Anda di halaman 1dari 15

Nama : Ayu afni maulinda

NIM : 21802007
Lokal : A

Anti inflamasi

 Pengertian Anti inflamasi

Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang

disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Gejala inflamasi

dapat disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit,

fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler,

meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan

radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya

terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin,

leukotrin, Prostaglandin dan PAF.

Pada dasarnya, mekanisme inflamasi terdiri dari empat kejadian:

a. Otot-otot polos sekitar pembuluh darah menjadi besar, aliran darah

menjadi lambat di daerah infeksi tersebut. Hal ini memberikan peluang

lebih besar bagi leukosit untuk menempel pada dinding kapiler dan keluar

ke jaringan sekitarnya.

b. Sel endotel (yaitu sel penyusun dinding pembuluh darah) menjadi

kecil. Hal ini menjadikan ruang antara sel-sel endotel meningkat dan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini dinamakan

vasodilatasi.

c. Molekul adhesi diaktifkan pada permukaan sel-sel endotel pada

dinding bagian dalam kapiler (inner wall). Molekul terkait pada pada

permukaan leukosit yang disebut integrin melekat pada molekul-molekul

adhesi dan memungkinkan leukosit untuk “rata” (flatten) dan masuk

melalui ruang antara sel-sel endotel. Proses ini disebut diapedesis atau

ekstravasasi.

d. Aktivasi jalur koagulasi menyebabkan fibrin clot secara fisik menjebak

mikroba infeksius dan mencegah mereka masuk ke dalam aliran darah.

Hal ini juga memicu pembekuan darah dalam pembuluh darah kecil di

sekitarnya untuk menghentikan perdarahan dan selanjutnya mencegah

mikroorganisme masuk ke aliran darah.

Obat-obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas

menekan atau mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas-dua

golongan, yaitu golongan anti inflamasi non steroid (AINS) dan anti

inflamasi steroid (AIS). Kedua golongan obat ini selain berguna untuk

mengobati juga memiliki efek samping yang dapat menimbulkan reaksi

toksisitas kronis bagi tubuh (Katzung, 1992).


 Anti Inflamasi Non Steroid

Obat anti-inflamasi non streoid (OAINS) merupakan kelompok

obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan

efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS merupakan

pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan

sekitar sendi.

OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan

beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-

obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek

samping. NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu :

1) Golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat,

metil salisilat, magnesium salisilat, salisil salisilat, dan

salisilamid),

2) Golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak,

indometasin, proglumetasin, dan oksametasin),

3) Golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya

ibuprofen, alminoprofen, fenbufen, indoprofen, naproxen,

dan ketorolac),

4) Golongan asam fenamat / asam N- arilantranilat

(diantaranya asam mefenamat, asam flufenamat, dan asam

tolfenamat),
5) Golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon,

ampiron, metamizol, dan fenazon),

6) Golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan

meloksikam),

7) Golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),

8) Golongan sulfonanilida (nimesulide), serta

9) Golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).

Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:

1) AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin,

asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat,

asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin,

karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.

2) AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen

dan piroprofen.

3) AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu

diflunisal dan naproksen.

4) AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu

piroksikam dan tenoksikam.

5) AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60

jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.


 Anti Inflamasi Steroid

Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Karena Obat-

obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk

asam arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin

juga tidak akan terbantuk. Namun, obat anti inflamasi golongan ini tidak

boleh digunakan seenaknya. Karena efek sampingnya besar. Bisa

menyebabkan moon face, hipertensi, osteoporosis dll.

Senyawa teroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki

stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu

cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami

oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid.

Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan

aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid

memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan

mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Pada manusia,

glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison,

sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid

alami, telah banyak disintetis glukokortikoid sintetik, yang termasuk

golongan obat yang penting karena secara luas digunakan terutama untuk

pengobatan penyakit-penyakit inflasi. Contoh antara lain adalah

deksametason, prednison, metil prednisolon, triamsinolon dan

betametason (Ikawati, 2006).


Berdasarkan masa kerjanya golongan kortikosteroid dibagi menjadi :

1) Kortikosteroid kerja singkat dengan masa paruh < 12 jam, yang

termasuk golongan ini adalah kortisol/hidrokortison, kortison,

kortikosteron, fludrokortison.

2) Kortikosteroid kerja sedang dengan masa paruh 12 – 36 jam, yaitu

metilprednisolon, prednison, prednisolon, dan triamsinolon.

3) Kortikosteroid kerja lama dengan masa paruh >36 jam, adalah

parametason, betametason dan deksametason.

 Mekanisme Kerja Anti Inflamasi Non Steroid

Golongan salisilat dan salisilamid

 Asetosal (aspirin)

Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai prototip nonsteroidal anti-

inflammatory drugs (NSAID) merupakan analgetika nonsteroid,

non-narkotik (Reynolds, 1982). Kerja utama asam asetilsaIisilat

dan kebanyakan obat antiradang nonsteroid lainnya sebagai

penghambat enzim siklooksigenase(enzim yang membuat

prostaglandin yang menyebabkan peradangan dan rasa sakit dan

demam) yang mengakibatkan penghambatan sintesis senyawa

endoperoksida siklik. Kedua senyawa ini merupakan pra zat semua


senyawa prostaglandin, dengan demikian sintesis rostaglandin akan

terhenti.

Prostaglandin: adalah sekelompok zat yang menyerupai hormon

diproduksi dalam berbagai jaringan tubuh sebagai berasal dari

asam amino, dan memainkan peran mediator untuk sejumlah besar

fungsi fisiologis.

 Metil salisilat

Metil salisilat bekerja sebagai anti iritan lokal dan mampu

berpenetrasi sehingga menghasilkan efek analgesik. Dan berfungsi

sebagai penghantar hormon.

Golongan Profen/Asam 2-Arilpropionat

 Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat dari kelompok

obat antiinflamasi non steroid. Senyawa ini bekerja melalui

penghambatan enzim siklo-oksigenase pada biosintesis

prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2

terganggu. Prostaglandin berperan pada patogenesis inflamasi,

analgesia dan demam. Dengan demikian maka ibuprofen

mempunyai efek antiinflamasi dan analgetik-antipiretik. Khasiat

ibuprofen sebanding, bahkan lebih besar dari pada asetosal

(aspirin) dengan efek samping yang lebih ringan terhadap lambung.

Pada pemberian oral ibuprofen diabsorbsi dengan cepat, berikatan


dengan protein plasma dan kadar puncak dalam plasma tercapai 1 –

2 jam setelah pemberian. Adanya makanan akan memperlambat

absorbsi, tetapi tidak mengurangi jumlah yang diabsorbsi.

Metabolisme terjadi di hati dengan waktu paruh 1,8 – 2 jam.

Ekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan metabolit inaktif,

sempurna dalam 24 jam.Indikasi Terapi simptomatik rematoid

artritis dan osteoartritis, mengurangi rasa nyeri setelah operasi pada

gigi dan dismenore.

 Naproxen

Naproxen bekerja dengan cara menurunkan hormon dengan

menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh.

 Mekanisme Kerja Anti Inflamasi Steroid

Kortikosteroid kerja sedang

 Metilprednison adalah suatu glukokortikoid sintetis yang memiliki

efek antiinflamasi, antialergi dan anti shock yang sangat kuat, di

samping sebagai antirematik. Tidak menimbulkan efek retensi

natrium dan dapat diterima oleh tubuh dengan baik.

Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati

membran dan membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik

spesifik. Komplek tersebut kemudian memasuki inti sel, berikatan

dengan DNA, dan menstimulasi rekaman messenger RNA

(mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan


bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid.

Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di

beberapa sel (contohnya: limfosit).

 Prednisone adalah hormon kortikosteroid (glukokortikoid). Ini

mengurangi respon sistem kekebalan Anda terhadap berbagai

penyakit untuk mengurangi gejala seperti pembengkakan dan

reaksi alergi tipe. Hal ini digunakan untuk mengobati kondisi

seperti radang sendi, gangguan darah, masalah pernapasan, kanker

tertentu, masalah mata, penyakit sistem kekebalan tubuh, dan

penyakit kulit.

Kortikosteroid kerja lama

 Deksametason

Deksametason adalah suatu glukokortikoid sintetis yang memiliki

efek antiinflamasi, antialergi dan anti shock yang sangat kuat, di

samping sebagai antirematik. Tidak menimbulkan efek retensi

natrium dan dapat diterima oleh tubuh dengan baik. Mengurangi

inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil, mengurangi produksi

mediator inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang

semula tinggi dan menekan respon imun.


 Betametason

Betametason adalah glukokortikoid sintetik yang mempunyai efek

sebagai antiinflamasi dan imunosupresan. Karena efek retensi

natriumnya (sifat mineralokortikosteroid) sangat sedikit, maka bila

digunakan untuk pengobatan insufisiensi adrenokortikal,

betametason harus dikombinasikan dengan suatu

mineralokortikoid. Efek antiinflamasi terjadi karena betametason

menstabilkan leukosit lisosomal, mencegah pelepasan hidrolase

perusak asam dari leukosit, menghambat akumulasi makrofag pada

daerah radang, mengurangi daya pelekatan leukosit pada kapiler

endotelium, mengurangi permeabilitas dinding kapiler dan

terjadinya edema, melawan aktivitas histamin dan pelepasan kinin

dari substrat, mengurangi proliferasi fibroblast, mengendapkan

kolagen dan mekanisme lainnya.


Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang termasuk ke dalam

golongan AINS:

• Ibuprofen

Merek dagang: Aknil, Alaxan FR, Anafen, Arbupon, Arfen,

Arthrifen, Axofen, Bimacyl, Bodrex, Bodrexin IBP.

Indikasi obat : Meredakan nyeri, peradangan, dan demam, serta

mengatasi patent ductus arteriosus.

Efek samping : perut kembung, mual dan muntah, diare atau

malah sembelit, sakit maag, demam, sakit kepala.

• Aspirin

Merek dagang: Aspirin, Aspilets, Cardio aspirin, Farmasal,

Miniaspi 80, Thrombo.

Indikasi obat : Mencegah penggumpalan darah, menghilangkan

rasa sakit,meredakan pembengkakan, dan menurunkan demam.

Efek samping : perut mulas, sakit maag, dan mudah mengalami

perdarahan, seperti mimisan, lebam, dan perdarahan yang sulit

berhenti apabila terluka.

• Naproxen

Merek dagang: Xenifar, Alif 500.

Indikasi obat : Mengurangi gejala nyeri, bengkak, dan kemerahan

akibat peradangan.
Efek samping : Mengantuk, Pusing, Mual dan muntah, Sakit perut,

Pandangan kabur, Diare atau konstipasi.

• Diclofenac

Merek dagang: Aclonac, Anuva, Araclof, Atranac, Bufaflam,

Cataflam, Catanac, Deflamat, Diclofam, Diclofenac.

Indikasi obat : Mengurangi peradangan.

Efek samping : Sakit kepala, Mata merah dan terasa perih, Diare

atau malah sembelit, Mual dan muntah, Sakit maag, Hilang nafsu

makan, Nyeri dada, Gangguan irama jantung, Penyakit kuning

yang ditandai dengan kulit dan mata menguning, serta urine

berwarna gelap seperti the, Perdarahan, misalnya muncul memar

atau BAB berdarah.

• Celecoxib

Merek dagang: Celebrex, Novexib.

Indikasi obat : Mengatasi gejala peradangan, seperti nyeri.

Efek samping : Sakit kepala, Pusing, Tekanan darah tinggi, Sakit

maag, Mual, Muntah, Diare, Demam, Infeksi saluran pernapasan

atas, Batuk, Nyeri sendi, Sakit punggung, Insomnia, Ruam kulit.


Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang termasuk ke dalam

golongan AIS:

• Deksametason

Indikasi obat : Berfungsi untuk mengobati kondisi seperti arthritis,

gangguan darah/hormon/sistem kekebalan tubuh, reaksi alergi,

masalah kulit dan mata tertentu, masalah pernapasan, gangguan

usus tertentu, dan kanker tertentu.

Efek samping : Masalah tidur (insomnia), Perubahan suasana hati,

Jerawat, kulit kering, penipisan kulit, memar atau perubahan warna

kulit, Penyembuhan luka yang lambat, Keringat berlebih, Sakit

kepala, pusing, sensasi berputar-putar , Mual, sakit perut,

kembung.

• Prednisone

Indikasi obat : untuk mengurangi peradangan pada alergi, penyakit

autoimun, penyakit persendian dan otot, serta penyakit kulit.

Prednison merupakan salah satu jenis dari obat kortikosteroid.

Efek samping : Mual, Muntah, Mulas, Keringat berlebih, Jerawat,

Sulit tidur, Penurunan nafsu makan.

• Betametason

Indikasi obat : Meredakan peradangan dan reaksi alergi, Sebagai

terapi pengganti hormon bagi penderita hiperplasia adrenal


kongenital, yaitu suatu kondisi ketika kelenjar adrenal tidak dapat

memproduksi kortikosteroid secara alami.

Efek samping : Absorpsi melalui kulit dapat mensupresi adrenal

dan sindrom cushing tergantung luas permukaan kulit dan lama

pengobatan. Pada kulit dapat terjadi peningkatan lebar dan

buruknya infeksi yang tidak diobati, penipisan kulit dan perubahan

struktur kulit, dermatitis kontak, dermatitis perioral. Timbul erawat

atau memperparah jerawat, depigmentasi sedang dan hipertrikosis.

mekanisme kerja : Mengontrol kecepatan sintesis protein, menekan

migrasi leukosit polimorfonuklear, fibroblast, mengubah

permeabilitas kapiler dan stabilisasi lisosomal pada level selular

untuk mencegah atau mengontrol inflamasi.


DAFTAR PUSTAKA

Katzung, G. Bertram; Farmakologi Dasar dan Klinik; Edisi keenam; EGC;


Jakarta; 1998.
Mutschler, Ernst, Dinamika Obat, Edisi Kelima, Penerbit ITB, Bandung, 1991
Tan, Hoan, Tjay dan Rahardja, Kirana;Obat-obat Penting; Edisi Keempat; 1991

Anda mungkin juga menyukai