Anda di halaman 1dari 7

REVIEW MAKALAH

“Ilmu Kalam Pemikiran Dan Doktrin Periode Klasik”

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu Muhammad Junaidi, M.Pd.I

Oleh:
Yunita Nurma Sari T20174098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYAH FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
APRIL 2020
Judul makalah kelompok 3 adalah ilmu kalam pemikiran dan doktrin
periode klasik, menurut saya judul tersebut kurang spesifik sehingga kurang
menjelaskan tentang isi makalah yang akan dibahas sebab yang dibahas dalam
makalah hanya empat aliran kalam periode klasik tidak seluruh aliran kalam
periode klasik. Selain itu pada latar belakang kurang dijelaskan secara lengkap
bagaimana latar belakang terkait judul. Pada sub bab pertama makalah ini
memaparkan tentang pemikiran dan doktrin kalam mu’tazilah. Kalam mu’tazilah
ini merupakan golongan yang mempelopori pendekatan akidah menggunakan
aturan ilmu mantik (logika) sebagai dasar analisisnya, yang mana dibina oleh
Washil bin Ath. Mu’tazilah menganggap dan membanggakan dirinya sebagai ahl
al-‘adli wa al-tauhid (pengemban keadilan dan ketahidan) dengan mencoba
merumuskan konsep tauhid dan keadilan Tuhan yang semurni-
murninya sesuai dengan dalil akal. Mu’tazilah juga menobatkan dalil
akal menjadi dasar pegangan yang qhat`i (pasti) setaraf dengan
dalil nash Al-Qur`an. Maka dari itu mu’tazilah menolak adanya konsep
bahwa Tuhan memiliki sifat-sifat seperti makhluk, dan asmaul husna bukanlah
sifat Tuhan melainkan dzatNya sendiri. Pokok ajaran dasariyah kaum
Mu’tazilah adalah keesaan dan keadilan Tuhan, namun
mu’tazilah juga mengajarkan tentang al-shalah wa shalah
(maslahat dan yang paling maslahat) yakni bahwa segala
perbuatan Allah itu mempunyai alasan dengan maksud tertentu.
Adapun doktrin kalam mu’tazilah yaitu nafy al-sifat (tauhid), al-adl (keadilan
allah), al-wa’d wal wa’id (janji dan ancaman allah), al-manzilah baina al-
manzilatain, al-amru bil ma’ruf wa an-nahyu ‘an al-munkar.
Dalam sub bab ini terdapat multitafsir sebab telah dijelaskan bahwa
mu’tazilah hanya merasa keberatan pada tujuh sifat mani’ yang telah
dikategorikan oleh ulama-ulama, namun sebelumnya telah dikatakan bahwa
mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, maka daripada itu
seharusnya mu’tazilah merasa keberatan pada seluruh sifat-sifat Tuhan yang telah
digolongkan oleh para ulama. Namun penulis tidak menjelaskan lebih lanjut lagi
bagaimana sikap mu’tazilah terhadap sifat-sifat yang lain.

1
Pada sub bab kedua penulis memaparkan tentang ahl as-sunnah salafiyah.
Kata salaf secara etimologi artinya terdahulu. Ahl as-sunnah salafiyah muncul
pertama kali pada abad ke-4 Hijriah yang ikuti oleh para ulama pengikut Ahmad
bin Hanbal. Kemudian ahl as-sunnah salafiyah muncul kembali pada abad ke-7
Hijriah yang dibawa oleh Ibn Taimiyah. Kemudian pemikiran serupa ahl as-
sunnah salafiyah muncul di Arab yang sebarluaskan oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab pada abad ke-12 Hijriah yang disebut dengan gerakan wahabiyah.
Pendukung utama dari madzhab ahl as-sunnah salafiah adalah tokoh-tokoh ahli
hadis (muhadditsun). Golongan ini memiliki tujuan menghidupkan atau
membangkitkan kembali akidah umat muslim sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan
hadits seperti para terdahulu pada generasi sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Ibnu Hanbal merupakan tokoh ahl as-sunnah salafiyah yang dikenal sebagai
seorang yang zahid, teguh dalam pendirian, wara’ serta dermawan. Ia menolak
dan tidak mengakui pemikiran mu’tazilah yang mengatakan bahwa al-Qur’an
merupakan makhluk Allah. Selain itu ada Ibnu Taimiyah sebagai tokoh ahl as-
sunnah salafiyah yang dikenal ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak
pada akal. Ia merupakan sosok yang muttaqi, wara, dan zuhud serta pemberani.
Selain itu, Ibnu Taimiyah juga dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir (Ahli
tafsir Al-Quran berdasarkan hadits), faqih, teologi, dan memiliki pengetahuan
yang luas tentang filsafat. Ibnu Taimiyah memang dikenal cerdas sebab ketika
masih remaja ia telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-
pandangan mengenai masalah hukum. Adapun lima doktrin ahl as-sunnah
salafiyah yakni kemahaesaan Tuhan sebagai asas pertama ajaran Islam, keesaan
Tuhan dalam dzat dan sifat, keesaan dalam ibadah, keesaan dalam penciptaan,
perbuatan manusia, memohon pertolongan kepada selain Allah, ziarah ke kuburan
orang saleh dan kuburan Nabi. Menurut Ibn Taimiyah madzhab salafi mengimani
qadar yang baik maupun yang buruk, kekuasaan Allah dan kehendak-Nya yang
bersifat mutlak. Dalam hal ini ia mengakui bahwa Allah mempunyai kekuasaan
mutlak atas tiga hal yang meliputi Allah adalah pencipta segala sesuatu, hamba
adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya serta mempunyai kemauan dan
kehendak yang sempurna yang membuatnya bertanggung jawab terhadap apa

2
yang dilakukannya, dan Allah memudahkan, meridlai dan menyukai perbuatan
baik, serta tidak menyukai perbuatan buruk dan tidak menyukainya.
Pada sub bab ketiga penulis memaparkan tentang ahl as-sunnah khalafiyah
yang dibagi menjadi dua aliran yaitu asy’ariyah dan maturidiyah. Aliran
asy’ariyah dipelopori oleh Abu Hasan al-Asy’ari. Aliran ini menentang
penggunaan akal pikiran yang berlebihan dalam persoalan
agama seperti golongan mu’tazilah, meskipun dulunya Abu Hasan
al-Asy’ari menganut paham mu’tazilah namun pada akhirnya ia mengingkarinya.
Maka dari itu aliran asy’ariyah mengambil jalan tengah yakni dengan
menggunakan akal dan wahyu. Penggunaan akal dan wahyu
dibuat sejalan sesuai dengan porsinya masing-masing. Abu Hasan
al-Asy’ari membangun teologinya melalui ajaran-ajarannya yang meliputi Tuhan
mempunyai sifat sesuai yang telah disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits,
tentang kekuasaan Tuhan dan pembuatan manusia, Tuhan akan dapat dilihat
nanti pada hari kiamat, mukmin yang melakukan dosa besar adalah fasik, dan
dosanya diserahkan kepada Allah, al-Qur’an sebagai kalamullah adalah qadim,
sedangkan huruf dan suaranya adalah baru. Aliran ini menyebarkan doktrinnya
melalui kitab-kitabnya yaitu kitab Maqaalat Al-Islamiyyiin, kitab Al-Ibaanah ‘an
Ushuul Al-Diyaanah, kitab Al-Lumaa ‘fi Ar-Raad ‘alaa Ahl Al-Zaigh wa Al-
Bidaa’.
Dapat dikatakan bahwa aliran asy’ariyah merupakan aliran yang menolak
keras paham mu’tazilah, sebab terdapat beberapa pernyataan Abu Hasan al-
Asy’ari yang menentang pemikiran mu’tazilah dalam kitabnya Al-Ibanah.
Dalam pembahasan ajaran asy’ariyah terdapat kata yang sulit dipahami yakni
tentang huruf dan suara al-Qur’an adalah baru, penulis tidak menjelaskan secara
detail maksud kata baru dalam kalimat tersebut, sehingga hal ini membuat
pembaca akan sulit menafsirkan.
Selanjutnya aliran maturidiyah yang dipelopori oleh Abu Mansur
Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Ia merupakan ulama
hanafiyah yang memiliki andil besar di bidang fikih melalui
beberapa karya tulisnya kitab al-ma’akhiz al-shari’ah dan al-

3
jadal. Beberapa ulama ketermuka menjadi pengikutnya yakni
Abu al-Qasim al-Samarqandi, al-Bazdawi, Mar al-Nasafi, al-
Sabuni, Ibn al-Humam. Aliran maturidiyah muncul pada masa kekhalifahan
al-Ma’mum. Pengikut maturidi adalah orang-orang hanafiah sebab mayoritas
muslim mengikuti mazhab hanafi. Hadirnya aliran maturidiyah
hampir sama dengan aliran al-asy’ariyah yaitu sebagai reaksi
penolakan terhadap ajaran aliran mu’tazilah. Selain itu faktor lain
yang melatar belakangi munculnya aliran maturidiyah adalah ketidakpuasan
terhadap konsep teologi mu’tazilah dan adanya kekhawatiran atas meluasnya
ajaran syi’ah terutama aliran Qaramithah. Adapun pemikiran-pemikiran
maturidiyah yaitu kewajiban mengetahui Tuhan serta kebaikan dan keburukan
menurut akal yang mencakup hikmat dan tujuan perbuatan Tuhan, sifat-sifat
Allah, melihat Allah swt, dan pelaku dosa besar. Selanjutnya kesamaan antara
maturidiah dan asy’ariyah yaitu mempercayai dan meyakini bahwa Tuhan
memiliki sifat-sifat dan memiliki pemahaman qadariah yang sama tentang
perbuatan manusia. Lalu perbedaan antara maturidiah dan asy’ariyah adalah
maturidi menyetujui kebebasan berkehendak sesuai dengan
konsekuensi yang akan didapat atas keadilan dan pembalasan
Tuhan, sedang asy’ari berpegang teguh bahwa kehendak Tuhan
yang tidak dapat dibayangkan dalam kapasitas logika manusia,
selain itu menurut asy’ariyah mengetahui Tuhan diwajibkan
syara’, sedangkan menurut maturidiyah diwajibkan akal, dan
menurut golongan asy’ariyah, sesuatu perbuatan tidak
mempunyai sifat baik dan buruk, sedangkan menurut
maturidiyyah setiap perbuatan itu ada sifat baik dan sifat
buruknya. Aliran maturidiyah setelah wafatnya al-Maturidi,
ajaran-ajarannya dilestarikan oleh para muridnya diantaranya
yang terkemuka yaitu Abd al-Hakim al-Samarqandi, Abu al-Hasan
Ali ibn Said al-Rastafgani, Abu Muhammad Abd al-Karim ibn Musa
al-Bazdawi, dan Abu al-Laith al-Bukhari. Namun beberapa
muridnya memiliki pandangan yang berbeda tentang teologi

4
yang mana diantaranya lebih condong pada aliran asy’ariyah.
Maka dari itu aliran maturidiyah terbagi menjadi dua golongan
yaitu maturidiyah golongan samarqand yang pengikutnya
merupakan pengikut aliran maturudiyah sendiri dan maturiyah
golongan bukhara yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi.
Perbedaan dua golongan tersebut adalah golongan samarqand
percaya kepada Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya sebelum
adanya wahyu adalah wajib, sedangkan golongan bukhara lebih
meyakini bahwa akal hanya akan dapat sampai pada rasa
kepercayaaan kepada Tuhan, tapi tidak dapat mengetahui
wajibnya hal itu sebelum adanya wahyu.
Menurut saya makalah ini sudah mampu memaparkan isi secara jelas dan
tepat sehingga dalam menggambarkan subjek pada setiap sub bab, meskipun ada
beberapa kalimat yang multitafsir atau sulit untuk ditafsirkan. Selain itu penulis
tidak secara langsung memberikan pendapatnya atau kesimpulan pada setiap akhir
sub bab untuk memudahkan pembaca memahami isi makalah. Makalah ini layak
dibaca untuk menambah wawasan bagi yang sedang mempelajari ilmu kalam dari
dasar. Referensi yang digunakan menurut saya sudah bagus, karna sebagian besar
referensinya adalah buku terbitan terbaru, meskipun ada beberapa referensi yang
berasal dari internet. Dalam teknik penulisan tidak semua teks menggunakan font
times new roman, sehingga terlihat kurang rapi. Penulisan footnote masih ada
beberapa kesalahan untuk penulisan judul yang ditulis capslock dan adanya tanda
baca koma antara judul dengan tanda kurung buka pada kota penerbit, karna
seharusnya cukup dipisah dengan spasi saja, sesuai buku panduan karya tulis
ilmiah yang terbaru, kemudian penulisan judul buku pada daftar pustaka juga
beberapa ditulis menggunakan capslock dan kurangnya penggunaan tanda baca
titik pada akhir penulisan daftar pustaka dan apabila penulisan daftar pustaka
memiliki dua baris seharusnya baris kedua atau left marginnya memiliki jarak
yang berbeda dengan baris yang pertama, lalu layout margin kertas yang
digunakan belum sesuai dengan ketentuan yakni atas 4cm, kiri 4cm, bawah 3cm,

5
dan kanan 3cm dan penulisan tulisan Arab seharusnya ditulisan dengan ukuran
16pt bukan 18pt.

Anda mungkin juga menyukai