Anda di halaman 1dari 14

MEKANISME PERNAPASAN DAN KELARUTAN GAS DALAM DARAH

Intan Mentari Siregar

102017131

Mahasiswa Fakultas Kedokteran

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Arjuan Utara No.6 Jakarta 11510

Email: intan.2017fk131@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Dalam struktur tubuh manusia terdapat beberapa sistem, salah satunya sistem respirasi
ataupun pernapasan. Organ yang berperan penting dalam proses respirasi adalah paru-paru.
Proses pernapasan melibatkan transpor oksigen dan transpor karbon dioksida dalam paru-
paru tepatnya dalam alveolus yang terjadi di dalm tubuh manusia. Mekanisme pernapasan
manusia terdiri dari inspirasi dan espirasi yang terjadi secara terus menerus selama manusia
masih hidup. Sistem pernapasan juga membantu dalam pengaturan atau homeostasis pH
dalam tubuh. pH suatu larutan akan turun apabila ditambah asam. Sebaliknya, bila ditambah
basa akan menaikkan pH dan fungsi utama sistem buffer. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan antara lain jenis zat terlarut, temperatur dan tekanan.

Kata Kunci: respirasi, transport gas, kelarutan gas

Abstract

In the structure of the human body there are several systems, one of which is the respiratory
or respiratory system. The organ that plays an important role in the process of respiration is
the lungs. The process of breathing involves oxygen transport and the transport of carbon
dioxide in the lungs precisely in the alveoli that occurs in the human body. The mechanism of
human breathing consists of inspiration and inspiration that occur continuously as long as
humans are still alive. The respiratory system also helps in regulating or homeostasis pH in
the body. The pH of a solution will decrease when added to acid. Conversely, if added to the
base will increase the pH and the main function of the system buffer. Factors that affect
solubility include the type of solute, temperature and pressure.
Keywords: respiration, gas transport, gas solubility

Pendahuluan

Setiap mahluk hidup pasti perlu bernapas agar dapat tetap hidup. Pernapasan adalah
prosesdimana terutama manusia bernapas menghirup oksigen yang berguna bagi tubuh dan
mengeluarkan karbon dioksida yang dihasilkan dari dalam tubuh. Oksigen dan karbon
dioksida melakukan pertukaran gas di alveoli paru-paru, darah serta di jaringan darah, dimana
akan terjadi difusi yaitu proses masuknya molekul gas ke dalam cairan. Difusi akan
mempengaruhi pengikatan gas dengan hemoglobin dan kesetimbangan asam basa dalam
darah yang dipengaruhi oleh suhu, tekanan gas, pH darah dan organ yang berperan penting
dalam mempertahankan pH darah maupun faktor luar seperti kurang makan dan olahraga.

Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel
tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke
atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi bicara dan berperan dalm
keseimbagan asam basa. Pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal
tekanan darah. Pada pemahasan kali ini, akan lebih dititikberatkan pada sistem saluran udara
atau sering juga disebut dengan saluran pernapasan.

Skenario

Vitas Gerulatis, seorang petenis kenamaan era 90-an meninggal akibat keracunan gas CO. Ia
menginap di apartmen yang memiliki kolam renang dengan pemanas. Namun sayangnya
instalasi pemanas air tersebut tidak dipasang dengan benar. Pipa yang menyalurkan gas hasil
pembakaran tidak tersambung ke luar (ke udara bebas), tetapi masuk ke dalam ruangan. Pada
saat dinyatakan meninggal, kadar CO di ruangan adalah 2700 ppm.

Rumusan Masalah

Seorang petenis meninggal akibat keracunan CO di dalam ruang tertutup

Hipotesis

Kandungan CO dalam kadar yang tinggi pada ruangan tertutup dapat menyebkan kematian
Sasaran Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu memahami mekanis pernapasan


2. Mahasiswa mampu memahami kelarutan gas dalam darah
3. Mahasiswa mampu memahami hukum-hukum gas
4. Mahasiswa mampu memahami tentang terapi hiperbarik

Pembahasan

Proses Inspirasi dan Ekspirasi

Masuk keluarnya udara dari atmosfer ke dalam paru-paru dimungkinkan oleh proses inspirasi
dan proses ekspirasi. Proses ini terjadi 12-16 kali per menit. Proses inspirasi dan ekspirasi
kuat secara normal akan terjadi kerika kerja maupun berolahraga, batuk, muntah, defekasi
dan melahirkan.

1. Proses inspirasi (inhalasi)


Inspirasi adalah proses masuknya oksigen (O2) dari atmosfer dan karbondioksida
(CO2) ke dalam jalan nafas. Proses ini disebut proses aktif karena otot-otot
berontraksi. Otot-otot yang berperan dalam proses inspirasi adalah diafragma dan
muskulus intercostalis eksternus dengan dibantu otot scalenus dan otot
sternocleidomastoideus. Pada proses ini diafragme dan muskulus intercostalis
eksterna berkotraksi dan kubah diafragma turun. Ruang dalam dada membesar.
Muskulus intercostalis eksterna menarik dinding dada agak keluar, tekanan dalam
rongga dada lebih rendah dari tekanan udara luar menyebabkan udara masuk ke
paru-paru.
2. Proses ekspirasi (ekhalasi)
Ekspirasi adalah keluarnya CO dari paru-paru ke atmosfer melalui jalan nafas.
Proses ini disebut proses pasif karena otot-otot berelaksasi. Otot-otot yang
berperan dalam proses inspirasi adalah diafragma dan muskulus intercostalis
eksternus dengan dibantu muskulus intercostalis interna dan rektus abdominis.
Pada proses ini, muskulus intercostalis eskterna berelaksasi. Tekanan rongga torax
menurun, dinding torax masuk ke dalam dan udara keluar dari paru-paru.

Mekanisme Pernafasan
Pernafasan adalah suatu proses yang terjadi secara ototmatis walau dalam
keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom. Menurut terjadinya tempat pertukaran gas maka pernapasan dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan
luar adalah pertukaran yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah
dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalaha pernapasan yang terjadi
antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tutbuh. Masuk keluarnya udara dalam
paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan
tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar ronga dada lebih besarmaka
udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan rongga dada lebih besar makan
udara akan keluar.
Sistem pernafasan berfungsi sistem pendistribusian udara dan penukar gas
sehingga oksigen dapat disuplai ke dan karbondioksida dikeluarkan dari sel-sel
tutbuh. Karena sebagian besar jutaan dari sel tubuh kita letaknya terlalu jauh dari
tempat terjadinya pertukaran gas, maka udara pertama-tama harus bertukaran
dengan darah, darah harus bersirkulasi dan akhirnya darah dengan sel-sel harus
melakukan pertukaran gas. Peristiwa ini membutuhkan fungsi dari dua sistem,
yaitu sistem pernapasan dan sistem sirkulasi. Semua bagian dari sistem
pernapasan berfungsi sebagai pendistribusi udara. Hanya alveoli dan saluran kecil
yang terbuka ke dalam alveoli berfungsi sebagai penukar gas. Selain sebagai
pendistribusi dan pertukaran gas, sistem pernapasan secara aktid menyaring,
menghangatkan dan melembabkan udara yang selama kita hidup.

Transport O2 dan CO2

Sistem pengangkutan O2 di tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskular.

Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantug pada jumlah O2 yang masuk ke dalam

paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan

kapasitas darah yang mengangkut O2. Aliran darah tergantung derajat konstriksi jalan

vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 yang larut dalam darah ditentukan oleh

jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.

Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 menjadikannya sebagai pembawa O2 yang sangat

tepat. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat subunit, masing-masing

mengandung gugus hem (heme) yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada orang

dewasa normal, sebagian besar molekul hemoglobin mengandung dua rantai α dan dua rantai
β. Hem adalah suatu kompleks yang dibentuk dari satu porifirin dan satu atom besi fero.

Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel.

Atom besi tetap berada dalam bentuk fero sehingga pengikatan O 2 merupakan suatu reaksi

oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O 2 lazim ditulis

sebagai Hb + O2 → HbO2 . Karena setiap molekul hemoglobin mengandung empat unit Hb,

molekul ini dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi dengan empat

molekul O2 membentuk Hb4O8.13

Struktur kuartener hemoglobin menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada

deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi tense (T, tegang) yang

menutunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan

unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi realsed (R, rileks) yang memaparkan lebih

banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar

500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O 2. Perlaihan

dari suatu keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan berlangsung sekitar 108 kali selama

kehidupan sebuah sel darah merah.13 menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada

deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi tense (T, tegang) yang

menutunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan

unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi realsed (R, rileks) yang memaparkan lebih

banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar

500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O 2. Perlaihan

dari suatu keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan berlangsung sekitar 108 kali selama

kehidupan sebuah sel darah merah.13

Dalam plasma, CO2 bereaksi dengan protein plasma membentuk sejumlah kecil

senyawa karbamino, dan sejumlah kecil CO2 mengalami hidrasi; namun karena hidrasinya

berlangsung lambat karena tidak terdapat karbonat anhidrase.


Saat darah melewati kapiler, terjadi peningkatan kandungan HCO3- di dalam sel darah

merah yang jauh lebih besar dibandingkan di dalam plasma sehingga sekitar 70% HCO 3-

yang dibentuk di sel darah merah akan memasuki plasma. Kelebihan HCO 3- yang

meninggalkan sel darah merahakan ditukar dengan Cl- . Proses ini diperantarai oleh Band 3,

suatu protein membran utama. Pertukaran ini disebut pergeseran klorida (chloride shift). Oleh

sebab itu, terdapat perbedaan bermakna kandungan Cl- di dalam sel darah merah vena, yang

jauh lebih banyak dibandingkan darah arteri. Pergeseran klorida berlangsung cepat dan

selesai seluruhnya dalam waktu 1 detik.13

Tidak seperti jantung, paru tidak mempunyai irama spontan. Ventilasi bergantung

pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan dari pusat tersebut ke otot pernapasan.

Ada 2 pusat pernapasan di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang inspirasi dengan

kontraksi diafragma (dengan kerja saraf phrenicus) dan pusat lain yang mempertsarafi

mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostal serta otot aksesori.

Diketahui bahwa saraf phrenicus dan interkostal keluar dari medula spinalis C 6,

sedangakan saraf mototrik yang menyuplai otot aksesoris keluar dan nomor saraf yang lebih

tinggi. Hal ini berimplikasi pada terjadinya kontrol pernapasan dan kepatenannya pada orang

yang mengalami cedera medula spinalis. Di dalam pons terdapat 2 pusat yang disebut pusat

pneumotaksik dan pusat apneustik. Kedua pusat tersebut sangat dipengaruhi oleh

pengaturan korteks serebral, istem limbik, dan hipotalamus. Kontrol volunter dan kontrol

involunter dilakukan oleh serat desenden dari pusat otak lain. Pengaturan kontrol tersebut

mempermudah perubahan dalam mekanisme pernapasan yang terlihat seperti pada saat

menelan, batuk, berteriak, dan tindakan yang dikehendaki.

Neuron mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan impuls ke otot ini

sehingga menimbulkan inspirasi. Selain itu, neuron juga merangsang pusat pneumotaksik.
Sebaliknya, pusat pneumotaksik menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi, sehingga

menyebabkan penghentian inspirasi.

Ekspirasi terjadi secara pasif. Setelah ekspirasi, neuron inspirasi kembali terangsang

secara otomatis. Selama olahraga atau aktivitas lainnya, kadang-kang bila ventilasi kuat

terjadi, neuron ekspirasi medula oblongata secara teoretis akan berpartisipasi dan

menyebabkan terjadinya ekshalasi aktif.7

Kelarutan gas dalam darah

Kelarutan gas dalam darah dipengaruhi oleh tiga faktor, yang pertama adala N h faktor suhu

atau temperatur, temperatur dengan kelarutan berbanding terbalik, berarti bila temperatur

naik maka kelarutan gas dalam cairan (darah) menurun. Yang kedua adalah faktor tekanan,

tekanan dengan kelarutan berbanding lurus, yang berarti semakin tinggi tekanan semakin

tinggi pula kelarutan gas dalam darah,dan sebaliknya semakin rendah tekanan semakin

rendah pula kelarutan gas dalam darah. Hal ini dijelaskan dalam hukum Henry.

Semakin tinggi dari permukaan laut, tekanan atmosfer (normal 1 atm=760 mmHg)

makin rendah, sehingga O2 yang larut rendah dan yang sampai pada jaringan juga rendah.

Semakin tinggi ketinggian diatas permukaan laut tekanan O2 turun tetapi komposisi/kadar gas

diudara tetap. Pada ketinggian 3.000 m diatas permukaan laut, PO2 alveol menjadi sekitar 60

mmHg sehingga PO2 dalam arteri sangat rendah. Sehingga rangsang ventilasi meningkat dan

tubuh kita bereaksi dengan melakukan hiperventilasi, hal ini dilakukan untuk mengatasi

kekurangan O2. Tetapi dengan hiperventilasi berarti O2 meningkat, metabolisme dalam tubuh

juga meningkat, sehingga pengeluaran CO2 juga meningkat, akibatnya CO2 dalam tubuh

kurang (hipokapnia) dan ini dapat menyebabkan alkalosis respiratorik. Pada orang yang

belum beraklimatisasi atau beradaptasi maka akan menyebabkan gangguan mental seperti

eforia dan mudah marah (pada ketinggian 3.700 m). Jika sudah terjadi seperti ini maka orang
tersebut harus turun dari ketinggian tersebut. Pada ketinggian 5.500 m dapat terjadi hipoksia

berat pada orang yang belum terbiasa dan dapat menyebabkan Acute Mountain Sickness

(AMS). Hipoksia berat yang terjadi merupakan hipoksia hipoksi, dimana tubuh kekurangan

O2 didarah yang ditandai dengan penurunan PO2 dalam arteri dan disebabkan karena tubuh

berada dalam lingkungan dengan PO2 yang rendah. Pada keadaan AMS maka akan terjadi

muscle twitch (sentakan-sentakan otot), lalu tekanan darah turun, dan kesadaran juga

menurun. Jika sudah terjadi seperti itu dan orang tersebut terus naik (ketinggian 6.100 m),

maka akan terjadi gangguan SSP, terjadi kejang-kejang dan kehilangan kesadaran. Untuk

menghindari hal-hal tersebut maka pendaki harus menyiapkan tabung O 2 untuk membantu

kekurangan O2 pada tubuh dan memungkinkan untuk mentoleransi ketinggian-ketinggian

tertentu.

Pada tubuh orang yang tinggal diketinggian diatas 3.000 m seperti pada penduduk desa

Andes(> 4.800 m) sudah terjadi aklimatisasi sehingga dapat hidup dengan normal. Proses

aklimatisasi diawali dengan hipoksia. Hipoksia merangsang ginjal sehingga ginjal mensekresi

hormon eritropoietin dimana hormon ini diperlukan dalam pembentukan eritrosit. Dengan

meningkatnya jumlah eritrosit berarti Hb juga meningkat, berarti pengikatan O2 oleh Hb juga

meningkat, sehingga kebutuhan tubuh akan O2 tercukupi. Sebaliknya semakin rendah

dibawah permukaan laut, tekanan atmosfer semakin tinggi. Perbandingannya adalah jika kita

menyelam setiap turun 10 m, maka tekanan pada tubuh bertambah 1 atm. Jadi ketika kita

menyelam sampai dengan kedalaman 30 m, maka tekanan atmosfer pada tubuh kita adalah 4

atm. Semakin tinggi tekanan, tidak hanya kelarutan gas O 2 yang tinggi, tetapi kelarutan gas

yang lain juga, maka perlu alat bantu SCUBA (Self Contained Under Water Breathing

Apparatus) yang membantu mengatur tekanan tubuh agar tetap normal. Hal ini bisa

berbahaya bagi penyelam yang tidak berpengalaman dan tanpa alat bantu SCUBA. Ketika

penyelam telah sampai pada kedalaman tertentu, yang menyebabkan tekanan menjadi cukup
tinggi, maka gas N2 yang tadinya tidak berbahaya bagi tubuh karena tidak ikut bereaksi dalam

metabolisme tubuh, akan menjadi berbahaya karena gas tersebut akan larut dalam tubuh kita

(hukum Henry) terutama dilemak tubuh.

Kemudian penyelam terus turun dan kelarutan gas semakin tinggi pula yang akhirnya

menyebabkan tubuh jenuh dengan N2 yang juga menyebabkan tubuh berasa tidak nyaman.

Saat ini penyelam yang tidak berpengalaman dan tanpa alat bantu apapun, akan langsung naik

kepermukaan yang menyebabkan perubahan tekanan berubah secara drastis, maka ini akan

membuat N2 keluar dari larutan dan membentuk gelembung-gelembung gas dijaringan dan

cairan tubuh (semacam emboli dalam darah) yang akan menyebabkan rasa nyeri yang luar

biasa pada sendi dan gejala gangguan saraf. Gelembung semakin banyak didarah dan

menyatu yang kemudian menyebabkan penyumbatan arteri dan bahkan bila tidak segera

ditangani maka akan terjadi kematian, keadaan ini disebut dengan dekompresi.

Ketiga adalah ada atau tidaknya zat terlarut lain dalam larutan. Dengan adanya zat terlarut

lain dalam pelarut dapat menaikkan maaupun menurunkan kelarutan gas, hal ini tergantung

dari dapat tidaknya zat tersebut bereaksi dengan gas terlarut. Jika zat terlarut dapat bereaksi

dengan gas terlarut maka kelarutan gas akan naik. Dan sebaliknya jika zat terlarut tidak dapat

bereaksi dengan gas terlarut, maka kelarutan gas akan berkurang/turun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan gas

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut, temperature (suhu),

dan tekanan.14

1. Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan


Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik,

sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur

(like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar,

sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol

dan air bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur sebagian

(partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible).10

2. Pengaruh Suhu pada Kelarutan

Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika

air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air,

sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat

padat kelarutannya lebih be Pengaruh tekanan pada kelarutan7

3. Pengaruh tekanan pada kelarutan

Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Perubahan

tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH 4Cl sekitar 5,1

% kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu.14

Menurut hukum Henry, massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya)

berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada

dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Jadi, semakin tinggi tekanan, semakin tinggi

kelarutan gas. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan

partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan

pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.7,14

Terapi Hiperbarik
Terapi hiperbarik adalah terapi yang dilakukan dengan menghirup oksigen murni
dalam ruang udara bertekanan tinggi. Jadi, dengan membuat tekanan udara di dalam ruangan
tiga kali lebih tinggi daripada tekanan udara normal, paru-paru pengidap dapat
mengumpulkan lebih banyak oksigen murni yang dihirup ketimbang bila menghirup oksigen
dalam tekanan udara normal. Aliran darah kemudian akan membawa oksigen murni tersebut
ke seluruh tubuh. Cara inilah yang dipercaya dapat membantu tubuh melawan bakteri dan
merangsang pelepasan sel induk dan faktor pertumbuhan, yang selanjutnya akan merangsang
penyembuhan serta memperbaiki dan menjaga jaringan tubuh tetap sehat.

Berikut adalah berbagai macam kondisi kesehatan yang juga bisa diobati dengan
menggunakan terapi hiperbarik:

 Anemia berat

 Gangguan akibat radiasi

 Infeksi tulang (osteomielitis) atau infeksi kulit yang menyebabkan kematian jaringan

 Beberapa jenis infeksi otak, bahkan sinus

 Infeksi jaringan otot atau gas gangren

 Luka bakar

 Luka bakar atau luka akibat diabetes yang sulit sembuh

 Kondisi adanya gelembung udara dalam pembuluh darah (emboli)

 Keracunan monoksida

 Kehilangan penglihatan secara tiba-tiba dan tanpa rasa sakit

 Kehilangan pendengaran tiba-tiba.

Jadi, jaringan tubuh kita membutuhkan pasokan oksigen yang cukup agar dapat berfungsi
dengan baik. Ketika jaringan terluka akibat kondisi di atas, maka tubuh membutuhkan lebih
banyak oksigen untuk bertahan hidup. Nah, terapi hiperbarik dapat membantu meningkatkan
oksigen dalam darah yang akan mengembalikan tingkat normal gas dalam darah dan fungsi
jaringan, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat.

Risiko Terapi Hiperbarik

Selain mengetahui manfaat terapi hiperbarik, kamu juga perlu tahu efek samping yang bisa
terjadi setelah melakukan terapi ini. Sebenarnya, terapi hiperbarik termasuk prosedur yang
aman untuk dilakukan. Terapi hiperbarik sangat jarang menimbulkan komplikasi. Namun,
ada beberapa risiko yang tetap saja mungkin terjadi akibat terapi hiperbarik:

 Rabun jauh sementara yang disebabkan oleh adanya perubahan lensa mata

 Cedera telinga bagian tengah, bahkan berisiko membuat gendang telinga pecah karena
tingginya tekanan udara

 Kolaps paru yang disebabkan oleh perubahan tekanan udara

 Kejang-kejang akibat terlalu banyak oksigen dalam sistem saraf pusat.

Oksigen murni juga mudah menyebabkan kebakaran bila terkena percikan atau api. Karena
itu, jangan membawa benda, seperti korek api atau perangkat elektronik bertenaga baterai ke
dalam ruang terapi oksigen hiperbarik. Hindari juga untuk semua produk perawatan kulit
berbasis minyak karena berpotensi menyebabkan kebakaran.

Kesimpulan

Respirasi merupakan proses pertukaran gas antara udara dengan sistem aliran darah.
Pengangkutan gas O2 dan CO2 dapat dilakukan dalam berbagai bentuk untuk keseimbangan
proses metabolisme tubuh. Daya ikat CO berkali-kali lebih kuat daripada daya ikat Hb
terhadap O2. Gas CO apabila terhisap masuk ke dalam paru-paru akan mengikuti peredaran
darah dan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Seperti halnya
oksigen, gas CO bereaksi dengan darah membentuk HbCO. Karena sifat gas CO sendiri yang
tidak berbau, tidak berasa dan tidak bewarna, hal ini menyebabkan korban keracunan CO
mengalami dyspnea (sesak) yang berujung dengan kematian.
Daftar Pustaka

1. Pearce EC. Anatomi & fisiologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004.
3. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6. Jakarta:
EGC; 2006.h.87-90,803-7.
4. Faiz O, Moffat D. At a glance series: anatomi. Jakarta: Erlangga;
2002.h.11-3.
5. Burkitt HG, Young B, Heath JW. Buku ajar dan atlas weather: histologi
fungsional. Ed 3. Jakarta: EGC; 2004.h.220-1.
6. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar: teks dan atlas. Ed 10. Jakarta:
EGC; 2007.h.335-44.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta:
EGC; 2008.h.515-40.
8. James J, Baker C, Swain H. Prinsip-prinsip sains untuk keperawatan.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008: h.151.
9. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007: h.8-26.
10.Ganong, William F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2006:
h.632-3.
11.William F. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta:
EGC; 2008.h.683-94.
12.Suryo J. Herbal penyembuh gangguan sistem pernapasan. Jogjakarta :
Penerbit PT. Bentang Pustaka ; 2010.h.7-13.
13.Sumardjo D. Pengantar Kimia: Buku panduan kuliah mahasiswa
kedokteran dan program strata I fakultas bioeksata. Jakarta: EGC; 2006.
14. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke 6. Jakarta:
EGC; 2011: h.506-19.

Anda mungkin juga menyukai