Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN EMOSI

Disusun Oleh

ST. Nurkhaliza.A

Tri Rahmah

Widi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019/2010

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa usia dini merupakan “golden age period” yakni masa meas

untuk seluruh aspek perkembangan manusia, baik fisik, kognisi, emosi

maupun sosial. Salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak

adalah aspek emosi. Emosi adalah bagian terpenting dari manusia serta

merupakan aspek perkembangan yang terdapat pada setiap manusia.

Individu mampu untuk merasakan keadaan dirinya dan mengekspresikan

perasaannya secara tepat dan positif dengan adanya emosi.

Emosi memainkan peranan yang penting dalam kehidupan anak.

Pada waktu lahir emosi anak sangat sederhana, anak cenderung

memberikan respon yang sama dari berbagai ransangan yang berbeda.

Izard ( Santrock, 2012) mengkalirifikasikan emosi menjadi emosi positif

dan emosi negatif. Emosi positif mencakup antusiasme, kegembiraan, dan

cinta, sedangkan emosi negatif mencakup kecemasan, kemarahan, rasa

bersalah dan kesedihan.

Pada masa bayi, emosi awal ditunjjukan melalui ekspresi wajah.

Perkembangan emosi pada masa kanak-kanak awal, biasanya anak

mencoba untuk memahami reaksi-reaksi emosi orang lain dan

mengendalikan emosinyan sendiri. Pada masa kanak-kanak tengah dan

akhir, anak mengembangkan pemahaman dan regulasi diri terhadap emosi.


B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan emosi?

2. Bagaimana fase perkembangan emosi pada masa bayi hingga kanak-

kanak?

3. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak?

4. Apa gangguan emosi yang dialami oleh anak?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan emosi

b. Untuk mengetahui perkembangan emosi pada masa bayi hingga kanak-

kanak

c. Untuk mengetahui gangguan emosi yang terjadi pada anak

D. MANFAAT HASIL PENULISAN

a. Mengetahui mengenai emosi dan pengelompokannya

b. Mengetahui perkembangan emosi yang terjadi dari masa bayi hingga kanak-

kanak

c. Mengetahui masalah emosianal yang dialami oleh anak.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EMOSI

Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up)

yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, misalnya emosi gembira

mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai

suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan

hamper keseluruhan diri individu.

Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap

keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif. Yang dimaksud warna

afektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi

(menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-

lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk pada suatu perasaan

atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta

rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu, 2008).

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa

emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiran yang

di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.

B. PENGELOMPOKAN EMOSI

Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris

dan emosi kejiwaan (psikis).


a. Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar

terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.

b. Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan.

Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :

1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang

lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :

a) Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah

b) Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran

c) Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah

yang harus dipecahkan

2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan

orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan

ini seperti :

a) Rasa solidaritas

b) Persaudaraan (ukhuwah)

c) Simpati

d) Kasih sayang, dan sebagainya

3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai

baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya :

a) Rasa tanggung jawab (responsibility)

b) Rasa bersalah apabila melanggar norma

c) Rasa tentram dalam mentaati norma


4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan

keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian

5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai

makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk

mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting

religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di

juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk

yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu, 2008).

C. PERKEMBANGAN EMOSI

Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :

a. Pada bayi hingga 18 bulan

1) Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di

sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini

berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap

orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang

memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.

2) Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa

nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat

wajah dan suara orang di sekitarnya.

3) Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar

mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut. Pada

bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang


merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang

asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai

mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orang yang berada

di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.

b. Usia 18 bulan sampai 3 tahun

1) Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku

di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya

yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya

di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah

dalam mewujudkan keinginannya.

2) Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata

untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami

keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini

orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa

verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah

dengan bahasa verbal.

3) Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan

emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan

kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.

c. Usia antara 3 sampai 5 tahun

1) Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil

inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan


yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.

2) Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu

peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada

beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang

merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.

d. Usia antara 5 sampai 12 tahun

1) Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku.

Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu

menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan

untuk menyembunyikan informasi- informasi.

2) Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah

menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat

menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah

usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.

3) Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi

sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada

orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan

sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut

sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi

& Yuliani, 2006).

4) Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang

norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya


menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia

kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-

buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau

situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin

beragam.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN

EMOSI

a. Keadaan anak

Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan

pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan

akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri,

mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.

b. Faktor belajar

Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang

mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang

perkembangan emosi antara lain:

1) Belajar dengan coba-coba

Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya

dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama

sekali tidak memberi kepuasan.

2) Belajar dengan meniru


Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan

emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama

dengan orang-orang yang diamati.

3) Belajar dengan mempersamakan diri

Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh

rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan

emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang

dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.

4) Belajar melalui pengondisian

Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing

reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi.

Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awal kehidupan

karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya

reaksi mereka.

5) Belajar dengan bimbingan dan pengawasan.

Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi

terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi

terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang

menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional

terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak

menyenangkan.

c. Konflik – konflik dalam proses perkembangan


Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase

perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika

anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami

gangguan-gangguan emosi

d. Lingkungan keluarga

Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai

bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang

pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua)

bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan

lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat

berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena

disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan

lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat

mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.

Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap

perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan

keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan

menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam

mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan

dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam

menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi

negative.
Keterkaitan secara teoritik antara lingkungan keluarga dengan

pengungkapan emosi juga dijelaskan oleh Goleman (2000), yang meninjau

terjadinya proses pengungkapan emosi sejak awal yaitu pada masa anak-

anak. Goleman (2000) menjelaskan bahwa cara-cara yang digunakan

orang tua untuk menangani masalah anaknya memberikan pelajaran yang

membekas pada perkembangan emosi anak. Gaya mendidik orang tua

yang mengabaikan perasaan anak, yang tercermin pada persepsi negatif

orang tua terhadap emosi, emosi anak dilihat sebagai gangguan atau

sesuatu yang selalu direspon orang tua dengan penolakan. Pada masa

dewasa, anak tersebut tidak akan menghargai emosinya sendiri yang

menimbulkan keterbatasan dalam mengungkapkan emosinya. Sebaliknya,

pada keluarga yang menghargai emosi anak yang dibuktikan dengan

penerimaan orang tua terhadap ungkapan emosi anak, pada masa dewasa

nanti anak akan menghargai emosinya sendiri sehingga ia mampu

mengungkapkan emosinya pada orang lain.

E. MASALAH EMOSIONAL

1. Masa bayi

2. Masa kanak – kanak awal

Masalah emosional yang paling menonjol adalah amarah. Masalah

terhadap penyesuaian dan social berupa ketidakmampuan untuk melakukan

empathic complez yakni suatu ikatan emosiana; anatara individu dan orang -

orang yang berarti. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Ketika bayi anak tidak pernah menerima kasih saying karena

hubungan kurang hangat dan stabil denga orang tua.

2. Anak tidak berhasil terkait secara emosional dengan mainan ata

benda- benda mati lainnya, anak sering kali merasa tidak aman

dalam menghadapi situasi baru.

F. MENGATASI MASALAH EMOSIONAL ANAK

1. Terapi keluarga.

Terapi ini berusaha mengubah perilaku anak yang memiliki

permasalahan dalam lingkungan keluarga saling akrab satu sama lain

saling cinta mencintai saling mendukung atau menggambarkan bantuan

dengan penuh pengertian. Oleh karena itu untuk melaksanakan terapi ini

perlu kehadiran seluruh keluarga, atau minimal anggota keluarga yang

paling dekat dengan anak tersebut. Dalam hal ini usaha pembinaan dan

bimbingan dari keluarga yang lebih tua sangat dibutuhkan.

2. Terapi perilaku atau modifikasi perilaku

Metode ini diterapkan dengan mempergunakan teori belajar untuk

mengubah perilaku anak Yaitu dengan menghilangkan perilaku yang tidak

disenangi seperti pemarah, atau mengembangkan keinginan, misalnya

mengerjakan pekerjaan rumah (PR).


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Herlina. (2008). Deteksi Dini Perkembangan. Bandung: Jurusan Psikologi FIP

UPI

Hurlock, E.B. (1990). Development Psychology: A lifespan Approach.

(terjemahan

oleh Istiwidayanti). Jakarta: Erlangga

Zeman, J. (2001). Emotional Develpoment. University of Maine. Tersedia:

http://findarticles.com/p/articles/mig2602/is 0002/ai 2602000221/ (2 april

2020)

Anda mungkin juga menyukai