Anda di halaman 1dari 5

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI I

LAPORAN SEDIAAN LARUTAN

Dosen Pengampu:
1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt.
2. Sabrina, Ph.D., Apt.
3. Estu Mahanani, M.Si., Apt.
4. Andi Sri Suriati., M.sc., Apt.

Disusun Oleh :
Kelompok 3 / Kelas C
1. Nurullaila 11181020000029
2. Anisa Fitria 11181020000035
3. Nabila Amelia Hartono 11181020000037
4. Nurbaiti Apriyani 11181020000050

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
APRIL / 2020
Paracetamol merupakan zat aktif yang kelarutannya kurang baik dalam
air. Paracetamol dalam air bersifat agak sukar larut. Oleh karena itu dibutuhkan
kombinasidari beberapa pelarut untuk meningkatkan kelarutan paracetamol dalam
sediaan sirup yang dibuat agar kesesuaian dosis dapat tercapai.
Pada formula 1, pelarut campur atau kosolven yang digunakan untuk
meningkatkan kelarutan paracetamol adalah propilen glikol, gliserin dan larutan
sorbitol 70%. Menurut skipsi yang berjudul Kelarutan Acetaminophen di dalam
Sistem Propilenglikol-Gliserol-Air disebutkan bahwa propilen glikol dan gliserol
dapat meningkatkan kelarutan paracetamol hingga 3 kali lipat dan 1,34 lipat
bergantung pada konsentrasi propilen glikol dan gliserol yang digunakan.
Kemudian larutan sorbitol 70% juga digunakan sebagai stabilizing agent pada
campuran propilen glikol – gliserol dan air. Sehingga kelarutan paracetamol bisa
lebih baik di campuran pelarut tersebut. Sedangkan pada formula 2, kombinasi
pelarut campur yang digunakan hanya air-propilen glikol dan gliserin, tanpa
menggunakan larutan sorbitol 70%.
Perbedaan komposisi pelarut campur ini menimbulkan perbedaan
kestabilan pada sediaan sirup yang dihasilkan. Setelah beberapa jam diprodiksi,
pada formula 1 dengan kombinasi pelarut campur air-propilen glikol-gliserin-
larutan sorbitol 70% kondisi larutan tetap terlihat lebih jernih karena kombinasi
dari pelarut campur yang digunakan dapat lebih menjaga kestabilan dari sediaan
sirup paracetamol. Sedangkan pada formula 2, setelah beberapa jam diproduksi,
akan terlihat larutan yang agak keruh dibandingkan saat selesai produksi. Hal ini
karena pada formula 2 kombinasi pelarut campur yang digunakan tidak
mengandung larutan sorbitol 70%. Hal ini dijelaskan dalam HOPE 6th edition
bahwa sorbitol juga berfungsi sebagai stabilizing agent. Maka pada kombinasi
pelarut campur yang menggunakan larutan sorbitol 70% akan jauh lebih stabil
dibandingkan yang tanpa larutan sorbitol 70%.
Selain itu, ditemukan juga perbedaan sweetening agent yang digunakan
pada kedua formula tersebut. Pada formula 1, sweetening agent yang digunakan
adalah Na-sakarin.Natrium sakarin merupakan pelarut sintetis dengan kadar
kemanisan 300-600 kali lipat lebih man is jika dibandingkan dengan sukrosa. Hal
itu berarti natrium sakarin memiliki intensitas kemanisan yang sangat tinggi.
Maka natrium sakarin yang digunakan pada formula 1 hanya 0,1% karena jika
berlebih atau terlalu banyak akan menimbulkan bau logam dan after taste yang
pahit. Sedangkan pada formula 2, digunakan sirupus simpleks sebagai sweetening
agent. Sirupus simpleks lebih sering digunakan sebagai sweetening agent dan
lebih disukai karena rasanya enak, manisnya natural, serta tidak ada after taste
yang pahit.
Kemudian pada formula yang dibuat, terdapat komponen yang mempunyai
fungsi lebih dari asatu, yaitu propilen glikol. Merujuk padaHOPE 6th edition,
propilen glikol dengan rentang konsentrasi 15 % - 30% dapat berfungsi sebagai
antimicrobial preservative dan dengan rentang konsentrasi 10%-30% dapat juga
berfungsi sebagai solvent atau cosolvent. Maka pada formula yang kami kerjakan,
dengan konsentrasi sebesar 20% , propilen glikol dapat berperan sebagai kosolven
sekaligus sebagai pengawet
Pada prosedur pembuatan sirup diphenhidramin HCl, aquadest yang akan
digunakan dipanaskan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa tidak ada
mikroorganisme hidup yang masih mengkontaminasi aquadest tersebut.
Kemudian formulasi sirup diphenhidramin, tidak ditemukan masalah pada
kelarutan zat aktifnya. Hal tersebut karena zat aktif obat yaitu diphenhidramin
HCl mempunyai kelarutan mudah larut dalam air. Namun terdapat masalah pada
pH larutan. pH sirup diphenhidramin harus dalam keadaan asam, yaitu dalam
rentang 4-6. Untuk menyeimbangkan pH sirup diphenhidramin, maka dibutuhkan
buffering agent. Dalam formula kali ini, digunakan asam sitrat monohidrat yang
dikombinasikan dengan natrium sitrat sebagai buffering agent. Dimana asam sitrat
monohidrat berperan sebagai asam lemah dan natrium sitrat sebagai basa
konjugasinya.
Buffering agent disini berfungsi untuk menjaga stabilitas pH sediaan
larutan pada rentang pH 4-6 untuk menghasilkan sediaan sirup yang stabil serta
bermutu baik. Asam sitrat monohidrat dengan natrium sitrat bekerja dengan
membantu menurunkan pH larutan menjadi bersifat asam sesuai dengan pH
stabilitasnya. Pada praktikum sebenarnya, hasil sediaan sirup dengan formula ini
akan dibandingkan dengan formula sirup diphenhidramin tanpa diberikan
penambahan buffering agent(formula 2). Hasilnya, sirup dengan penambahan
buffering agent terlihat lebih jernih daripada sediaan sirup dengan formula tanpa
adanya buffering agent. Kemudian terdapat perbedaan rentang pH pada formula 1
dan formula 2. Hasilnya akan menunjukkan bahwa pH sediaan sirup dengan
buffering agent akan stabil pada rentang pH 4 – 6 sebagai mana mestinya.
Sedangkan pada sediaan sirup tanpa buffering agent memiliki pH yang tinggi dan
bersifat basa.
Kemudian, fungsi propilen glikol disini bukan sebagai kosolven atau
pelarut campur melainkan untuk melarutkan mentol, karena pada Farmakope
Indonesia V dituliskan bahwa mentol sukar larut dalam air. Peranan mentol
0,025% pada formula ini adalah sebagai teurapetic agent karena memiliki efek
karminative yaitu membantu melegakan pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V. 2009 Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition. Rowe,


R. C., Shesker, P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press
and American Pharmacists Association

Anonim. 2014. Farmakope Indonesi V. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia
FOE, K. 1989. Kelarutan Asetaminofen Dalam Sistem Propilenglikol-Gliserol-
Air. Doctoral dissertation. Universitas Airlangga
Noviza, D., Febrianti, N., & Umar. S. 2015. Solubilisasi Parasetamol Dengan
Ryoto Sugar Ester dan Propilenglikol. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2),
132-139.
Sinko, Patrick. J., 2011. Martin: Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Edisi V.
Alih bahasa: Joshita Djajadisastra. Editor: July Manurung,dkk. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai