Anda di halaman 1dari 20

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gastritis

1. Pengertian Gastritis

Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat

bersifat akut, kronik difus atau lokal. Gastritis adalah proses inflamasi pada

mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan

yang paling sering dijumpai di klinik karena diagnosisnya sering hanya

berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi (Priyanto, 2010).

Menurut Sjamsuhidajat (2010) gastritis adalah radang mukosa lambung.

Gastritis merupakan proses inflamasi pada mukosa dan submukosa

lambung (Sudoyo, 2014). Gastitis adalah suatu peradangan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau lokal yang di sebabkan

oleh bakteri atau obatobatan (Price & Wilson, 2012). Menurut pendapat

Hurst (2016) gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan

nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada yang biasanya

timbul setelah makan.

Gastritis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa

lambung bersifat akut dan kronik yang mempunyai karakteristik seperti

anoreksia, rasa penuh, atau tidak nyaman dibagian epigastrium, mual dan

muntah (Madalena, 2015).

2. Tanda dan Geja Gastritis

Menurut Sudoyo (2014) tanda dan gejala gastritis terdiri dari nyeri

atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat


9

kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitas, dan rasa panas yang menjalar di

dada. Menurut pendapat Hurst (2016) tanda dan gejala gastritis (gangguan

pencernaan) antara lain rasa nyeri atau terbakar diarea abdomen atas atau

epigastrik kiri.

Sedangkan menurut Irianto (2015) tanda dan gejala gastritis berupa

merasa sudah kenyang makan meski yang dimakan rekaitif sedikit, rasa

kenyang yang berlangsung relatif lama, sakit diperut bagian atas, rasa sakit

ringan sampai berat timbul didaerah antara bagian bawah tulang dada dan

pusar, sensasi panas diperut bagian atas, gejala lain yang mengikuti antara

lain : mual, perut terasa bengkak, keras dan tidak nyaman.

Menurut Ratu dan Adwan (2013) gejala-gejala pada penyakit

gastritis sebagai berikut :

a. Mual dan muntah

b. Sakit perut dan nyeri perut

c. Kram perut

d. Lambung terasa tidak enak

e. Nafsu makan menurun

3. Etiologi

Penyebab gastritis menurut (Adwan, 2013) yaitu :

 Pemakaian obat inflamasi nonsteroid dengan jumlah banyak seperti

aspirin, asam mafenamat, aspilet. Obat tersebut dapat memicu produksi

asam lambung yang berlebihan dan dapat mengakibatkan kerusakan pada

epitel mukosa lambung karena obat ini mempunyai sifat iritatif dan asam

yang dapat menambah keasaman pada lambung


10

 Produksi asam lambung yang berlebihan dapat disebabkan karena waktu

makan yang tidak teratur, gizi atau kualitas makanan yang kurang baik,

jenis makanan yang tidak cocok atau sulit dicerna, jumlah makan yang

terlalu banyak atau terlalu sedikit.

 Pemakaian alkohol yang berlebihan. Bahan etanol merupakan salah satu

bahan yang dapat merusak sawar pada mukosa lambung, sehingga mudah

terjadi iritasi pada lambung

 Bakteri

Gastritis yang diakibatkan dari infeksi Helicobacter pylori. Bakteri ini

tumbuh didalam sel penghasil lendir dilapisan lambung. Tidak ada

bakteri lain yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang

bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam berbagai

bakteri bisa tumbuh di lambung

 Stress yang berkepanjangan seperti perasaan gelisah, cemas, panik beban

kerja yang berlebihan dapat meningkatkan produksi asam lambung

karena adanya peningkatan rangsangan pada saraf otonom sehingga

terjadi peningkatan sekresi gastrin dan merangsang peningkatan asam

hidroklorida (HCL)

 Pola makan dengan kebiasaan makan yang terlalu pedas, asam, kebiasaan

merokok, minum alkohol, minum kopi memiliki potensi besar terhadap

penyakit gastritis.

 Konsumsi kimia secara oral yang bersifat asam atau basa, seperti, obat

obatan serangga dan hama tanaman. Jenis kimia tersebut dapat melukai

dinding mukosa lambung sehingga beresiko terjadi perdarahan.


11

 Trauma mekanik karena benturan kuat yang mengenai daerah abdomen

dapat menjadi penyebab gangguan keutuhan jaringan lambung

4. Patofisioligi

Pengikisan pada lapisan lambung terjadi akibat konsumsi alkohol,

obat- obatan, infeksi bakteri helicobacter phylori. Proses ini mengakibat kan

reaksi peradangan. Selain itu, peradangan pada lambung dapat diakibatkan

karena peningkatan sekresi asam lambung yang dapat dipicu karena kondisi

cemas, stress, marah melalui saraf parasimpatik vagus akan terjadi

peningkatan transmitter asetikolin, histamine, gastrin releasing, peptide

yang dapat meningkat kan asam lambung. (Ratu dan Adwan, 2013)

5. Klasifikasi Gastritis

Menurut Sjamsuhidajat (2010) klasifikasi gastritis yaitu :

a. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan proses inflamasi yang terjadi sepintas pada

lambung, karena adanya penggunaan obat obatan anti inflamasi

nonstreroid dosis tinggi dalam jangka panjang, mengkonsumsi alkohol

yang berlebihan, kebiasaan makan pedas, kebiasaan makan yang buruk

dan kebiasaan merokok

b. Gastritis kronis

Gastritis kronis merupakan peradangan lambung yang banyak terjadi

didaerah antrum. Penyebab utama gastritis kronis adalah oleh ulkus

benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter

phylory
12

6. Pencegahan

Menurut Ratu dan Adwan (2013) menjelaskan bahwa

penyembuhan penyakit gastritis harus dilakukan dengan mempertahankan

diet makanan yang sesuai. Pencegahan gastritis dengan melakukan diet

bertujuan untuk memberikan kandungan dan jumlah gizi makanan yang

cukup, tidak merangsang asam lambung dan dapat menetralkan kelebihan

asam lambung. Dan syarat diet harus memenuhi beberapa syarat seperti;

makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak merangsang

pengeluaran getah lambung dalam jumlah yang banyak serta posrdi makan

yang diberikan dalam jumlah kecil tetapi diberikan berkali-kali. Secara

umum pencegahan gastritis bisa dilakukan dengan makan secara teratur,

mulailah makan pagi pada pukul 07.00 WIB. Mengatur waktu 3 kali makan

makanan lengkap dan 3 kali makan makanan ringan. Makan dengan tenang

jangan tergesa-gesa. Mengunyah makanan sebanyak 27 kali sehingga

hancur menjadi butiran lembut untuk meringankan kerja lambung. Makan

sedikit-sedikit tapi sering dan jangan biarkan perut kosong tetapi jangan

makan terlalu banyak dan berlebihan sehingga perut terasa kenyang.

Memilih makanan yang lunak atau lembek dan memasak dengan cara

direbus, dan ditim.

B. Konsep Pola Makan

1. Pengertian Pola Makan

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat

mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan

kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi


13

tingkat kesehatan individu dan masyarakat (Kemenkes RI, 2014). Pola

makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis

makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit

(Depkes RI, 2010).

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh

seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu masyarakat tertentu. Menu

seimbang merupakan menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan

dalam jumlah dan porsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi

seseorang guna memelihara dan memperbaiki sel-sel tubuh dan proses

kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2011).

2. Komponen Pola Makan

Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri

dari: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.

a. Jenis makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari

terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani,Lauk nabati, Sayuran ,dan

Buah yang dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber

makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau

sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung, sagu, umbi-

umbian, dan tepung


14

b. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi

makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan

c. Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap

orang atau setiap individu dalam kelompok

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya

pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan

lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

a. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya

beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunan

daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas masyarakat.

Pendapatan yang tinggidapat mencakup kurangnya daya beli denganh

kurangnya pola makan masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan

makanan lebih di dasarkan dalam pertimbangan selera dibandingkan

aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor.

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh

faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang

menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan di suatu masyarakat memiliki

cara mengkonsumsi pola makan dengan cara sendiri. Dalam budaya


15

mempunyai suatu cara bentuk macam pola makan seperti:dimakan,

bagaimana pengolahanya, persiapan dan penyajian

c. Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali berdoa

sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan kanan

d. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan

penentuan kebutuhan gizi

e. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk

perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi,

media elektroni, dan media cetak.

f. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan

jenis makanan yang dimakan.

C. Konsep Stress

1. Pengertian Stress

Menurut Kozier (2010) stres adalah satu kondisi ketika individu

berespon terhadap perubahan dalam status keseimbangan normal. Stress

adalah tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban

yang bersifat non spesifik, yang mengharuskan seseorang indivisu untuk

berespon atau melakukan tindakan (Azizah, 2016).


16

Stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa

disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi

tantangan yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman, atau ketika harus

berusaha mengatasi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya

(Nasir dan Muhith, 2011).

Individu menggunakan istilah stres dalam berbagai cara. Stres

merupakan pengalaman individu yang disembunyikan melalui suatu

rangsangan atau stresor. Stres juga merupakan bentuk penghargaan atau

persepsi dari stresor. Stres dalam konteks ini ditujukan pada konsekuensi

dari stresor, begitu juga dengan penghargaan seseorang terhadap stresor

(Potter & Perry, 2010).

2. Penyebab Stress

Stresor adalah faktor – faktor dalam kehidupan manusia yang

mengakibatkan terjadinya respon stres. Stresor dapat berasal dari berbagai

sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul

pada situasi kerja, di rumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar

lainnya. Secara garis besar, stresor bisa dikelompokkan menjadi dua (Nasir

& Muhith, 2011), yaitu:

a. Stresor mayor, yang berupa major live events yang meliputi peristiwa

kematian orang yang disayangi, masuk sekolah pertama kali, dan

perpisahan.

b. Stresor minor, yang biasanya berawal dari stimulus tentang masalah

hidup sehari – hari, misalnya ketidaksenangan emosional terhadap hal –

hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres.


17

Terdapat banyak penyebab stres, yang secara luas dapat

diklasifikasikan sebagai stressor internal atau external, atau stresor

berkembang atau situasional. Stressor internal berasal dari dalam diri

seseorang, sebagai contoh kanker atau perasaan depresi. Stresor eksternal

berasal dari luar individu, sebagai contoh : perpindahan kekota lain,

kematian anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya. Stresor

perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan sepanjang hidup

individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu harus dicapai

untuk mencegah atau mengurangi stres. Stres situasional tidak dapat

diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun sepanjang hidup. Stres situasional

dapat positif atau negatif (Kozier, 2010).

3. Respon Stress

Menurut Nasir dan Muhith, (2011) stres dapat menghasilkan

berbagai respon. Respons stres dapat terlihat dalam berbagai aspek yaitu :

a. Respon psikologis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,

nadi, jantung, dan pernapasan.

b. Respon kognitif dilihat dari terganggunya proses kognitif individu,

seperti fikiran kacau, menurunnya daya kosentrasi, dan fikiran tidak

wajar.

c. Respon emosi berkaitan dengan emosi yang mungkin dialami individu,

seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.

d. Respon tingkah laku dapat dibedakan menjadi fight yaitu melawan

situasi yang menekan, sedangkan flight yaitu menghindari situasi yang

menekan
18

4. Tahapan Stress

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari

karenaperjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan baru

dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi

kehidupannya seharihari baik dirumah, ditempat kerja maupun di pergaulan

lingkungan sosialnya. Berikut ini tahapan-tahapan stres menurut Hawari

(2011) antara lain:

a. Stres tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya

disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

1) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasannya.

2) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun

tanpa disadari cadangan energi dihabiskan disertai rasa gugup yang

berlebihan.

3) Merasa senang dengan pekerjaanya dan semakin bertambah

semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

b. Stres tahap II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan

sebagaimana diuraikan pada tahap I diatas mulai menghilang, dan

timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak

lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat.

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada

pada stres tahap II adalah sebagai berikut :

1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.


19

2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.

3) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel

discomfort).

4) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).

5) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.

c. Stres tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaanya tanpa

menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap

II tersebut diatas maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-

keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu :

1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata, misalnya keluhan maag

(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).

2) Ketegangan otot-otot semakin terasa.

3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin

meningkat

d. Stres tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeiksakan ke dokter sehubungan

dengan keluhan-keluhan pada stres tahap III diatas, oleh dokter

dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik

pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus

memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala

stres tahap IV akan muncul :

1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah amat sulit.


20

2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah

diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.

3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan

kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate).

4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.

5) Timbul perasan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat

dijelaskan apa penyebabnya.

e. Stres tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap

V yang ditandai dengan hal-hal berikut :

1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and

psychological exhaustion).

2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang

ringan dan sederhana.

3) Gangguan sitem pencernaan semakin berat (gastrointestinal

disorder).

4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat,

mudah bingung dan panik.

f. Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks seseorang mengalami serangan

panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang

mengalami stres pada tahap VI ini berulang kali dibawa ke unit gawat

darurat atau IGD. Gambaran stres pada tahap VI ini adalah sebagai

berikut :
21

1) Detakan jantung semakin keras.

2) Susah bernafas.

3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin, dan keringat bercucuran.

4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.

5) Pingsan (collapse).

Bila dikaji maka keluhan atau gejala -gejala sebagaimana

digambarkan diatas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang

disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat

stressor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk

mengatasinya (Hawari, 2011).

5. Dampak Stres

Pendapat menurut Nasir dan Muhith (2011), Stres akan

memberikan dapak pada fisiologis, psikologis dan perubahan perilaku yaitu:

a. Fisiologis.

Sebagai tanda peringatan awal antara lain nyeri dada, diare, sakit perut,

sakit kepala, atau pusing – pusing, mual, insomnia, kelelahan, dan

jantung berdebar – debar.

b. Psikologis.

Tidak mau santai pada saat yang tepat, merasa tegang, tidak tahan

terhadap suara atau gangguan lain, cepat marah atau mudah tersinggung,

ingatan melemah, tidak mampu konsentrasi, daya kemauan berkurang,

emosi tidak terkendali, tidak sanggup melaksanakan tugas yang sudah

dimulai, impulsif, dan reaksi berlebihan terhadap hal – hal sepele.


22

c. Perubahan perilaku.

Misalnya ingin mengerjakan segalanya dengan cepat sehingga menjadi

bingung, frustasi, cemas, ketidakberdayaan atau keputusasaan, depresi

dan kehilangan semangat.

6. Pencegahan Stress

Pencegahan dari stres menurut Hawari (2011) antara lain:

a. Olahraga salah satunya dapat meningkatkan daya tahan dan kekebalan

baik fisik maupun mental. Olahraga tidak perlu yang mahal-mahal,

bahkan tanpa biaya sekalipun setiap orang dapat melakukanya. Misalnya

jalan pagi, senam yang dilakukan setiap hari atau paling tidak 2 kali

seminggu. Olahraga tidak perlu berlama lama, bila badan sudah

berkeringat dapat dianggap cukup memadai, dan kemudian mandilah

dengan air hangat.

b. Berat badan orang yang berat badan yang berlebihan (kegemukan atau

obesitas) dapat menurunkan daya tahan dan kekebalan tubuh terhadap

stres. Oleh karena itu berat badan hendaknya seimbang dengan tinggi

badan (tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus).

c. Aktivitas lainya seperti dikalangan orang barat yang tidak melakukan

pendekatan psikoreligius dalam upaya seseorang untuk meningkatkan

daya tahan kekebalan terhadap stres dilakukan aktivitas seperti relaksasi,

meditasi, yoga dan lain sebagainya yang pada hakekatnya hal-hal

tersebut dapat dilakukan dalam ruang lingkup pengalaman ibadah

agama. Misalnya, bagi pemeluk agama islam hal tersebut diatas dapat
23

dilakukan dengan menjalankan sholat 5 waktu, ditambah dengan sholat

malam (tahajud) disertai dengan berdoa dan berdzikir.

7. Cara Pengukuran Tingkat Stres

Menurut Nursalam (2018) skala psikososial merupakan jenis

instrument self-report yang digunakan oleh peneliti perawat yang

dikombinasikan dengan jenis pengukuran wawancara dan kuisioner. Salah

satunya adalah Visual Analog Scale (VAS). Jenis pengukuran ini

dipergunakan untuk mengukur pengalaman subjek, misalnya mual, muntah,

nyeri, cemas dan stres. Jenis ini dapat diukur dengan menggunakan suatu

garis dimulai dari garis paling awal (paling ringan) sampai garis paling akhir

(paling berat).

Instrumen memiliki peran penting dalam sebuah penelitian.

instrumen berperan dalam memperoleh data yang digunakan dari sebuah

penelitian, untuk selanjutnya diteliti dan ditarik kesimpulan sebagai hasil

penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen atau alat

pengumpul data dengan angket atau kuesioner untuk alat ukur tingkat stres.

Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang

dialami seseorang. Tingkatan stres ini diukur dengan menggunakan

Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) (Psychology Foundation Of

Australia, 2010).

Lovibond dalam Psychology Foundation of Australia (2010)

mengatakan bahwa, DASS berisi 14 item untuk setiap skala yang dibagi

menjadi beberapa subskala, dan terdapat 2-5 item dengan isi yang serupa.

Skor depresi, kecemasan, dan stres dihitung dengan menjumlahkan skor


24

untuk item yang relevan. Item skala depresi adalah 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21,

24, 26, 31, 34, 37, 38, 42. Item skala kecemasan adalah 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20,

23, 25, 28, 30, 36, 40, 41. Item skala stres adalah 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22,

27, 29, 32, 33, 35, 39. Skala dalam DASS telah terbukti 14 memiliki

konsistensi internal yang tinggi untuk mengukur keadaan saat ini atau

perubahan pada suatu bagian dari waktu ke waktu, sehingga instrumen ini

tidak memerlukan uji validitas maupun reliabilitas. DASS mempunyai

tingkatan discriminant validity dan mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,91

yang diolah berdasarkan penilaian cronbach's alpha.

Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42

(DASS) pada skala stres menilai kesulitan santai, kegugupan dan mudah

marah atau gelisah, kepekaan atau ekspresi yang berlebihan dan

ketidaksabaran. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres

Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dengan skor stres yang mencakup 3

subvariabel diantaranya Respon Fisik (8,22,29,12,33,39), Respon

Emosi/Psikologis (1,11,18), Respon Perilaku (6,14,27,32,35). Jumlah skor

dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-14 (normal), 15-18

(ringan), 19-25 (sedang), 26-33 (berat), >34 (Sangat berat).

Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang,

berat dan sangat berat. Psvchometric Properties Of The Depression Anxiety

Stres Scale 42 (DASS) yang terdiri dari 42 item, yang mencakup :

a. Skala depresi

Skala depresi menurut DASS terdiri dari beberapa nomor antara lain :
25

3 (Tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu kejadian), 5 (Merasa

sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan), 10

(Pesimis), 13 (Merasa sedih dan depresi), 16 (Kehilangan minat pada

banyak hal misal makan, ambulasi, sosialisasi), 17 (Merasa tidak layak),

21 (Merasa hidup tidak berharga), 24 (Tidak dapat menikmati hal-hal

yang saya lakukan), 26 (Merasa hilang harapan dan putus asa), 31 (Sulit

untuk antusias pada banyak hal), 34 (Merasa tidak berharga), 37 (Tidak

ada harapan untuk masa depan), 38 (Merasa hidup tidak berarti), 42

(Sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan sesuatu). Dengan

skor normal (0-9), ringan (10-13), sedang (14-20), berat (21-27), sangat

berat (>28).

b. Skala kecemasan

Skala kecemasan menurut DASS terdiri dari beberapa nomor antara

lain : 2 (Mulut terasa kering), 4 (Merasakan gangguan dalam bernafas

seperti nafas cepat, sulit bernafas), 7 (Kelemahan pada anggota tubuh), 9

(Cemas yang berlebihan dalam suatu situasi namun bisa lega jika hal

atau situasi itu berakhir), 15 (Kelelahan), 19 (Berkeringat seperti tangan

berkeringat tanpa stimulasi oleh cuaca maupun latihan fisik), 20

(Ketakuan tanpa alasan yang jelas), 23 (Kesulitan dalam menelan), 25

(Perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi tanpa stimulasi oleh

latihan fisik), 28 (Mudah panik), 30 (Takut diri terhambat oleh tugas-

tugas yang tidak biasa dilakukan), 36 (Ketakutan), 40 (Khawatir dengan

situasi saat diri anda mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri
26

sendiri), 41 (Gemetar). Dengan skor normal (0-7), ringan (8-9), sedang

(10-14), berat (15- 19), sangat berat (>20).

c. Skala stres

Skala stres menurut DASS terdiri dari beberapa nomor antara lain : 1

(Menjadi marah karena hal-hal kecil atau sepele), 6 (Cenderung bereaksi

berlebihan pada situasi), 8 (Kesulitan untuk relaksasi atau bersantai), 11

(Mudah merasa kesal), 12 (Merasa banyak menghabiskan energi karena

cemas), 14 (Tidak sabaran), 18 (Mudah tersinggung), 22 (Sulit untuk

beristirahat), 27 (Mudah marah), 29 (Kesulitan untuk tenang setelah

sesuatu yang mengganggu), 32 (Sulit untuk menoleransi gangguan-

gangguan terhadap hal yang sedang dilakukan), 33 (Berada pada

keadaan tegang), 35 (Tidak dapat memaklumi hal apa pun yang

menghalangi anda untuk menyelesaikan hal yang sedang anda lakukan),

39 (Mudah gelisah). Dengan skor normal (0-14), ringan (15-18), sedang

(19-25), berat (26-33), sangat berat (>34).


27

D. Kerangka Teori

Bagan 2.1
Kerangka Teori

 Pemakaian obat inflamasi


nonsteroid dengan jumlah banyak
 Produksi asam lambung yang
berlebihan
 Pemakaian alkohol yang
berlebihan. Gastritis
 Bakteri
 Stress
 Pola Makan
 Konsumsi kimia secara oral

Sumber : Adwan (2013)

Anda mungkin juga menyukai