Anda di halaman 1dari 26

Makalah Promosi Kesehatan

(Dosen: Rabia Zakaria, SKM, ST.Keb. M.Kes)

EVALUASI PELAKSANAAN PROMOSI KESEHATAN

DISUSUN OLEH

CHAIRUNNISA ABUBAKAR
MERSIANA KADJI
NUR AFIFAH SALEH
EKA NUR MEILAN P. BUSA

KELOMPOK 11

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO


JURUSAN KEBIDANAN PRODI D.IV
KELAS 2B
T.P 2017/2018
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evaluasi Pelaksanaan Aktivitas Promosi Kesehatan

A. Evaluasi Secara Umum

Secara harfiah evaluasi berasal dari kata to evaluate, yang diberi awalan
(oprefix) e- dan akhiran (suffix) –tion. Evaluasi berarti menilai atau member nilai.
Memang dalam evaluasi terlibat kegiatan memberi penilaian (judgement).

Evaluasi adalah bagian dari integral (terpadu) dari progress manajemen,


termasuk manajemen promosi kesehatan. Mengapa orang melakukan evaluasi, tidak
lain karena orang ingin mengetahui apa yang telah dilakukan telah berjalan sesuai
dengan rencana, apakah semua masukan yang diperkirakan sesuai dengan
kebutuhan dan apakah kegiatan yang dilakukan member hasil dan dampak yang
seperti yang diharapkan.

Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan menghadapi


tantangan/memecahkan masalah dengan sumber daya yang atau dapat dimiliki.
Manajemen adalah ilmu dan seni. Sebagai ilmu ia bersifat objektif, dapat
diaplikasikan secara universal, mengungkapkan fakta dengan dasar kejujuran dan
kebenaran. Sebagai seni, kendatipun manajemen itu memiliki atau menggunakan
cara dan proses baku yang sama, namun dalam penerapannya mengalami adaptasi
menurut siapa yang memakai, di mana, kapan, untuk di pakai.

Sebagai suatu sebagai suatu proses manajemen digambarkan sebagai suatu


siklus yang meliputi perencanaan (p), Implementasi (I), Evaluasi (E),. Sebuah
perencanaan di ikuti implemntasi dan akan dievaluasi, dan seterusnya mulai dengan
perencenaan baru lagi.
Namun disamping manajemen merupakan suatu siklus, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi sendiri pula merupakan suatu siklus pula. Siklus
perencenaan, dimulai dengan analisis situasi, penetuan masalah, pemilihan solusi
dan komunikasi rencana, untuk selanjutnya mulai dengan perencanaan baru dan
yang lama diimplementasikan

Analisis Situasi Penetuan Masalah

Komunikasi Rencana Menyusun Rencana Pemilihan Solusi

Gambar 2

Daur Evaluasi

Dengan demikian juga dengan implementasi dan evaluasi. Berikut digambarkan


secara sederhana daur evaluasi.

Menentukan apa Menentukan apa Merancang desain


yang akan di yang akan di (metode)
evaluasi evaluasi

Melakukan
Membuat pengamatan, Menyusun rencana
kesimpulan dan pengukuran, dan dengan instrumen
pelaporan analisis
Dari gambar daur evaluasi diatas tampak bahwa evaluasi secara umum meliputi
langkah-langkah berikut.

1) Menentukan apa yang akan di evaluasi. Ini karena apa saja dapat dievaluasi.
Apakah itu rencananya, sumber daya, proses pelaksanaan. Keluaran, efek atau
bahkan dampak suatu kegiatan, serta pengaruh terhadap lingkungan yang luas.
2) Mengembangkan kerangka dan batasan. Di tahap ini dilakukan asumsi-asumsi
mengenai hasil evaluasi serta pembatasan ruang lingkup evaluasi serta
pembatasan ruang lingkup evaluasi serta batasan-batasan yang dipakai agar
objektif dan focus.
3) Merangcang desain (metode). Karena biasanya evaluasi terfokus pada sutu atau
beberapa aspek, maka dilakukan perancangan desain, yang sebenarnya
mengikuti rancangan desain riset walaupun tidak harus kaku seperti ruset
umumnya dalam penerapannya. Rancangan riset ini sangat bervariasi mulai yang
amat sederhana sampai dengan yang sangat rumit bergantung pada tujuan dan
kepentingan evaluasi itu sendiri.
4) Menyusun instrument dan rencana pelaksanaan. selanjutnya ialah
mengembangkan instrument pengamatan atau pengukuran serta rencana
analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi
5) Melakukan pengamatan, pengukuran dan analisis. Selanjutnya ialah melakukan
pengumpulan data hasil pengamatan, melakukan pengukuran serta mengolah
informasi dan mengkajinya seseuai tujuan evaluasi.
6) Membuat kesimpulan dan pelaporan. Informasi yang dihasilkan dari proses
evaluasi ini disajikan dalam bentuk laporan sesuai dengan kebutuhan atau
permintaan. Lain pihak menginginkan bentuk

B. Evaluasi Promosi Kesehatan


Pada prinsipnya, evaluasi promosi kesehatan sama dengan evaluasi
kesehatan lainnya, karakterisiknya ialah dalam indicator yang di samping memakai
indicator epidemiologic sebagai indicator dampak seperti upaya kesehatan lainnya, ,
dalam mengukur efek, lebih menggunakan indicator perilaku. Indicator perilaku
tidak ada yg bersifat baku, semua bergantung pada apa ,kapan,dimana, dan dalam
konteks apa digunakan. Oleh karena itu indicator perilaku sering digambarkan
sebagai sebuah buku, dimana lembarannya merupakan dimensi perilaku, sedangkan
jumlah baris tulisan bisa dianggap sebagai tingkatan atau derajat perilakunya

Indicator promosi kesehatan, dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. Baik


yang kualititatif maupun yang kuantitatif dapat pula bersifat statis maupun dinamis.
Sebagai contoh ialah pada tergambar dibawah ini (gambar 6)

Katakanlah A adalah pengetahuan (dimensi), sedangkan B sikap dan C


Kebiasaan. Maka tulisan A menggambarkan berapa besar pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang atau kelompok atau masyarakat.

Indicator, berasal kata to indicate yang mempunyai arti


(menunujuk/menunjukan). Yang di tunjukan dapat berupa keaddan, perubahaan
atau kegiatan yang menyebabkan perubahaan, atau mengakibatkan terjadi suatu
keadaan. Indicator ini meruakan bahasa/media komunikasi universal untuk
menciptakan persamaan persepsi tentang suatu hal. Oleh Karena itu, indicator
menggunakan standar-standar yang sesuai universal.

Indicator kesehatan

Indicator kesehatan ( secara system ) mencakup input, proses, keluaran,


efek dan dampak, pada tahap perencanaan, implementasi maupun evaluasi suatu
upaya kesehatan. Indicator kesehatan dapat menjadi:
a. Penunjuk masalah kesehatan, misalnya
 Status kesakitan dan kematian
 Status gizi
 Status kesehatan lingkungan
 Status perilaku dan budaya kesehatan
b. Penunjuk keadaan sumber daya kesehatan
 Tenaga kesehatan
 Fasilitas kesehatan
 Pendanaan kesehatan
c. Penunjuk kesehatan lingkungan
 Ketersediaan air sehat
 Ketersediaan oerumahan yang layak
 Dan lain-lain
d. Keadaan kebijakan kesehatan
 UU dan peraturan
 Politik kesehatan
 Dan lain-lain

Untuk mengetahui indicator-indikator yang mencerminakan masalah


kesehatan ini, dilakukan apa yang di sebut diagnosis (asesmen) perilaku. Untuk
mencapai diagnosis perilaku, dilakukan lebih dahulu diagnosis epidemiologis,
sebenarnya adalah upaya mengindentifikasi masalah kesehatan yang ada. Setelah
masalah kesehatan teridentifikasi dilakukan diagnosis (asesmen) perilaku untuk
melihat (peran) factor perilaku sebagai penyebab atau sebagian factor risiko.
Keberhasilan mengindentifikasi factor ini merupakan langkah untuk memnentukan
program promosi kesehatan dapat saja berdiri sendiri , misalnya dalam upaya
menciptakan (menginovasi) suatu perilaku sehat baru atau gaya hidup sehat yang
belum di kenal.

Setelah berhasil mengindentifikasi masalah perilaku yang akan


ditangani,maka masih diperlukan lagi suatu asesmen (diagnosis) ulang yaitu
diagnosis administrasi, yang berkaitan akan kelaiklaksanaan (feasibilitas) upaya
perilaku sebagai konfirmasi dan sebagai jaminan akan pelaksanaan. dan
keberlangsungan upaya. Dalam kegiatan ini dilakukan telaah dan kebijakan dan
peraturan (perundang-undang dan lain-lain) yang mendukung.

Jadi perbedaaan ketiga diagnosis (asesmen) tersebut adalah seperti diuraikan


di gambar 8, sedangkan cara melakukan pengamatan dan pengukuran dapat dilihat
pada gambar 9.

Setelah mengetahui indicator yang tepat maka selanjutnya ialah mencari


parameter(tolok ukur). Tolok ukur ini berupa satuan pengukuran yang berbeda
untuk setiap indicator. Misalnya untuk angka kematian bayi (AKB) dipakai adalah
jumlah bayiyang mati ketika lahir disuatu saat dibagi dengan 1000 kelahiran bayi
saat itu. Ini contoh parameter indicator kematian yang bersifat kuantitatif.
Sedangkan untuk indicator perilaku kesehatan yang dipakai. Untuk promosi
kesehatan, umumnya bersifat kuanlitatif walaupun bisa kuantitatifkan.

Misalnya di desa X, sedikit sekali ibu-ibu yang pernah melahirkan sebelumnya


melakukan pemeriksaan antenatal ke fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan
terlatih ketika hamil. Kalau di kuantifikasikan menjadin hanya 10% dari semua ibu
yang pernah melahirkan melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali
pukesmas atau dengan bidan. Dalam skala mayrakat atau organisasi bisa pula
seperti ini.
Di desa x selama tahun lalu kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan
secara sukarela dan bekerja sama telah meningkat 3 kali di banding tahun
sebelumnya yang hanya 3 kali setahun. Contoh lain ialah kegiatan pengajian di desa
X, telah rutin diisi dengan ceramah dan diskusi tentang KB, Gizi dan penyakit
menular.

Diagnosis Epidemiologi Diagnosis perilaku Diagnosis Administrasi


Suatu kegiatan untuk Suatu kegiatan untuk Cara dengan mengolah
mengidentifikasi masalah mengidentifikasi perilaku data sekunder yang
status kesehatan yang mempengaruhi berasal dari aspek legal,
masyarakat. masalah atau status kebijakan, alokasi sumber
Merupakan suatu proses kesehatan masyarakat. daya dan potensi
dengan melakukan Merupakan proses dukungan infrastruktur
pengamatan dan atau dengan melakukan pemerintahan maupun
pengukuran ukuran pengamatan dan atau masyarakat, atau dengan
epidemiologic. pengukuran perilaku. melakukan penelitian
Caranya dengn mengolah Karena data sekunder khusus.
data sekunder yang yang jarang tersedia, Suatu kegiatan untuk
berasal dari laporan atau selalu di perlakukan data mengidentifikasi factor
surveillance atau dari penlitian (asesmen) pemungkin upaya
penelitian khusus. khusus. penanggulangan masalah
kesehatan yang
dipengaruhi dan atau
mempunyai aspek
perilakunya. Juga
merupakan proses
dengan melakukan
pengamatan dan atau
pengukuran.

Gambar 7

Perbedaan Diagnosis Epidemiologik,Perilaku, dan


Administratif dalam promosi kesehatan

Kegiatan Cara Ukuran Indikator Parameter


D/Epidemiologi Pengamatan, Ratio, Proporsi Angka Nilai ideal,
Surveillance, kematian, optimal
Penelitian kesakitan
D/Perilaku Pengamatan, Ordinasi, Tingkat Ideal,
Studi khusus Proporsi perilaku optimal
(penelitian)
D/Administratif Pengamatan, Kategorikal, Eksistensi, Factual,
Studi data perkembangan perubahan prospek
sekunder

Gambar 8

Kegiatan, Cara, dan Ukuran


Masalah kesehatan dan perilaku kesehatan

Contoh diagnosis dalam promosis kesehatan

Sebagai contoh adalah suatu kejadian keracunan makanan disebuah pabrik. Dari
berita di suatu surat kabar di ringkaskan sebagai berikut.

Setelah dilakukan pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa 50% pekerja


perusahaan yang bekerja di giliran malam hari (di suatu hari tertentu),
mengalami/penderita muntah-muntah dan setelah diperiksa ternyata makanannya
terkontaminasi insektida.

Dari penelitian diketahui dan dibuktikan bahwa penyebab ialah makanan


petugas giliran malam yang terkontaminasi insektisida pada waktu
penyediaan/penyajian (piring dicuci dengan air yang terkontaminasi insektida).

Juga dari penyeldikan diketahui tidak adanya kebijakan dan program hygiene
perusahaan menyangkut makanan/gizi karyawan oleh perusahaan. Karyawan makan
atau insiatif karyawan secara gotong royong.

Kasus ini diringkaskan sebagai berikut.

Kegiatan Masalah Indikator Parameter


D/Epidomiologi Keracunan Keracunan 50% pekerja
Insektisida (Seluruh populasi
pekerja giliran
malam)
D/Perilaku Praktik Pengtehuan dan Seluruh petugas
penyedian praktik food penyedia/penyaji
makanan hygiene kurang makanan tidak
paham bahaya
insektisida dan
berlaku ceroboh
D/Administratif Perhatian Ekstensi/Kebijakan Tidak ada
perusahaan dan program dukungan
administratif dari
pimpinan maupun
dari perusahaan
Bila dibandingkan indicator-indikator promosi kesehatan dari satu dengan
lain lokasi maka akan selalu berbeda. Ini karena perilaku memang sangat
dipengaruhi nilai-nilai internal dan lingkungan, baik fisik maupun budaya. Demikian
juga dengan tingkat peradaban. Bila di negara-negara berkembang yang dirundung
kemiskinan, indicator masih mencerminkan hal yang sangat mendasar seperti
pengatuhan dan kebiasaan yang buruk dalam kesehatan, terutama dalam
menghadapi masalah kesehatan dan atau penyakit yang dapat dicegah. Di negara
maju dan kaya, mereka sudah pada tahap mengatur gaya hidup agar berumur
Panjang, tetapi tidak sakit-sakitan.

Berikut menggambarkan beberapa perbedaan inikator yang dipakai dikaitkan


dengan masalah kesehatan yang dihadapi.

N Indikator Negara Berkembang Negara Maju


o
1 Status Kesakitan Pengetahuan tentang Kepatuhan untuk tidak
Kematian diare masih rendah merokok pada
penderita penyakit
jantung korone rendah
2 Status Kesehatan Masih ada 10% penduduk Perokok perempuan di
Lingkungan yang biasa minum air negara X meningkat
yang tidak dimasak. 10% selama 5 tahun
Peran serta masyarakat terakhir.
dalam penanggulangan Penduduk yang memilih
sampah hamper tidak naik sepeda meningkat
ada. 20% dalam 5 tahun
90% penduduk kampung terakhir.
kumuh X membuang Konsumsi air rumah
sampah di sungai tangga kota X menurun
30% disbanding tahun
lalu
3 Status Keadaan Utilisasi fasilitas Pola perilaku yang
Sumber daya kesehatan tersebut menyebabkan
menurun 2% pertahun kunjungan ke fasilitas
setelah penyuluhan gaya kesehatan berubah dari
hidup sehat berobat ke
pemeliharaan kesehatan
4 Status Kebijakan Hanya 10% masyarakat 100% pekerja sudah
kesehatan pekerja yang mengetahui menjadi peserta
mengenai undang-undang Jamsotek sukarela
Jamsotek
5 Dan lain-lain Dan lalin-lain Dan lain-lain

Jadi jelas dari contoh di atas, tampak bahwa indicator perilaku yang
digunakan untuk promosi kesehatan sangat dipengaruhi oleh situasi dan
perkembangan sasaran dan kegiatan sendiri. Oleh karena itu, evaluator harus selalu
melakukan asesmen dan mengembangkan sendiri (bersama sasaran) indicator yang
dipakai setelah menetapkan bersama apa yang akan dievaluasi. Bahkan sebelum
melakukan diagnosis epidemiologis seorang evaluator perlu melakukan apa yang
disebut sebagai diagnosis social, yaitu suatu diagnosis untuk mengenali masyarakat
yang mengalami masalah kesehatan tersebut.

2.2 Pentingnya Evaluasi Pelaksanaan Aktivitas Kesehatan

Dalam promosi kesehatan, evaluasi juga diselenggrakan dalam praktik dan


dirujukan untuk merefleksikan atau membentuk praktik promosi kesehatan secara
eksplosit. Tones dan tilford (1994, hlm. 49) menyatakan bahwa: Evaluasi berfokus
pada pengkajian suatu atktivitas terhadap nilai dan tujuan dalam beberapa cara
yang hasilnya dapat berkontribusi dalam pembuatan keputusan dana tau kebijakan
di masa datang.

Evaluasi dipandu oleh dua buah prinsip penting: identifikasi dan membuat
peringkat kriteria (nilai dan tujaun), dan mengumpulkan data serta informasi yang
membuat evaluasi dapat mengukur sampai tingkat mana kriteria tersebut akan atau
telah dicapai.

Dalam menilai aktivitas promosi kesehatan terdapat beberapa kriteria yang


harus dipenuhi untuk menandakan bahwa aktifitas tersebut layak dilakukan.

a. EFEKTIVITAS
Efektif terkait dengan apakah aktivitas promosi kesehatan sukses,
apakah aktivitas tersebut telah diselesaikan, dan sampai sejauh mana tujuan
umum dan tujuan khusus telah dicapai. Kita harus memahami bahwa,
meskipun pada praktiknya penggunaan istilah “tujuan umum” dan “tujuan
khusus” sering kali disalahartikan, kedua istilah tersebut sangat berbeda.
Tujuan umum cenderung lebih bersifat umum dan terbagi dalam beberapa
tujuan khusus. Sedangkan tujuan khusus merpuakan bagian dari tujuan
umum dan merupakan landasan proyek yang terencana. Tujuan umum dan
khusus sangat penting dalam proses evaluasi. Identifikasi tujuan umum dan
khusus yang lemah di dalam proyek akan membuat evaluasi menjadi
mustahil untuk dilakukan (Katz dan Pervedy 2001, Rootman et al. 2001)
b. KETEPATAN
Ketepatan menilai hubungan antara intervensi dan kebutuha.
Persepsi kebutuhan berbeda bergantung pada siapa yang mendefinsikannya :
individu/kelompok yang menuntut pelaksanaan suatu proyek promos
kesehatan atau professional kesehatan yang mengembangkan proyek
tersebut (Bradshaw 1972, Ewles dab Simnett 2003).
c. AKSEPTASBILITAS
Akseptabilitas menilai apakah proyek dilakukan dengan cara yang
dapat diterima. Hal ini kadang kala diabaikan, padahal proyek promosi
kesehatan meliki nilai etis dan moral yang mempengaruhi penerapannya di
komunitas yang menjadi tujuan atau saat proyek diterapkan di komunitas
lainnya, misalnya proyek pertama edukasi kesehatan di UK yang signifikan
tentang informasi seputar HIV dan AIDS pada tahun 1980an yang
menjelaskan perkembangan HIV di Afrika dan negara berkembang lainnya.
Hal ini mendorong munculnya stereotype terhadap salah satu ras
menyebabkan tekanan yang besar banyak komunitas kulit hitam atau
kelompok minoritas lainnya (Katz dan Perberdey 2001).
d. Efisiensi
Efisienesi menilai apakah waktu, danam dan sumber daya yang ada
digunalan dengan baik dan mendatangkan manfaat dalm proyek. Dalam
beberapa terakhir, rasio biaya terhadap keuntungan telah meingkat secara
signifikan. Penilaian mengenai efisiensi aktivitas promosi kesehatan
menuntut digunakannya analisis efektivitas biaya (perbandingan biaya
finansial terhadao berbagai proyek yang serupa) dan analisis biaya-
manfaat(perbandingan biaya proyek dengan manfaat finansial ketika tujuan
telah dicapai) (Tones dan tilford 1994, Katz dan Perberdy 2001)
e. Keterjangkauan
Keterjangkauan menilai sejauh mana proyek dapat diakses. Penilaian
ini akhirnya akan mengarah pada identifikasi jumlah pencapaian oleh proyek.
Keterjangakauan mengevaluasi komposisi sosial yang teklah dicapai oleh
proyek. Beberapa pakar menyatakan bahwa sebaiknya promosi kesehatan
harus dititikberatkan pada keterjangkauan bukan pemerataan, dengan tidak
selalu bertujuan untuk menciptakan akses yang terjangkau tetapi juga
ditujukan untuk kelompok yang secara sosial berada di luar kelompok target
(Catford 1993, Katz dan Perberdy 2001, Rootman et al. 2001)

Agar evaluasi berhasil dilaksanakan, proses tersebut harus dilakukan dalam


proyek promosi kesehatan dari tahap perencanaan dan berlanjut serta dilakukan
setiap waktu sepanjang pelaksanaan proyek. Kesulitan mulai menghadang ketika
proses evaluasi menjadi lebih formal dan berpotensi untuk “disebarluaskan”,
Sehingga adanya inspeksi dan kritik dari pihak lain (Katz dan Perberdy 2001, Ewles
dan Simnett 2003). Kesulitan berikutnya muncul ketika faktanya promosi kesehatan
dapat memliki hubungan yang ambigu karena tidak ada jaminan bahwa pengaruh
ternetu tidak selalu menyertai beberapa inpit (Naidoo dan Wilss 2000)

Jadi, mengapa kita harus menlakukan evaluasi? Evaluasi memberi sejumlah


umpan-balik terbaik yang daoat mengembangkan proyek promosi kesehatan
selanjutnya. Jika respons pengguna pelayanan kesehatan merupakan hal yang
penting dalm mencapai tujuan, opini dan pendapat mereka dapat membantu pihak
yang mempromosikan kesehatan, dalam hal ini adalah bidan untuk mengembangkan
tugas dan promosi kesehatan. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat perdebatan
yang sengit mengenai alasan pengembangan budaya evaluasi dalam promosi
kesehatan. Beberapa pakar berargumen bahwa pengembangan budaya evaluasi
memiliki fungsi politis dan ideologis untuk melegitimisasi tindakan
pemerintah(Naidoo dan Wilss 2000, Katz dan Perberdy 2001). Tanpa
mempermasalahkan perdebatan yang terjadi, banyak sekali alasan mengapa
evaluasi dituntut untuk dilakukan dan dibutuhkan dalam promosi kesehatan, karena
alasan yang memungkinkan untuk dilaksanakannya evaluasi. Penting untuk
diperhatikan masih banyak terbuka peluang untuk menambahkan beberpa alasan
lagi didalamnya.
2.3 Pihak yang menerima dan menjalankan Evaluasi Pelaksanaan Aktivitas Promosi
Kesehatan

Evaluasi diselenggarakan karena banyak alasan, seperti yang telah dibahas


sebelumnya dan dapat dilihat kelompok dan individu mana saja yang membutuhkan
dan diuntungkan dengan adanya evaluasi. Idealnya, cara terbaik melaksanakan
evaluasi adalah dengan melibatkan berbagai kelompok yang berkepntingan di dalam
proyek untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sponsor suatu proyek menginginkan
adanya evaluasi untuk mengetahui seberapa efisien proyek tersebut dan apakah
proyek tersebut efektif dari segi biaya. Hal ini memungkinkan mereka untuk melihat
apakah dana dari mereka telah digunakan dengan baik selama pelaksnaan proyek
dan menilai apakah proyek tersebut membutuhkan pendanaan yang berkelanjutan
untuk jangka panjang atau dapat dilakukan dengan pengurangan pendanaan. Pihak
yang mempromosikan kesehatan menginginkan diadakannya evaluasi untuk melihat
apakah tujuan mereka telah tercapai dan proyek diselenggarakan dengan cara yang
dapat diterima oleh klien atau komunitas yang menjadi sasaran. Mereka juga
menggunakan evaluasi untuk “menekan”agar proyek dapat dilaksanakan juga dalam
kelompok komunitas lainnya dalam area sasaran mereka. Manajer promosi
kesehatan dapat memanfaatkan evaluasi sebagai cara untuk menilai kinerja dan
produktivitas. Pengguna(user) juga dapat menggunakan evaluasi sebagai cara untuk
mengartikan smapi sejauh mana aspek terkaiy kesehatan berpengaruh dalam
kehidupan mereka. Terakhir, pemerintah (termausk pemerintah daerah) dapat
menggunakan evaluasi untuk membuktikan efektivitas kebijakan dan strategi
mereka dalam kesehatn (Naidoo dan Wills 2000, Katz dan Perberdy 2001).

Setelah mengetahui siapa saja yang memerlukan evaluasi, kita harus


mengetahui dengan pasti pihak yang seharusnya mengevaluasi proyek karena untuk
mengetahui pihak yang seharusnya mengevaluasi proyek karena untuk mengetahui
pihak yang seharusnya bertanggung jawab terhadap evaluasi merupakan hal
penting. Sebagian besar evaluasi dilakukan secara internal dan cara ini dapat
diterima dalam dunia promosi kesehatan. Evaluasi internal memungkinkan
keberlangsungan proses evaluasi secara berkelanjutan sehingga evaluasi dapat terus
dilakukan. Cara seperti ini tidak terlihat sebagai ancaman sehingga semua pihak
yang berkepentingan dapat lebih mempercayai pelaksanaan proyek. Akan tetapi,
evaluasi internal memiliki kelemahan. Sejumlah bukti mengindikasikan bahwa
evaluasi internal tidak selalu merupakan evaluasi yang sebenarnya kaerna adanya
permasalahan, seperti kurangnya waktu dan pengalaman untuk evaluasi, cenderung
diketahui oleh “publik”, misalnya diinspeksi oleh orang banyak (Nurbeam 1998,
Rootman et al. 2001). Hal ini berarti bahwa proyek yang buruk sering tidak
dievaluasi sebagaimana semesetinya sehingga menyebabkan hilangnya nilai
pengalaman yang dapat dijadikan pembelajaran. Hampir serupa dengan hal
tersebut, proyek yang bagus tidak akan diketahui oleh kalangan yang lebih luas dan
pengetahuan serta dasar praktik menjadi tidak berkembang (Nutbeam 1998,
Rootman et al. 2001). Sedangkan evaluasi eksternak terlihat lebih menguntungkan
karena cenderung melibatkan berbagai pihak yang memiliki banyak pengalaman di
dalam evaluasi. Hal ini juga berarti banyak pihak yang berkepentingan memberikan
masukan dari berbagai sudut pandang. Akan tetapi, dengan demikian akan
menimbulkan isu yang menganggap evaluator sebagai pihak luar dan pemilik
kepentingan ditempatkan sebagai “pihak utama”, dan evaluasi eksternal juga
menghabiskan banyak biaya (Rootman et al 2001, Valente 2002). Apapun jenis
evalusinya, baik internal maupun eksternal semua metode evaluasi harus
dipertimbangkan dalam promosi kesehatan guna memberi pengalaman pembelajran
mengenai apa yang baik dan tidak baik dalam promosi kesehatan (McQueen 2001,
Potvin et l. 2005).
2.4 Cara terbaik untuk Mengevaluasi Keberhasilan Pelaksanaan Aktivitas Promosi
Kesehatan

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, evaluasi promosi kesehatan


membantu dalam membangun pondasi penelitian Dn investigasi yang
memungkinkan promosi kesehatan memperlihatkan keberhasilan dalam mencapai
tujuan umum dan tujuan khusus. Evaluasi juga menjadikan praktik promosi
kesehatan yang efektif teridentifikasi dan digunakan oleh pihak lain, serta membuat
praktik kesehatan semakin berkembang dan maju pesat. Praktik berbasis fakta, yang
didefinikasikan sebagai “memanfaatkan fakta terkini secara teliti, ekspilit, dan
biajksana dalam membuat keputusan mengenai pelayanan terhadap pasien sebagai
individu” (Sackett et al. 1996, hlm 42), telah diterapkan dalam berbagai bidang
seperti kebidanan, keperawatan dan kedokteran, yang menggunakan uji terkontrol
acak untuk mengidentifikasi terapi dan pelayanan mana yang paling efektif untuk
sebagian besar orang. Akan tetapi, uji terkontrol acak bukan alat yang benar-benar
sesuai untuk promosi kesehatan. Uji terkontrol acak menjadi problematic karena
sejmulah alasan, yaitu :

 Adalah tidak mungkin untuk memisahkan efek proyek promosi kesehatan


karena banyaknya faktor yang terlibat.
 Keberhasilan proyek sebagian dikarenakan persebaran efek proyek di luar
kelopmpok sasaran
 Panjang durasi waktu yang berbagai proyek perlukan.
 Banyaknya pemegang saham (stakeholder), yang memiliki tujuan umurm,
tujuan khusus, dan sudut pandang masing-masing.
 Kesadaran pihak yang mempromosikan kesehatan terkait konteks sosial dan
budaya yang akan mereka temui saat bekerja.
Oleh sebab itu, evaluasi promosi kesehatan lebih cocok menggunakan
pendekatan ilmu social. Hal ini menyebabkan penggunaan metodologi yang berbeda
menjadi lebih luas lagi, selain pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Banyak
pemegang saham dan sudut pandang mereka masing-masing juga harus
dipertimbangkan, membuat evaluasi yang bersifat pluralistik(Means dan Smith 1988,
Naidoo dan Wilss 2000). Pelaksanaan evaluasi yang pluralistik akan mengundang
kritikan tentang tidak adanya metodologi yang cukup kuat dan pendekatan
pluralistic sangat kompleks dan tidak jelas(Hepworth 1997, Rootman et al. 2001)
Kesulitan dalam mengevaluasi promosi kesehatan mendorong Nutbeam dan
koleganya membuat model 6 tahap yang menampilkan hierarki evaluasi yang dapat
mengidentifikasi cara terbaik untuk mengevalyasu tingkat keberhasilan promosi
kesehatan (Nutbeam et al. 1990, Nutbaem 1996, 1998). Enam Tahapan tersebut
anatara lain :

1. Definisi Masalah
Definisi masalah diperoleh berdasarkan data yang digunakan untuk
mengidentifikasikan isu yang akan ditangani delam proyek promosi
kesehatan. Informasi ini bersandar pada pendekatan epidemiologis dan
kebutugab untuk mendefinisikan masalah, factor yang berpengaruh
pada masalah dan cakupan perubahan.

2. Mencari Solusi
Pencarian solusi dengan menggali penelitian social dan perilaku untuk
mentransfer pengetahuan pada populasi sasaan dan cakupan
karakteristik personal, social, lingkungan, dan organisasi yang
dibutuhkan agar dapat diaptasi guna membentuk landasan proyek
(promosi kesehatan). Solusi juga membantu menjelaskan dan vensi.
Tahap 1 dan 2 akan membantu keberhasilan dan keberlangsungan
perkembangan proyek.
3. Menguji evaluasi
Tahap ini merupakan saat proses, efek, dan hasil proyek dinilai.

Evaluasi Proses
Evaluasi proses berfokus pada penilaian implementasi dan pengelolaan
kegiatan. Evaluasi ini kadang disebut evaluasi formatif atau iluminatif,
yang juga berfokus juga pada ketajaman dan respons partisipan
terhadap proyek promosi kesehatan (Katz dan Perberdy 2001). Selain
itu, evaluasi ini berupaya untuk mengidentifkasi factor yang
membahayakan proyek, dan pihak-pihak pendukungnya. Evaluasi
proses adalah mekanisme yang berguna untuk mengukur
akesptabilitas, keterjangkauan dan pemerataan proyek promosi
kesehatan. Wawancara, catatan harian, dan observasi merupakan
beberapa metode kualitatif “lemah” yang digunakan dalam evaluasi
proses untuk memperoleh detail proyek.akan tetapi, penggunaan
metode evaluasi kualitatif jarang diterapkan kaerna tidak adanya
kredibilitas “ilmiah”, seperti yang dimili oleh metode evaluasi kualitatif
“kuat”, dan sering kali dinilai tidak representative (Naidoo dan Wills
2000, Rootman et al, 2001).

Evaluasi efek
Evaluasi promosi kesehatan biasanya sangat memerhatikan efek suatu
proyek. Cara termudah yang paling dikenal untuk melakukan hal
tersebut adalah dengan menilai efek langsung kegiatan dilaksanakan
terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku, serta perubahan kesehatan
sementara penerima (Naisoo dan Wills 2000). Bidan mengumpulkan
data ini pada saat menyelesaikan kegiatan atau segera setelahnya.
Data yang dikumpulan biasanya bersfiat kuantitatif, dilengkapi dengan
kolom kritik.

Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dapat terlihat sebagai ujian di dalam kehidupan nyata
mengenai pencapaian tujuan umum dan khusus yang ditetapkan saat
awal proyek. Evaluasi ini lebih sulit dan lebih kompleks karena
mengevaluasi ini lebih sulit dan lebih kompleks karena mengebaluasi
efek jangka panjang suatu proyek promosi kesehatan. Hal ini bidan
harus menghubungi kembali klien mereka 1 tahun setelah proyek
selesai. Akan tetapi, meskipun terdapat berbagai macam isu, evaluasi
hasil tetap menjadi pilihan. Evaluasi ini juga berupaya untuk
mengevaluasi perubahan yang mendukung pengujian selanjutnya.
Evaluasi hasil sering menggunakan data dan kelompok kontrol dalam
bentuk numerik, yang meningkatkan kredibilitasnya karena terlihat
lebih akurat dan lebih menyerupai pendekatan kuantitatif (Naidoo dan
Wilss 2000, Rootman et al. 2001)

4. Pengembangan Intervensi
Tahap in sedikit mengubah sedikit penekanan dari penilaian proses,
dampak, dan hasil serta hasil, serta memperlihatkan lebih dekat lagi
kondisi keberhasilan atau tidak atau tidak keberhasilan suatu proyek.
Tahap pengembangan interval akan menilai pencapaian proyek pada
situasi yang ideal dan mempertimbangan apakah hasil yang dicapai
dalam proyek dapat dicapai dalam lingkungan yang lebih “nyata”.
Interview relevan dengan komunitas yang menjadi sasaran proyek dan
pihak yang mempromosikan kesehatan karena tahap ini menilai
kemampuan proyek untuk dapat dicapai dalam kehiduapan sehari-hari.
Selain itu, tahap ini juga memperhitungkan elemen yang tidak terduga
dalam praktik promosi kesehatan dan mengidentifikasikan kebutuhab
dsar proyek agar dapat mencapai keberhasilan.

5. Penyebarluasan intervensi
Tahap kelima ini menekankan langkah berikutnya dalam menilai
proyek, yang telah berahsil dieavluasi, dapat disebarluaskan.
Penyebarluasan ini akan meningkatkan praktik berdasarkan fakta
dengan menginivestigasi apa yang telah dilakukan oleh proyek lain dan,
dengan pengalaman yang telah dimiliki, membantu proyek kesehatan
lainnya. Penyebarluasan intervensi memiliki beberapa keuntungan,
yaitu menerapkan gaya hidup yang lebih sehat serta dukungan apa
yang dibutuhkan untuk menunjang hal tersebut, menentukan apa
kebutuhan dasar yang harus dimiliki untuk memfasilitasi keberhasilan
proyek dan memerhatikan kebutuhan apa yang telah dipenuhi, oleh
siapa, dengan kriteria apa, dan berapa biayanya. Akan tetapi, tahap ini
jatang sekali dilakukan.

6. Penatalaksanaan Program
Pada tahap ini, tugas evaluasi benar-benar diarahakan pada
pengelolaan proyek. Evaluasi akan menjadi bagiab pemantauan
pelaksanaan proyek terkait dengan kondisi optimal untuk keberhasilan
proyek dan, tentu saja, nialinya dari segi keuangan. Kelangsungan dan
kelanjutan proyek akan terus dievaluasi.
2.5 Tantangan Evaluasi dalam Pelaksanaan Aktivitas Promosi Kesehatan

Terdapat beberapa tantangan bagi bidan saat mengevaluasi peran mereka dalam
promosi kesehatan atau proyek promosi kesehatan berbasis kebidanan atau dengan
panduan kebidanana. Naidoo dan Wills (2000) mengidentifikasikan beberapa
tantangan yang akan dihadapi oleh professional kesehatan, dalam hal ini adalah
bidan, yang terlibat dalam promosi kesehatan. Tantnagan tersebut antara lain :

 Apakah kebutuhan yang akan diukur?


 Apa pengarus yang terjai semuanya benar-benar berasla hasil proyek
promosi kesehatan?
 Kapan evaluasi dilakukan?
 Apakah yang akan menandai keberhasilan proyek tersebut?
 Apakah proyek ini layak dilakukan?
 Apa saja isu etis yang terkait dengan evaluasi?

Memberikan nilai atau kelayakan pada tugas seseorang merupakan komponen


yang penting untuk menjadi praktisi yang bijaksana. Akan tetapi,
mempertimbangkan kesulitan yang dihadapi dalam evaluasi promosi kesehatan,
keputusan untuk melakukan evaluasi dalam bentuk yang lebih formal dan
membuatnya diketahui oleh public merupakan hal yang tidak mudah. Dilemma
mengenai apa yang akan diukur, bagaimana cara pengukuran, kapan melakukan
pengukuran, dan bagaimana cara membuat semua pihak yang mempromosikan
kesehatan yang mengevaluasi proyek mereka mencapai keberhasilan.

Untuk bidan yang mengukur efektivitasnya sendiri dalam proyek promosi


kesehatan berskala, harus memerhatikan reliabilitas dan validitasnya. Akan tetapi,
untuk evaluasi proyek yang besar, konsep ini harus dilaksanakan untuk memastikan
bahwa hasil yang diperoleh benar-benar valid. Dengan memahami bahwa evaluasi
dilakukan dalam proyek promosi kesehatan sejak tahap perencanaan dan terus
berlanjut dan direpresentasikan setiap waktu selama proyrk berjalan. Evaluasi
merupakan analisi dan umpan-balik proyek, dan untuk pemegang saham, hal ini
sangat layak. Sebaliknya, sangat tidak layak bila evaluasi hanya sebagai “tambahan”
dalam proyek yang terbenamdengan peralatan evaluasi yang tidak tepat dan
menyulitkan serta tidak terdapat umpan-balik sama sekali.

2.5 Isu Etis dalam Evaluasi Pelaksanaan Aktivitas Promosi Kesehatan

Kesulitan dalam evaluasi harus dipertimbangkan dan nilai berdasarkan nilai


nilai informasi yang dihasilkannya. Meskipun evaluasi proyek promosi kesehatan
bukan dimensi dimensi etis yang utama dan kasat mata, evaluasi juga harus dilihat
dari konteks etis. Downie et al. (1996) berpendapat bahwa kebutuhan terhadap
evaluasi kegiatan promosi kesehatan merupakan penilaian secara etis. Terdapat
beberapa isu etis dalam hal ini yang memerlukan pertimbangan. Pertama adalah
siapa yang diuntungkan dengan adanya evaluasi ? politik pihak yang berkepentingan
dalam memilih teknik evaluasi dan isu mengenai siapa yang memperoleh hasil
temuan, dan apa yang akan mereka lakukan terhadap hasil temuan, merupakan hal
yang sangat berkaitan ketika mengevaluasi proyek promosi kesehatan. Evaluasi
menghabiskan waktu bagi penerima dan membingungkan jika mereka tidak melihat
perubahan dari masukan yang mereka berikan. Penerima di masa yang akan datang
akan mendapatkan keuntungan dari evaluasi sebelumnya jika informasi yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan, sebaliknya mereka tidak akan mendapat keuntungan
jika evaluator tidak melakukan apapun dari temuan yang mereka peroleh. Hal ini
sering terjadi jika informasi yang dihasilakan evaluasi sulit untuk diinterpretasikan
karena tujuan proyek tidak dipikirkan masak-masak diawal proyek. Hal ini juga
terjadi apabila evaluasi memberikan sejumlah besar umpan-balik sehingga tidak
mungkin untuk memutuskan apakah proyek benar-benar efektif, dan perbaikan apa
yang dapat dilakukan.

Apabila evaluasi telah dilaksanakan dan kesimpulan telah diperoleh,


keputusan juga harus dibuat terkait siapa yang bertanggung jawab untuk
menggambungkan temuan dalam praktik dimasa depan. Apabila kesimpulan
merekomendasikan untuk menginvestasikan sumber daya lainnya, evaluator yang
tidak memiliki anggaran tidak mungkin bertindak. Tujuan umum dan khusus hampir
selalu terlibat dalam satu elemen perubahan perilaku, yang menyebabkan seseorang
tidak merasa nyaman dan berpengaruh dan hubungan penerima dengan keluarga
dan temannya. “Educating Rita”, ketika Pengetahuan Rita yang baru menyebabkan
ia ditinggalkan oleh suami dan teman lamanya serta terjadi kesalapahaman dengan
keluarganya, hal ini justru menjadi pedang bermata dua. (Crafter 1997).

DAFTAR PUSTAKA

Bowden, Jane dan Vicky Manning. 2011. Promosi Kesehatan dalam Kebidanan.
EGC:Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. PT Rineka
Cipta:Jakarta

Novita, Nesi. 2011. Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan. Salemba


Medika:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai