Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Fuji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan
umur panjang sehingga kami dapat menyusun makalah ini . Salawat dan salam
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun
umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada semua jasa dan bantuan yang telah
diberikan oleh semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya dan semoga mendapat amal dan pahalanya di sisi Allah SWT, Amin.

Didalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak


terdapat kekurangan baik dari segi isi penulisan, atau dari penggunaan bahasa
oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak demi
menyempurnakan proposal ini.
BAB I
PENDAHULUAN

Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal


ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja
tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-
penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai
studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam konteks lingkungannya.
Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-
determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang
mempengaruhi penyakit tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran penyakit
atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan, serta faktor-faktor yang dapat
memengaruhi keadaan tersebut.
Epidemiologi dilakukan pada lingkup masyarakat tertentu, mulai dari lingkup
yang kecil hingga lingkup yang lebih besar. Misalnya, lingkungan perumahan,
sekolah, daerah, negara hingga dunia. Aplikasi ilmu epidemiologi adalah untuk
melakukan investigasi terhadap suatu kejadian yang berhubungan dengan
kesehatan agar bisa dikontrol. Misalnya saat terjadi wabah.
1. Istilah-Istilah dalam Epidemiologi
Dalam epidemiologi, ada istilah yang disebut epidemik, endemik,
pandemik, dan wabah. Semua ini berhubungan dengan penyakit-penyakit
serius. Berikut penjelasan dari istilah-istilah epidemiologi tersebut:
2. Wabah
Wabah adalah terjadinya suatu penyakit dalam masyarakat, di mana
jumlah orang terjangkit lebih banyak daripada biasanya, pada komunitas
tertentu atau di musim-musim tertentu. Wabah ini bisa terjadi secara terus
menerus, mulai hitungan hari hingga tahun. Tidak hanya di satu wilayah,
tetapi bisa juga meluas ke daerah atau negara lain.
Masyarakat sering menganggap bahwa jika terjadi penyakit menular,
itu berarti telah terjadi wabah. Padahal, tidak selalu begitu. Penyakit dikatakan
wabah ketika penyakit itu:
 Sudah lama tidak pernah menjangkiti masyarakat,
 Datang penyakit baru yang sebelumnya tidak diketahui,
 Penyakit tersebut adalah penyakit yang baru pertama kali menjangkiti
masyarakat di daerah itu.
3. Epidemi
Epidemi adalah kondisi yang mirip dengan wabah. Keadaan dikatakan
epidemi jika suatu kelompok masyarakat atau wilayah terkena penyakit
menular dan kejadiannya terjadi secara cepat. Salah satu contoh epidemi
adalah di tahun 2003 ketika terjadi penyakit SARS (Severe Acute
Respiratory Syndrome) yang mewabah di seluruh dunia dan menelan
korban ratusan jiwa.
4. Pandemi
Pandemi adalah wabah penyakit yang terjadi secara luas di seluruh dunia.
Dengan kata lain, penyakit ini sudah menjadi masalah bersama warga
dunia. Contoh pandemi adalah HIV/AIDS. Tidak hanya itu, influenza yang
saat ini tampak ringan pun dahulu pernah menjadi penyakit yang masuk ke
dalam kategori pandemi dan menjadi masalah penyakit tingkat dunia.
5. Endemi
Adalah keadaan atau karakteristik wilayah atau lingkungan tertentu yang
ada hubungannya dengan penyakit. Misalnya, daerah tertentu adalah
tempat yang dikenal sebagai lingkungan yang masyarakatnya mudah
terjangkit penyakit tertentu. Penyakit ini selalu ada di daerah tersebut tapi
frekuensinya rendah. Di Indonesia, contohnya, ada daerah yang
merupakan endemik malaria.

Masalah Kesehatan yang Diinvestigasi


Dalam epidemiologi, ada beberapa masalah kesehatan yang biasanya
memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Masalah kesehatan ini mungkin saja
berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain atau penyakit yang satu
dengan yang lain. Faktor-faktor yang memengaruhi epidemiologi adalah:
 Paparan lingkungan, misalnya logam berat, timbal, dan polusi-polusi udara
yang dapat memicu asma.
 Penyakit infeksi menular, misalnya influenza dan pneumonia.
 Penyakit tidak menular, misalnya jenis kanker tertentu atau bayi lahir
dengan cacat bawaan.
 Cedera, karena adanya peningkatan masalah sosial seperti kasus kekerasan
dalam rumah tangga atau meningkatnya kriminalitas di masyarakat.
 Bencana alam, misalnya gempa bumi atau tsunami.
Epidemiologi merupakan ilmu yang penting bagi para tenaga
kesehatan. Dengan bantuan epidemiologi, pemerintah dan tenaga kesehatan
dapat memetakan pola penyakit sehingga bisa dilakukan langkah-langkah
untuk mencegah perburukan dan mencari solusi.

B. KONSEP-KONSEP PENYABAB PENYAKIT


INTRODUKSI
 Sakit merupakan kondisi dimana terjadi perubahan - perubahan
struktural dan fungsional dari jaringan tubuh, dari kondisi normal
kondisi abnormal
 Manifestasi penyakit dapat berupa :
- gejala-gejala (symptom)
- tanda-tanda (sign)
- abnormalitas dari hasil tes laboratorium yang diambil dari jaringan
tubuh
 Symptom merupakan gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien
 Sign merupakan tanda-tanda yang terdapat pada pasien (hasil
pemeriksaan yang didapat pada pasien)
Salah satu tujuan epidemiologi adalah membantu pencegahan dan
pengendalian penyakit dengan cara menemukan penyebab (kausa)
 Bila didefinisikan penyebab penyakit adalah berupa :
- Kejadian
- Kondisi
- karakter yang berperan dalam terjadinya penyakit
 Secara logika : sebab mendahului akibat atau kombinasi dari faktor-
faktor tersebut Sebab Akibat

C. PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN DAN ANGKA KEMATIAN


- Ukuran dasar epidemiologi “RATE”
- Penyusunan rate perlu 3 hal:
1. Jumlah orang yang terserang penyakit / meninggal
2. Jumlah penduduk tempat asal penderita
3. Waktu/ periode terserang penyakit
Morbiditas adalah keadaan sakit; terjadinya penyakit atau kondisi yang
mengubah kesehatan dan kualitas hidup. Ada tiga cara pengukuran angka
kesakitan yang digunakan dalam epidemiologi yaitu ; 1. Insidensi, 2.
Prevalensi, 3. Indeks Kesehatan.

1. INSIDENSI
Adalah gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yg
ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu kelompok masyarakat.

Rasio (Ratio)
Nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantitatif yang
pembilangnya tidak merupakan bagian dari penyebut.

Proporsi (Proportion)
Perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya merupakan bagian
dari penyebut.

Angka (Rate)
Proporsi dalam bentuk khusus: Perbandingan pembilang dan penyebut
dinyatakan dalam batas waktu tertentu.

Apabila pembilang terbatas pada umur, sex, atau gol. tertentu maka
penyebut juga harus terbatas pada umur, sex atau gol yang sama.

Bila penyebut terbatas pada mereka yang dapat terserang atau terjangkit
penyakit, penyebut tersebut dinamakan populasi yang mempunyai resiko
(population at risk).

2. Ukuran Kesakitan
- Incidence Rate
- Prevalence Rate
- Point Prevalence Rate
- Period Prevalence Rate
- Attack rate
- Dan lain-lain.

3. Ukuran Kematian
- Crude Death Rate
- Age Specific Death Rate
- Infant Mortality Rate
- Maternal Mortality Rate
- Child Mortality Rate
- Case Fatality Rate
- Disease-specific Death Rate
- Disease-specific Fatality Rate
- Adjusted death rate
- Dan lain-lain.

INCIDENCE RATE
- Jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk selama periode
waktu tertentu.
- Incidence rate = (Jumlah kasus baru sesuatu penyakit ÷ Populasi yang
menjadi resiko) Selama satu periode waktu

Incidence rate:
- Dinyatakan dalam periode waktu tertentu: Bulan, tahun, dll.

Attack rate:
- Adalah Incidence rate pada epidemi
- Attack rate = (Jumlah kasus selama epidemik ÷ Populasi yang menjadi
resiko)
Bila periode waktunya panjang, populasi yang menjadi resiko juga
dapat berubah, maka digunakan penduduk pada pertengahan periode sebagai
populasi yang menjadi resiko
* Incidence rate untuk mengetahui etiologi.
PREVALENCE RATE (POINT PREVALENCE RATE)
- Mengukur jumlah orang dikalangan penduduk yang menderita sesuatu
penyakit pada satu titik waktu tertentu.
- Prevalence rate = (Jumlah kasus-kasus penyakit yang ada ÷ Jumlah
penduduk seluruhnya)pada suatu titik tertentu.

Prevalence rate tergantung pada:


- Jumlah orang yang telah sakit pada waktu yang lalu
- Berapa lama mereka sakit

Meski sedikit yang sakit dalam setahun tetapi bila kronis, jumlahnya akan
meningkat dari tahun ke tahun, maka prevalence rate akan > incidence
rate.

Bila penyakit akut (lama sakit pendek karena sembuh atau mati)
prevalence relatif < incidence.

Kegunaan point prevalence (terutama penyakit kronis): Perencanaan


kebutuhan fasilitas, tenaga, dan pemberantasan penyakit.

Period Prevalence Rate


Point Prevalence Rate = (Jumlah kasus penyakit yang ada selama satu
periode ÷
Penduduk rata-rata dari periode tersebut atau mid periode population)

INDEKS KESEHATAN
- Indeks Fertilitas
1. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate)
2. Angka Fertilitas Menurut Golongan Umur (Age Specific Fertility
Rate)
3. Angka Fertilitas Total (Total Fertility Rate)
- Indeks Mortalitas dan Morbiditas
1. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)
2. Angka Kematian berhubungan dengan sebab tertentu: Angka
Kematian
karena sebab tertentu, Case Fatality Rate, Angka Kematian Ibu
(Maternal
Mortality Rate)
3. Angka kematian berhubungan dengan umur: Angka Kematian menurut
golongan umur, Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita,
Angka Kematian Neonatal, Angka Kematian Perinatal, Proporsi
Kematian Balita
4. Angka Morbiditas
- Derajat Kesehatan:
1. CDR (Crude Death Rate)
2. IMR (Infant Mortality Rate) = AKABA
3. CMR (Child Mortality Rate)
4. MMR (Maternal Mortality Rate)
5. LE (Life Expectancy)

Crude Death Rate (CDR)


(Jumlah kematian dikalangan penduduk di suatu daerah dalam satu tahun
÷ Jumlah penduduk rata-rata (pertengahan tahun) di daerah dan tahun yang
sama) x 1000

Age Specipic Death Rate (ASDR)


Misalnya: Age specific death rate pd gol usia 20-30 tahun
ASDR = (Jumlah kematian antara umur 20-30 tahun di suatu daerah dalam
waktu satu tahun ÷ Jumlah peduduk rata-rata (mid year) pada daerah dan
tahun sama) x 1000.
Case Fality Rate(CFR)
CFR = (Jumlah seluruh kematian karena penyakit tertentu dalam jangka
waktu tertentu ÷ Jumlah seluruh penderita penyakit di daerah dalam
jangka waktu yang sama) x 1000

Disease Specific Death Rate (DSDR)


Misalnya: Penyakit tuberkulosis (TB)

DSDR = Jumlah kematian penyakit TB di satu daerah dalam jangka waktu


tertentu ÷ Jumlah kasus-kasus TB di daerah dalam jangka waktu yang
sama) x 1000

Perinatal Mortality Rate (PNMR)


(Jumlah seluruh kematian bayi usia 1 minggu di suatu daerah dalam satu
tahun ÷ Jumlah seluruh kelahiran hidup) x 100%

Neonatal Mortality Rate (NMR)


(Jumlah seluruh kematian bayi <28 hari di suatu daerah dalam satu tahun ÷
Jumlah seluruh kelahiran hidup) x 100%

Infant Mortality Rate (IMR)


(Jumlah seluruh kematian bayi <1 tahun di suatu daerah dalam satu tahun
÷ Jumlah seluruh kelahiran hidup) x 100%

Child Mortality Rate (CMR)


(Jumlah seluruh kematian anak <5 tahun di suatu daerah dalam satu tahun
÷ Jumlah seluruh anak <5 tahun di suatu daerah yang sama dalam satu
tahun yang sama) x 100%
Maternal Mortality Rate (MMR)
(Jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas di suatu
daerah dalam satu tahun ÷ Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama)
x 100 000
Sumber Kesalahan dalam pengukuran
Dalam pengukuran frekwensi masalah kesehatan dapat terjadi kesalahan –
kesalahan yang berasal dari 2 sumber yaitu :
1. Kesalahan akibat penggunaan data yang tidak sesuai :
Menggunakan sumber data yang tidak representative, hanya data dari
pelayanan kesehatan saja, padahal diketahui bahwa cakupan pelayanan
kesehatan sangat terbatas dan tidak semua masyarakat datang berobat ke
fasilitas pelayanan tersebut. Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang
pengambilan respondennya tidak secara acak.
2. Kesalahan karena adanya factor BIAS :
BIAS adalah perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya.
Sumber BIAS :
a. Dari pengumpulan data menggunakan alat ukur yang berbeda/ tidak
standar menggunakan teknik pengukuran yang berbeda.
b. Dari masyarakat adanya persepsi yang berbedaterhadap penyakit yang
ditanyakan, adanya perbedaan respon terhadap alat test yang digunakan.

D. Riwayat Perjalanan Penyakit


Riwayat perjalanan Alamiah Penyakit (Natural History if Disease)
adalah perkembangan suatu penyakit tanpa adanya campur tangan medis atau
bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural.
Secara rinci, riwayat alamiah suatu penyakit dapat digolongkan dalam 5
tahap :
1. Tahap Pre Patogenesis (Stage of Susceptibility)
Tahap ini sering juga disebut fase rentan. Pada tahap ini telah terjadi
interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit, tetapi interaksi ini terjadi di
luar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia
dan belum masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini belum ditemukan
adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh penjamu masih kuat dan
dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.

2. Tahap Inkubasi (Stage Of Presymtomatic Disease)


Masa inkubasi adalah periode waktu sejak masuknya penyebab awal
pada pejamu hingga timbulnya manifestasi klinis dari suatu penyakit
infeksi. Pada tahap ini bibit penyakit masuk ke tubuh penjamu, tetapi gejala-
gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa
inkubasi yang berbeda. Masa inkubasi adalah tenggang waktu antara
masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab
penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Misalnya seperti kolera 1-2
hari, yang bersifat menahun misalnya kanker paru, AIDS dll. Berikut
informasi tentang masa inkubasi berbagai macam penyakit:
Tabel 2.1
Masa Inkubasi Berbagai Macam Penyakit
N PENYAKI MASA
PENGERTIAN GEJALA KLINIS
O T INKUBASI
1 Shigelosis Penyakit diare yang disebabkan Demam, nyeri 2 hari
Disentri oleh : Shigella, contohnya Sh. kepala, nyeri perut
Basiler Dysenteriae, Sh. Flexneri, Sh. hebat, diare sedikit-
Boydii, Sh. Sonnei sedikit bercampur
lender kemerahan
2 Herpes Herpes simplek adalah penyakit Vesikel berkelompok Masa
Simplek yang mengenai kulit dan yang nyeri dapat inkubasi
mukosa, bersifat kronis dan timbul setelah kontak sekitar 5 hari
residif, disebabkan oleh virus primer dengan virus (berkisar
herpes simplek herpes virus tersebut. Infeksi antara 2-12
homanis. Infeksi herpes dapat primer dapat terjadi hari).
menimbulkan implikasi pada sembarang (Mandal,
(kesimpulan) serius apabila tempat di kulit. 2006)
terjadi pada mata, sekitar serviks,
pada bayi baru lahir, atau pada
individu yang kekebalannya
tertekan. Infeksi herpes pada
mata menyebabkan keratitis
herpatika. (Loetfia, 2007 : 47)
3 Hepatitis Hepatitis virus akut adalah : Umumnya melalui 4 Masa
(Radang penyakit radang hati akut karena tahap: tunas/inkubas
Hati/Liver) infeksi virus hepatotropik Masa tunas/inkubasi i:
Masa Virus Hb A :
prodormal/preikterik 14 – 45 hari
: 3 – 10 hari Virus Hb B :
Masa ikterik : 1 – 2 40 – 180 hari
minggu Virus Hb
Masa penyembuhan : NANB : 15 –
3 – 4 bulan 60 hari
Virus delta :
40 – 180 hari
4 Parotitis/ Penyakit infeksi akut akibat virus Demam Masa
Gondonga mumps. Sering menyerang anak- Pusing inkubasi
n anak, terutama usia 2 tahun ke Mual sekitar 14-24
atas sampai kurang lebih 15 Nyeri otot hari setelah
tahun. Ada beberapa lokasi yang penularan
diserang seperti kelenjar ludah di yang terjadi
bawah lidah, di bawah rahang, lewat droplet.
dan di bawah telinga (parotitis)
5 Hepatitis Penyakit Hepatitis A disebabkan Lesu, lelah, Masa
A oleh virus yang disebarkan oleh kehilangan nafsu inkubasi
kotoran/tinja penderita biasanya makan, mual, berlangsung
melalui makanan (fecal – oral), muntah, sakit kepala 18-50 hari
bukan melalui aktivitas seksual dengan rata-
atau melalui darah. Hepatitis A rata kurang
paling ringan dibanding hepatitis lebih 28 hari.
jenis lain (B dan C). Sementara
hepatitis B dan C disebarkan
melalui media darah dan
aktivitas seksual dan lebih
berbahaya dibanding Hepatitis
A.
6 Kusta/ Penyakit kusta disebut juga lepra Umumnya 3-20 tahun,
Lepra (leprosy) atau Morbus Hansen, ditemukan dalam 2 (Agusni,
dan nama lain di India: Korh, (dua) bentuk Pause 2001).
Vaahi (Kala Vaah), Motala/ basiler (PB) dan
Motali Mata, Pathala dan Bada Multi basiler (MB)
Dukh (Kandouw, 2000). Nama dan menurut WHO
tersebut berbeda karena daerah untuk menentukan
yang berbeda menyebutkan lain, kusta perlu adanya 4
seperti pathala di Sondwa dan (empat) criteria,
Korh dan Kala Vaa di Thandla yaitu :
(Bhopal, 2002). Ditemukannya lesi
kulit yang khas
Adanya gangguan
sensasi kulit
Penebalan saraf tepi
BTA positif dari
sediaan sayatan kulit
Tabel 2.2
Pembagian Masa Inkubasi PMS (Penyakit Menular Seksual)
NO. JENIS PMS PENYEBAB MASA INKUBASI
1 Herpes
Herpes Zoster
Herpes Simplex
Virus Zoster
Terdapat dua tipe herpes
simlex. Herpec simplec
7 sampai 12
tipe satu disebabkan
hari
oleh Virus Herpes
Simplex HSV-1,
sedangkan Herpes
Simplex tipe dua
disebabkan oleh virus
HSV-2.
2 Sifilis Stadium Dini
(primer) 9 – 10 hari
Stadium II
(sekunder) 6 – 8
Infeksi bakteri minggu
Treponema Stadium III (Laten) 3
pallidum – 7 tahun setelah
infeksi
Sifilis Tersier 10 –
20 tahun setelah
infeksi primer
3 Gonore Kuman Neisseria 1 – 14 hari, dengan
gonorrhoeae rata-rata 2 – 5 hari
4 Trikomoniasis Parasit
Trichomonas 3 – 28 hari
Vaginalis
5 Kutil Human Papiloma
Kelamin/Kandiloma Virus (HPV) tipe
Akuminata/Jengger tertentu dengan
1 – 8 bulan (rata-rata
Ayam kelainan berua
2 – 3 bulan)
fibroepitelioma
pada kulit dan
mukosa.
6 Klamidia Bakteri Chlamydia 7 – 12 hari
trachomatis

3. Tahap Penyakit Dini (Stage of Clinical Disease)


Tahap ini mulai dihitung dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada
tahap ini penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa
melakukan aktifitas sehari-hari. Bila penyakit segera diobati, mungkin bisa
sembuh, tetapi jika tidak, bisa bertambah parah. Hal ini tergantung daya
tahan tubuh manusia itu sendiri, seperti gizi, istirahat dan perawatan yang
baik di rumah (self care).
4. Tahap Penyakit Lanjut
Bila penyakit penjamu bertambah parah, karena tidak diobati atau tidak
tertangani serta tidak memperhatikan anjuran-anjuran yang diberikan pada
penyakit dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu terlihat tak
berdaya dan tak sanggup lagi melakukan aktifitas. Tahap ini penjamu
memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif.
5. Tahap Penyakit Akhir
Tahap akhir dibagi menjadi 5 keadaan :
a. Sembuh sempurna (bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali berfungsi
seperti keadaan sebelumnya/bebeas dari penyakit)
b. Sembuh tapi cacat. Penyakit penjamu berakhir/bebas dari penyakit, tapi
kesembuhannya tak sempurna, karena terjadi cacat (fisik, mental maupun
sosial) dan sangat tergantung dari serangan penyakit terhadap organ-
organ tubuh penjamu.
c. Karier. Pada karier perjalanan penyakit seolah terhenti, karena gejala
penyakit tak tampak lagi, tetapi dalam tubuh penjamu masih terdapat
bibit penyakit, yang pada suatu saat bila daya tahan tubuh penjamu
menurun akan dapat kembuh kembali. Keadaan ini tak hanya
membahayakan penjamu sendiri, tapi dapat berbahaya terhadap orang
lain/masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan penyakit
(human reservoir)
d. Kronis. Pada tahap ini perjalanan penyakit tampak terhenti, tapi gejala-
gejala penyakit tidak berubah. Dengan kata lain, tidak bertambah berat
maupun ringan. Keadaan ini penjamu masih tetap berada dalam keadaan
sakit.
e. Meninggal. Apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tak dapat
diobati lagi, sehingga berhentinya perjalanan penyakit karena penjamu
meninggal dunia. Keadaan ini bukanlah keadaan yang diinginkan
(Hestianingsih,dkk, 2008).

E. Definisi Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes
skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi
untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau
keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau
masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang
memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi
dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif (Chandra,
2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk
menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat
untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan
dalam bentuk deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah
diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada
hasil pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis
dilakukan kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut
menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk
menghambat proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit”
untuk menyebut setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk
perkembangannya atau setiap komplikasinya. Pada umumnya, skrining
dilakukan hanya ketika syarat-syarat terpenuhi, yakni penyakit tersebut
merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan, terdapat sebuah uji yang
sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-individu pada
suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi, dan terdapat pengobatan
yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat-akibat penyakit
(Morton, 2008).

1. Tujuan dan Manfaat Skrining


Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):
1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini
mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri
sedini mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan
tentang sifat penyakit dan untuk selalu waspada melakukan
pengamatan terhadap gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan
peneliti.
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang
dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu
melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat
dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit
yang akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap
awal sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika
penyakit tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).

2. Syarat Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan
persyaratan suatu tes penyaringan, antara lain (Noor, 2008):
a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti
dalam masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat
tersebut.
b. Tersediannya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi
tingkat atau kekuatan tes yang dipilih.
c. Tersediannya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif serta tersediannya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui diagnosis klinis.
d. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya
cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
e. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan
standard untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan
skrining berkurang atau malah bertambah frekuensi endemiknya.
f. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan
harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum.
g. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti.
h. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka
yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.
i. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada
titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa
melakukan tes tersebut.
j. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap
penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.
Melihat hal tersebut penyakit HIV/AIDS dan Ca paru serta penyakit yang
tidak diketahui pasti perjalanan penyakitnya tidak dibenarkan untuk dilakukan
skrining namun jika dilihat dari sisi lamanya perkembangan penyakit,
HIV/AIDS merupakan penyakit yang memenuhi persyaratan skrining (Noor,
2008).
3. Proses Pelaksanaan Skrining

Bagan proses pelaksanaan skrining (Noor, 2008).


Pada sekelompok individu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan (tes)
dan hasil tes dapat positif dan negatif. Individu dengan hasil negatif pada
suatu saat dapat dilakukan tes ulang, sedangkan pada individu dengan hasil tes
positif dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik dan bila hasilnya
positif dilakukan pengobatan secara intensif, sedangkan individu dengan hasil
tes negatif dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai penderita semua
penderita terjaring.
Tes skrining pada umumnya dilakukan secara masal pada suatu kelompok
populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Namun demikian bila suatu
penyakit diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggi pada kelompok populasi
tertentu, maka tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya khusus
pada wanita dewasa) maupun secara random yang sarannya ditujukan
terutama kepada mereka dengan risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus
untuk satu jenis penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak
untuk lebih dari satu penyakit (Noor, 2008).
Uji skrining terdiri dari dua tahap, tahap pertama melakukan pemeriksaan
terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi
menderita penyakit dan bila hasil tes negatif maka dianggap orang tersebut
tidak menderita penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan pemeriksaan
tahap kedua yaitu pemeriksaan diagnostik yang bila hasilnya positif maka
dianggap sakit dan mendapatkan pengobatan, tetapi bila hasilnya negatif maka
dianggap tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan. Bagi hasil
pemeriksaan yang negatif dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik. Ini
berarti bahwa proses skrining adalah pemeriksaan pada tahap pertama
(Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa
pemeriksaan laboratorium atau radiologis, misalnya :
a. Pemeriksaan gula darah.
b. Pemeriksaan radiologis untuk uji skrining penyakit TBC.
Pemeriksaan diatas harus dapat dilakukan :
1. Dengan cepat tanpa memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut
(pemeriksaan diagnostik).
2. Tidak mahal.
3. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
4. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa
(Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Contoh pemanfaatan skrining :
 Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
 Pap smear untuk mendeteksi ca cervix
 Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi
 Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
 Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan
 Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner
(Bustan, 2000).
F. Php-M
1. RAHANG ATAS
a. Gigi paling posterior kuadran kanan atas, kaninus kanan atas, premolar
atau molar kuadran kiri atas
2. RAHANG BAWAH
a. Gigi paling posterior kuadran kiri bawah, kaninus kiri bawah, premolar
atau molar kuadran kanan bawah

G G

C C

M O/ I D M O/ I D

Bukal/ labial Palatal/ lingual

jumlah total skor plak seluruh permukaan gigi yang diperiksa


Indeks PHPM =
jumlah permukaan gigi yang diperiksa

M : mesial; D: distal; G: 1/3 tengah gingival; C : 1/3 tengah; O : 1/3 tengah


oklusal; I : 1/3 tengah insisal.
 Apabila ada plak maka nilainya 1, tetapi apabila tidak ada plak maka
nilainya 0.
 Kategori kebersihan rongga mulut:
Sangat baik :0
Baik : 0,1-1,7
Sedang : 1,8-3,4
Buruk : 3,5-5
BAB III
PENUTUP
1. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran penyakit
atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan, serta faktor-faktor yang
dapat memengaruhi keadaan tersebut. Epidemiologi dilakukan pada lingkup
masyarakat tertentu, mulai dari lingkup yang kecil hingga lingkup yang lebih
besar. Misalnya, lingkungan perumahan, sekolah, daerah, negara hingga
dunia. Aplikasi ilmu epidemiologi adalah untuk melakukan investigasi
terhadap suatu kejadian yang berhubungan dengan kesehatan agar bisa
dikontrol. Misalnya saat terjadi wabah. Istilah-Istilah dalam Epidemiologi
Dalam epidemiologi, ada istilah yang disebut epidemik, endemik, pandemik,
dan wabah. Semua ini berhubungan dengan penyakit-penyakit serius. Berikut
penjelasan dari istilah-istilah epidemiologi tersebut:
2. Wabah
3. Epidemi
4. Pandemi
5. Endemi
2. Konsep-Konsep Penyabab Penyakit
Manifestasi penyakit dapat berupa :
- gejala-gejala (symptom)
- tanda-tanda (sign)
- abnormalitas dari hasil tes laboratorium yang diambil dari jaringan tubuh
3. Pengukuran Angka Kesakitan dan Angka Kematian.
Ukuran angka kesakitan
- Incidence Rate
- Prevalence Rate
- Point Prevalence Rate
- Period Prevalence Rate
- Attack rate
- Dan lain-lain.
Ukuran Kematian
- Crude Death Rate
- Age Specific Death Rate
- Infant Mortality Rate
- Maternal Mortality Rate
- Child Mortality Rate
- Case Fatality Rate
- Disease-specific Death Rate
- Disease-specific Fatality Rate
- Adjusted death rate
- Dan lain-lain.
4. Riwayat Perjalanan Penyakit
Riwayat perjalanan Alamiah Penyakit (Natural History if Disease)
adalah perkembangan suatu penyakit tanpa adanya campur tangan medis atau
bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural.
Secara rinci, riwayat alamiah suatu penyakit dapat digolongkan dalam 5
tahap:
1. Tahap Pre Patogenesis (Stage of Susceptibility)
2. Tahap Inkubasi (Stage Of Presymtomatic Disease)
3. Tahap Penyakit Dini (Stage of Clinical Disease)
4. Tahap Penyakit Lanjut
5. Tahap Penyakit Akhir
5. Definisi Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes
skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi
untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau
keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau
masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang
memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi
dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif (Chandra,
2009).

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto dan Anggraeni, 2003.Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.
Bustan. 2000. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Eaker, E. D., Jaros L, Viekant R. A., Lantz P., Remington P. L., 2001. “A
Controlled Community Intervention to Increase Breast and Cervical Cancer
Screening: Women’s Health Alliance Intervention Study.” Journal Public
Health Management Practice.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab1-
definisi_epidemiologi.pdf. Diakses tanggal 7Juni 2015.
Irdan, S.Pd, M.Kes. Materi Perkuliahan Epidemiologi

Morton, Richard, Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2008. Panduan Studi
Epidemiologi dan Biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Murti, Bisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi kedua) Jilid
Pertama. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sutrisna Bambang, Epidemiologi, Dian Rakyat, Jakarta 2010

www.epidemiologisuatupengantar.
Yang dan Embretson. 2007. Construct Validity and Cognitive Diagnostic
Assessment: Theory and Applications. New York: Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai