Anda di halaman 1dari 26

TUGAS LINTAS MINTAS INDIKATOR PENGUKURAN PROMOSI

KESEHATAN
ANALISIS KNOWLEDGE, ATTITUDE, DAN PRACTICE PADA
KEJADIAN STUNTING

Disusun oleh :
KELOMPOK 5
Dewi Nur Khasanah 101711133005
Ulfah Mu'amarotul Hikmah 101711133083
Alifiah Puji Larasati 101711133112
Miranda Magda E. 101711133116
Laurensia Nurkusuma Dewi 101711133179
Syahla 'Asilah 101711133216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keadaan gizi yang baik dan sehat pada masa balita (bawah lima tahun)
merupakan fondasi penting bagi kesehatannya di masa depan. Stunting
menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa
pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Stunting
menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible yang
menyebabkan penurunan kemampuan kognitif, motorik, serta penurunan
performa kerja.
Data Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
prevalensi stunting dalam lingkup nasional sebesar 30,8%. Stunting di
Indonesia masih tergolong tinggi apabila mengacu pada ketentuan WHO,
sehingga perlu penanganan khusus. Studi terkini menunjukkan hubungan
antara anak yang mengalami stunting memiliki prestasi yang buruk di
sekolah, tingkat pendidikan rendah, dan pendapatan yang rendah ketika sudah
dewasa. Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar
tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat dan miskin.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan kejadian stunting. Salah
satu nya adalah pola asuh ibu kepada anak. Ibu menjadi peranan penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga pengetahuan, sikap,
dan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi anak berperan penting pada kejadian
stunting pada anak.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya stunting pada
balita?
2. Bagaimana pengetahuan ibu terkait kejadian stunting pada balita?
3. Bagaimana sikap ibu terkait kejadian stunting pada balita?
4. Bagaimana perilaku ibu terkait kejadian stunting pada balita?
1.3 Tujuan
1 Mengetahui faktor penyebab kejadian stunting pada balita.
2 Mengetahui pengaruh pengetahuan ibu terkait kejadian stunting pada
balita.
3 Mengetahui sikap ibu terkait kejadian stunting pada balita.
4 Mengetahui perilaku ibu terkait kejadian stunting pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KAP (Knowledge, Attitude, dan Practice)


2.1.1 Pengetahuan (Knowledge)
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu hasil dari rasa keingintahuan
melalui panca indra manusia terhadap objek tertentu. Panca indra
manusia meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasa, dan peraba. Untuk menghasilkan pengetahuan, panca indra
ini dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek. Dalam hal ini, indra yang paling berperan adalah indra
pendengaran dan penglihatan.
Selain dari panca indra, pengetahuan dapat dihasilkan dari
kepandaian seseorang yang diperoleh dari pengalaman, latihan,
atau melalui proses belajar. Dalam prosesnya seseorang dapat
dituntut untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah,
mengambil keputusan, kemampuan beradaptasi, kreatif, dan
inovatif.
2. Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terbentuk setelah
seseorang melakukan pengeinderaan terhadap suatu objek tertentu.
Terdapat beberapa tingkatan dari pengetahuan, yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik.
Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
Untuk mengukur seseorang tahu tentang apa yang
dipelajarinya, orang tersebut dapat menyebutkan,
menguraikan, mengeidentifikasi dan menyatakan mengenai hal
yang diketahuinya terhadap suatu hal tersebut.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Jadi orang
yang telah memahami objek atau materi dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, atau menarik kesimpulan.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi
dilakukan dalam beberapa hal seperti penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, dan prinsip.
d. Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah.
Salah satu tanda seseorang sudah mencapai tahap ini adalah
orang tersebut mampu membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, atau membuat diagram terhadap suatu
objek.
e. Sintesis
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum
atau meletakkan suatu hubungan yang logis dari komponen
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Secara lebih sederhana,
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk melakukan
penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian tersebut didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau yang telah ada
sebelumnya.
3. Pengukuran pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur melalui wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi. Untuk mengukur
pengetahuan, kita dapat memperhatikan kalimat pertanyaan
menurut tahapan pengetahuan. Untuk mengetahui posisi/tingkatan
pengetahuan, maka dilakukan pengkategorian pengetahuan.
Tingkatan pengetahuan tersebut, yakni :
a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥ 75%
b. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74%
c. Tingkat pengetahuan kurang jika nilainya <55%
2.1.2 Sikap (Attitude)
1. Pengertian sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu objek. Sikap secara nyata menunjukkan
adanya kesesuaian reaksi terhadap objek tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap aspek sosial yang bersangkutan dengan senang-tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebaginya.
2. Tingkatan sikap
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya
sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan
perhatian orang itu terhadap penyuluhan tentang gizi.
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain
(tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan
tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun
mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
3. Komponen sikap
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek,
artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran
seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi)
orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) artinya sikap
adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau
perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak
atau berperilaku terbuka (tindakan)
4. Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak
langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang objek yang
bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan
dengan cara memberikan pendapat dengan menggunkana kata
“setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan objek
tertentu, dengan menggunakan skala likert.
2.1.3 Tindakan (Practice)
1. Pengertian Tindakan
Tindakan adalah seseorang yang telah mengetahui segala objek
tertentu yang kemudian memberikan penilaian atau pendapat
terhadap apa yang diketahui dan selanjutnya melaksanakan atau
mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya.
2. Tingkat tindakan
a. Persepsi (Perseption)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik
tingkatan pertama. Misalnya, seseorang ibu dapat memilih
makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
b. Respon Terpimpin (Guide Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh merupakan indikator tindakan tingkat
kedua. Misalnya seseorang ibu dapat memasak dengan benar,
mulai dari mencuci dan memotong-motongnya, lamanya
memasak, menutup pancinya dan sebagainya.
c. Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tingkat ketiga.
Misalnya, seseorang ibu yang sudah mengimunisasikan
bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah
atau ajakan orang lain.
d. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah
dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut. Misalnya, seorang ibu dapat memilih dan memasak
makanan yang bergizi tinggi berdasarkan berdasarkan bahan-
bahan yang sederhana.
3. Pengukuran tindakan
Untuk memperoleh data tindakan yang akurat yaitu melalui
pengamatan (observasi). Namun dapat juga dilakukan wawancara
dengan mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh
responden dari beberapa waktu lalu.

2.2 Stunting
2.2.1 Pengertian stunting
Stunting atau perawakan pendek (shortness) adalah suatu keadaan
tinggi badan (TB) seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang
penentuannya dilakukan dengan menghitung skor Z-indeks Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U). Seseorang dikatakan stunting bila skor
Z-indeks TB/Unya di bawah -2 SD (standar deviasi). Kejadian stunting
merupakan dampak dari asupan gizi yang kurang, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas, tingginya kesakitan atau merupakan kombinasi dari
keduanya. Kondisi tersebut sering dijumpai di negara dengan kondisi
ekonomi rendah.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting diukur
sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan,
umur, dan jenis kelamin balita. Stunting terjadi mulai janin masih di
dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di
masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Hal tersebut
membuat stunting menjadi salah satu fokus pada target perbaikan gizi
di dunia sampai tahun 2025.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat
prevalensi stunting nasional mencapai 37,2%, meningkat dari tahun
2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Hal ini berarti 8,9 juta atau satu dari
tiga anak Indonesia mengalami pertumbuhan tidak maksimal.
Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara
lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan
Thailand (16%). Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk
jumlah anak dengan kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia
di bawah lima tahun di Indonesia memiliki tinggi berada di bawah rata-
rata.

2.2.2 Faktor penyebab stunting


Stunting tidak hanya disebabkan karena kurangnya asupan gizi.
Adapaun faktor-faktor penyebab stunting adalah:
1. Praktik pengasuhan ibu yang kurang baik terhadap anak. Hal ini
berkaitan dengan kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan
dan gizi pada masa sebelum kehamilan, ketika hamil, dan setelah
melahirkan. Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2018 proporsi pola
pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada bayi umur 0-5 tahun
sebanyak 37,3% (Infodatin, 2018). Meskipun dari tahun-ketahun
meningkat tetapi masih ada ibu yang tidak memberikan ASI
eksklusif.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC (Ante
Natal Care) yaitu pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilan dan Post Natal Care. Informasi yang dikumpulkan dari
publikasi Kementerian Kesehatan dan Bank Dunia menyatakan
bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari
79% di 2007 menjadi 64% di 2013, selain itu anak juga belum
mendapat akses yang memadai untuk layanan imunisasi. Fakta lain
adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi
yang cukup serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran
dini yang berkualitas. Bahkan 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum
terdaftar di layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).
3. Masih kurangnya akses keluarga untuk mengonsumsi makanan
yang bergizi. Hal ini disebabkan karena harga makanan bergizi di
Indonesia masih tergolong mahal.
4. Kurangnya mengakses air bersih dan sanitasi yang rendah. Data
yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah
tangga di Indonesia masih buang air besar di ruang terbuka, serta 1
dari 3 rumah tangga belum memiliki akses untuk mendapatkan air
bersih. Sanitasi dapat mempengaruhi kejadian stunting karena
sanitasi yang buruk akan meningkatkan angka kejadian sakit. Hal
ini terjadi karena sanitasi yang tidak memenuhi syarat, seperti
tidak memiliki penyediaan air bersih untuk mencuci tangan dan
makanan maupun membersihkan peralatan makan sehingga
mikroorganisme penyebab penyakit tidak dapat dihilangkan
maupun dimatikan.
Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa
faktor yang sering dikaitkan dengan akibat dari kemiskinan seperti
masalah gizi, kesehatan, sanitasi, dan lingkungan. Menurut Aridiyah
(2015), terdapat lima faktor utama penyebab stunting yaitu kemiskinan,
sosial dan budaya, peningkatan paparan terhadap penyakit infeksi,
kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Selain itu, menurut Sutarto (2018), banyak faktor yang
menyebabkan stunting pada balita, namun karena mereka sangat
tergantung pada ibu/keluarga, maka kondisi keluarga dan lingkungan
yang mempengaruhi keluarga akan berdampak pada status gizinya.
Status gizi kurang terjadi karena asupan gizi tidak tercukupi dan selain
itu juga karena sering terkena infeksi.
2.2.3 Dampak dari Kejadian Stunting
WHO (2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting
menjadi 2 yaitu:
1. Jangka Pendek
a. Di bidang kesehatan yang dapat menyebabkan peningkatan
mortalitas dan morbiditas.
b. Di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan
kognitif, motorik dan bahasa.
c. Di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya
kesehatan dan peningkatan pengeluaran biaya untuk perawatan
anak yang sakit.
2. Jangka Panjang
a. Di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek,
peningkatan risiko untuk obesitas dan penurunan kesehatan
reproduksi.
b. Di bidang perkembangan berupa penurunan prestasi dan
kapasitas belajar.
c. Di bidang ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas
kerja.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Aspek Knowledge
3.1.1 Identitikasi Penyebab Stunting pada Balita berdasarkan Aspek
Pengetahuan
Pengetahuan tidak hanya dipengaruhi oleh
seberapa tinggi tingkat pendidikan, melainkan juga
seberapa banyak informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber dan seberapa paham seseorang
terhadap informasi yang mereka peroleh. Salah satu
penyebab terjadinya malnutrisi pada balita, dalam hal
ini stunting, yaitu kurangnya pengetahuan terkait
pentingnya pola asuh yang baik bagi anak usia 0-5
tahun (balita). Salah satu komponen dari pola asuh
balita yang baik adalah memenuhi kebutuhan asupan
makanan bergizi seimbang. Seorang ibu dalam
mengasuhpun juga harus memenuhi kebutuhan
asupan anaknya agar masalah gizi pada anak dapat
dihindari dan menjadikan anak tumbuh dengan
optimal.Tingkat pengetahuan ibu akan mempengaruhi
sikap dan tindakannya dalam mengasuh anak.
Komunikasi merupakan salah satu cara memperoleh
informasi atau memberikan informasi dari dan/atau
kepada orang lain. Menurut Effendy (2003),
komunikasi berfungsi untuk menyampaikan informasi
(to inform), mendidik (to educate), menghibur (to
entertain), dan mempengaruhi (to influence). Menurut
Effendy (2002), terdapat lima komponen yang ada
dalam komunikasi yaitu : komunikator (orang yang
menyampaikan pesan), pesan, komunikan (orang yang
menerima pesan), media (sarana yang mendukung
pesan apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak
jumlahnya), dan efek (dampak sebagai pengaruh dari
pesan). Dalam hal ini, ibu balita berperan sebagai
komunikan, yaitu sebagai pihak yang menerima
informasi.
Berdasarkan teori komunikasi, pesan yang
disampaikan akan memberikan efek bagi komunikan
(penerima pesan). Pada tingkat pengetahuan, efek
tersebut dapat terjadi dalam bentuk perubahan
persepsi dan perubahan pendapat. Perubahan
pendapat terjadi apabila terdapat perubahan penilaian
terhadap suatu objek karena adanya informasi yang
lebih baru.
3.1.2 Kuesioner Dasar Pengetahuan Ibu terhadap Kejadian Stunting
Kuesioner pengetahun terkait kejadian stunting diperlukan untuk
mengukur sejauh mana pengetahuan ibu balita terkait dengan pola
asuh, pemberian asupan makanan, status gizi, dan juga mitos seputar
tumbuh kembang anak. Adapun isi kuesionernya adalah:
1. ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja sampai bayi berumur 6
bulan
a. Benar
b. Salah
2. ASI Eksklusif penting sebagai pemenuhan gizi anak dalam 6
bulan pertama sejak kelahirannya
a. Benar
b. Salah
3. Anak di atas usia 6 bulan sudah mulai untuk diberikan makanan
tambahan yang bergizi
a. Benar
b. Salah
4. Yang dimaksud gizi seimbang adalah makanan yang terdiri dari
karbohidrat, protein dan vitamin
a. Benar
b. Salah
5. Balita perlu diberikan makanan yang beraneka ragam sesuai
pedoman gizi seimbang agar tercukupi kebutuhan gizinya
a. Benar
b. Salah
6. Cara memperbaiki nafsu makan anak adalah dengan mengganti-
ganti hidangan anak.
a. Benar
b. Salah
7. Memberikan anak makanan yang bervariasi akan memberikan
dampak baik pada tumbuh kembangnya
a. Benar
b. Salah
8. Memberi telur pada anak dapat menyebabkan bisul
a. Benar
b. Salah
9. Buah tidak baik diberikan pada balita karena dapat menyebabkan
diare
a. Benar
b. Salah
10. Yang terpenting dalam memberi makanan pada anak adalah agar
anak merasa kenyang
a. Benar
b. Salah
11. Agar anak menyukai sayur dan buah, ibu harus membiasakannya
sejak dini
a. Benar
b. Salah
12. Kadar gizi makanan yang diberikan kepada anak sama saja
dengan anggota keluarga lainnya
a. Benar
b. Salah
13. Makanan yang dimakan oleh anak tidak begitu berpengaruh
terhadap tumbuh kembangnya
a. Benar
b. Salah
14. Pertumbuhan anak terlambat disebabkan oleh faktor keturunan
a. Benar
b. Salah

15. Stunting merupakan salah satu akibat kurangnya asupan gizi pada
anak berupa tubuh pendek/kerdil
a. Benar
b. Salah
16. Kejadian stunting pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak di masa depan
a. Benar
b. Salah
Pengetahuan ibu dalam kuesioner tersebut berupa penilaian
terhadap pola asuh anak, cara pemberian makanan kepana anak,
pertumbuhan anak, dan mitos kejadian yang berkaitan dengan gizi
serta tumbuh kembang yang sering beredar di kalangan masyarakat.
Kuesioner berisi pernyataan “benar” dan “salah” dengan sistem
skoring apabila jawaban menunjukan hasil yang benar maka akan
diberi skor = 1, sebaliknya apabila jawaban menunjukan hasil yang
salah maka akan diberi skor = 0. Nilai akhir berupa akumulasi yang
didapat dari perhitungan dengan rumus (jumlah jawaban dengan
hasil benar/jumlah total soal x 100).
3.2 Analisis Aspek Attitude
3.2.1 Identitikasi Penyebab Stunting pada Balita berdasarkan Aspek
Sikap
Menurut Sunaryo, sikap merupakan kesiapan merespons yang
sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara
konsisten. Sikap merupakan kecenderungan bertindak dari individu
berupa respons tertutup terhadapa stimulus ataupun objek tertentu.
Sikap menunjukkan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Jadi
sikap bukanlah suatu tindakan ataupun aktifitas, akan tetapi
merupakan sebuah kecenderungan untuk melakukan
tindakan/perilaku/peran.
Sikap ibu tentang gizi balita dalam kejadian stunting terbagi
menjadi dua kategori, yakni sikap ibu dengan kategori positif dan
sikap ibu dengan kategori negatif. Menurut Nursalam, sikap
seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor umur,
pekerjaan, pendidikan dan paritas. Jika sebagian dari responden
memiliki sikap yang negatif, makan tindakan dan perilakunya akan
cenderung negatif, sehingga masalah gizi pada anak kemungkinan
akan terjadi.
Menurut salah satu Jurnal Kesehatan Andalas menunjukkan
bahwa sikap ibu dengan kejadian stunting pada penelitian tersebut
memperoleh nilai p<0,05 (0,00), yang berarti menunjukkan bahwa
hipotesis diterima dan terdapat hubungan yang bermakna antara
sikap ibu dengan kejadian sttunting pada anak baru masuk sekolah
dasar di Kecamatan Nanggalo. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Notoadmojo yang menyebutkan, bahwa pengetahuan merupakan
hasil dari proses mengetahui dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Selain itu,
pengetahuan juga dapat diperoleh melalui pendidikan dan
pengetahuan orang lain.
Pengetahuan tersebut sangat erat hubungannya dengan
pendidikan, dimana dapat diasumsikan bahwa dengan pendidikan
yang tinggi maka seseorang akan semakin luas pula pengetahuannya.
Pendidikan yang rendah tidak menjamin seorang ibu tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai gizi keluarganya.
Adanya rasa ingin tahu yang tinggi dapat mempengaruhi ibu dalam
mendapatkan informasi mengenai makanan yang tepat untuk anak.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan
formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non-
formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua
aspek yaitu aspek aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek
itulah yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak
aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan
sikap makin positif terhadap objek tertentu seperti halnya dalam
pemenuhan gizi anak, sehingga anak tidak mengalami stunting.

3.2.2 Kuesioner Dasar Sikap Ibu terhadap Kejadian Stunting


Untuk mengetahui tentang hubungan dari pengetahuan dan
pendidikan ibu dengan sikap yang diambil oleh ibu terhadap
kejadian stunting, maka diperlukan variabel untuk menilai hubungan
dari kedua hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan
kuesioner yang berisi indikator penilaian yang berhubungan dengan
sikap ibu terhadap kejadian stunting. Sikap ibu tentang gizi anak
balita dan beberapa aspek lain seperti perawatan kehamilan serta
mitos merupakan respon evaluatif yang didasarkan pada proses
evaluasi diri, yang disimpulkan berupa penilaian positif atau negatif
yang kemudian dinilai sebagai potensi reaksi terhadap objek.
Jawaban
No Item
SS S R TS STS
1. Menurut saya melakukan perawatan
selama kehamilan (antenatal care)
adalah hal yang penting
2. Saya akan memberikan ASI saja pada
anak saya sejak baru lahir sampai
umur 6 bulan
3. Saya perlu mengetahui jenis sumber
makanan yang diperlukan anak balita
4. Seorang ibu berkewajiban
mengetahui kebutuhan makanan anak
sesuai umur dan perkembangannya
5. Menurut pendapat saya anak balita
perlu diberi aneka ragam makanan
agar gizinya tercukupi
6. Sebelum menyuapi anak balita, saya
akan selalu mencuci tangan dengan
sabun
7. Saya akan selalu mengontrol
makanan anak balita walaupun yang
memberikan orang lain/pengasuh
8. Menurut saya, dalam memberikan
makanan kepada anak balita yang
penting anak kenyang.
9. Saya harus menimbangkan anak
balita ke posyandu setiap bulan agar
bisa mengetahui pertumbuhannya.
10. Saya akan konsultasi kepada petugas
kesehatan jika berat badan anak balita
turun dibandingkan bulan lalu dan
berada pada pita merah
11. Menurut saya balita pendek itu bukan
masalah jika orang tuanya pendek

Sikap ibu dalam kuesioner tersebut berupa penilaian terhadap


perawatan dalam kehamilan ibu, status gizi anak balita, cara
pemberian makanan untuk anak balita, pertumbuhan anak balita, serta
mitos kejadian stunting yang sering beredar di kalangan masyarakat.
Data tentang sikap dikumpulkan dengan kuesioner yang berisikan
pernyataan dengan lima kemungkinan jawaban menurut skala Likert.
Pada pernyataan yang positif, nilai 4 bila sangat setuju (SS), nilai 3
bila setuju (S), nilai 2 bila ragu- ragu (R), nilai 1 bila tidak setuju
(TS), nilai 0 bila sangat tidak setuju (STS). Pada pernyataan negatif
nilai 4 bila sangat tidak setuju (STS), 3 bila tidak setuju (TS), 2 bila
ragu-ragu (R), 1 bila setuju (S), 0 bila sangat setuju (SS). Skala
pengukuran yang digunakan adalah kategorikal.
3.3 Analisis Aspek Practice
3.3.1 Identitikasi Penyebab Stunting pada Balita berdasarkan Aspek
Perilaku
Asupan nutrisi yang cukup merupakan kebutuhan dasar yang
diperlukan anak dalam siklus kehidupannya untuk perkembangan dan
menjaga fungsi tubuh. Permasalahan tentang gizi anak masih menjadi
masalah di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah
gizi pada anak memerlukan perhatian khusus karena dapat
menyebabkan peningkatan kesakitan, kematian, mempengaruhi
kecerdasan serta hambatan pertumbuhan dan perkembangan.
Permasalahan kesehatan yang paling sering terjadi pada balita adalah
masalah stunting. Stunting sendiri dapat terjadi akibat dari kekurangan
zat gizi yang beguna untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Stunting dapat berakibat balita tersebut sulit
untuk tumbuh secara normal, seperti tinggi badan yang lebih pendek
dari teman sebayanya. Penyebab dari permasalahan stunting pada
balita yakni adalah kebiasaan pemberian makan yang diberikan oleh
ibunya.
Perilaku pemberian makan yang dilakukan orang tua berperan
penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Orang tua
bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak termasuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Beberapa penelitian menunjukkan terkait masalah perilaku orang tua
dalam pemberian makan pada anak misalnya menggunakan makanan
manis sebagai hadiah untuk mengontrol anak dan tidak ada kontrol
dalam pemilihan makanan anak. Orang tua tidak menentukan
makanan yang sebaiknya dimakan anak, tetapi cenderung menuruti
keinginan anak dan memaksa anak untuk tetap makan meskipun anak
sudah tidak mau.
Hal ini menunjukkan bahwa peran orang tua terutama ibu sangat
penting untuk membentuk perilaku dan kebiasaan makan anaknya.
Terlebih lagi apabila anak tersebut menginjak usia balita yang hampir
semua kebutuhannya disediakan oleh ibu. Tingkat pengetahuan ibu
yang baik serta kemauannya dalam melaksanakan pola makan gizi
seimbang akan mewujudkan keluarga yang memiliki taraf kesehatan
lebih tinggi daripada mereka yang tidak menerapkannya.
Ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah cenderung
bertindak sesuai dengan yang mereka ketahui. Sehingga hal ini
mengakibatkan pemilihan makanan yang diberikan kurang bervariasi.
Akibat dari kurang bervariasinya makanan yang diberikan adalah
jumlah gizi yang diserap oleh balita tidak memenuhi batas normal,
dikemudian hari akan menyebabkan terjadinya stunting serta juga
dapat berakibat pada kebiasaan makan balita tersebut. Pengetahuan
gizi makanan yang dimiliki ibu juga akan memengaruhi kemampuan
ibu untuk menyediakan baik dari segi kuantitas maupun kualitas untuk
memengaruhi makanan yang dikonsumsi balita.
Menurut anjuran pemberian makanan anak balita dari
Kementerian Kesesehatan RI :
a. 0-6 bulan : ASI dengan frekuensi sesuai keinginan anak, paling
sedikit 8 kali sehari. Pada periode ini, anak hanya boleh
mengonsumsi ASI saja dan tidak boleh diberi makanan maupun
minuman selain ASI.
b. 6-12 bulan : ASI dengan frekuensi sesuai dengan keinginan
anak, paling sedikit 8 kali sehari. Pada periode umur ini, anak
boleh diberikan makanan tambahan setelah pemberian ASI, yaitu
MP-ASI. Jenis MP-ASI ini adalah bubur tim lumat ditambah
salah satu makanan lainnya seperti kuning telur, ayam, ikan,
tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, dan kacang hijau.
Kemudian berangsur-angsur bubur tim lumat diganti dengan
bubur nasi. Makanan tersbut diberikan 3 kali sehari dalam takaran
mangkuk 250 ml tiap satu kali makan serta penambahan makanan
selingan sebanyak 2 kali.
c. 12-24 bulan : diberikan ASI sesuai keinginan anak. Nasi lembek
yang ditambah kuning telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi,
wortel, bayam, bubur kacang hijau, diberikan 3 kali sehari serta
penambahan makanan selingan sebanyak 2 kali sehari.
d. 24-51 bulan : makanan yang biasa dimakan dalam keluarga 3 kali
sehari. Makanan sampingan 2 kali sehari diberikan diantara waktu
makan.
Sedangkan menurut Ebrahim (2013), petunjuk pemberian
makanan rutin pada anak dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Tidak memaksakan suatu makanan pada anak. Anak harus
menikmati sendiri makanannya, setiap pemberian makanan harus
dengan tanpa paksaan.
b. Setiap makanan yang baru akan ditolak diberikan sedikit demi
sedikit dengan tujuan memberikan kesempatan kepada anak
untuk membandingkan seleranya pada makanan tersebut.
c. Makanan yang diberikan harus bervariasi setiap harinya dan
setiap kali pemberian makanan agar anak tidak mudah bosan.
Berdasarkan kedua teori diatas, seorang ibu perlu untuk
melaksanakannya dalam bentuk perilaku agar balita mereka tidak
terdampak oleh stunting. Anjuran dari Kementerian Kesehatan RI
tersebut adalah anjuran dasar yang wajib dilakukan oleh ibu atau
standar minimal untuk menjaga gizi yang masuk dalam tubuh balita.
3.3.2 Kuesioner Dasar Perilaku Ibu terhadap Kejadian Stunting
Untuk mengetahui dampak dari perilaku ibu terhadap kejadian
balita stunting diperlukan variabel untuk menilai hubungan dari kedua
hal tersebut. Maka dari itu diperlukan pembuatan kuisioner yang berisi
indikator penilaian yang berhubungan dengan perilaku ibu terhadap
kejadian stunting. Perilaku ibu tentang perbaikan gizi anak balita
dalam penelitian ini adalah tindakan nyata dari ibu anak balita dalam
memberikan makanan kepada anak balita, mulai dari cara memilih,
mengolah bahan makanan sampai dengan pemberiannya. Data tentang
perilaku dikumpulkan dengan kuesioner yang berisikan pernyataan
dengan empat kemungkinan jawaban. Pada pernyataan nilai 3 apabila
selalu dilakukan (SL), nilai 2 apabila sering dilakukan (S), nilai 1
apabila kadang-kadang (K), nilai 0 bila tidak pernah (T). Kriteria yang
diberikan adalah ibu yang memiliki anak berumur 8 bulan atau 32
minggu sampai dengan umur 5 tahun. Usia ini dipilih karena untuk
melihat cara ibu memberikan makan tambahan serta ASI eksklusif
yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Jawaban
No. Item
SL S K T
Memberikan anak ASI ekslusif
1.
sampai umur 6 bulan
Memberikan ASI paling sedikit 8
2.
kali sehari
Tidak memberikan makanan selain
3. ASI pada waktu umur anak belum
mencapai 6 bulan
Memberikan makanan tambahan
4.
setelah anak berusia 6 bulan
Mempertimbangkan kandungan
gizinya sebelum memberikan
5.
makanan tambahan tersebut kepada
anak
Ibu menyiapkan sendiri makanan
6.
untuk anak
Memberikan makanan tambahan
7. sebanyak 3 kali sehari setelah anak
berusia 6 bulan
Memberikan ASI setelah anak
8.
berusia 6 bulan
Makanan tambahan yang diberikan
9.
sekitar 250ml setiap satu kali makan
Memberikan anak makanan yang
10
bervariasi setiap harinya
Ada variasi sayur dan lauk – pauk
11. dalam pemberian makanan
tambahan
12. Pemberian makanan selingan
sebanyak 2 kali dalam sehari

Dari kuisioner diatas hasil maksimal yang akan didapatkan oleh ibu
adalah 36 poin, apabila ibu menjawab selalu melakukan anjuran
pemenuhan gizi pada anak. Kemudian dari hasil maksimal yang
didapatkan akan dikalikan dengan 2,8 agar mencapai angka penilaian
100. Dari skor akhir yang didapatkan oleh ibu akan menunjukkan
hasil. Apabila angka skor total diatas 74, maka ibu dikategorikan
memiliki perilaku yang baik terkait pemenuhan gizi pada anak. Namun
apabila hasilnya dibawah angka 74, maka perilaku ibu masih
digolongkan kurang baik.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor
yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi
dan lingkungan. terdapat lima faktor utama penyebab stunting yaitu
kemiskinan, sosial dan budaya, peningkatan paparan terhadap penyakit
infeksi, kerawanan pangan dan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
Penyebab terjadinya malnutrisi pada balita dalam hal ini
adalah stunting salah satunya, yaitu kurangnya pengetahuan
terkait pentingnya pola asuh yang baik bagi anak usia 0-5
tahun. Salah satu komponen dari pola asuh balita yang baik
adalah memenuhi dan memberikan asupan makanan yang
bergizi seimbang. Ibu adalah pengasuh pertama balita yang
asuhannya bertujuan untuk menghindari masalah gizi pada
anak dan menjadikan anak dapat mencapai pertumbuhannya
dengan optimal. Tingkat pengetahuan ibu akan
mempengaruhi sikap dan tindakannya dalam mengasuh
anak.
4.2 Saran
1. Kuesioner yang disusun lebih jelas lagi sehingga tidak
menimbulkan ambiguitas dan mendapatkan hasil yang
diinginkan.
2. Penilaian kuesioner disesuaikan dengan jumlah
pertanyaan sehingga pengelompokkannya dapat
dilakukan dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Blita di Wilayah Pedesaan
dan Perkotaan. e-Journal Pustaka Kesehatan, 163-170.
Effendy, O. U. (2002). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Effendy, O. U. (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Infodatin. (2018, Agustus 31). Retrieved from Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia: https://www.kemkes.go.id
Ini Penyebab Stunting pada Anak. (2018, Mei 24). Retrieved from Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia:
https://www.depkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-
stunting-pada-anak.html
(2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Olsa, E. D., Sulastri, D., & Anas, E. (2017). Hubungan Sikap dan Pengetahuan
Ibu Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar di
Kecamatan Nanggalo. Jurnal Kesehatan Andalas, 523-529.
Purnama, N. A., Lusmilasari, L., & Julia, M. (2015). Perilaku Orang Tua dalam
Pemberian Makan dan Status Gizi Anak 2-5 Tahun. Jurnal Klinik
Indonesia, 97-104.
S., N. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Simanjuntak, B. Y. (2019). Maternal Knowledge, Attitude, and Practices about
Traditional Food Feeding with Stunting and Wasting of Toddlers in
Farmer Families. National Public Health Journal, 58-64.
Sutarto, Mayasari, D., & Indriyani, R. (2018). Stunting, Faktor Risiko dan
Pencegahannya. J. Agromedicine, 540-545.

Anda mungkin juga menyukai