dalam mengarahkan ekstravasasi
berbagai populasi limfosit dalam resirkulasi ke organ limfoid khusus.

2.        Homing atau trafficking


Pada keadaan normal terjadi lintas arus limfosit aktif terus menerus melalui
kelenjar getah bening, tetapi bila ada antigen masuk, arus limfosit dalam kelenjar
getah bening akan berhenti sementara. Sel yang antigen spesifik akan ditahan
dalam kelenjar getah bening. Dalam menghadapi antigen tersebut, kelenjar dapat
membengkak seperti yang sering ditemukan pada infeksi. Hal tersebut merupakan
hal yang esensial untuk respons imun yang efektif terhadap antigen asing.
            Limfosit cenderung berimigrasi ke tempat-tempat yang selektif. Homing
mukosa adalah kembalinya sel limfoid reaktif imunologis ke asalnya di folikel
mukosa. Hal tersebut terjadi  melalui ikatan antara molekul adhesi dan kemokin,
reseptor  yang mengarahkan berbagai populasi limfosit ke jaringan limfoid khusus
atau inflamasi yang disebut dengan reseptor homing. L-selektin atau CD62L
adalah molekul pada permukaan limfosit yang berperan pada homing limfosit.
Adresin mukosa adalah salah satu adresin yang mengikat integrin pada sel T yang
memilih  homing di saluran cerna. Reseptor pada permukaan limfosit tersebut
akan memberikan arah dan tujuan kembali ke plak peyer. Limfosit yang awalnya
disensitasi oleh antigen di plak peyer akan diaktifkan dan memproduksi sel
memori yang akan berimigrasi kembali ke tempat yang semula mensensitasinya.

Sumber:
Baratawidjaja. G. K, Rengganis .Iris. 2012. Imunologi Dasar.Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

6. Jelaskan gejala klinis dari kasus:


Jawaban:
Gejala dari
Limfadenitis
adalah nyeri
lokal, keras di
daerah kelenjar
limfe yang
terkena dan
biasanya disertai
demam, sakit
kepala dan badan,
muntah-muntah,
lesu, dan tidak
nafsu makan. Pembesaran kelenjar limfa, perlahan,
konsitensi padat yang sering terjadi pada kelenjar limfa axilla dan inguinal

Sumber:
Kumar, V., Abbas, A.K., Aster, J.C. 2013. Robbins Basic Pathology ninth
edition.
Elsevier: Singapore.
7. Jelaskan histopatologi pada limfadenitis dengan gangguan pada kelenjar limfa
Jawaban:

Sumber:
8. Jelaskan Manajemen penatalaksanaan monitoring dan prognosis dari limfoma
Jawaban:
Limfoma Hodgkin
Tatalaksana
Pengobatan limfoma
Hodgkin adalah
radioterapi ditambah
kemoterapi.

Prognosis
Ada beberapa faktor
resiko yang dapat
memperburuk Limfoma
Hodgkin yaitu: jenis
kelamin, usia, stadium
keparahan, Hb,
leukosit, limfosit dan
serum albumin. Pasien
tanpa faktor resiko
84%, dengan satu faktor
risiko 77%, dengan dua
faktor resiko 67%, tiga
faktor risiko 60%.
Empat faktor risiko
51%, dan lima faktor
risiko atau lebih 42%.

Limfoma Non Hodgkin

Terapi untuk LNH terdir


atas terapi spesifik untuk
membasmi sel limfoma
dan terapi suportif untuk
meningkatkan keadaan
umum penderita. Terapi
spesifik dapat diberikan
sepert: Radioterapi,
Kemoterapi, transplantasi
sumsum tulang dan
transplantasi sel induk,
kemoterapi dosis tinggi
memakai peripheral
blood stem cell, dan
terali dengan
imunomodulator dengan
interferon.

Prognosis
LNH dapat dibagi ke
dalam 2 kelompok
prognostik yaitu indolent
Lymphoma dan Agresif
Lymphoma. LNH
Indolen memiliki
prognosis yang relatif
baik, dengan median
survival 10 tahun, tetapi
biasanya tidak dapat
disembuhkan pada
stadium lanjut. Tipe
limfoma agresif memiliki
perjalanan alamiah yang
lebih pendek, namum
dapat disembuhkan
secara signifikan dengan
kemoterapi kombinasi
intensif.
Sumber:
PB IDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta:
InternaPublishing
9. Jelaskan Anatomi KGB pada leher
dari telinga sampai rahang Klasifikasi Kelenjar
Jawaban: Limfa Berdasarkan AJCC.
Level I : submental dan
submandibular.
Level II : upper internal jugular
chain.
Level III : middle internal jugular
chain.
Level IV : lower internal jugular
chain.
Level V : spinal accessory chain
dan transverse cervical chain.
Level VI : anterior cervical nodes.
Level VII : upper mediastinal
Kelenjar limfa leher diklasifikasikan ke dalam kelompok sesuai dengan lokasi
mereka di leher. Namun, karena kompleksitas dan kesulitan klasifikasi ini,
klasifikasi American Joint Cancer Committee (AJCC) yang sekarang umum
digunakan, terutama oleh ahli bedah dan ahli onkologi. Klasifikasi AJCC
membagi kelenjar limfa leher yang teraba menjadi tujuh bagian atau kelompok,
yang didasarkan pada luas dan bagian kelenjar imfa leher yang terlibat. Meskipun
klasifikasi AJCC sekarang umum digunakan dalam mengidentifikasi lokasi
kelenjar limfa, beberapa kelenjar limfa yang penting, seperti kelenjar limfa
parotis dan retropharyngeal, tidak dimasukkan ke dalam klasifikasi ini.

Sumber:
 Sjamsuhidajat,R, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah-Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai