Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

“ DOWN SYNDROME “

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi

Dosen Pengampu : Ruti Wiyati,S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Herditya Putri Rahma

NIM : P1337420219102

Kelas : 1C

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Patofisiologi dengan judul “DOWN SYNDROME “
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pengampu mata kuliah Patofisiologi Ibu Ruti Wiyati,S.Kep., Ns.,
M.Kep yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Purwokerto, 21 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Down Syndrome........................................................................................4


B. Patofisiologi Down Syndrome.................................................................................5
C. Etiologi Down Syndrome........................................................................................6
D. Gejala Down Syndrome...........................................................................................7
E. Faktor Resiko Down Syndrome.............................................................................10
F. Pathway Down Syndrome......................................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................12
B. Saran......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena down syndrome kira-kira terjadi satu dari 800 sampai 1.000
kelahiran bayi. Gangguan ini merupakan gangguan genetis yang
mempengaruhi lebih dari 5.000 kelahiran bayi di United States tiap tahunnya.
Sama halnya di Indonesia, sekitar 1-2% anak dilahirkan dengan kondisi down
syndrome. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa diseluruh dunia
termasuk Indonesia, tiap tahun ada anak yang dilahirkan dengan kondisi down
syndrome.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lejuene (1959 dalam


Gruenberg, 1966), seorang ahli genetik Prancis, penderita down syndrome
memiliki 47 kromosom, sementara itu orang normal memiliki 46 kromosom.
Juga diketahui adanya persentase yang tinggi tentang anak yang menderita
down syndrome yang dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 40 tahun.
Kelahiran down syndrome memiliki frekuensi lebih dari 7 per 1.000 dengan
usia ibu 40 tahun atau lebih.

Down Syndrome atau sindrom down merupakan kelainan kromosom,


yaitu terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Sulastowo,
2008). Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John
Longdon Down karena ciri-cirinya yang unik, contohnya tinggi badan yang
relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang
Mongolia, Amerika dan Eropa. Gangguan yang juga termasuk dalam kondisi
cacat sejak lahir seperti retardasi mental, perbedaan fisik tertentu seperti
bentuk wajah yang sedikit datar dan meningkatnya beberapa resiko pada
kondisi medis termasuk gangguan hati, cacat yang berhubungan dengan usus
dan kerusakan visual atau pendengaran. Anak-anak ini juga cenderung
mengalami infeksi pada telinga dan cuaca dingin.

1
Anak down syndrome biasanya kurang bisa mengkoordinasikan antara
motorik kasar dan halus. Misalnya kesulitan menggenakan pakaian berkancing
dan memasang sepatu bertali sendiri. Selain itu anak down syndrome juga
kesulitan untuk mengkoordinasikan antara kemampuan kognitif dan bahasa,
seperti memahami manfaat suatu benda (Selikowit, 2001). Sulit bagi anak
yang mengalami down syndrome untuk memahami fungsi dan kegunaan dari
benda yang ada disekitarnya.

Secara umum IQ rata-rata anak down syndrome 50. Hal ini terjadi
mulai ketika masa bayi hingga proses selanjutnya. Perkembangan IQ pada
umur 16 sampai 40 minggu sekitar 71-75, pada umur satu tahun 69 dan pada
umur 18 bulan menjadi 58. Pada penderita down syndrome mungkin
mengalami perkembangan Pada penderita down syndrome mungkin
mengalami perkembangan sensorimotor yang menurun pada kompetensi dan
level yang rendah dari maximal growth. Penderita down syndrome
diindikasikan memiliki Information Processing Model yang kurang efisien
seperti perkembangan visual daripada perkembangan normal secara
keseluruhan. Hal ini mungkin direlasikan karena hambatan kematangan pada
visual korteksnya.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu Down Syndrome?
b. Bagaimana Patofisologi dari Down Syndrome?
c. Apa etiologi dari Down Syndrome?
d. Apa saja gejala yang muncul pada Down Syndrome?
e. Apa saja factor penyebab Down Syndrome?
f. Bagaimana Pathway dari Down Syndrome?

2
C. Tujuan
a. Mengetahui definisi Down Syndrome
b. Mengetahui patofisiologi Down Syndrome
c. Mengetahui etiologi Down Syndrome
d. Mengetahui gejala-gejala Down Syndrome
e. Mengetahui factor penyebab Down Syndrome
f. Mengetahui pathway Down Syndrome

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Down Sindrome

Secara harfiah, syndrome diartikan sebagai suatu gejala atau tanda


yang muncul secara bersama-sama (Alwi, 2002:1069). Sementara kata down
yang digunakan dalam hal ini adalah istilah yang diambil dari nama seorang
dokter berkebangsaan Ingriss yaitu John Langdon Down.

Kosasih (2012: 79) menyebutkan bahwa down syndrome merupakan


kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang
diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom
merupakan serat-serat khusus yang terdapat di dalam setiap sel yang berada di
dalam tubuh manusia, di mana terdapat bahan-bahan genetik yang
menentukan sifat-sifat seseorang di sana. Wiyani (2014: 113-114) melengkapi
penjelasan bahwa down syndrome terjadi karena adanya kelainan susunan
kromosom ke 21, dari 23 kromosom manusia. Pada manusia normal, 23
kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya mennjadi 46. Pada
penderita down syndrome, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah tuga
(trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan
tersebut mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang
akhirnya memunculkan down syndrome.

4
B. Patofisiologi Down Syndrome

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ


dan menyebabkan perubahan sekuensi spectrum fenotip. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses
hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival
prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak-anak
yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi,
pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.

Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan


tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas,
anomaly pada ektremitas atas, dan penyakit jantung kongenital.

Hasil analisis molecular menunjukkan region 21q.22.1-q22.3 pada


kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital
pada penderita Sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu
DSCR1 yang diidentifikasi pada region 21q22.1—q22.2 , adalah ssangat
terekspresi pada otak dan jantung serta menjadi penyebab utama retardasi
mental dan defek jantung.

Abnormalitas fungsi fisiologi dapat mempengaruhi metabolisme tiroid


dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari
respon sistem imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi
autoimun, termasuk hipothiroidisme dan juga penyakit Hashimoto.

Penderita dengan Sindrom Down sering kali menderita


hipersensitivitas terhadap proses fisiologi tubuh, seperti hipersensitivitas
terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak-
anak dengan Sindrom Down yang menderita Leukimia sangat sensitive
terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolic menjadi factor
predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap

5
insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Melitus pada
penderita Sindrom Down.

Anak- anak yang menderita Sindrom Down lebih rentan menderita


leukemia, seperti Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute
Megacaryocytic Leukima. Hampir keseluruhan anak yang menderita Sindrom
Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic
transcription factor gene yaitu GATA 1. Leukima pada anak-anak dengan
Sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomy 21, mutasi GATA 1, dan
mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetic yang belum diketahui
pasti.

C. Etiologi Down Syndrome


Beberapa faktor penyebab down syndrome, antara lain :
a. Faktor Biologis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jerome Lejuene (1959


dalam Gruenberg, 1966), seorang ahli genetik prancis, bahwa anak yang
mongoloid memiliki 47 kromosom daripada 46 kromosom yang dimiliki
orang normal. 0,5 sampai dengan 1 persen ditemukan adanya
penyimpangan kromosom pada kelahiran bayi yang diidentikkan dengan
retardasi mental, infertilitas, dan penyimpangan yang multiple. Salah satu
dari penyimpangan tersebut adalah trisomy-21, yang menyebabkan down
syndrome karena adanya malformation dari nervus central sehingga
mempengaruhi perkembangan. Birth injuries dan komplikasi dapat
menyebabkan retardasi. Salah satunya adalah Anoxia, yaitu kekurangan
supply oksigen. Adanya malnutrisi dalam perkembangan kognitif sangat
berbahaya, yaitu lima bulan sebelum kelahiran dan sepuluh bulan setelah
kelahiran.

6
b. Faktor Hereditas dan Cultural Family

Adanya penelitian yang dilakukan dengan meneliti 88 ibu dengan


kelas ekonomi rendah dan 586 anak dengan komposisi yaitu setengah dari
sample ibu itu memiliki IQ dibawah 80 dan setengahnya lagi memiliki IQ
diatas 80. Ternyata dari hasil penelitian membuktikan bahwa anak yang
memiliki ibu dengan IQ dibawah 80, memiliki penurunan IQ selama
memasuki masa sekolah (Herber, dever, & Conry, 1968). 1-2 persen dari
populasi yang memiliki retardasi mental akan menghasilkan 36 persen
generasi retardasi mental pada periode selanjutnya. Sedangkan populasi
secara keseluruhan yaitu 98-99 persen akan menghasilkan 64 persen anak
yang retardasi mental.

D. Gejala Down Syndrome

Menurut Olds, London, & Ladewing (dalam anonymous, 2013: 3),


karakteristik yang muncul pada anak yang mengalami down syndrome dapat
bervariasi, mulai dari yang tidak nampak sama sekali, tampak minimal, hingga
muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang mengalami
down syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan mental dan
fisik.Penderita down syndrome biasanya Jurnal CARE Edisi Khusus Temu
Ilmiah (Vol. 03 No.3 Maret 2016) 70 mempunyai tubuh pendek dan puntung,
lengan atau kaki kadang-kadang bengkok, kepala lebar, wajah membulat,
mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung lebar dan datar, kedua lubang
hidung terpisah lebar, jarak lebar antar kedua mata, kelopak mata mempunyai
lipatan epikantus, sehingga mirip dengan orang oriental, iris mata
kadangkadang berbintik, yang disebut bintik “Brushfield”.

7
Suryo menyebutkan berdasarkan tanda-tanda yang mencolok itu,
biasanya dengan mudah kita dapat mengenalnya pada pandangan pertama.
Tangan dan kaki kelihatan lebar dan tumpul, telapak tangan kerap kali
memiliki garis tangan yang khas abnormal, yaitu hanya mempunyai sebuah
garis mendatar saja. Ibu jari kaki dan jari kedua adakalanya tidak rapat.Mata,
hidung, dan mulut biasanya tampak kotor serta gigi rusak. Hal ini disebabkan
karena ia tidak sadar untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri.

Wiyani(2014: 115-114) mencatat beberapa gejala yang muncul akibat


down syndrome. Disebutkan oleh Wiyani bahwa gejala tersebut dapat muncul
bervariasi dari mulai yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal, hingga
muncul ciri-ciri yang dapat diamati seperti berikut ini:

1. Penampilan fisik tampak melalui kepala yang relatif lebih kecil dari
normal (microchepaly) dengan bagian anteroposterior kepala
mendatar.
2. Paras wajah yang mirip seperti orang Mongol, sela hidung datar,
pangkal hidung kemek.
3. Jarak antara dua mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran
mulutnya kecil, tetapi ukuran lidahnya besar dan menyebabkan lidah
selalu terjulur (macroglossia).
4. Pertumbuhan gigi penderita down syndrome lambat dan tidak teratur.
5. Paras telinga lebih rendah dan leher agak pendek.
6. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk
lipatan (epicanthol folds) sebesar 80%.
7. Penderita down syndrome mengalami gangguan mengunyah, menelan,
dan bicara.
8. Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testis kecil), hypospadia,
cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas.
9. Penderita down syndrome memiliki kulit lembut, kering, dan tipis.
Sementara itu, lapisan kulit biasanya tampak keriput
(dermatologlyphics).

8
10. Tangannya pendek, ruas-ruas jarinya serta jarak antara jari pertama
dan kedua pendek, baik pada tangan maupun kaki melebar. Mereka
juga mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking
membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat
satu garisan urat dinamakan “simian crease”. Jurnal CARE Edisi
Khusus Temu Ilmiah (Vol. 03 No.3 Maret 2016) 71).
11. Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu hari kaki dan jari kaki kedua
agak jauh terpisah.
12. Ototnya lemah sehingga mereka menjadi lembek dan menghadapi
masalah dalam perkembangan motorik kasar. Masalah-masalah yang
berkaitan seperti masalah kelaianan organ-organ dalam terutama sekali
jantung dan usus.
13. Tulang-tulang kecil di bagian lehernya tidak stabil sehingga
menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantaoxial instability).
14. Sebagian kecil penderita berpotensi untuk mengalami kanker sel darah
putih atau leukimia.
15. Masalah perkembangan belajar penderita down syndrome secara
keseluruhan mengalami keterbelakangan perkembangan dan
kelemahan akal. Pada tahap awal perkembangannya, mereka
mengalami masalah lambat dalam semua aspek perkembangan, yaitu
lambat untuk berjalan, perkembangan motor halus, dan bercakap.
16. IQ penderita down syndrome ada di bawah 50.
17. Pada saat berusia 30 tahun, mereka kemungkinan dapat mengalami
demensia (hilang ingatan, penuruanan kecerdasan, dan perubahan
kepribadian).

9
E. Faktor Resiko Down Syndrome

Ada 4 penyebab ibu memiliki anak dengan sindrom down.

1. Usia Ibu Saat Hamil


Ibu yang usianya terlalu tua saat hamil ternyata bisa menjadi
penyebab down syndrom. Di usia yang tua, ibu mengalami perubahan
hormon yang bisa menyebabkan non-disjunction atau kegagalan
pembelahan pada kromosom 21. Semakin tinggi usia ibu saat hamil, maka
risiko ibu memiliki anak dengan sindrom down semakin tinggi. Seorang
ibu berusia 35 tahun memiliki risiko melahirkan anak dengan sindorm
down antara 1 dari 350 kehamilan. Risiko ini akan meningkat menjadi 1
dari 100 kehamilan pada ibu yang hamil pada usia 40 tahun. Sedangkan
pada ibu yang hamil saat usia 45 tahun, risikonya bertambah menjadi 1
dari 30 kehamilan. 
2. Memiliki Anak dengan Down Syndrome pada Kehamilan
Sebelumnya.
Riwayat kehamilan sebelumnya juga bisa menjadi penyebab down
syndrome. Seorang ibu yang pernah memiliki anak dengan sindrom down
pada kehamilan sebelumnya juga berisiko memiliki anak dengan down
syndrom pada kehamilan selanjutnya.
3. Riwayat Medis dengan Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom pada ibu juga bisa menjadi penyebab down
syndrome. Atau jika pasangan ibu memiliki riwayat medis dengan
kelainan kromosom, maka ibu juga lebih berisiko memiliki anak
dengan down syndrome. Penelitian medis menunjukkan, jika salah satu
orang tua maupun kedua orang tua memiliki down syndrome, persentase

10
risiko memiliki anak dengan down syndrome adalah sebesar 35 sampai 5
persen.
4. Kelainan Kromosom yang Terjadi Secara Acak
Selain beberapa faktor di atas, pada banyak kasus, down
syndrome juga bisa terjadi secara acak tanpa memandang usia, gen, dan
hal lainnya. Jadi, sebenarnya setiap orang ternyata berisiko memiliki anak
dengan down syndrome.
F. Pathway Down Syndrome

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Down Syndrome atau sindrom down merupakan kelainan kromosom,
yaitu terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) akibat kegagalan sepasang
kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Sulastowo,
2008). Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John
Longdon Down karena ciri-cirinya yang unik, contohnya tinggi badan yang
relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang
Mongolia, Amerika dan Eropa. Gangguan yang juga termasuk dalam kondisi
cacat sejak lahir seperti retardasi mental, perbedaan fisik tertentu seperti
bentuk wajah yang sedikit datar dan meningkatnya beberapa resiko pada
kondisi medis termasuk gangguan hati, cacat yang berhubungan dengan usus
dan kerusakan visual atau pendengaran. Anak-anak ini juga cenderung
mengalami infeksi pada telinga dan cuaca dingin.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan

12
tangan terbuka masukan ataupun saran yang dapat mendukung dan
membangun demi kesempurnaan pembuataan makalah ini dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Kazemi, et al. (2016). Down Syndrome: Current Status, Challenges and Future
Perspectives. International Journal of Molecular and Cellular Medicine, 5(3), pp.
125–133.

NIH (2019). Genetic Home Reference. Down syndrome

Health Service Executive (2018). Conditions & Treatments. Down’s Syndrome.

NHS Choices UK (2017). Health A-Z. Down’s Syndrome.

Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Down Syndrome.

13

Anda mungkin juga menyukai